Anda di halaman 1dari 11

JOURNAL READING

KONTROL GLUKOSA AGRESIF DENGAN INFUS INSULIN UNTUK PASIEN STROKE ISKEMIK AKUT

Oleh: Ricat Hinaywan Malik 012075415

Pembimbing: Dr. Hj. Durrotul Jannah, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF RSI SULTAN AGUNG SEMARANG PERIODE 6 FEBRUARI 2012 10 MARET 2012 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG 2012

ABSTRAK Latar Belakang dan Tujuan. Hiperglikemia setelah stroke iskemik akut (AIS) dikaitkan dengan prognosis yang buruk. Namun, saat ini tidak ada konsensus mengenai metode yang optimal untuk mengontrol gula darah. Kami merancang protokol infus insulin untuk mengontrol glukosa secara agresif dan menyelidiki efikasi dan keamanannya. Metode. Kami menggunakan protokol untuk pasien dimana dalam waktu 48 jam setelah AIS atau serangan iskemik sementara (TIA) dengan kadar glukosa kapiler awal antara 100 dan 399 mg/dL (5,6-22,2 mmol/L). Sebuah larutan insulin terdiri dari 40 atau 50 U insulin reguler manusia dalam 500 mL dekstrosa 5% diberikan selama 24 jam. Glukosa kapiler diukur setiap 2 jam dan laju infus telah disesuaikan menurut nomogram dengan rentang target 80-129 mg/dL (4,4-7,2 mmol/L). Perubahan kadar glukosa dan glukosa secara keseluruhan selama infus insulin dianalisis menurut ada tidaknya diabetes atau hiperglikemia saat masuk (termasuk glukosa >139 mg/dL atau 7,7 mmol/L) dengan metode persamaan perkiraan umum. Hasil. Penelitian kohort terdiri dari 115 pasien konsekutif. Glukosa secara signifikan menurun dari 16057 mg/dL (8,93,2 mmol/L) saat pasien masuk menjadi 9328 mg/dL (5,21,6 mmol/L) selama infus insulin (p<0,05). Hipoglikemia laboratorik (glukosa kapiler <80 mg/dL atau 4,4 mmol/L) terjadi pada 91 (71%) pasien, 11 (10%) diantaranya memiliki gejala-gejala hipoglikemia. Meskipun kadar glukosa secara signifikan diturunkan dan dipertahankan dalam rentang target pada semua pasien, kadar glukosa secara keseluruhan secara signifikan lebih tinggi pada pasien dengan diabetes atau hiperglikemia (p <0,05). Kesimpulan. Protokol infus insulin efektif dalam mengontrol gula darah pada pasien dengan AIS atau TIA. Modifikasi lebih lanjut diperlukan untuk meningkatkan efikasi dan keamanan prosedur ini, dan penyesuaian intervensi harus dipertimbangkan sesuai dengan status gula darah. Kata Kunci: Stroke iskemik, hiperglikemia, insulin. LATAR BELAKANG Hiperglikemia Post-Stroke (PSH) mengacu pada peningkatan glukosa darah selama periode akut stroke dan dapat terjadi pada pasien baik dengan maupun tanpa diabetes.1 Tergantung pada definisi dan metodologi penelitian, antara 20% hingga 50% dari pasien stroke akut telah terbukti memiliki gambaran hiperglikemia.2,3 Meskipun pentingnya PSH tidak berkedudukan kuat dan peran intervensi gula darah pada PSH masih belum jelas, telah banyak penelitian menyarankan hubungan antara PSH dengan buruknya prognosis secara klinis.1,4-10 Memonitor secara intensif dan pengendalian parameter fisiologis seperti tekanan darah dan glukosa juga disebutkan sebagai salah satu manfaat dari unit perawatan stroke akut.11 Berbagai metode intervensi gula darah akut untuk PSH telah dilaporkan, dan pada saat ini tidak ada konsensus mengenai metode yang optimal. Dalam beberapa penelitian, dampak PSH pada prognosis secara klinis terlihat jelas pada hiperglikemia non-diabetes,1,12 dan satu penelitian menemukan target terapi yang berbeda untuk hiperglikemia diabetes dan non-diabetes.13 Metode

atau intensitas kontrol gula darah mungkin juga berbeda pada pasien dengan PSH berat. Namun, tidak ada penelitian mengenai intervensi gula darah akut ditujukan untuk masalah ini. Sebagai bagian dari pengembangan jalur yang penting bagi manajemen pasien dengan stroke iskemik akut (AIS) atau serangan iskemik sementara (TIA), kami mengembangkan protokol untuk mengontrol glukosa secara agresif pada pasien AIS dengan infus insulin (AGAIN). Kami meneliti efikasi dan keamanan protokol kami menurut ada tidaknya diabetes dan keparahan hiperglikemia saat pasien masuk. METODE Dari bulan Januari 2007, kami mengembangkan protokol menggunakan infus insulin terus menerus untuk kontrol gula darah akut pada pasien dengan AIS atau TIA. Untuk pengembangan protokol, hipotesis kita adalah respon gula darah untuk infus insulin akan berbeda sesuai dengan ada tidaknya diabetes atau tingkat keparahan hiperglikemia saat pasien masuk. Karena itu kami mengawali pengembangan protokol tunggal untuk semua pasien, dengan tujuan mengembangkannya sesuai dengan hasil sebuah penelitian sebelumnya. Kami secara prospektif menerapkan protokol tunggal untuk pasien (usia 35-90 tahun) dengan AIS atau TIA dalam 48 jam pertama onset gejalanya, yang memiliki tingkat glukosa kapiler saat pasien masuk sebesar 100-399 mg/dL (5,6-22,2 mmol/L). Pasien dengan diabetes tipe 1, ketoasidosis diabetik atau keadaan hiperosmolar non-ketotik, gagal jantung, infark miokard akut, infeksi atau demam tinggi, anemia berat, gagal ginjal, atau kondisi lain sebagai tugas ahli saraf yang penilaiannya tidak sesuai untuk protokol dieksklusi. Pasien dengan demensia, penurunan kesadaran, afasia, disartria berat, dan mereka yang tidak bisa diterima unit perawatan intensif (ICU) juga dieksklusi. Semua pasien yang terdaftar dipuasakan dan diobati dengan protokol infus-insulin kami selama 24 jam di unit perawatan intensif (ICU). Infus insulin setelah 24 jam adalah atas kebijaksanaan dokter yang bertugas dan data yang diperoleh setelah 24 jam tidak termasuk dalam analisis ini. Selama dilakukan infus insulin, semua obat premorbid antidiabetes sementara waktu dihentikan. Protokol awal menggunakan infus 500 ml dekstrosa 5% dengan 50 U insulin reguler untuk manusia (Humulin R, Lilly Korea, Seoul, Korea) dan 20 mmol kalium klorida (KCl) yang dimulai sebesar 20 mL/jam (2,0 U/jam insulin reguler untuk manusia). Kami kemudian memodifikasi protokol kami untuk mengurangi jumlah insulin dari 50 menjadi 40 U (Tabel 1) karena kekhawatiran mengenai hipoglikemia. Meskipun keputusan untuk menerapkan protokol

didasarkan pada kadar glukosa saat pasien masuk, glukosa kapiler awal juga diukur sebelum dimulainya infus insulin. Glukosa kapiler diukur selama infus insulin setiap 2 jam. Tingkat infus berubah sesuai dengan dosis penyesuaian nomogram dari protokol sehingga dapat menjaga glukosa kapiler pada 80-129 mg/dL (4,4-7,2 mmol/L). Kita mendefinisikan hipoglikemia laboratorik sebagai tingkat glukosa kapiler yang kurang dari 80 mg/dL (4,4 mmol/L), dan mendefinisikan hipoglikemia simtomatik sebagai munculnya gejala-gejala hipoglikemia (penurunan kesadaran, kelemahan umum, pusing, dan berkeringat). Tanda-tanda vital dan status klinis dipantau setiap jam dan elektrolit serum termasuk natrium dan kalium diperiksa setiap 12 jam. Semua data klinis termasuk skor National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS) saat pasien masuk dan skor modified Rankin Scale (mRS) pada bulan ke-3, secara prospektif terdaftar di Eulji Stroke Registry, yang menyatu dengan registri stroke berbasis Web dari Pusat Penelitian Klinis untuk Stroke.14 Data pengukuran glukosa dan hipoglikemia selama infus insulin dicatat secara prospektif dalam database AGAIN yang terpisah menggunakan perangkat lunak Microsoft Office Access 2003. Berdasarkan hipotesis awal, semua pasien dibagi ke salah satu kelompok baik diabetes ataupun non-diabetes, dan kelompok hiperglikemia (glukosa kapiler saat pasien masuk >139 mg/dL atau 7,7 mmol/L) atau normoglikemia (glukosa kapiler saat pasien masuk dari 100-139 mg/dL atau 5,6-7,7 mmol/L). Efikasi/khasiatnya dievaluasi untuk respon gula darah awal pada 2 jam setelah infus, dan perubahannya pada kadar glukosa dan glukosa secara keseluruhan selama infus insulin. Keamanan dievaluasi untuk insidens hipoglikemia laboratorik dan hipoglikemia simtomatik. Students t-test untuk variabel kontinyu (numerik) dan 2 test untuk variabel kategori digunakan untuk analisis statistik. Perubahan kadar glukosa dan glukosa secara keseluruhan selama infus insulin dibandingkan untuk glukosa kapiler yang diukur setiap 2 jam dengan menggunakan metode persamaan perkiraan umum dimana glukosa kapiler awal sebagai kovariat. SAS versi 9,1 digunakan untuk analisis statistik. Kecuali bila statusnya sebaliknya, data disajikan sebagai nilai rata-rataSD. Protokol kami dikembangkan untuk meningkatkan praktik klinis bukan untuk tujuan akademik, jadi kami tidak menerapkan persetujuan dari badan review institusional rumah sakit kami, maupun memperoleh inform consent tertulis untuk pasien yang berpartisipasi.

HASIL Dari Juli 2007 hingga Februari 2009, 115 pasien secara konsekutif diobati dengan protokol infus insulin kami. Karakteristik pasien awal tercantum dalam Tabel 2. Usia rata-rata penelitian kohort adalah 67 tahun, dan 70 dari mereka (60,9%) adalah laki-laki. Seratus (87%) pasien mengalami stroke, 47 (41%) menderita diabetes, dan 57 (50%) memiliki hiperglikemia saat pasien masuk. Dibandingkan terhadap glukosa saat pasien masuk, glukosa awal yang meningkat sebesar 1512 mg/dL (8,30,7 mmol/L) ada pada 17 (15%) pasien, yang mengalami penurunan sebesar 4142 mg/dL (2,32,3 mmol/L) ada pada 87 (76%) pasien, dan yang tetap sama ada pada 11 (6%) pasien. Glukosa awal yang di bawah 100 mg/dL (5,6 mmol/L) ada pada 20 (17%) pasien, dimana 5 pasien memiliki diabetes dan 7 pasien memiliki hiperglikemia pada saat pasien masuk.

Tiga puluh delapan dan 77 pasien diobati dengan infusates dengan memasukkan berturutturut 50 dan 40 U insulin. Kadar glukosa infus insulin selama 24 jam adalah 9328 mg/dL (5,21,6 mmol/L), yang secara signifikan lebih rendah daripada pengukuran saat pada masuk (p<0,05). Hipoglikemia terjadi pada 91 (79,1%) pasien dan hipoglikemia simtomatik terjadi pada 11 (9,6%) pasien, 6 (5,2%) diantaranya mengalami hipoglikemia simtomatik berulang. Infus insulin dihentikan pada 4 (3,5%) pasien, karena hipoglikemia simtomatik berulang pada 3 pasien dan penurunan kesadaran sesuai dengan progresivitas stroke dengan hiperglikemia persisten pada satu pasien. Tiga puluh (79%) dari 38 pasien yang diobati dengan 50 U insulin dan 61 (79%) dari 77 pasien yang diobati dengan 40 U insulin mengalami hipoglikemia laboratorik. Respon gula

darah awal pada 2 jam setelah infus insulin berbeda secara signifikan tergantung pada ada tidaknya diabetes atau hiperglikemia pada saat masuk (Tabel 3, Gambar 1). Semakin banyak pasien dengan diabetes atau hiperglikemia maka semakin memiliki kadar glukosa kapiler di atas rentang target, sementara semakin banyak pasien tanpa diabetes atau hiperglikemia maka semakin memiliki kadar glukosa kapiler di dalam atau di bawah rentang target (p<0,05). Insiden keseluruhan hipoglikemia laboratorik secara signifikan lebih tinggi pada pasien tanpa hiperglikemia pada saat pasien masuk (Tabel 3).

Seratus sebelas pasien menyelesaikan protokol dan dianalisis mengenai perubahan pada kadar glukosa dan glukosa secara keseluruhan selama 24 jam pemberian infus insulin, menurut ada tidaknya diabetes dan hiperglikemia pada saat pasien masuk (Tabel 4 dan 5, Gambar 2 dan 3). Kadar glukosa selama pemberian infus insulin berubah secara signifikan pada semua kelompok (p<0,05 untuk efek sementara waktu). Interaksi antara perubahan dari waktu terhadap waktu dan kelompok terhadap kelompok tidak signifikan (p>0,1 untuk efek interaksinya antara waktu dan kelompok), yang berarti bahwa perubahan kadar glukosa dari waktu ke waktu adalah serupa antara kelompok pembanding. Meskipun kadar glukosa rata-rata selama infus insulin adalah dalam rentang target pada semua kelompok, kadarnya lebih tinggi secara signifikan pada pasien dengan diabetes atau hiperglikemia pada saat pasien masuk (p<0,05 untuk efek kelompok). Pada penilaian klinis, kemunduran status neurologis awal didefinisikan sebagai peningkatan skor NIHSS dari 2 atau lebih pada 72 jam pertama setelah masuk, dan terjadi pada 16 (13,9%) pasien. Skor mRS pada bulan ke-3 terdapat pada 97 (84%) pasien, 68 (70,1%) dari mereka memiliki prognosis yang baik (skor mRS 2). Terjadinya kemunduran status neurologis atau prognosis yang baik pada bulan ke-3 tidak berbeda antara pasien dengan dan tanpa diabetes atau dengan dan tanpa hiperglikemia pada saat pasien masuk (p>0,1). DISKUSI Meskipun prevalensi PSH tinggi, bukti mengenai efek kontrol gula darah masih kurang. Meskipun pedoman saat ini setuju bahwa PSH berhubungan dengan prognosis yang buruk, tidak ada konsensus mengenai frekuensi pemantauan/pemonitoran, ambang untuk intervensi, atau metode kontrol gula darah.15, 16 Beberapa peneliti baru-baru ini melaporkan efikasi dan keamanan dari kontrol gula darah pada pasien AIS dengan menggunakan metode berbeda.17-20 Namun, ada variasi yang luas pada praktik klinis saat ini. Kami mengembangkan protokol kami sendiri dan mampu untuk mencapai kontrol gula darah efektif pada pasien dengan AIS atau TIA. Berdasarkan hipotesis awal kami, kami menilai respon gula darah dari protokol kami sesuai dengan ada tidaknya diabetes atau tingkat keparahan hiperglikemia yang diukur pada saat masuk. Ada beberapa perbedaan antara protokol kami dengan protokol yang dijelaskan sebelumnya. Untuk kontrol gula darah yang lebih stabil, semua pasien kami diminta untuk berpuasa selama diberikan infus insulin, dan kami menggunakan larutan dekstrosa 5% bukan saline normal. Tidak seperti metode yang digunakan dalam United Kingdom Glucose Insulin in Stroke Trial,19 dimana kerja intensifnya cukup, penyesuaian dosis insulin dicapai hanya dengan mengubah laju infus menurut nomogram. Sebagai hasilnya, kadar glukosa secara keseluruhan terpelihara dengan baik dalam rentang target pada semua pasien. Meskipun hipoglikemia laboratorik banyak terjadi, hipoglikemia simtomatik terjadi pada kurang dari 10% pasien kami. Tingginya prevalensi hipoglikemia laboratorik dapat dikaitkan dengan beberapa fitur dari penelitian kami. Definisi hipoglikemia laboratorik (<80 mg/dL atau 4,4 mmol/L) lebih tepat dibandingkan penelitian lain, dimana hal itu didefinisikan sebagai kurang dari 54-72 mg/dL (3-4 mmol/L).17-19 Faktanya,

meskipun insiden hipoglikemia laboratorik tinggi, tingkat hipoglikemia simtomatik pada penelitian kami adalah sebanding dengan yang dilaporkan dalam penelitian lainnya.17-19 Tingkat keparahan hiperglikemia pada pasien penelitian kami merupakan pertimbangan lain. Kami tidak menerapkan protokol kami untuk pasien yang tidak bisa berkomunikasi dengan baik karena kesadaran yang berubah, afasia, atau disartria berat, sehingga meng-eksklusi pasien dengan stroke sedang sampai berat. Akibatnya, sebagian besar pasien hanya hiperglikemia ringan sampai sedang pada saat pasien masuk. Kami juga meng-inklusi pasien TIA dimana glukosanya mungkin berkurang dengan cepat dan secara signifikan tanpa infus insulin sebagai gejala perbaikan. Penurunan spontan pada kadar glukosa antara saat pasien masuk dan saat pengukuran awal juga banyak terjadi, yang diamati pada 76% pasien. Karena keputusan untuk menerapkan protokol infus insulin didasarkan pada kadar glukosa darah saat pasien masuk, infus insulin tetap diberikan meskipun glukosa awal adalah kurang dari 100 mg/dL (5,6 mmol/L), yang terjadi pada 17% dari pasien penelitian. Di-inklusi-nya pasien dengan kadar glukosa saat pasien masuk yang sudah dalam rentang target (yaitu, 100-130 mg/dL atau 5,6-7,2 mmol/L) juga harus dipertimbangkan. Kita meng-inklusi pasien tersebut karena hiperglikemia yang terlambat dapat terjadi lebih dari 48 jam setelah stroke.5 Puasa selama infus insulin merupakan faktor penting yang lain. Sebagaimana disebutkan di atas, semua pasien dalam penelitian kami berpuasa selama pemberian infus insulin karena kami berpikir bahwa puasa untuk periode yang tidak lama setelah stroke akut dapat ditoleransi dan dapat memberikan kontrol gula darah yang lebih stabil. Puasa bukan kewajiban dalam manajemen umum stroke akut bila pasien tidak menderita disfagia. Namun, defisit neurologis adalah tidak stabil pada periode akut dan asupan oral harus secara hati-hati dipantau karena risiko aspirasi. Meskipun asupan oral mungkin telah mengurangi terjadinya hipoglikemia, hal ini bisa juga menyebabkan fluktuasi glukosa darah, sehingga memberikan kontrol gula darah lebih sulit dan rumit. Secara umum, memilih rentang target yang tepat adalah penting untuk mengoptimalkan efikasi dan keamanan pengobatan. Saat ini tidak ada konsensus mengenai masalah ini untuk kontrol gula darah pada pasien stroke akut.4 Pada percobaan binatang, kadar glukosa menunjukkan hubungan berbentuk U dengan nekrosis kortikal dan infark total, dengan titik terendah untuk nekrosis otak ada di rentang 108-126 mg/dL (6-7 mmol/L).21 Pada manusia, banyak penelitian mengenai hubungan antara kadar glukosa dan prognosis yang buruk menggunakan ambang batas yang telah ditetapkan dan berubah-ubah dari 108-150 mg/dL (6-8,3 mmol/L).5-10 Sebuah meta-analisis mengungkapkan sebuah hubungan antara kadar glukosa saat pasien masuk yang lebih tinggi dari 110-126 mg/dL (6,1-7,0 mmol/L) dan peningkatan risiko kematian pada pasien stroke iskemik non-diabetes. Sebuah penelitian baru-baru ini menemukan bahwa tingkat cut-off optimal untuk prognosis yang buruk pada bulan ke-3 adalah 155 mg/dL (8,5 mmol/L).22 Dalam penelitian intervensi gula darah setelah AIS, nilai ambangnya lebih rendah untuk memasukkan pasien dengan rentang 108-170 mg/dL (6,0-9,4 mmol/L) dan rentang target biasanya antara 70 dan 130 mg/dL (3,9 dan 7,2 mmol/L).17-19 Variabilitas ini bisa dihubungkan dengan perbedaan pada populasi pasien (perbedaan pada subtipe stroke, populasi

diabetes, dan waktu setelah stroke). Dalam sebuah penelitian besar yang melibatkan 1.259 pasien dengan AIS, hiperglikemia dihubungkan dengan prognosis klinis yang lebih buruk, hanya pada stroke non-lacunar.23 Karena hiperglikemia menurun dari waktu ke waktu setelah stroke,24 memasukkan pasien selama waktu yang terlambat dapat mempengaruhi kadar ambang batas untuk prognosis yang buruk. Ada bukti bahwa manfaat dari kontrol gula darah atau rentang konsentrasi glukosa yang optimal berbeda antara hiperglikemia diabetes dan nondiabetes.1,13 Untuk mengatasi masalah ini, dibutuhkan pendekatan yang berbeda menggunakan rejimen yang berbeda dan analisis komparatif sesuai dengan karakteristik pasien. Dalam analisis kami, kami menemukan bahwa efek pengobatan protokol kami tidak berbeda pada ada tidaknya diabetes dan hiperglikemia saat pasien masuk. Kadar glukosa kapiler selama infus insulin menurun secara signifikan dan dipertahankan dalam rentang target. Namun, meskipun perbedaannya kecil, kadar glukosa secara keseluruhan selama infus insulin secara persisten/terus-menerus adalah lebih tinggi pada pasien dengan diabetes atau hiperglikemia pada saat pasien masuk. Mengingat bahwa kebanyakan pasien memiliki hiperglikemia ringan hingga sedang, penemuan ini menunjukkan bahwa pasien dengan hiperglikemia diabetes berat menunjukkan respon gula darah berbeda. Kontrol yang lebih intensif mungkin diperlukan untuk pasien yang dirawat dengan trombolisis. Beberapa penelitian melibatkan pasien yang diobati dengan terapi trombolitik, telah menunjukkan efek yang mendalam pada pasien hiperglikemia sebagai prognosisnya.25-27 Sebagaimana disebutkan di atas, jeda waktu setelah stroke juga harus dipertimbangkan. Tidak seperti penelitian lain,17-20 kami memperpanjang jeda waktu perawatan sampai 48 jam setelah onset gejala. Hal ini telah menunjukkan bahwa PSH terjadi berkepanjangan meskipun pengobatan berbasis pedoman saat ini dan dua fase hiperglikemia telah teridentifikasi, yaitu: sebuah fase hiperglikemia awal dalam 8 jam pertama dan fase berikutnya 48-88 jam post-stroke.5 Waktu pengontrolan gula darah setelah stroke mungkin tidak harus mengikuti jeda waktu konvensional untuk terapi akut lain, dan pasien mungkin berpotensi bakal beruntung pada 12-24 jam setelah stroke akut. Kesimpulannya, protokol infus insulin kami dapat diterima dan bisa berhasil mencapai kontrol gula darah pada pasien AIS atau TIA dengan hiperglikemia ringan sampai sedang. Namun, hipoglikemia laboratorik banyak terjadi, dan berbeda secara signifikan selama pengobatan antara pasien dengan dan tanpa diabetes ataupun hiperglikemia saat pasien masuk. Untuk meningkatkan efikasi/khasiat dan keamanan protokol ini, modifikasi lebih lanjut masih diperlukan dan intervensi penyesuaian harus dipertimbangkan, terutama untuk pasien dengan hiperglikemia diabetes berat. UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini didukung oleh 2004 Eulji Research Grant (EIRG-05-020-11E30). Penelitian ini disponsori oleh Sanofi-Aventis Korea dan Boryung Co, Ltd

CRITICAL APPRAISAL

Judul Jurnal Terlalu panjang/pendek? Tidak panjang, tidak pendek Menggambarkan variabel2 yang diteliti? Ya Menarik? Ya Singkatan tidak baku? Tidak ada Coresponding author jelas? Ada email? Jelas, ada email peneliti Abstrak/Intisari Terdiri 4 bagian: latar belakang, metode, Ya hasil penelitian, dan kesimpulan? Kata kunci sesuai? Tidak, variabel penelitian tidak lengkap Jumlah kata 250 kata? Tidak, 269 kata (naskah asli) Abstrak/intisari sesuai secara keseluruhan? Ya Tujuan & Manfaat Penelitian Tujuan dijelaskan? Ya Manfaat dijelaskan? Ya Metodologi Penelitian Jenis & desain penelitian? Ada, dijelaskan Populasi & sampel? Ada, tidak dijelaskan detail Kriteria inklusi & eksklusi? Ada, dijelaskan Cara sampling & rumus besar sampel? Tidak ada, tidak dijelaskan Pemilihan subjek tepatkah? Subjek biaskah? Kurang tepat, ada bias (ex: ras, asal subjek, status gizi, dll) Cara perlakuan/pengukurannya? Ada, dijelaskan Apa pengukurannya blind? Tidak dijelaskan Bias prosedurkah? Bias alat ukurkah? Bias Prosedur, alat ukur & ketaatan subjek ketaatan subjekkah? ketiganya dianggap tidak bias Variabel bebas & tergantung dijelaskan? Ada, tidak dijelaskan terperinci Perancu dikendalikankah? Sudah, tetapi beberapa tidak dikendalikan, ex: ras, asal subjek, status gizi, dll Definisi operasional jelaskah? Cukup jelas namun tersebar, selain di bagian Metode ada yang dijelaskan di bagian Hasil Adakah persetujuan ethical clearance? Tidak ada, tidak dijelaskan Adakah informed consent? Tidak ada, dijelaskan Analisis data? Program komputernya apa? Ada, dijelaskan Analisis tepatkah? Ya

Hasil Penelitian Ada drop out? Berapa & mengapa? Ada, 4, dijelaskan di Hasil Tabel karakteristik subjek? Ada, tetapi tidak dijelaskan mendetail Maksud hasil uji statistik? Ada, cukup jelas Apa hasil utama penelitian? Protokol infus insulin pada penelitian ini dapat diterima dan bisa berhasil mencapai kontrol gula darah pada pasien AIS atau TIA dengan hiperglikemia ringan sampai sedang Pembahasan Apa hasil penelitian sesuai teori? Ya, sesuai Komparasi dengan penelitian lain? Ya, dikomparasikan dengan penelitian lain, Sama/beda hasil? banyak persamaan Kesimpulan Dapatkah diterapkan di sampel terpilih, Dapat diterapkan, tapi butuh penelitian lebih populasi terjangkau & populasi target? lanjut, terutama karena banyaknya komplikasi hipoglikemia laboratorik Dapatkah penelitian ini diterapkan Dapat diterapkan, manfaatnya bagus, tapi untuk pasien/generalisasi secara luas? butuh penelitian lebih lanjut karena belum bisa digunakan pada pasien dengan hiperglikemia diabetes berat

Anda mungkin juga menyukai