Anda di halaman 1dari 17

SKENARIO 2 EMERGENCY

1. Memahami dan menjelaskan trauma pelvis ( buli-buli ) dan trauma uretra ! TRAUMA PELVIS ( BULI-BULI) Merupakan keadaan darurat bedah yang memerlukan penatalaksanaan segera. Bila tidak ditanggulangi dengan segera akan menyebabkan komplikasi seperti peritonitis dan sepsis. Etiologi : 90% trauma tumpul buli-buli akibat fraktur pelvis. Robeknya buli-buli karena fraktur pelvis bias pula terjadi akibat fragmen tulang pelvis yang merobek dindingnya. Tindakan endourologi dapat menyebabkan trauma buli-buli iatrogenic antara lain pada reseksi buli-buli transurethral. Partus yang lama atau tindakan operasi didaerah pelvis dapat menyebabkan trauma iatrogenic pada buli-buli. Dapat pula terjadi secara spontan, biasanya terjadi jika sebelumnya terdapat kelainan pada dinding buli-buli seperti tuberculosis, tumor buli-buli dll. Klasifikasi : Kontusio buli-buli, hanya terdapat memar pada dindingnya, mungkin didapatkan hematoma vesikel, tetapi tidak didapatkan ekstravasasi urin ke luar buli-buli. Cedera buli-buli ekstraperitoneal, terjadi akibat trauma pada saat buli-buli kosong. Dapat diakibatkan oleh fraktur pelvis. Cedera buli-buli intraperitoneal, terjadi akibat trauma pada saat buli-buli sedang terisi penuh. Patofisiologi : Trauma kandung kemih terbanyak karena kecelakaan. Fraktur tulang panggul dapat menimbulkan kontusio atau rupture kandung kemih. Pada kontusio buli-buli hanya terjadi memar pada dinding buli-buli dengan hematuria tanpa ekstravasasi urin. Rupture kandung kemih dapat bersifat ekstraperitonneal ataupun intraperitoneal. Rupture kandung kemih ekstraperitoneal biasanya akibat tertusuk fragmen fraktur tulang pelvis pada dinding dengan kandung kemih yang penuh. Pada kejadian ini terjadi ekstravasasi urin di rongga perivesikel. Trauma tumpul dapat menyebabkan rupture buli-buli terutama jika buli-buli sedang terisi penuh atau terdapat kelainan patologik seperti TBC, sehingga trauma yang kecil bias menyebabkan ruptur. Manifestasi klinis : - Umumnya fraktur tulang pelvis disertai perdarahan hebat sehingga dapat menyebabkan syok. - Tampak jejas atau hematoma pada abdomen bagian bawah. Nyeri tekan didaerah suprapubik ditempat hematoma. - Pada kontusio buli-buli : nyeri terutama bila ditekan didaerah suprapubik dan dapat ditemukan hematurtia. Tidak terdapat rangsang peritoneum. - Pada rupture buli-buli intraperitoneal : urin masuk ke rongga peritoneum sehingga member tanda cairan intraabdomen dan rangsang peritoneum. Tidak terdapat benjolan dengan perkusi pekak.
1

SKENARIO 2 EMERGENCY
Pada ruptur buli-buli ekstraperitoneal : infiltrate urin di rongga peritoneal yang sering menyebabkan septisemia. Penderita mengeluh tidak bias buang air kecil, kadang keluar darah dari uretra. Timbul benjolan yang nyeri dan pekak pada perkusi pada daerah suprapubik.

Diagnosis : Diagnosis ditentukan berdasarkan tanda dan gejala klinik serta hematuria. Pada foto pelvis atau foto polos abdomen terlihat fraktur tulang pelvis. Pemeriksaan sistogram, dapat memberikan keterangan ada tidaknya rupture kandung kemih dan lokasi rupture apakah inta atau ekstraperitoneal. Pemeriksaan ini dilakukan dengan memasukkan medium kontras ke kandung kemih sebanyak 300-400 ml kemudian dibuat foto antero-posterior. Kandung kemih lalu dikosongkan dan dibilas dan dibuat foto sekali lagi. Bila tidak dijumpai ekstravasasi, diagnosisnya adalah kontusio buli-buli. Pada rupture ekstraperitoneal, gambaran ekstravasasi terlihat seperti nyala api pada daerah perivesikel, sedangkan pada rupture intraperitoneal terlihat kontras masuk kedalam rongga abdomen. Pada rupur kecil sistokopi dapat membantu diagnosis. Tes buli-buli : dilakukan dengan cara buli-buli dikosongkan terlebih dahulu dengan kateter, lalu dimasukkan 300 ml larutan garam faal, kateter kemudian diklem sebentar lalu dibuka kembali. Bila selisihnya cukup besar kemungkinan terjadi rupture buli-buli. Penatalaksanaan : Bila penderita datang dalam keadaan syok, harus diatasi dulu dengan memberikan cairan intravena atau darah. Bila sirkulasi telah stabil, lakukan reparasi buli-buli. Pada kontusio buli-buli, cukup dilakukan pemasangan kateter dengan tujuan untuk memberikan istirahat pada buli-buli. Diharapkan buli-buli sembuh setelah 7-10 hari. Pada cedera intraperitoneal harus dilakukan eksplorasi laparotomi untuk mencari robekan pada buli-buli serta kemungkinan cedera organ lain. Rongga intraperitoneum dicuci, robekan pada buli-buli dijahit 2 lapis, kemudian dipasang kateter sistostomi yang dilewatkan diluar sayatan laparotomi. Pada cedera ekstraperitoneal, robekan yang sederhana dianjurkan untuk memasang kateter 7-10 hari tetapi dianjurkan juga untuk melakukan penjahitan disertai pemasangan kateter sistostomi. Untuk memastikan buli-buli telah sembuh, sebelum melepas kateter uretra atau kateter sistostomi, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan sistografi untuk melihat kemungkinan masih adanya ekstravasasi urin. Sistografi dibuat pada hari ke 10-14 pasca trauma. Jika masih ada ekstravasasi kateter sistostomi dipertahankan sampai 3 minggu.

TRAUMA URETRA Etiologi :


2

SKENARIO 2 EMERGENCY
Trauma uretra terjaid akibat cedera yang berasal Dari luar. Cedera iatrogenic akibat instrumentasi pada uretra. Trauma tumpul yang menimbulkan fraktur tulang pelvis yang menyebabkan ruptur uretra pars membranasea. Trauma tumpul pada selangkangan atau straddle injury dapat menyebabkan rupture uretra pars bulbosa Pemasangan kateter yang kurang hati-hati dapat menimbulkan robekan uretra karena false route atau salah jalan.

Klasifikasi : 1. Trauma uretra posterior, yang terletak proksimal diafragma urogenital. 2. Trauma uretra anterior, yang terletak distal diafragma urogenital. Derajat cedera urtera dibagi dalam 3 jenis : Uretra posterior masih utuh dan hanya mengalami stretching (peregangan). Pada foto uretrogram tidak menunjukkan adanya ekstravasasi, dan uretra hanya tampak memanjang. Uretra posterior terputus pada perbatasan prostate-membranasea, sedangkan diafragma urogenital masih utuh. Foto uretrogram menunjukkan ekstravasasi kontras yang masih terbatas di atas diafragma urogenitalis. Uretra posterior, diafragma genitalis, uretra pars bulbosa sebelah proksimal ikut rusak. Foto uretrogram menunjukkan ekstravasasi kontras meluas hingga dibawah diafragma urogenital dampai ke perineum. Patofisiologi : Cedera dapat menyebabkan memar dinding dengan atau tanpa robekan mukosa baik parsial atau total. Rupture uretra hampir slalu disertai fraktur tulang pelvis. Akibat fraktur tulang pelvis terjadi robekan pars membranasea karena prostat dengan uretra prostatika tertarik ke cranial bersama fragmen fraktur, sedangkan uretra membranosa terikat didifragma urigenital. Rupture uretra posterior dapat terjadi total atau inkomplit. Pada rupture total, uretra terpisah seluruhnya dan ligamentum puboprostatikum robek sehingga buli-buli dan prostat terlepas ke krania. Uretra anterio terbungkus didalam korpus spongiosum penis. Korpus spongiosum bersama dengan corpora kavernosa penis dibungkus oleh fasia buck dan fasia colles. Jika terjadi rupture uretra beserta korpus spongiosum, darah dan urine keluar dari uretra tetapi masih terbatas pada fasia buck dan secara klinis terlihat hematoma yang terbatas pada penis. Namun, jika fascia buck ikut robek, ekstravasasi urin dan darah hanya dibatasi oleh fasia colles sehingga darah dapat menjalar hingga skrotum atau ke dinding abdomen. Robekan ini memberikan gambaran seperti kupu-kupu sehingga disebut butterfly hematoma.

SKENARIO 2 EMERGENCY
Manifestasi klinis : - Pada rupture uretra posterior, terdapat tanda patah tulang pelvis. Pada daerah suprapubik dan abdomen bagian bawah dijumpai jejas, hematom dan nyeri tekan. Bila disertai rupture kandung kemih bias ditemukan tanda rangsangan peritoneum. - Pada rupture uretra anterior terdapat daerah memar atau hematom pada penis dan skrotum. Beberapa tetes darah segar di meatus uretra merupakan tanda klasik cedera uretra. Bila terjadi reptur uretra total penderita mengeluh tidak bias buang air kecil sejak terjadi trauma dan nyeri perut bagian bawah dan daerah suprapubik. Pada perabaan ditemukan kandung kemih yang penuh. Diagnosis : - Rupture uretra posterior harus dicurigai bila terdapat darah sedikit di meatus uretra disertai patah tulang pelvis. - Pada pemeriksaan colok dubur ditemukan prostat seperti mengapung karena tidak terfiksasi lagi pada diafragma urogenital. Kadang sama sekali tidak teraba lagi karena pindah ke cranial. - Pemeriksaan radddiologik dengan menggunakan uretrogram retrograde dapat member keterangan letak dan tipe rupture uretra. Penatalaksanaa : - Jika dapat kencing dengan mudah, lakukan observasi saja. - Jika sulit kencing atau terlihat ekstravasasi pada uretrogram usahakan memasukkan kateter foley sampai buli-buli. Jika gagal lakukan pembedahan sistostomi untuk manajemen aliran urin. - Bila rupture uretra posterior tidak disertai cedera organ intrabdomen, cukup dilakukan sistostomi. Reparasi uretra dilakukan 2-3 hari kemudian dengan melakukan anastomosis ujung ke ujung dan pemasangan kateter silicon selama 3 minggu. Bila disertai cedera organ lain sehingga tidak mungkin dilakukan reparasi2-3 hari kemudian, sebaiknya dipasang kateter secara langsir. - Pada rupture uretra anterior total, langsung dilakukan pemulihan uretra dengan anastomosis ujung ke ujung melalui sayatan perineal. Dipasang kateter silicon selama 3 minggu. Bila rupture parsial dilakukan sistostomi dan pemasangan kateter foley di uretra selama 7-10 hari, sampai terjadi epitelisasi uretra yang cedera. Kateter sistostomi baru dicabut bila saat kateter sistostomi diklem ternyata penderita bias buang air kecil.

2. Memahami dan menjelaskan tentang kesadaran !


4

SKENARIO 2 EMERGENCY

KESADARAN Kesadaran dapat didefinisikan sebagai keadaan yang mencerminkan pengintegrasian impuls aferen dan eferen. Semuan impuls aferen dapat disebut input dan semua impuls eferen dapat dinamakan output susunan saraf pusat. Kesadaran yang sehat dan adekuat dikenal sebagai kompos mentis, dimana aksi dan reaksi terhadap apa yang dilihat, didengar, dihidu, dikecap, dialami dan perasaan keseimbangan, nyeri, suhu, raba, gerak, getar, tekan dan sikap, bersifat adekuat yaitu tepat dan sesuai. Kesadaran yang terganggu adalah dimana tidka terdapat aksi dan reaksi, walaupun dirangsang secara kasar. Keadaan ini disebut koma. Struktur di serebral yang berfungsi mengatur kesadaran Input susunan saraf pusat dapat dibedakan dalam input yang bersifat spesifik dan bersifat non-spesifik. Lintasan asendens dalam susunan saraf pusat yang menyalurkan impuls sensorik protopatik, propioseptik dan perasa pancaindra dari perifer ke daerah korteks perseptif primer disebut lintasan asendens spesifik atau lintasan asendens lemniskal. Ada pula lintasan asendens non pesifik yakni formasio retikularis di sepanjang batang otak yang menerima dan menyalurkan impuls dari lintasan spesifik melalui koleteral ke pusat kesadaran pada batang otak bagian atas serta meneruskannya ke nukleus intralaminaris talami yang selanjutnya disebarkan difus ke seluruh permukaan otak. pada manusia pusat kesadaran terdapat didaerah pons, formasio retikularis daerah mesensefalon dan diensefalon. Lintasan non pesifik ini oleh Merruzi dan Magoum disebut diffuse ascending reticular activating system (ARAS). Melalui lintasan non pesifik ini, suatu impuls dari perifer akan menimbulkan rangsangan pada seluruh permukaan korteks serebri. Dengan adanya 2 sistem lintasan tersebut terdapatlah penghantaran asendens yang pada dasarnya berbeda. Lintasan spesifik menghantarkan impuls dari satu titik pada alat reseptor ke satu titik pada korteks perseptif primer. Sebaliknya lintasan asendens nonpesifik menghantarkan setiap impuls dari titik manapun pada tubuh ke seluruh korteks serebri. Neuron-neuron di korteks serebri yang digalakkan oleh impuls asendens nonpesifik itu dinamakan neuron pengemban kewaspadaan, sedangkan yang berasal dari formasio retikularis dan nuklei intralaminaris talami disebut neuron penggalak kewaspadaan. Gangguan pada kedua jenis neuron tersebut oleh sebab apapun akan menimbulkan gangguan kesadaran.

SKENARIO 2 EMERGENCY

Lintasan implus non-spesifik Mekanisme gangguang kesadaran Lesi Supratentorial Pada lesi supratentorial, gangguan kesadaran akan terjadi baik oleh kerusakan langsung pada jaringan otak atau akibat penggeseran dan kompresi pada ARAS karena proses tersebut, maupun oleh gangguan vaskularisasi dan edema yang diakibatkannya. Proses ini menjalar secara radial dari lokasi lesi kemudian ke arah rostro-kaudal sepanjang batang otak. Gejala-gejala klinik akan timbul sesuai dengan perjalan proses tersebut yang dimulai dengan gejala-gejala neurologik fokal sesuai dengan lokasi lesi. Jika keadaan bertambah berat dapat timbul sindroma diensefalon, sindroma mesefalon bahkan sindroma pontomeduler dan deserebrasi. karena kenaikan tekanan intrakranial dapat terjadi herniasi girus cinguli di kolong falks serebri, herniasi transtentoril dan herniasi unkus lobus temporalis melalui insisura tentorii. Lesi infratentorial Pada lesi infratentorial, gangguan kesadaran dapat terjadi karena kerusakan ARAS baik oleh proses intrinsik pada batang otak maupun oleh proses ekstrinsik. Gangguan difus (gangguan metabolik) Pada penyakit metabolik, gangguan neurologik umumnya bilateral dan hampir selalu simetrik. Selain itu gejala neurologiknya tidak dapat dilokalisir pada suatu susunan anatomic tertentu pada susunan saraf pusat. Penyebab gangguan kesadaran pada golongan ini terutama akibat kekurangan O2 , kekurangan glukosa, gangguan sirkulasi darah serta pengaruh berbagai macam toksin.
6

SKENARIO 2 EMERGENCY

Kekurangan O2 Otak yang normal memerlukan 3.3 cc O2/100 gr otak/menit yang disebut Cerebral Metabolic Rate for Oxygen (CMR O2). CMR O2 ini pada berbagai kondisi normal tidak banyak berubah. Hanya pada kejang-kejang CMR O2 meningkat dan jika timbul gangguan fungsi otak, CMR O2 menurun. Pada CMR O2 kurang dari 2.5 cc/100 gram otak/menit akan mulai terjadi gangguan mental dan umumnya bila kurang dari 2 cc O2/100 gram otak/menit terjadi koma. Glukosa Energi otak hanya diperoleh dari glukosa. Tiap 100 gram otak memerlukan 5.5 mgr glukosa/menit. Menurut Hinwich pada hipoglikemi, gangguan pertama terjadi pada serebrum dan kemudian progresif ke batang otak yang letaknya lebih kaudal. Pada hipoglikemi, penurunan atau gangguan kesadaran merupakan gejala dini. Gangguan sirkulasi darah Untuk mencukupi keperluan O2 dan glukosa, aliran darah ke otak memegang peranan penting. Bila aliran darah ke otak berkurang, O2 dan glukosa darah juga akan berkurang. Toksin Gangguan kesadaran dapat terjadi oleh toksin yang berasal dari penyakit metabolik dalam tubuh sendiri atau toksin yang berasal dari luar/akibat infeksi.

Penilaian kesadaran Derajat kesadaran Kompos mentis : Keadaan waspada dan terjaga pada seseorang yang bereaksi sepenuhnya dan adekuat terhadap rangsang visuil, auditorik dan sensorik. Apati : sikap acuh tak acuh, tidak segera menjawab bila ditanya. Delirium : kesadaran menurun disertai kekacauan mental dan motorik seperti desorientasi, iritatif, salah persepsi terhadap rangsang sensorik, sering timbul ilusi dan halusinasi. Somnolen : penderita mudah dibangunkan, dapat lereaksi secara motorik atau verbal yang layak tetapi setelah memberikan respons, ia terlena kembali bila rangsangan dihentikan. Sopor (stupor) : penderita hanya dapat dibangunkan dalam waktu singkat oleh rangsang nyeri yang hebat dan berulangulang. Koma : tidak ada sama sekali jawaban terhadap rangsang nyeri yang bagaimanapun hebatnya. Penentuan tingkat kesadaran Batas antara berbagai derajat kesadaran tidak jelas. Untuk menentukan derajat gangguan kesadaran dapat digunakan: A. Glasgow Coma Scale = CGS8, yang pertama kali diperkenalkan oleh Teasdale & Jennet dalam tahun 1974 dan banyak digunakan dalam klinik. B. Glasgow Pitsburgh Coma Scale = GPCS (modifikasi CGS)
7

SKENARIO 2 EMERGENCY

Pada GSC tingkat kesadaran dinilai menurut 3 aspek : 1. kemampuan membuka mata : EYE opening = E 2. aktifitas motorik : MOTOR response = M 3. kemampuan bicara : VERBAL response = V 1. Kemampuan membuka mata a. dapat membuka mata sendiri secara spontan b. dapat membuka mata atas perintah c. dapat membuka mata atas rangsang nyeri d. tak dapat membuka mata dengan rangsang nyeri apapun

:4 :3 :2 :1

2. Aktifitas motorik Dinilai anggota gerak yang memberikan reaksi paling baik dan tidak dinilai pada anggota gerak dengan fraktur/kelumpuhan. Biasanya dipilih lengan karena gerakannya lebih bervariasi daripada tungkai. a. mengikuti perintah :6 b. adanya gerakan untuk menyingkirkan rang:5 sangan yang diberikan pada beberapa tempat c. gerakan fleksi cepat disertai dengan abduksi :4 bahu d. fleksi lengan disertai aduksi bahu :3 e. ekstensi lengan disertai aduksi :2 f. tidak ada gerakan :1 3. Kemampuan bicara Menunjukkan fungsi otak dengan integritas yang paling tinggi. a. orientasi yang baik mengenai tempat, orang dan waktu b. dapat diajak bicara tetapi jawaban kacau c. mengeluarkan kata-kata yang tidak dimengerti d. tidak mengeluarkan kata, hanya bunyi e. tidak keluar suara

:5 :4 :3 :2 :1

3. Memahami dan menjelaskan kasus kegawatdaruratan mata ! Kedaruratan mata Kedaruratan mata adalah keadaan mata yang memerlukan tindakan segera, tanpa itu akan menyebabkan kebutaan atau gangguan penglihatan yang berat dan menetap. Kedaruratan mata ada 4 macam : 1. Glaucoma akut Biasanya terjaid pada usia diatas 40 tahun. Keluhan : Kemunduran penglihatan yang berlangsung cepat. Nyeri dimata dan sekitarnya Mual dan muntah Pada mata terlihat :
8

SKENARIO 2 EMERGENCY
Injeksi siliar Edema kornea Bilik mata depan dangkal Pupil lebar dan refleksnya menghilang Lensa keruh dan kehijauan. Tekanan intraokuler tinggi. Penatalaksanan : segera berikan : - Asetazolamid 500mg oral, kemudian 250 mg/4 jam. - Pilokarpin HCL 2-6% 1 tetes/jam selama penserita bangun. Mata tidak usah ditutup. - Dapat diberikan pula (bila tidak dikontraindikasikan) morfin 10 mg im dan deksametason 0.5 mg im. Jangan beri diazepam. 24 jam kemudian : - Bila tekanan intraocular telah normal, segera lakukan iridektomi perifer. - Bila tekanan intraocular tetap tinggi, berikan infuse : o Larutan manitol 20% 60 tetes/ menit selama 3 jam atau o Larutan ureum 30% 30 tetes/menit selama 3 jam atau o Larutan gliserin dalam air 50% 150-200 ml oral. Setelah tekanan intraocular berhasil diturunkan segera lakukan filtering. - Selama operasi belum mungkin, pengobatan diteruskan dengan cara yang sama setiap harinya. 2. Ulkus kornea Ulkus kornea yang cepat menimbulkan perforasi ialah ulkus sentra. Pennyebab utamanya adalah pseudomonas pyocyaneus, pneumococcus. Keluhan : o Penglihatan mundur, silau dan mata berair terus menerus. o Nyeri sekitar mata dan seisi kepala. o Biasanya didahului trauma ringan pada mata. Pada mata terlihat : o Injeksi siliar dan dapat disertai pula dengan injeksi konjungtiva. o Kornea keruh, keputihan dengan permukaan mencekung, bila disebabkan jamur, permukaannya dapat menonjol karena timbunan jaringan nekrotik. Penatalaksanaa : o Beri tetes mata larutan atropine sulfat 1% 3-4 kali/hari o Antibiotic, bila dalam bentuk tetes mata, berikan 2 tetes/jam atau dalam bentuk salep mata 3-5 kali/hari. Bila ada gunakan antibiotic yang efektif untuk pseudomonas seperti terramycin dengan polymixin B sulfate, garamycin. Berikan juga secara sistemik antibiotic yang berspektrum luas dengan dosis tinggi. o Vitamin A, sekurang-kurangnya 100.000 U o Mata ditutup dengan kasa steril. Bila keadaan tidka membaik atau memberat, mungkin penyebabnya adalah jamur. Maka dilakukan : o Debridement sampai bersih, lalu bilas dengan larutan garam faal steril.
9

SKENARIO 2 EMERGENCY
o Setelah itu diberi salep antijamur tiap jam mislanya : preparat amfoterisin B, preparat nistatin. o Sebaiknya usahakan pengiriman ke pusat mata agar dapat segera diambil tindakan bila terjadi perforasi. 3. Uveitis anterior Penyakit ini cenderung kronik, tetapi tindakan dini yang tepat dapat menyelamatkan mata dari kebutaan. Keluhan : - Penglihatan mundur, silau dan pegal disekitar dan dalam mata. - Tak ada secret ataupun lakrimasi. Pada mata terlihat: - In jeksi siliar - Kornea jernih atau berbercak-bercak coklat di bagian dalam. - Bilik mata depan suram, kadang-kadang ada hipopion. - Iris pucat, lipatannya berkurang atau menghilang. - Pupil kecil, kadang-kadang tepinya tidak rata. Penatalaksanaa : - Beri tetes mata larutan atropine sulfat 1% 3 kali/hari - Beri tetes mata mengandung kortikosteroid dengan atau tanpa campuran antibiotic setiap 2 jam. Bila berbentuk salep, berikan 3-5 kali/hari - Mata sebaiknya ditutup dengan kasa steril. - Sebaiknya dikirimkan ke pusat mata karena dapat menimbulkan komplikasi yang menetap. 4. Trauma mata Trauma pada mata menimbulkan rasa takut dan kegelisahan yang besar, oleh karena itu kita harus bertindak cepat dan tepat. Macam-macam trauma mata : 1. Trauma tajam mata/ trauma perforatum Biasanya mudah didiagnosis bila luka luas karena kan selalu ada jaringan intraokuler yang prolaps. Penatalaksanaa : Konservatif : - Berikan salep mata antibiotic 3-5 kali/hari, lalu tutup dengan kasa steril. - Berikan antibiotic sistemik dengan dosis tinggi. - ATS 1500 U im, pada anak 750 U im. Bila terjadi perforasi kecil <4mm dapat diharapkan sembuh dengan cara diatas. Tetapi bila luas > 4mm harus disertai dengan tindakan operatif yang sebaiknya dilakukan dipusat mata. 2. Trauma tumpul mata Merupakan peristiwa yang sangat sering terjadi. Kerusakan yang terjadi juga sangat bervariasi. Trauma tumpul mata dapat diakibatkan benda yang keras atau benda yang tidak keras dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan keras ataupun lambat. - Trauma tumpul konjungtiva o Edema konjungtiva, edema konjungtiva yang berat dapat mengakibatkan palpebra tidka menutup sehingga bertambah rangsangan terhadap konjungtiva. hal ini dapat dicegah dengan
10

SKENARIO 2 EMERGENCY
pemberian dekongestan untuk mencegah pembendungan cairan dalam selaput lender konjungtiva. Pada keadaan yang lebih berat dapat dilakukan insisi. o Hematoma subkonjungtiva, terjadi akibat pecahnya pembuluh darah yang terdapat pada atau dibawah konjungtiva. Bila perdarahan terjadi karena trauma tumpul maka perlu dipastikan bahwa tidak ada robekan dibawah jaringan konjungtiva atau sclera. Bila tekanan bola mata rendah dengan pupil lonjong disertai tajam penglihatan menurun dan hematoma subkonjungtiva maka sebaiknya dilakukan eksplorasi bola mata untuk mencari kemungkinan adanya rupture bulbus okuli. Penanganan dini adalah dengan kompres hangat. Trauma tumpul pada kornea o Edema kornea, akan memberikan keluhan penglihatan kabur dan terlihatnya pelangi sekitar bola lampu atau sumber cahaya yang dilihat. Kornea akan terlihat keruh. Edema kornea yang berat akan mengakibatkan masuknya serbukan sel radang dan neovaskularisasi kedalam jaringan stroma kornea. Pengobatan yang diberikan adalah larutan hipertonik seperti NaCL 5% atau larutan garam hipertonik 2-8%, glukosa 40% dan larutan albumin. Bila terjadi peningkatan TIO berikan asetozolamid. o Erosi kornea, merupakan keadaan terkelupasnya epitel kornea yang dapat diakibatkan oleh gesekan keras pada epitel kornea. Pasien akan merasa sakit sekali, mata berair, dengan blefarospasme, lakrimasi, fotofobia dan penglihatan akan terganggu oleh media kornea yang keruh. Pewarnaan flurensensi akan berwarna hijau. Berikan anestesi local untuk pemeriksaan visus. Untuk mencegah adanya infeksi beri antibiotic spectrum luas. Trauma tumpul uvea o Iridoplegia Terjadi kelumpuhan otot sfingter pupil sehingga pupil menjadi lebar dan midriasis. Pasien akan sukar melihat dekat karena gangguan akomodasi, silau akibat gangguan pengatur masuknya sinar pada pupil. Pupil terlihat tidak sama besardan bentuknya menjadi irregular. Pupil ini tidak bereaksi dengan cahaya. Pasien sebaiknya diistirahatkan saja. o Iridodialisis Pupil berubah bentuk akibat trauma. Pasien akan melihat ganda dengan satu matanya. Sebaiknya dilakukan pembedahan dengan melakukan reposisi pangkal iris yang terlepas. o hifema Trauma tumpul pada lensa o Dislokasi lensa, terjadi akibat putusnya zonula zinii, sehingga kedudukan lensa terganggu.
11

SKENARIO 2 EMERGENCY
o Subluksasi lensa, terjadi akibat putusnya zonula zinii sehingga lensa berpindah tempat. Pasien akan mengeluh penglihatanya berkurang dan lensa akan memberikan gambaran pada iris berupa iridodonesis. Subluksasi dapat menyebabkan glaucoma sekunder dimana terjadi penutupan sudut bilik mata oleh lensa yang cembung. o Luksasi lensa anterior, pasien akan mengeluh penglihatan menurun mendadak, disertai rasa sakit yang sangat, muntah, mata merah dengan blefarospasme. Terdapat injeksi siliar yang hebat, edema kornea, lensa didalam bilik mata depan, iris terdorong kebelakang dengan pupil yang lebar. TIO sangat tinggi. Sebaiknya langsung dirujuk dan terlebih dahulu diberi asetozolamida. o Luksasi lensa posterior, pasien akan mengeluh adanya skotoma pada lapangan pandangnya akibat lensa mengganggu. Pasien akan melihat normal dengan lensa + 12,0 dioptri untuk jauh, COA dalam. Secepatnya dilakukan ekstraksi lensa. o Katarak trauma - Trauma tumpul pada retina dan koroid o Edema retina dan koroid Penglihatan akan sangat menurun. Edema retina akan menmberikan warna retina yang lebih abu-abu akibat sukarnya melihat jaringan koroid melalui retina yang sembab. Umumnya penglihatan akan normal kembali setelah beberapa waktu. o Ablasi retina Pasien akan mengeluh adanya selaput seperti tabir mengganggu lapangan pandang. Bila terkena daerah macula maka tajam penglihatan akan menurun. Pada pemeriksaan funduskopi terlihat retina yang berwarna abu-abu dengan pembuluh darah terangkat dan berkelokkelok. Sebaiknya dirujuk secepatnya. - Trauma tumpul saraf optik 3. Trauma kimia o Trauma asam Bila bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi pengendapan ataupun penggumpalan protein permukaan sehingga bila konsentrasi tidak tinggi maka kerusakanya hanya pada bagian superficial saja. Pengobatan dapat dilakukan dengan irigasi jaringan yang terkena secepatnya dan selama mungkin untuk menghilangkan dan melarutkan bahan. o Trauma basa Alkali akan menembus dengan cepat ke kornea, bilik mata depan, dan sampai ke jaringan retina. Pada trauma basa akan terjadi penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan kimia alkali bersifatkoagulasi sel dan terjadi proses penyabunan disertai dengan dehidrasi. Menurut klasifikasi thoft maka trauma basa dapat dibedakan: Derajat 1 :hiperemi konjungtiva disertai dengan keratitis pungtata.
12

SKENARIO 2 EMERGENCY
Derajat 2 : hiperemi konjungtiva disertai dengan hilang epitel kornea. Derajat 3 : hiperemi disertai dengan nekrosis konjungtiva dan lepasnya epitel kornea. Derajat 4 : konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50%. Tindakan yang dilakukan adalah secepatnya melakukan irigasi dengan garam fisiologik. Sebaiknya irigasi dilakukan selama mungkin. Penderita diberi sikloplegia, antibiotic, EDTA untuk mengikat basa. 4. Trauma radiasi, yang sering ditemukan adalah radiasi sinar inframerah, sinar ultraviolet, sinar X dan sinar terionisasi.

4. Memahami dan menjelaskan hifema sebagai kasus kegawatdaruratan mata ! HIFEMA Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah didalam bilik mata depan, yaitu darah diantara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur dengan humor aquos yang jernih. Walaupun darah yang terdapat dibilik mata depan sedikit tetap dapat menurunkan penglihatan. Etiologi : Hifema biasanya disebabkan oleh trauma tumpul pada mata seperti terkena bola, batu dll. Selain itu hifema juga dapat terjadi karena kesalahan prosedur operasi mata. Keadaan lain yang dapat menyebabkan hifema namun jarang terjadi adalah adanya tumor mata seperti retinoblastoma dan kelainan pembuluh darah. Klasifikasi : Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi : o Hifema traumatic, merupakan perdarahan pada bilik mata depan yang disebabkan pecahnya pembuluh darah iris dan badan siliar akibat trauma pada segmen anterior bola mata. o Hifema akibat tindakan medis, misalnya kesalahan prosedur operasi mata. o Hifema akibat inflamasi yang parah pada iris dan badan siliar, sehingga pembuluh darah pecah. o Hifema akibat kelainan sel darah merah atau pembuluh darah. o Hifema akibat neoplasma. Berdasarkan waktu terjadinya, hifema dibagi 2 : Hifema primer, timbul segera setelah trauma hingga hari ke-2 Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma. Hifema dibagi menjadi beberapa grade menurut Sheppard berdasarkan tampilan klinisnya : Grade I : darah mengisi kurang dari sepertiga COA.
13

SKENARIO 2 EMERGENCY
Grade II : darah mengisi sepertiga hingga setengah COA. Grade III : darah mengisi hamper total COA. Grade IV : darah memenuhi seluruh COA. Gejala : Pasien akan mengeluh nyeri pada mata disertai dengan mata yang berair. Penglihatan pasien akan sangat menurun. Terdapat tumpukan darah yang terlihat dengan mata telanjang bila jumlahnya cukup banyak. Bila pasien duduk, hifema akan terlihat terkumpul di bagian bawah bilik mata depan dan hifema dapat memenuhi seluruh ruangan bilik mata depan. Selain itu dapat terjadi peningkatan tekanan intraocular, merupakan keadaan yang harus diwaspadai karena dapat menyebabkan glaucoma sekunder. Diagnosis : - Pemeriksaan ketajaman penglihatan : menggunakan kartu mata snellen. Visus dapat menurun akibat kerusakan kornea, aquos humor, iris dan retina. - Lapangan pandang : penurunan dapat disebabkan oleh patologi vaskuler okuler atau glaucoma. - Pengukuran tonometri : untuk mengetahui tekanan intra okuler. - Slit lamp biomicroscopy : untuk menentukan kedalaman COA dan iridocorneal contact, aqueous flare dan sinekia posterior. - Pemeriksaan oftalmoskopi : untuk mengetahui struktur internal okuler. Pengobatan : Berdasarkan atas : - Tekanan intraokuler yang tinggi selama lima hari akan menyebabkan imbibisi kornea dan kelainan papil yang menetap. - Mobilitas dini akan menyebabkan hyphaema sekunder. - Hifema lebih dari 10 hari akan menimbulkan reaksi radang intraokuler. Tatalaksana : Konservatif - Istitahat baring penuh dengan elevasi kepala 30o. pada dewasa tutup kedua mata, pada anak cukup satu mata agar tidak gelisah. Pada anak-anak yang gelisah dapat diberikan obat penenang. Biasanya hifema akan diserap kembali dan hilang sempurna dalam beberapa hari tergantung pada banyaknya darah. - Untuk mengurangi nyeri, dapat diberikan paracetamol. Tidak disarankan pemberian jenis aspirin karena salah satu efek aspiran akan menyebabkan perdarahan kembali pada hifema yang disebabkan trauma. Obat-obatan untuk mengurangi tekanan intraocular dan kortikosteroid dapat diberikan. - Diet makanan cair atau lunak agar tidak banyak mengunyah dan defekasi mudah dan sedikt. Tunggu 24 jam. - Bila tekanan intraocular menurun atau normal, pengobatan diteruskan. - Bila tekanan intra ocular tetap tinggi lakukan parasentesis. Paresentesis sebaiknya dilakukan dipusat mata. Indikasinya :
14

SKENARIO 2 EMERGENCY
Lama sakit < 5 hari 5-10 hari >10 hari Terdapat glaucoma sekunder akibat hifema. Hifema yang penuh dan berwarna hitam. Bila setelah 5 hari tidak ada tanda-tanda hifema akan berkurang. Tekanan intraokuler normal Konservatif Konservatif Parasentesis Tekanan intraokuler meninggi Asetazolamid 3x250 mg hemostatik Parasentesis parasentesis

5. Memahami dan menjelaskan kebutaan yang berhubungan dengan kasus kegawatdaruratan! Kebutaan Criteria buta menurut WHO dan UNICEF : buta adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak dapat menjalankan pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan penglihatannya sebagai hal yang esensial sebagaimana orang sehat. WHO menganjurkan agar criteria kebutaan untuk Negara yang sedang berkembang ialah tajam penglihatan 3/60 atau lebih rendah yang tidak dapat dikoreksi. Etiologi : - Penyebab kebutan yang utama dinegara yang sedang berkembang adalah katarak. Selain itu juga trakoma, lepra, onkoserkariasi dan xeroptalmia. Dinegara-negara yang sudah bertkembang kebutaan berhubungan dengan proses penuaan. Diagnosis : - Pemeriksaan visus dna lapangan pandang - Kategori gangguan penglihatan Kategori ganguan penglihatan Penglihatan rendah Penglihatan rendah Kebutaan 1 2 3 Ketajaman penglihatan (dikoreksi terbaik) 6/8 3/10 20/70 6/60 1/10 20/200 3/60 (menghitung jari jarak 3m ) 1/20 20/400 1/60 ( menghitung jari jarak
15

Kebutaan

SKENARIO 2 EMERGENCY
1m ) 1/50 5/300 Tidak ada persepsi cahaya

Kebutaan

Penatalaksanaan : Rehabilitasi orang buta Tujuan rehabilitasi : Mengembalikan ke dalam masyarakat. Untuk meringankan beban keluarga dan masyarakat. Memelihara kepercayaan kepada diri sendiri Rehabilitasi meliputi : o Member dorongan, menghinari terjadinya depresi o Memelihara, menggunakan indra yang tersisa se intensip mungkin, dimana ia dapat mengenal alam sekitarnya melalui pendengaran, perabaan, pembau dan sebagian besar melalui ilham o Pendidikan khusus. o Lapangan kerja yang sesuai. o Kerjasama atau toleransi masyarakat dan pemeliharaan khusus. o Usaha menolong orang yang sudah buta. Latihan mobilitas dan anjing penuntun Merupakan hal terpenting dalam rehabilitas orang buta. Braile, system membaca untuk orang buta yang sangat efektif. Perangkat elektronik, optakon adalah alat elektronik yang mengubah bayangan visual huruf-huruf menjadi bentuk taktil. Pencegahan : - Mencegah penyakit-penyakit infeksi misalnya trakoma, lepra dan onkoserkariasis serta xeroftalmia yang merupakan penyakit non-infeksi. - Meningkatkan asupan vitamin A untuk mencegah xeroftalmia. - Mencegah terjadinya katarak. - Penyakit-penyakit herediter dapat dicegah melalui konsultasi genetic. - Kerjasama pemerintah dengan organisasi penderma non-pemerintah untuk membantu orang buta.

16

SKENARIO 2 EMERGENCY

DAFTAR PUSTAKA
1. Agus purwadianto. Kedaruratan Medik. 2000. Binarupa Aksara : Jakarta 2. Basuki B Purnomo. Dasar-dasar urologi. 2007. Sagung Seto : Jakarta. 3. Mahar Mardjono. Priguna Sidharta. Neurologis klinis dasar. 2009. Dian Rakyat : Jakarta. 4. Priguna sidharta. Tata pemeriksaan klinik dalam neurologi. 2008. Dian Rakyat : Jakarta 5. Sidarta Ilyas. Ilmu Penyakit Mata. 2006. FKUI : Jakarta. 6. Sidarta Ilyas. Mailangkay.dkk. ilmu penyakit mata. 2002. Sagung Seto : Jakarta. 7. Sjamsuhidajat. Wim de jong. Buku ajar ilmu bedah. 2005. EGC : Jakarta.

17

Anda mungkin juga menyukai