Anda di halaman 1dari 9

ANALISIS POTENSI PENERIMAAN DAN EFEKTIVITAS PAJAK PENERANGAN JALAN DI KOTA BUKITTINGGI

Elsa Kumal a Dewi 1), Mondra Nel di S E,MM 2) , Roni Andri Wijaya S E,MM3) 1) Akuntansi, Elsa Ku mala Dewi email: elsaku mala92@yahoo.co.id 2) A kuntansi, Mondra Nel di S E,MM email: mondraneldi@yahoo.com 3) Roni Andri Wijaya S E,MM email: awhe.idronniwijaya@yahoo.co.id Abstrak Elsa Kumala Dewi Bp 09101155110016, Jurusan Akuntansi, 2013. Analisis Potensi Penerimaan Dan Efekt ivitas Pajak Penerangan Jalan Di Kota Bukittinggi, di bawah bimb ingan Mondra Neld i, SE, MM dan Ronni Andri Wijaya, SE, MM . Tujuan dalam penelitian ini adalah menganalisis potensi penerimaan Pajak Penerangan Jalan dan efektivitas Pajak Penerangan Jalan di Kota Bukittinggi selama tahun 2007 h ingga tahun 2011. Untuk mengetahui potensi penerimaan dan efektiv itas dibutuhkan suatu data penelitian yang menggunakan runtut waktu (time series). Penelitian dengan menggunakan runtun waktu akan membantu melihat bagaimana kinerja dari penerimaan Pajak Penerangan Jalan. Model analisis yang digunakan yaitu analisis perh itungan potensi penerimaan yang didasarkan pada tarif pajak Pajak Ppenerangan Jalan kemud ian perhitungan efekt ivitas Pajak Penerangan Jalan yang didasarkan pada realisasi penerimaan dan potensi penerimaan Pajak Penerangan Jalan ,

Kata Kunci efekt ivitas Nama File Journal

: Realisasi penerimaan Pajak Penerangan Jalan, Potensi penerimaan, : 09101155110016_Elsa Kumala Dewi_Akuntansi

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dat i II) merupakan t itik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa leb ih mengetahui potensi dan apa yang menjadi kebutuhannya daerahnya. Menurut Blakely (Kuncoro,2004) pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelo la berbagai sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan untuk menciptkan suatu lapangan pekerjaan baru dan merangsang kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut. Penerapan desentralisasi sebagai wujud dari otonomi daerah juga menimbulkan permasalahan dalam pembagian keuangan antara pusat dan daerah dimana pembagian tugas dan wewenang tingkat pemerintahan memerlukan dukungan pendanaan. Pemerintah daerah dalam hal ini dituntut memiliki kemandirian secara fisikal karena subsidi dan bantuan dari pemerintah pusat yang selama in i sebagai sumber utama APBN, mu lai kurang

Pembangunan merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat. Kesejahteraan kehidupan masyarakat dapat dicapai jika pembangunan dilaksanakan merata. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dat i II) merupakan t itik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa leb ih mengetahui potensi dan apa yang menjadi kebutuhannya daerahnya. Menurut Blakely (Kuncoro,2004) pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelo la berbagai sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan untuk menciptkan suatu lapangan pekerjaan baru dan merangsang kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut. Pembangunan merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat. Kesejahteraan kehidupan masyarakat dapat dicapai jika pembangunan dilaksanakan merata.

kontribusinya dan menjadi sumber utamanya pendapatan daerah sendiri. Untuk mencapai tujuan tersebut salah satu alat ukurnya adalah dengan pembangunan yang adil dan merata disegala aspek kehidupan, baik di pusat maupun di daerah. Pembangunan tersebut membutuhkan dana yang tidak sedikit . Dana pembangunan berasal dari dalam maupun dari luar negeri. Salah satu sumber penerimaan dari dalam negeri berasal dari pajak. Pajak merupakan salah satu penerimaan terbesar di Negara Indonesia. Hal ini dapat dilihat pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahunnya. Oleh karena itu, penerimaan negara dari sektor pajak perlu mendapat perhatian yang serius dan sungguhsungguh. Pemerintah dalam hal ini perlu pengawasan agar tidak terjadi kebocoran dalam pengutannya. Salah satu wujud dari perhatian pemerintah dalam hal pajak ini adalah dengan diberlakukannya Otonomi Daerah (Otoda) pada tahun 2001, yang berlaku efektif mulai Januari 2002. Dalam Otoda ini, daerah diberi wewenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan RI. Konsekuensi dari penerapan otonomi daerah yaitu setiap daerah dituntut untuk men ingkatkan pendapatan asli daerah (PAD) guna membiayai urusan ru mah tangganya sendiri. Peningkatan ini dituju kan untuk men ingkatkan kualitas pelayanan publik sehingga dapat menciptakan tata pemerintahan yang lebih baik (good governance). Oleh karena itu,perlu dilakukan usaha-usaha untuk men ingkatkan penerimaan dari su mber sumber penerimaan daerah, salah satunya dengan men ingkatkan Pendapatan Asli Daerah (PA D). Untuk mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah beberapa pos pendapatan asli daerah harus ditingkatkan antara lain pajak daerah retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah. Untuk meningkatkan penerimaan atau sumber fiskal suatu daerah, pemerintah daerah harus memiliki kekuatan untuk menarik pungutan dan pajak dan pemerintah pusat harus membag i sebagian penerimaan pajaknya dengan pemerintah daerah. Kebijakan in i sesuai dengan Undang Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, maka sistem pengelolaan keuangan daerah dilakukan oleh

pemerintah daerah itu sendiri, dengan syarat pengelolaan keuangan harus dilakukan secara profesional, efisien, transparan dan bertanggung jawab. Hal ini memberikan keleluasaan bagi daerah untuk menggali potensi lokal dan men ingkatkan kinerja keuangan dalam rangka mewujudkan kemandirian daerah. Tujuan utama dari penerapan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal adalah pemerintah daerah harus bisa menjalankan rumah tangganya sendiri atau mandiri karena pemerintah daerah dituntut untuk selalu men ingkatkan kualitas pelayanan publik bagi masyarakat. Tersedianya infrastruktur yang baik diharap kan dapat menciptakan efisiensi dan efektivitas di berbagai sektor. Produktiv itas masyarakat diharap kan menjadi semakin t inggi dan pada gilirannya terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi. Pajak bagi pemerintah daerah berperan sebagai sumber pendapatan (budgetary function) yang utama dan juga sebagai alat pengatur (regulatory function). Pajak sebagai salah satu sumber pendapatan daerah digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah, seperti memb iayai ad ministrasi pemerintah, membangun dan memperbaiki infrastruktur, menyediakan fasilitas pendidikan dan kesehatan, membiayai anggota polisi, dan memb iayai kegiatan pemerintah daerah dalam menyediakan kebutuhan-kebutuhan yang tidak dapat disediakan oleh pihak swasta yaitu berupa barang-barang publik. Melihat dari fenomena tersebut dapat dilihat bahwa pentingnya pajak bagi suatu daerah, terutama dalam menyokong pembangunan daerah itu sendiri merupakan pemasukan dana yang sangat potensial karena besarnya penerimaan pajak akan men ingkat seiring laju pertumbuhan penduduk, perekonomian dan stabilitas politik. Dalam pe mbangunan suatu daerah,pajak memegang peranan penting dalam suatu pembangunan. Pemungutan pajak daerah di suatu daerah disesuaikan dengan potensi dan kebijakan daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Perda). Salah satu jenis pajak daerah yang diperkenankan untuk dilakukan pemungutannya oleh pemerintah kabupaten/kota adalah pajak penerangan jalan. Penerangan jalan merupakan salah satu kewajiban pemerintah daerah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan penerangan jalan umu m terlebih di malam hari. Saat in i kebutuhan masyarakat terhadap penerangan jalan makin besar yang artinya diperlukan biaya yang besar pula oleh pemerintah untuk

memenuhi ketersediaan akan penerangan jalan yang memadai. Penarikan pajak di suatu daerah disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, sesuai dengan Undang-Undang maka kabupaten atau kota diperkenankan untuk menarik pajak daerah. Salah satu jenis pajak daerah yaitu Pajak Penerangan Jalan. Untuk memperkuat penarikan pajak ini, pemerintah daerah kemudian mengeluarkan peraturan daerah untuk mengatur penarikannya. Pajak ini d itarik bersamaan dengan pembayaran rekening listrik. Ju mlah pajak yang ditarik yaitu persentase tarif pajak penerangan jalan dikalikan dengan total tagihan yang tercantum dalam rekening listrik tersebut. Masih rendahnya pertumbuhan penerimaan Pajak Penerangan Jalan d iduga karena penerimaan dari pajak tersebut belum sesuai dengan potensi yang riil yang dimiliki sehingga pertumbuhannya cenderung rendah. Sumber penerimaan terbesar pada PAD Kota Bu kittinggi berasal dari pajak daerah.Pajak daerah di Kota Bukittinggi dapat digolongkan men jadi beberapa jen is,antara lain: a. Pajak Hotel. b. Pajak Restoran. c. Pajak Hiburan. d. Pajak Reklame. e. Pajak Penerangan Jalan. f. Pajak Air Tanah. Dari uraian diatas maka penulis mengamb il judul Analisis Potensi Penerimaan

Sedangkan menurut Rochmad Soemi tro Mardi asmo (2011:1) menyatakan Pajak adalah iuran kepada kas Negara berdasarkan undangundang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (kontra prestasi), yang langsung dapat ditujukan dan di gunakan untuk membayar pengeluaran u mu m. Menurut Adriani (2010:4) pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umu m (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umu m berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan . Berdasarkan pengertian menurut para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa pajak adalah iuran atau pungutan yang digunakan oleh suatu badan yang bersifat umu m (negara) untuk memasukkan uang ke dalam kas negara dalam menutupi segala pengeluaran yang telah dilakukan dimana pemungutannya dapat di paksakan oleh kekuatan publik.

B. Aspek Ek onomi dari Perpajakan Sistem pajak yang baik dipandang dari ilmu ekonomi adalah sistem Perpajakan yang memiki pengaruh yang baik (Suhendi:2006). Konsep sistem Pajak adalah membatasi masalah keadilan sistem pajak. Ada dua prinsip keadilan yang digunakan yaitu prinsip manfaat atau benefit principle dan prinsip kemampuan atau ability to pay. Norma keadilan yang ada disini untuk mengenakan pajak yang sama untuk hal-hal yang sama dan tidak sama untuk hal-hal yang tidak sama.Suatu pajak dapat disebut progresif, proporsional atau regresif jika membebani pendapatan orang lain lebih besar dibanding mereka yang miskin dalam p roporsi yang sama.

dan Efektivitas Pajak Pene rangan Jalan di Kota Bukittinggi

1.2 Rumusan Masal ah Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan masalah yang diteliti adalah Bagaimana potensi penerimaan pajak penerangan jalan di kota Bukittinggi dan Bagaimana efekt ivitas pajak penerangan jalan di kota Bukittinggi. Studi kasus : Kantor Dinas Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Kota Bukitinggi. 2. Landasan Teori A. Pengertian Pajak menurut Ahli Menurut Suandy (2008) mengatakan Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma u mu m, dan yang dapat dipaksakan, tanpa ada kalanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual maksudnya adalah untuk memb iayai pengeluaran pemerintah.

C. fungsi pajak Fungsi pajak Mardiasmo (2011) dibedakan men jadi dua fungsi pajak yaitu: a. Fungsi Penerimaan (Budgetair) Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah.

contoh: dimasukannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri.

A. Pajak Daerah Ti ngkat I atau Pajak Propinsi, terdiri dari a. Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, yaitu pajak atas kepemilikan dan atau penguasaaan kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air. b. Bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, yaitu pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air sebagai akibat dari perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, h ibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha. c. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor,yaitu pajak atas bahan bakar yang disediakan atau dianggap digunakan untuk kendaran bermotor, termasuk bahan bakar yang digunakan untuk kendaraan di atas air. d. Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan, yaitu pajak atas pengambilan dan pemanfaatan air di bawah tanah dan atau air permukaan untuk digunakan bagi orang pribadi atau bada, kecuali untuk keperluan dasar rumah tangga dan pertanian rakyat. B. Pajak Daerah Tingkat II atau Pajak Kabupaten/ Kota a. Pajak Hotel Adalah pajak atas pelayanan Hotel. Hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang-orang untuk dapat menginap atau istirahat, memperoleh pelayanan, dan atau fasilitas lain dengan dipungut bayaran termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan perkantoran. b. Paja k Restoran Adalah pajak atas pelayanan restoran. Restoran adalah tempat menyantap makanan dan atau minuman yang disediakan dengan dipungut bayaran, tidak termasuk jasa boga atau catering. c. Pajak Hiburan Adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan adalah semua jenis pertunjukkan, permainan, ketangkasan, dan atau keramaian dengan nama dan bentuk apapun yang ditonton atau dinikmat i oleh setiap orang dengan dipungut bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk berolah raga. d. Pajak Reklame Adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Reklame adalah benda, alat perbuatan, atau media yang menurut bentuk dan corak ragamnya untuk tujuan

b.

Fungsi Mengatur (Reguler) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan d i bidang sosial dan ekonomi. Sebagai contoh yaitu dikenakannya pajak yang tinggi terhadap minu man keras, sehingga konsumsi minu man keras dapat ditekan. Demikian pula terhadap barang mewah

D. Pengertian Pajak Daerah Menurut Mardi asmo (2011:12) Pajak Daerah , yang selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi wajib kepada daerah daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan UndangUndang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Menurut Tony Marsyahrul (2004:5) Pajak Daerah adalah pajak yang dikelo la oleh pemerintah daerah (baik pemerintah daerah TK.1 maupun pemerintah daerah TK II ) dan hasil dipergunakan untuk membiayai pengeluaran rutin dan pembangunan daerah (APBD). Menurut UU No mor 34 Tahun 2000 tentang perubahan atas UU No mo r 18 tahun 1997 tentang Pajak daerah dan Retribusi Daerah, Pajak daerah adalah iuran wajib yang dialihkan oleh orang pribadi dan badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk memb iayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah. Berdasarkan pengertian pajak daerah menurut para ahli diatas dapat disimpulakan, Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut dengan paksaan atas dasar undang-undang ,pembayaran pajaknya tidak ada kontraprestasi secara langsung dipungut secara langsung dan diperuntukan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

E. Jenis-jenis pajak daerah Sesuai dengan pembagian admin istrasi daerah, maka pajak daerah dapat digolongkan menjadi 2 macam yaitu Mardi asmo (2011:13) yaitu:

ko mersial, d ipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau memu ji suatu barang, jasa atau orang, ataupun untuk mencari perhatian u mu m kepada suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau dapat dilihat, dibaca dan atau didengarkan dari suatu tempat umu m kecuali yang diperlukan oleh pemerintah. e. Pajak penerangan jalan Adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, dengan ketentuan Bahwa diwilayah daerah tersebut tersedia penerangan jalan, yang reken ingnya dibayar oleh pemerintah daerah. f. Pajak Pengamb ilan dan pengolahan bahan galian Go longan C adalah pajak atas kegiatan pengambilan bahan galian Go longan C sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. g. Pajak Parkir Tempat parkir adalah tempat parkir d iluar badan jalan yang disediakan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaran bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran. F. Sistem Pemungutan Pajak Daerah Sistem pemingutan pajak terbagi atas 2 macam menurut Mardi asmo (2011:7) sebagai berikut: 1. Sistem Official Assessment Pemungutan pajak daerah berdasarkan penetapan kepala daerah dengan menggunakan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) atau dokumen lainnya yang dipersamakan. Wajib Pajak setelah menerima SKPD atau dokumen lain yang dipersamakan tinggal melakukan pembayaran menggunakan Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD) pada kantor pos atau bank persepsi. Jika Wajib Pajak t idak atau kurang membayar akan ditagih menggunakan Surat Tagihan Pajak Daerah. 2. Sistem Self Assessment Wajib Pajak menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri pajak daerah yang terutang. Doku men yang digunakan adalah Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD). SPTPD adalah formu lir untuk menghitung, memperhitungkan, membayaran dan melaporkan pajak yang terutang. Jika wajib pajak tidak atau kurang membayar atau terdapat salah hitung atau salah tulis dalam

SPTPD maka akan ditagih menggunakan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD). Selain memungut pajak, Pemerintah daerah juga bisa memungut retribusi. Adapun yang dimaksud retribusi menurut Undangundang No.34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Ret ribusi Daerah adalah: Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa Atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Seperti pajak, retribusi juga ditetapkan dengan peraturan daerah. Retribusi dipungut dengan menggunakan surat keterangan retribusi daerah atau dokumen lain yang dipersamakan. Berdasarkan hal tersebut diatas maka seharusnya masyarakat menyadari bahwa tujuan pemungutan pajak dan retribusi adalah untuk pembangunan daerah dan untuk lebih menegakkan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan daerah, sebab kemungkinan pada dasarnya akan leb ih menjamin ketahanan daerah khususnya ketahanan dibidang ekonomi. Kesadaran yang tinggi dalam melaku kan pembayaran pajak akan menjadikan pembangunan dapat lebih digiatkan lagi, sebaliknya apabila masyarakat menyadari maka penerimaan atau pemasukan uang akan berkurang, dengan sedirinya pembangunan kurang lancar. Demikian pula penerimaan pendapatan yang dikelola oleh pemerintah terutama pajak daerah seluruhnya untuk kepentingan daerah sendiri dan untuk melaksanakan pembangunan daerah. F. Pajak Penerangan J alan Menurut Mardi asmo (2011:13) Pajak penerangan jaln adalah Pungutan Pajak yang dikenakan kepada pelanggan PLN sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Menurut Undang -undang No.28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retri busi daerah Pajak penerangan jalan merupakan salah satu pajak daerah kabupaten/kota. Menurut Keputusan Menteri Dalam Negeri No mor 10 tahun 2002 pajak penerangan jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik dengan ketentuan bahwa di wilayah Daerah tersebut tersedia penerangan jalan, yang reken ingnya dibayar oleh Pemerintah Daerah. Dari pengertian diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa Pajak Penerangan jalan adalah penggunaan tenaga listrik untuk menerangi jalan umu m yang rekeningnya dibayar oleh Pemerintah Daerah. Seh ingga

penerimaan pajak yang diperoleh dari pajak penerangan jalan akan digunakan untuk memb iayai penerangan jalan pada jalan umum meliputi pemeliharaan dan perbaikan lampu jalan. Pemungutan pajak penerangan jalan dilakukan dengan cara withholding system dengan PT.PLN sebagai wajib pungut. Menurut Ismartani (2003) sistem seperti ini memudahkan dalam hal pelaksanaannya, karena tagihan atas pembebanan rekening listrik d i dalamnya termasuk pembebanan pungutan pajak penerangan jalan. Hal ini membuat pajak penerangan jalan cocok ditetapkan sebagai pajak daerah. G. Dasar Hukum Pemungutan Pajak Penerang an Jalan. Pajak Penerangan Jalan sebagai salah satu pajak daerah memiliki dasar hukum agar dipatuhi oleh masyarakat dan juga pihak-pihak terkait. Dasar huku m Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2010 tentang Pajak Penerangan Jalan. H. Tarif Pajak Penerangan J alan Tarif pajak penerangan jalan menurut Mardi asmo (2011:14) dalam bukunya perpajakan.Tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar sepuluh persen (10%) dan ditetapkan dengan peraturan daerah yang bersangkutan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk menetapkan tarif pajak yang dipandang sesuai dengan kondisi masingmasing daerah kabupaten/kota I. Potensi Penerimaan Pajak Penerangangan Jalan Potensi Pajak Penerangan Jalan ini diperoleh dengan cara mengalikan basis pajak (Tax Base) Pajak Penerangan Jalan dengan tarif pajak yang berlaku. Basis pajak (Tax Base) merupakan hasil perhitungan biaya tarif beban dengan biaya pemakaian listrik (KWH). Untuk mendapatkan hasil biaya tarif beban dengan cara mengalikan persentase Pajak Penerangan Jalan berdasarkan golongan pelanggan PLN (Golongan Ru mah Tangga,Bisnis dan Industri), Jumlah pelanggan PLN dan rata-rata tarif dasar listrik dari masing-masing golongan pelanggan PLN. Sedangkan untuk mendapatkan hasil biaya pemakaian listrik (KWH) dengan cara mengalikan persentase pajak penerangan jalan berdasarkan golongan pelanggan PLN (Golongan Ru mah Tangga, Bisnis dan Industri), Jumlah pemakaian listrik (KWH) dan rata-rata tarif dasar listrik dari masing-masing golongan pelanggan PLN.(Simanjuntak:2001

J. Efektivitas Pajak
Efekt ivitas yaitu hubungan antara output dan tujuan atau dapat juga dikatakan merupakan ukuran seberapa jauh tingkat output tertentu, kebijakan dan prosedur dari organisasi. Efekt ivitas juga berhubungan dengan derajat keberhasilan suatu operasi pada sektor publik sehingga suatu kegiatan dikatakan efektif jika kegiatan tersebut mempunyai pengaruh besar terhadap kemampuan menyediakan pelayanan masyarakat yang merupakan sasaran yang telah ditentukan (Simanjuntak:2001) Efekt ivitas digunakan untuk mengukur hubungan antara hasil pungutan suatu pajak dengan tujuan atau target yang telah ditetapkan (Mardias mo:2002). Adapun cara untuk mengukur efektiv itas pemungutan pajak adalah sebagai berikut : Efekt ivitas x100% Dari pengertian efektiv itas tersebut disimpulkan bahwa efektiv itas bertujuan untuk mengukur rasio keberhasilan, semakin besar rasio maka semakin efektif, standar min imal rasio keberhasilan adalah 100% atau 1 (satu) dimana realisasi sama dengan target yang telah ditentukan. Rasio dibawah standar min imal keberhasilan dapat dikatakan tidak efektf. Selama ini belu m ada ukuran baku mengenai kategori efekt ifitas, ukuran efektifitas biasanya dinyatakan secara kualitatif dalam bentuk pernyataan saja (judgement). Tingkat efekt ifitas dapat digolongkan kedalam beberapa kategori yaitu: 1. Hasil perbandingan tingkat pencapaian diatas100% berarti sangat efektif. 2. Hasil perbandingan tingkat pencapaian 100% berarti efektif. 3. Hasil perbandingan tingkat pencapaian dibawah 100 % berarti tidak efektif. K. Kerangka Pikir Potensi Penerimaan Pajak Penerangan Jalan =

PAD Kota Bukittinggi


Efekt ivitas Pajak Penerangan Jalan

4.

a.

Metedologi Penelitian Objek Peneliti an

2. Efektiv itas Pajak Penerangan Jalan adalah rasio antara realisasi hasil pungutan Pajak Penerangan Jalan dengan potensi penerimaan Pajak Penerangan Jalan yang dimiliki Kota Bukittinggi d. Teknik Pengumpulan Data Data Pri mer Data primer d igunakan untuk mengetahui profil penerangan jalan d i Kota Bu kittinggi. Data in i men jelaskan bagaimana kondisi riil tentang penerangan jalan,pelaksanaan di lapangan dan rencana-rencana yang akan dilaku kan berkaitan tentang penerangan jalan di Kota Bukittinggi. Data Sekunder

Pajak Penerangan Jalan (PPJ) di kota Bukittinggi merupakan pajak yang dipungut atas setiap penggunaan tenaga listrik. Penarikan Pajak Penerangan Jalan dilaku kan oleh PT.PLN Persero Kota Bukittinggi yang pembayarannya disatukan ke dalam rekening listrik yang kemudian d isetorkan ke DPKAD. b. Desain Penelitian Untuk mendapatkan kebenaran yang objektif dalam mengumpulkan data diperlukan desain penelitian, desain penelitian in i adalah suatu rancangan bentuk / model suatu penelitian. Desain penelitian merupakan kerangka kerja untuk merinci hubungan antara variablevariabel dalam penelit ian. Dalam desain penelitian ini d ilakukan pengumpulan data pengolahan data penganalisa dengan menggunakan statistik. Penelit i menggunakan analisis Kualitatif dan Kuantitatif untuk mengetahui hubungan antara variabel yang akan dipakai untuk memutuskan apakah uji hipotesis dapat terbukti atau tidak kebenarannya. Penelitian in i Melihat Ananlisis Potensi Penerimaan Dan Efekt ivitas Pajak Penerangan Jalan Di Kota Bukittinggi. c. Definisi Operasional Vari able Vari able Operasional Variable operasional yang digunakan penulis ada 2 yaitu: 1. 2. Potensi Penerimaan Pajak Penerangan Jalan Efekt ivitas Pajak Penerangan Jalan

Data yang digunakan dalam penelitian in i adalah data sekunder,menggunakan data deret berkala (time series),atau runtut waktu selama lima tahun yaitu dari tahun 2008-2012. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data diperoleh secara tidak langsung melalu i media perantara,dalam hal in i dari dinas-dinas atau instansi pemerintah,diantaranya adalah sebagai berikut : a) Realisasi penerimaan Pajak Penerangan Jalan Umu m Kota Bu kittingi tahun 20072011 bersumber dari Dinas Pendapatan Pengelolaan Kekayaan dan Aset Daerah Kota Bu kittinggi. Data Biaya Beban Listrik dan Biaya Pemakaian setiap bulan selama tahun 2007-2011, bersumber dari PT. PLN Persero Bukittinggi e. Alat Analisis Data Menurut sifatnya data yang diperoleh dapat dikelo mpokan menjad i dua bagian yaitu: 1. Analisis Kualitatif Yaitu membandingkan antara teori yang ada dengan praktek yang diterapkan oleh instansi 2. Analisis Kuantitatif Yaitu merupakan analisis yang berupa angka-angka sehingga dapat diukur dan dihitung. 4. ANALIS IS DATA DAN HAS IL A. interprestasi Hasil Berdasarkan hasil perhitungan potensi selama lima tahun, yaitu periode tahun 2007 hingga tahun 2011, total potensi penerimaan Pajak Penerangan Jalan adalah sebesar Rp. 27.305.254.055. Potensi penerimaan Pajak Penerangan Jalan dihitung dari total potensi penerimaan Pajak Penerangan Jalan Berdasarkan Go longan Tarif

Definisi Vari able Operasional Adapun definisi variab le operasional dari masing-masing variabel adalah : 1. Potensi Penerimaan Pajak Penerangan Jalan adalah jumlah dari total biaya beban dan biaya pemakaian listrik pelanggan reguler PT. PLN Bukittinggi (Go longan Rumah Tangga,Golongan Bisnis, Go longan Industri) yang dikalikan dengan tarif Pajak Penerangan Jalan yang berlaku d i Kota Bu kittinggi.

Selama lima tahun, golongan tarif yang memiliki potensi penerimaan Pajak Penerangan Jalan paling besar adalah Golongan Tarif Ru mah Tangga (R), dengan total penerimaan sebesar Rp. 228.411.154.064, kemudian Go longan Tarif Bisnis (B) dengan total penerimaan Rp. 3.242.834.894 dan yang memiliki potensi penerimaan Pajak Penerangan Jalan paling kecil adalah Go longan Tarif industri dengan total penerimaan sebesar Rp. 1.224.305.160 Apabila dibandingkan dengan perhitungan target yang dibuat oleh Dinas Pendapatan Kekayaan dan Aset (DPPKA ) Kota Bukittinggi , berdasarkan Tabel 4.11 ju mlah potensi penerimaan dari hasil perhitungan potensi penerimaan Pajak Penerangan Jalan jauh lebih besar dibandingkan perhitungan target penerimaan Pajak Penerangan Jalan yang dibuat oleh Dinas Pendapatan Pengelolaan Kekayaan dan Aset (DPPKA) Kota Bu kittinggi , dengan total target penerimaan yang hanya sebesar Rp. 18.451.012.500. Terdapat selisih sebesar Rp. 20.202.140 antara target penerimaan Pajak Penerangan Jalan yang ditetapkan oleh Dinas Pendapatan Pengelolaan Kekayaan dan Aset (DPPKA) Kota Bukittinggi dengan potensi riil penerimaan Pajak Penerangan Jalan yang dimiliki o leh Kota Bu kitt inggi. Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa target yang dibuat oleh Dinas Pendapatan Pengelolaan Kekayaan dan Aset (DPKAD) Kota Bukittinggi terlalu kecil dan mengindikasikan bahwa masih sangat terbuka peluang bagi Kota Bukittinggi untuk meningkatkan penerimaan Pajak Penerangan Jalan. Dari semua hasil perh itungan efektifitas Pajak Penerangan Jalan yang diperoleh dari tahun 2007-2011 d iketahui bahwa efektiv itas Pajak penerangan jalan untuk tahun 2007 2009 tidak efektif, untuk tahun 2010 sangat efektif, dan untuk tahun 2011 tidak efektif Efekt ivitas Pajak Penerangan Jalan di Kota Bukittinggi yang menunjukkan bahwa pemungutan dan pengelolaan Pajak Penerangan Jalan di Kota Bukittinggi belu m efekt if. Hal in i dikarenakan realisasi penerimaan Pajak Penerangan Jalan di Kota Bukittingi belu m mencapai potensi penerimaan riilnya. Untuk ke depannya Pemerintah Daerah harus bisa men ingkatkan penerimaan Pajak Penerangan Jalan agar efektivitas pajak in i dapat lebih efektif bahkan sangat efektif agar penerimaannya senantiasa dapat ditingkatkan dari tahun ke tahun. 5. Kesimpul an

Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis potensi penerimaan, kemudiaan efektivitas pajak penerangan jalan di Kota Bukittinggi, dari analisis data yang telah dilakukan dapat di ambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Dari analisis ini terlihat bahwa target penerimaan pajak penerangan jalan yang ditetapkan oleh Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) Kota Bukittinggi telah sesuai dengan potensi riil dari pajak peneranga jalan yang di miliki Kota Bukittingggi. Selam lima tahun yaitu dari tahun 20072011, realisasi penerimaan pajak penerangan jalan melampaui potensi riil penerimaan pajak penerangan jalan. Go longan tarif rumah tangga adalah golongan pelanggan listrik dari PT.PLN (persero) Kota Bukittinggi memilki potensi penerimaan pajak penerangan jalan paling besar dibandingkan golongan tarif bisnis dan golongan tarif industri, dengan total potensi selama lima tahun sebesar Rp. 228.411.154.064 golongan tarif bisnis sebesar Rp. 3.242.834.894 dan golongan tarif industri sebesar Rp. 1.224.305.160. Hasil perhitungan Efektiv itas Pajak Penerangan Jalan menunjukan bahwa pemungutan pajak di Kota Bu kitt inggi sudah belum efekt if, yaitu pada tahun 2007 hingga tahun 2009 dan pada tahun 2011, sehingga disimpulkan bahwa realisasi penerimaan pajak Penerangan Jalan belu m mencapai potensi yang optimal.

2.

3.

4.

DAFTAR PUS TAKA Andriani, PJA, 2010, Teori Perpajakn, Jakarta : Salemba empat. Harun, Hamrolie. 2003. Menghitung Potensi Pajak dan Retribusi Daerah Mardiosmo, 2011, Perpajakan, Edisi Revisi 2011, Jakarta : Andi Marsyahrul, Tony, 2004, Pengantar Perpajakan, PT Raja Grafindo persada, Jakarta Peraturan Daerah No 4 Tentang Pajak Suandy, Erly 2008, Hukum Pajak , Salemba empat, Jakarta Suhendi. 1997. Ekonomi Pembangunan,Teori dan Aplikasi untuk Bisnis dan Ekonomi .

Yogyakarta :UPP AMP YKPN Sumitro, Rochmat, 2005, Azas dan Dasar Perpajakan I, Revika Aditama, Jakarta. Waluyo. 2005 . Perpajakan Indonesia : Pembahasn Sesuai dengan KetentuanPerundang -undangan, Perpajakan dan At ura n PelaksanaanPerpajakan Terbaru. Jakarta: Salemba Empat

Anda mungkin juga menyukai