Anda di halaman 1dari 8

LI.1. Mampu memahami dan menjelaskan tentang Eritrosis LO1.1.

Menjelaskan Eritropoesis

Eritropoiesis adalah proses pembentukan eritrosit yang terjadi di sumsum tulang hingga terbentuk eritrosit matang dalam darah tepi yang dipengaruhi dan dirangsang oleh hormon eritropoietin. Eritropoietin adalah hormon glikoprotein yang terutama dihasilkan oleh sel-sel interstisium peritubulus ginjal, dalam respon terhadap kekurangan oksigen atas bahan globulin plasma, untuk digunakan oleh sel-sel induk sumsum tulang. Eritropoietin mempercepat produksi eritrosit pada semua stadium terutama saat sel induk membelah diri dan proses pematangan sel menjadi eritrosit. Di samping mempercepat pembelahan sel, eritropoietin juga memudahkan pengambilan besi, mempercepat pematangan sel dan memperpendek waktu yang dibutuhkan oleh sel untuk masuk dalam sirkulasi.

LO1.2. Faktor pembentukan Eritrosit Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan eritrosit adalah sebagai berikut: a. Sel induk: CFU-E, BFU-E, normoblast (eritroblast). b. Bahan pembentuk eritrosit: Fe (besi), Vit. B12, asam folat, protein, dan lain-lain. c. Mekanisme regulasi: faktor pembentukan hemopoetik dan hormon eritropoetin.

LO1.3. Fungsi Eritrosit 1. Sel darah merah berfungsi mengedarkan O2 ke seluruh tubuh. 2. Berfungsi dalam penentuan golongan darah. 3. Eritrosit juga berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Ketika sel darah merah mengalami proses lisis oleh patogen atau bakteri, maka hemoglobin di dalam sel darah merah akan melepaskan radikal bebas yang akan menghancurkan dinding dan membran sel patogen, serta membunuhnya. 4. Eritrosit juga melepaskan senyawa S-nitrosothiol saat hemoglobin terdeoksigenasi, yang juga berfungsi untuk melebarkan pembuluh darah dan melancarkan arus darah supaya darah menuju ke daerah tubuh yang kekurangan oksigen.

LO1.4. Morfologi Eritrosit

Eritrosit normal berbentuk lempeng bikonkaf dengan diameter 7,8 m, dengan ketebalan padabagian yang paling tebal 2,5 m dan pada bagian tengah1 m atau kurang. Volume eritrosit adalah 90-95 m3. Jumlah eritrosit normal pada pria 4,6-6,2 juta/L dan pada wanita 4,2-5,4 juta/L. Kadar normal hemoglobin pada pria 14-18 g/dL dan pada wanita12-16g/dL. LO1.5. Kelainan morfologi dan jumlah 1) KELAINAN UKURAN a) Makrosit, diameter eritrosit 9 m dan volumenya 100 fL b) Mikrosit, diameter eritrosit 7 dan volumenya 80 fL c) Anisositosis, ukuran eritrosit tidak sama besar 2) KELAINAN WARNA a) Hipokrom, bila daerah pucat pada bagian tengah eritrosit diameternya

b) Polikrom, eritrosit yang memiliki ukuran lebih besar dari eritrosit matang, warnanya lebih gelap. 3)KELAINAN BENTUK a) Sel sasaran (target cell), Pada bagian tengah dari daerah pucat eritrosit terdapat bagian yang lebih gelap/merah. b) Sferosit Eritrosit < normal, warnanya tampak lebihgelap. c) Ovalosit/EliptositBentuk eritrosit lonjong seperti telur (oval), kadang-kadang dapat lebih gepeng (eliptosit). d) Stomatosit Bentuk sepeti mangkuk. e) Sel sabit(sicklecell/drepanocyte) Eritosit yang berubah bentuk menyerupai sabit akibat polimerasi hemoglobin S pada kekurangan O2 f) Akantosit Eritrosit yang pada permukaannya mempunyai 3-12 duri dengan ujung duri yang tidak sama panjang. g) Burr cell (echinocyte)Di permukaan eritrosit terdapat 10-30 duri kecil pendek,ujungnya tumpul. h) Sel helmet Eritrosit berbentuk sepeti helm. i) Fragmentosit (schistocyte) Bentuk eritrosit tidak beraturan. j) Teardropcell Eritrosit seperti buah pear atau tetesan air mata. k) Poikilositosis Bentuk eritrosit bermacam-macam.

LI.2. Mampu memahami dan menjelaskan tentang Hemoglobin LO2.1. Struktur Hemoglobin

LO2.2. Sintesis Hemoglobin Sintesis hemoglobin terdiri dari beberapa tahap yaitu: 1. Suksinil-KoA yang dibentuk dalam siklus Krebs berikatan dengan glisin untuk membentuk molekul pirol. 2. 4 pirol bergabung untuk membentuk protoporfirin IX , yang kemudian bergabung dengan besi dalambentukferro (Fe2+) untuk membentukheme. 3. Setiap molekul heme bergabung dengan rantai globin yang disintesis oleh ribosom. 4. 4 rantai globin dengan gugus hemenya sendiri membentuk satu molekul hemoglobin.

LO2.3. Fungsi Hemoglobin Hemoglobin terdapat dalam eritrosit yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen keseluruh tubuh dan membawa karbondioksida ke paru-paru walau hanya dalam kadar yang kecil, hanya sekitar 15% saja. LI.3. Mampu memahami dan menjelaskan tentang Anemia LO3.1. Definisi Anemia Anemia adalah keadaan dimana massa eritrosit dan/atau massa hemoglobin yang beredar tidak dapat memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh. Secara laboratorik dijabarkan sebagai penurunan dibawah normal kadar hemoglobin, hitung eritrosit dan hematokrit (packed red cell). LO3.2. Klasifikasi Anemia Anemia terbagi menjadi 3, yaitu: 1. Mikrositik Hipokrom, MCV <80fl dan MCH <27pg, banyak terjadi pada defisiensi besi, talasemia dan lain-lain. 2. Normositik Normokrom, MCV 80-95fl dan MCH >26pg, karena banyak terjadi hemolisis, pendarahan akut, penyakit ginjal dan lain-lain. 3. Makrositik, MCV >95fl, dibagi menjadi megaloblastik (defisiensi vit. B12 atau asam folat) dan non-megaloblastik (alkoholism, penyakit hati, mielodisplasia, anemia aplastik,dll). LO3.3. Pemeriksaan secara umum Biasanya gejala yang muncul adalah mudah lelah, jantung berdebar, takikardi dan sesak nafas. Pada pemeriksaan fisik terlihat kepucatan pada telapak tangan, kuku dan konjungtiva palpebra. Kemudian pada pemeriksaan laboratorium dapat diperiksa hemoglobin, hematokrit, MCV, MCH dan MCHC.

LI.4. Mampu memahami dan menjelaskan tentang Anemia Defisiensi Besi LO4.1. Definisi ADB Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan besi tubuh sehingga penyadiaan besi untuk eritropoesis berkurang, yang pada akhirnya pembentukan hemoglobin berkurang. LO4.2. Etiologi ADB Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan besi, gangguan absorbsi, serta kehilangan besi akibat pendarahan menahun. 1. Kehilangan besi sebagai akibat pendarahan manahun, yang dapat berasal dari: a. Saluran cerna: akibat dari tukak peptik, kanker lambung, kanker kolon, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang. b. Saluran genital wanita: menorrhagia atau mettorhagia. c. Saluran kemih: hematuria d. Saluran napas: hematoptoe 2. Faktor nutrisi: akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi (bioavaibilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan rendah daging). 3. Kebutuhan besi meningkat: seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan dan kehamilan. 4. Gangguan absorpsi besi: gasrektomi, tropical sprueatau kolitis kronik. Pada orang dewasa, anemisa defisiensi yang dijumpai di klinik hampir identik dengan perdarahan menahun. Faktor nutrisi atau peningkatan kebutuhan besi jarang jadi penyebab utama. Penyebab perdarahan paling sering pada laki-laki ialah perdarahan gastrointestinal, di negara tropik paling sering karena infeksi cacing tambang. Sementara itu, pada wanita paling sering karena menor-metrorhagia. LO4.3. Manifestasi Klinik ADB Gejala anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar, yaitu: 1. Gejala umum anemia Gejala umum anemia yang disebut juga sebagai sindrom anemia dijumpai pada anemia defisiensi besi apa bila kadar hemoglobin turun dibwah 7-8 g/dl. Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendengung. Pada anemia defisiensi besi karena penurunan kadar hemoglobin yang terjadi secara perlahan-lahan sering kali sindrom anemia tidak terlalu mencolok dibanding dengan anemia yang lain yang penurunan kadar hemoglobinnya terjadi lebih cepat. 2. Gejala khas akibat defisiensi besi Gejala yang khas ditemui pada defisiensi besi, tidak dijumpai pada anemia jenis yang lain, seperti:

a. Koilonichia: kuku sendok (spoon nail): kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikat dan menjadi cekung hingga mirip seperti sendok. b. Atrofi papil lidah: permukaan lidah menjadi licin dn mengkilap karena papil lidah menghilang. c. Stomatitis angularis: adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak pucat keputihan. d. Disfagia: nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring. e. Atrofi mukosa gaster sehingga menyebabkan akhloridia. Sindrom Plamer Vinson atau disebut juga sindrom Paterson Kelly: adalh kumpulan gejala yang terdiri dari anemia mikrositik hipokrom, atrofi papil lidah, dan disfagia. 3. Gejala penyakit dasar Pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang menjadi penyebab anemia defisiensi besi tersebut. Misalnya, pada anemia akibat penyakit cacing tambang dijumpai dispepsia, parotis membengkak, dan kulit telapak tangan berwarna kuning, seperti jerami. Pada anemia karena perdarahan kronik akibat kanker dijumpai gejala tergantung pada lokasi kanker tersebut. LO4.4. Patogenesis ADB Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi menurun. Jika cadangan kosong maka keadaan ini disebut iron dipleted state. Apabila kekurangan besi berlanjut terus mak penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi,ckeadaan ini disebut sebagai: iron deficient arythropoiesis. Selanjutnya timbul anemia mikrositik hipokrom sehingga disebut sebagai anemia defisiensi besi. Pada saat ini juga terjadi kekurangan zat besi pada epitel serta pada beberapa enzim yang dapat menimbulkan gelaja pada kuku, epitel mulut dan faring serta berbagai gejala lain. LO4.5. Pemeriksaan fisik Pada anemia defisiensi besi ditemukan pada pasien dengan keadaan badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang telinga berdening, koilonichia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis dan disfagia. LO4.6. Pemeriksaan penunjang Anemia hipokromik mikrositer pada sediaan apus darah tepi(MCV <80 fl dan MCHC <31%) 1. Dua dari tiga parameter di bawah ini: a. Besi serum < 50mg/dl b. TIBC > 350 mg/dl c. Saturasi tranfeserin < 15 % 2. Ferritin serum < 20 g/dl 3. Pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia menunjukan cadangan besi negative 4. Sumsum tulang : menunjukan hyperplasia normoblastik dengan normoblas kecil2 dominan

LO4.7. Diagnosis ADB Untuk menegakkan diagnosis ADB harus dilakukan: 1. Anamnesis

kurang gizi, diet riwayat kuning : anemia hemolitik, malaria konsumsi obat, paparan bahan kimia menderita sakit ginjal perdarahan (saluran cerna, ginekologis) penyakit infeksi

2. Pemeriksaan fisik Pucat, lemah, lesu Organomegali (hati, limpa, KGB) Kuning/ikterus : anemia hemolitik 3. Pemeriksaan lab

LO4.8. Diagnosis banding Anemia deficiensi besi perlu dibedakan dengan anemia hipokromik lainnya, seperti: 1. Anemia akibat penyakit kronik 2. Thalassemia 3. Anemia sideroblastik LO4.9. Pencegahan ADB 1. Pendidikan kesehatan yaitu: a. Kesehatan lingkungan, misalnya pemakaian jamban, dan perbaikan lingkungan kerja, misalnya pemakaian alas kaki. b. Penyulihan gizi: untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu asorbsi besi. 2. Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber pendarahan kronik paling sering di daerah tropic. 3. Suplementaasi besi: terutama untuk penduduk yang rentan, seperti ibu hamil dan anak balita. Fortifikasi bahab makanan dengan besi. LO4.10. Komplikasi LO4.11. Tatalaksana 1. Terapi kausal: tergantung penyebabnya , misalnya : pengobatan hemoroid, pengobatan menoragia. Terapi ini harus dilakukan kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali.

2. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh: a. Besi per oral: merupakan obat pilihan utama karena efektif, murah dan aman, yaitu: Sulfas ferosus: dosis 3x200 mg ()murah dan efektif. Ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferrous succinate, harga lebih mahal tetapi efektivitas dan ES sama. b. Besi parenteral ES lebih berbahaya, serta harga lebih mahal. Preparat yg tersedia: iron dextran complex, iron sorbitol citric acid complex. Dapat diberikan secara intermuskuler dalam atau intervena pelan. ES: reaksi anafilaksis, sakit kepala, flebitis, muntah, nyeri perut, dan sinkop. 3. Pengoatan lain a. Diet : makanan bergizi dengan tinggi protein terutama berasal dari protein hewani b. Vitamin c: untuk meningkatkan absorbs besi c. Transfuse darah: jarang dilakukan LO4.12. Prognosis

Anda mungkin juga menyukai