Anda di halaman 1dari 9

DEMOKRASI DAN PEMBANGUNAN A.

Pengertian Demokrasi Istilah demokrasi berasal dari kata demos yang berarti rakyat dan kratos atau cratein yang berarti pemerintah sehingga kata demokrasi memiliki arti pemerintahan oleh rakyat. Kata pemerintahan oleh rakyat memiliki konotasi (1) suatu pemerintaha yang dipilih oleh rakyat dan (2) suatu pemerintahan oleh rakyat biasa (bukan kaum bangsawan), bahkan (3) suatu pemerintahan oleh rakyat kecil dan miskin (government by the poor). Meskipun secara harfiah kata demokrasi berarti pemerintahan oleh rakyat tetapi secara operasional arti yang diberikan kepada demokrasi sangat beragam, bahkan perkembangannya sanagt tidak terkontrol. Tidak ada definisi pasti/ideal tentang demokrasi sesungguhnya. Beberapa ahli telah mendefinisikan demokrasi, diantaranya (Fuady, 2010 : 23) : 1. Joseph Schmeter Demokrasi adalah suatu perencanaan institusional untuk mencapai suatu putusan politik dimana pada individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat. 2. Sidey Hook Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan dimana putusan-putusan pemerintah yang penting secara langsung atau tidak langsung didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa. 3. Philippe C. Schmitter Demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan dimana pemerintah dimintakan tangungjawab atas tindakan-tindakan mereka diwilayah public oleh warga Negara, yang bertindak secara tidak langsung melalui kompetisi dan kerja sama dengan para wakil mereka yang terpilih. 4. Henry B. Mayo Demokrasi adalah suatu sistem dimana kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihanpemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik. Munir Fuady (2010 : 2) mendefinisikan demokrasi sebagai suatu sistem pemerintahan dalam suatu Negara dimana semua warga Negara memiliki hak, kewajiban, kedudukan dan

kekuasaan yang baik dalam menjalankan kehidupannya maupun dalam berpartisipasi terhadap kekuasaan Negara, dimana rakyat berhak untuk ikut serta dalam menjalankan Negara atau mengawasi jalannya kekuasaan Negara, baik secara langsung misalanya melalui ruang public maupun melalui wakil-wakilnya yang telah dipilih secara adil dan jujur dengan pemerintahan yang dijalankan semata-mata untuk keepntingan rakyat sehingga sistem pemerintahan dalam Negara tersebut berasal dari rakyat, dijalankan oleh rakyat, untuk kepentingan rakyat (from the people, by the people, to the people). Demokrasi yang baik paling tidak harus memenuhi 3 kualitas: 1. Kualitas hasil Pemerintahan yang memiliki legitimasi yang dapat memuaskan warga negaranya. 2. Kualitas isi/substansi Warga negara memiliki kebebasan dan kesetaraan 3. Kualitas prosedur Warga negara memiliki kebebasan untuk memeriksa dan mengevaluasi bagaimana pemerintahnya mencapai tujuan-tujuan kebebasan dan kesetaraan sesuai dengan hukum yang berlaku

B. Perkembangan Demokrasi Sejarah pemikiran dan praktik demokrasi bisa digambarkan dalam empat fase utama: Fase Klasik (Demokrasi Athena); Fase Pra-Pencerahan; Fase Modern; dan Fase Kontemporer (Paska Perang Dingin). Praktik demokrasi pada fase-fase tersebut tidak berarti selalu berjalan berkesinambungan, tetapi bisa terjadi overlapping dan bahkan ruptures, sehingga perkembangan tersebut tidaklah berjalan linear. Demikian pula, harus diingat bahwa selalu ada diskrepansi atau gap antara pemikiran,gagasan (ideas) dengan praksis dan realitas yang sedang berkembang. Dengan demikian tidak berarti bahwa dalam fase klasik realitas politik di Athena merupakan pengejawantahan total gagasan demokrasi yang ada. Bisa jadi bahwa gagasan yang muncul pada suatu era ternyata masih merupakan gagasan yang belum terealisasi sebelumnya, atau kalaupun terealisasi ternyata mengalami berbagai penyimpangan atau perbedaan. Fase Klasik ditandai dengan munculnya pemikiran-pemikiran filosofis dan praksis politik dan ketatanegaraan sekitar abad ke 5 SM yang menjadi kebutuhan dari negara-negara

kota (city states) di Yunani, khususnya Athena. Munculnya pemikiran yang mengedepankan demokrasi (democratia, dari demos + kratos) disebabkan gagalnya sistem politik yang dikusai para Tyrants atau autocrats untuk memberikan jaminan keberlangsungan terhadap Polis dan perlindungan terhadap warganya. Filsuf-filsuf seperti Thucydides (460-499 SM), Socrates (469-399 SM), Plato (427-347SM), Aristoteles (384-322 SM) merupakan beberapa tokoh terkemuka yang mengajukan pemikiran-pemikiran mengenai bagaimana sebuah Polis seharusnya dikelola sebagai ganti dari model kekuasaan para autocrats dan tyrants. Dari buah pikiran merekalah prinsip-prinsip dasar sistem demokrasi, yaitu persamaan (egalitarianism) dan kebebasan (liberty) individu diperkenalkan dan dianggap sebagai dasar sistem politik yang lebih baik ketimbang yang sudah ada waktu itu. Tentu saja para filsuf Yunani tersebut memiliki pandangan berbeda terhadap kekuatan dan kelemahan sistem demokrasi itu sendiri. Plato, misalnya, dapat dikatakan sebagai pengritik sistem demokrasi yang paling keras karena dianggap dapat mendegenerasi dan mendegradasi kualitas sebuah Polis dan warganya. Kendati Plato mendukung gagasan kebebasan individu tetapi ia lebih mendukung sebuah sistem politik dimana kekuasaan mengatur Polis diserahkan kepada kelompok elite yang memiliki kualitas moral, pengetahuan, dan kekuatan fisik yang terbaik atau yang dikenal dengan nama the philosopher Kings. Sebaliknya, Aristoteles memandang justru sistem demokrasi yang akan memberikan kemungkinan Polis berkembang dan bertahan karena para warganya yang bebas dan egaliter dapat terlibat langsung dalam pembuatan keputusan publik, dan secara bergiliran mereka memegang kekuasaan yang harus dipertanggungjawabkan kepada warga. Demokrasi klasik di Athena, baik dari dimensi pemikiran dan praksis, jelas bukan sebuah demokrasi yang memenuhi kriteria sebagai demokrasi substantif, karena pengertian warga (citizens) yang egaliter dan bebas pada kenyataannya sangat te rbatas. Mereka ini adalah kaum pria yang berusia di atas 20 th, bukan budak, dan bukan kaum pendatang (imigran). Demikian pula demokrasi langsung di Athena dimungkinkan karena wilayah dan penduduk yang kecil (60000-80000 orang). Warga yang benar-benar memiliki hak dan berpartisipasi dalm Polis kurang dari sepertiganya dan selebihnya adalah para budak, kaum perempuan dan anak-anak, serta pendatang atau orang asing. Demikian pula, para warga dapat sepenuhnya berkiprah dalam proses politik karena mereka tidak tergantung secara ekonomi, yang dijalankan sepenuhnya oleh para budak, kaum perempuan, dan imigran.

Pada fase Pencerahan (Abad 15 sampai awal 18M) yang mengemuka adalah gagasan alternatif terhadap sistem Monarki Absolut yang dijalankan oleh para raja Eropa dengan legitimasi Gereja. Tokoh-tokoh pemikir era ini antara lain adalah Niccolo Machiavelli (14691527), Thomas Hobbes (1588-1679), John Locke (1632-1704), dan Montesquieu (16891755). Era ini ditandai dengan munculnya pemikiran Republikanisme (Machiavelli) dan liberalisme awal (Locke) serta konsep negara yang berdaulat dan terpisah dari kekuasan eklesiastikal (Hobbes). Lebih jauh, gagasan awal tentang sistem pemisahan kekuasaan (Montesquieu) diperkenalkan sebagai alternative dari model absolutis. Pemikiran awal dalam sistem demokrasi modern ini merupakan buah dari Pencerahan dan Revolusi Industri yang mendobrak dominasi Gereja sebagai pemberi legitimasi sistem Monarki Absolut dan mengantarkan pada dua revolusi besar yang membuka jalan bagi terbentuknya sistem demokrasi modern, yaitu Revolusi Amerika (1776) dan Revolusi Perancis (1789). Revolusi Amerika melahirkan sebuah sistem demokrasi liberal dan federalisme (James Madison) sebagai bentuk negara, sedangkan Revolusi Perancis mengakhiri Monarki Absolut dan meletakkan dasar bagi perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia secara universal. Fase Modern (awal abad 18-akhir abad 20) menyaksikan bermunculannya berbagai pemikiran tentang demokrasi berkaitan dengan teori-teori tentang negara, masalah kelas dan konflik kelas, nasionalisme, ideologi, hubungan antara negara dan masyarakat dsb. Disamping itu, terjadi perkembangan dalam sistem politik dan bermunculannya negaranegara baru sebagai akibat Perang Dunia I dan II serta pertikaian ideologi khusunya antara kapitalisme dan komunisme. Pemikir-pemikir demokrasi modern yang paling berpengaruh termasuk JJ Rousseau (1712-1778), John S Mill (1806-1873), Alexis de Tocqueville (1805-1859), Karl Marx (18181883), Friedrich Engels (1820-1895), Max Weber (1864-1920), dan J. Schumpeter (18831946). Rousseau membuat konsepsi tentang kontrak sosial antara rakyat dan penguasa dengan mana legitimasi pihak yang kedua akan diberikan, dan dapat dicabut sewaktu-waktu apabila ia dianggap melakukan penyelewengan. Gagasan dan praktik pembangkangan sipil (civil disobedience) sebagai suatu perlawanan yang sah kepada penguasa sangat dipengaruhi oleh pemikiran Rousseau. Mill mengembangkan konsepsi tentang kebebasan (liberty) yang menjadi landasan utama demokrasi liberal dan sistem demokrasi perwakilan modern (Parliamentary system) di mana ia menekankan pentingnya menjaga hak-hak individu dari

intervensi negara/pemerintah. Gagasan pemerintahan yang kecil dan terbatas merupakan inti pemikiran Mill yang kemudian berkembang di Amerika dan Eropa Barat. De Toqcueville juga memberikan kritik terhadap kecenderungan negara untuk intervensi dalam kehidupan sosial dan individu sehingga diperlukan kekuatan kontra yaitu masyarakat sipil yang mandiri. Marx dan Engels merupakan pelopor pemikir radikal dan gerakan sosialis-komunis yang menghendaki hilangnya negara dan munculnya demokrasi langsung. Negara dianggap sebagai panitia eksekutif kaum burjuis dan alat yang dibuat untuk melakukan kontrol terhadap kaum proletar. Sejauh negara masih merupakan alat kelas burjuis, maka keberadaannya haruslah dihapuskan (withering away of the state) dan digantikan dengan suatu model pemerintahan langsung di bawah sebuah diktator proletariat. Dengan mendasari analisa mereka mengikuti teori perjuangan kelas dan materialism dialektis, Marx dan Engels menganggap sistem demokrasi perwakilan yang diajukan oleh kaum liberal adalah alat mempertahankan kekuasaan kelas burjuis dan karenanya bukan sebagai wahana politik yang murni (genuine) serta mampu mengartikulasikan kepentingan kaum proletar. Max Weber dan Schumpeter adalah dua pemikir yang menolak gagasan demokrasi langsung ala Marx dan lebih menonjolkan sistem demokrasi perwakilan. Mereka berdua mengemukakan demokrasi sebagai sebuah sistem kompetisi kelompok elite dalam masyarakat, sesuai dengan roses perubahan masyarakat modern yang semakin terpilah-pilah menurut fungsi dan peran. Dengan makin berkembangnya birokrasi, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan sistem pembagian kerja modern, maka tidak mungkin lagi membuat suatu sistem pemerintahan yang betul-betul mampu secara langsung mengakomodasi kepentingan rakyat. Demokrasi yang efektif adalah melalui perwakilan dan dijalankan oleh mereka yang memiliki kemampuan, oleh karenanya pada hakekatnya demokrasi modern adalah kompetisi kaum elit. Perkembangan pemikiran demokrasi dan praksisnya pada era kontemporer menjadi semakin kompleks, apalagi dengan bermunculannya negara-negara bangsa dan pertarungan ideologis yang melahirkan blok Barat dan Timur, kapitalisme dan sosialisme/komunisme. Demokrasi menjadi jargon bagi kedua belah pihak dan hampir semua negara dan masyarakat pada abad keduapuluh, kenbdatipun variannya sangat besar dan bahkan bertentangan satu dengan yang lain. Demokrasi kemudian menjadi alat legitimasi para penguasa, baik totaliter maupun otoriter di seluruh dunia. Di negara-negara Barat seperti Amerika dan Eropa, pemahaman

demokrasi semakin mengarah kepada aspek prosedural, khususnya tata kelola pemerintahan (governance). Pemikir seperti Robert Dahl umpamanya menyebutkan bahwa teori demokrasi bertujuan memahami bagaimana warganegara melakukan control terhadap para

pemimpinnya. Dengan demikian fokus pemikiran dan teori demokrasi semakin tertuju pada masalah proses-proses pemilihan umum atau kompetisi partai-partai politik, kelompok kepentingan, dan pribadi-pribadi tertentu yan memiliki pengaruh kekuasaan. Dengan hancurnya blok komunis/sosialis pada penghujung abad ke duapuluh, demokrasi seolah-olah tidak lagi memiliki pesaing dan diterima secara global. Fukuyama bahkan menyebut era paska perang dingin sebagai Ujung Sejarah (the End of History) di mana demokrasi (liberal), menurutnya, menjadi pemenang terakhir. Pada kenyataannya, sistem demokrasi di dunia masih mengalami persoalan yang cukup pelik karena komponenkomponen substantif dan prosedural terus mengalami penyesuaian dean tantangan. Kendati ideologi besar seperti sosialisme telah pudar, namun munculnya ideologi alternatif seperti fundamentalisme agama, etnis, ras, dsb telah tampil sebagai pemain dan penantang baru terhadap demokrasi, khususnya demokrasi liberal. Kondisi saat ini di mana globalisasi telah berlangsung, maka demokrasi pun mengalami pengembangan baik pada tataran pemikiran maupun prkasis. Munculnya berbagai pemikiran dan gerakan advokasi juga menjadi tantangan bagi sistem politik demokrasi liberal, seperti gerakan feminisme, kaum gay, pembela lingkungan, dsb. Termasuk juga gerakan anti kapitalisme global yang bukan hanya berideologi kiri, tetapi juga dari kubu liberal sendiri, semakin menuntut terjadinya terobosan baru dalam pemikiran tentang demokrasi. Contoh yang dapat disebutkan disini adalah upaya mencari jalan ke tiga (the Third Way) yang menggabungkan liberalisme dan populisme di Eropa dan AS. C. Ciri-Ciri Demokrasi Dalam perkembangannya, demokrasi menjadi suatu tatanan yang diterima dan dipakai oleh hampir seluruh negara di dunia. Ciri-ciri suatu pemerintahan demokrasi adalah sebagai berikut: 1. Adanya keterlibatan warga negara (rakyat) dalam pengambilan keputusan politik, baik langsung maupun tidak langsung (perwakilan). 2. Adanya pengakuan, penghargaan, dan perlindungan terhadap hak-hak asasi rakyat (warga negara).

3. Adanya persamaan hak bagi seluruh warga negara dalam segala bidang. 4. Adanya lembaga peradilan dan kekuasaan kehakiman yang independen sebagai alat penegakan hokum 5. Adanya kebebasan dan kemerdekaan bagi seluruh warga negara. 6. Adanya pers (media massa) yang bebas untuk menyampaikan informasi dan mengontrol perilaku dan kebijakan pemerintah. 7. Adanya pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan rakyat. 8. Adanya pemilihan umum yang bebas, jujur, adil untuk menentukan (memilih) pemimpin negara dan pemerintahan serta anggota lembaga perwakilan rakyat. 9. Adanya pengakuan terhadap perbedaan keragamaan (suku, agama, golongan, dan sebagainya). Demokrasi minimal haruslah mengandung unsur-unsur sebagai berikut (Fuady, 2020:17-18) : 1. Kedaulatan secara inklusif hanya ada pada rakyat; 2. Adanya ruang tempat dimana rakyat dapat berpartisipasi secara aktif disamping partisipasi dari parlemen yang juga merupakan wakil-wakil dari rakyat; 3. Adanya perlindungan yang maksimal terhadap hak asasi manusia; 4. Adanya sistem trias politica; 5. Adanya sistem check and balance antara eksekutif, legislative, dan yudikatif; 6. Adanya pengakuan dan penghargaan terhadap hak asasi manusia; 7. Adanya pemahaman yang sama (common understanding) diantara rakyat terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah; 8. Adanya suatu pemilihan umum yang bebas, rahasia, jujur, dan adil; 9. Adanya hak untuk memilih yang merata danhak untuk dipilih juga yang merata untuk menetukan wakil-wakilnya dan untuk mengisi berbagai jabatan public; 10. Adanya sumber-sumber informasi alternative kepada rakyat disamping sumber informasi resmi dari pemerintah yang berkuasa; 11. Adanya sistem yang menjamin bahwa pelaksanaan kekuasaan Negara dapat mewujudkan semaksimal mungkin hasil suara dan aspirasi mayarakat yang tercermin dalam suatu pemilihan umum; 12. Adanya perlakuan yang sama terhadap semua kelompok dan golongan dalam masyarakat; 13. Adanya perlindungan terhadap golongan minoritas dan golongan rentan;

14. Pengambilan putusan dengan sistem one man one vote; 15. Adanya sistem oposisi yang kuat; 16. Adanya penghargaan terhadap perbedaan pendapat dalam masyarakat; 17. Sistem rekruitmen terhadap kekuasaan-kekuasaan dan jabatan Negara dilakukan terbuka dan fair; 18. Adanya suatu sistem yang dapat menjamin terlaksananya suatu rotasi sistem kekuasaan yang teratur, damai, dan alami; 19. Adanya akses yang mudah dan cepat kepada masayrakat luas terhadap setiap informasi tentang kebijakan pemerintah; 20. Adanya sistem yang akomodatif terhadap suara/ pendapat/ kepentingan yang ada dalam masyarakat; 21. Pelaksanaan sistem pemerintahan yang sesuai dengan prinsip-prinsip good governance; 22. Perwujudan prinsip supremasi hukum dan rule of law; 23. Terwujudnya sistem kemasyarakatan yang berbasis masyarakat madani (civil society).

D. Pengertian Pembangunan Mengenai pengertian pembangunan, para ahli memberikan definisi yang bermacammacam. Istilah pembangunan bisa saja diartikan berbeda oleh satu orang dengan orang lain, daerah yang satu dengan daerah lainnya, Negara satu dengan Negara lain. Namun secara umum ada suatu kesepakatan bahwa pembangunan merupakan proses untuk melakukan perubahan. Menurut Bintoro Tjokroamidjojo pembangunan merupakan suatu proses perubahan sosial berencana, karena meliputi berbagai dimensi untuk mengusahakan kemajuan dalam kesejahteraan ekonomi, modernisasi, pembangunan bangsa, wawasan lingkungan dan bahkan peningkatan kualitas manusia untuk memperbaiki kualitas. Siagian memberikan pengertian tentang pembangunan sebagai suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan per-ubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building). Sedangkan menurut Ginanjar Kartasasmita, pembangunan mengarah kepada proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana. Dari

berbagai definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pembangunan adalah segala upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat baik dalam konteks bidang ekonomi maupun sosial yang bertujuan untuk mengurangi kemiskinan tanpa merusak lingkungan atau kehidupan sosial. E. Hubungan antara Demokrasi Dan Pembangunan Ada dua pandangan mengenai hubungan antara demokrasi dan pembangunan. Yaitu : 1. Democracy as outcome of development Demokrasi baru dapat berjalan jika beberapa kondisi terpenuhi (tingkat pendidikan dan melek huruf, kelas menengah yang mapan, masyarakat sipil yang dinamis, rendahnya kesenjangan sosial, serta adanya idiologi sekuler). Demokrasi tidak bisa bertumbuh dan menguat, jika masih banyak rakyat yang miskin dan menganggur; jika kebutuhan-kebutuhan dasar mereka untuk hidup tidak terpenuhi. Kemiskinan dan pengangguran membuat masyarakat rentan terhadap berbagai bentuk manipulasi politik. Sebaliknya, demokrasi hampir bisa dipastikan lebih kuat, jika kesejahteraan rakyat meningkat.

2. Democracy as prerequisite for development Jika ada trade off berupa sedikit penurunan laju pertumbuhan hal itu dapat diterima (acceptable) sebagai harga yang harus dibayar untuk membangun tatanan politik yang demokratis, kebebasan warga, dan perlindungan terhadap hak asasi manusia.

Daftar Pustaka Fuady, Munir. 2010. Konsep Negara Demokrasi. Bandung : Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai