Anda di halaman 1dari 4

A.

Teori Konstruktivisme Salah satu prinsip psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak begitu saja memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi siswa yang harus aktif membangun pengetahuan dalam pikiran mereka. Tokoh yang berperan pada teori ini adalah Jean Piaget dan Vygotsky. Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa penekanan teori kontruktivisme pada proses untuk menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan. Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus respon, kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya. Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya. Proses tersebut meliputi: 1. Skema/skemata adalah struktur kognitif yang dengannya seseorang beradaptasi dan terus mengalami perkembangan mental dalam interaksinya dengan lingkungan. Skema juga berfungsi sebagai kategorikategori utnuk mengidentifikasikan rangsangan yang datang, dan terus berkembang. 2. Asimilasi adalah proses kognitif perubahan skema yang tetap mempertahankan konsep awalnya, hanya menambah atau merinci. 3. Akomodasi adalah proses pembentukan skema atau karena konsep awal sudah tidak cocok lagi. 4. Equilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamya (skemata). Proses perkembangan intelek seseorang berjalan dari disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi. Lebih jauh Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan. Belajar merupakan proses untuk membangun penghayatan terhadap suatu materi yang disampaikan. Bahkan, perkembangan kognitif anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan, perkembangan kognitif itu sendiri merupakan proses berkesinambungan tentang keadaan ketidak-seimbangan dan keadaan keseimbangan (Poedjiadi, 1999: 61). Dari pandangan Piaget tentang tahap perkembangan kognitif anak dapat dipahami bahwa pada tahap tertentu cara maupun kemampuan anak mengkonstruksi ilmu berbeda-beda berdasarkan kematangan intelektual anak. Pada teori ini konsekuensinya adalah siswa harus memiliki ketrampilan unutk menyesuaikan diri atau adaptasi secara tepat. B. Hakikat Anak Menurut Pandangan Teori Belajar Konstruktivisme Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga d i s e b u t t e o r i p e r k e m b a n g a n i n t e l e k t u a l a t a u t e o r i p e r k e m b a n g a n k o g n i t i f . T e o r i belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak berpikir melalui gerakanatau perbuatan (Ruseffendi, 1988: 132). Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989:159) menegaskan bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan akomodasi.

Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran.Sedangkan, akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi 1988:133). Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputip e m b e n t u k a n s k e m a b a r u ya n g c o c o k d e n g a n r a n g s a n g a n b a r u a t a u m e m o d i f i k a s i skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu (Suparno, 1996: 7). Lebih jauh Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan. Bahkan, perkembangan kognitif anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksidengan lingkungannya. Sedangkan, perkembangan kognitif itu sendiri merupakan proses berkesinambungan tentang keadaan ketidak-seimbangan dan keadaankeseimbangan (Poedjiadi, 1999: 61). Berikut adalah tiga dalil pokok Piaget dalam kaitannya dengan tahap perkembangan intelektual atau tahap perkembangan kognitif atau biasa juga disebut tahap perkembagan mental. Ruseffendi (1988: 133) mengemukakan: (1) perkembangan intelektual terjadi melalui tahap -tahap beruntun yang selal uterjadi dengan urutan yang sama. Maksudnya, setiap manusia akan mengalamiurutan-urutan tersebut dan dengan urutan yang sama, (2) tahap-tahap tersebut didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi mental (pengurutan, pengekalan, pengelompokan, pembuatan hipotesis dan penarikankesimpulan) yang menunjukkan adanya tingkah laku intelektual dan (3) gerak melalui tahap-tahap tersebut dilengkapi oleh keseimbangan(equilibration), proses pengembangan yang menguraikan interaksi antara pengalaman (asimilasi) dan struktur konitif yang timbul (akomodasi). Dari pandangan Piaget tentang tahap perkembangan kognitif anak dapat dipahami bahwa pada tahap tertentu cara maupun kemampuan anak mengkonstruksi ilmu berbeda-beda berdasarkan kematangan intelektual anak. Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir ya n g d i k e m b a n g k a n d a r i t e o r i b e l a j a r k o g n i t i f P i a g e t m e n ya t a k a n b a h w a i l m u pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya. Belajar merupakan proses aktif untuk mengembangkan skemata sehingga pengetahuan terkait bagaikan jaring laba-laba dan bukan sekedar tersusun secara hirarkis (Hudoyo, 1998: 5). Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa belajar adal ah suatu aktivitas yang berlangsung secara interaktif antara faktor intern pada diri pebelajar dengan faktor ekstern atau lingkungan, sehingga melahirkan perubahan tingkah laku.

C. Hakikat Pembelajaran Menurut Teori Belajar Konstruktivisme Sebagaimana telah dikemukakan bahwa menurut teori b e l a j a r konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya, bahwa siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan sebagai botol-botol kecil yang siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru. Peran guru dalam pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah sebagai fasilitator atau moderator. Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti: 1. Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada. 2. Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan mereka.

3. Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses saling mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru. 4. Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada. 5. Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah. 6. Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman pelajar untuk menarik minat pelajar. Dari beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih menfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan kepatuhan s i s w a d a l a m r e f l e k s i a t a s a p a y a n g t e l a h d i p e r i n t a h k a n d a n d i l a k u k a n o l e h g u r u . Dengan kata lain, siswa lebih diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan akomodasi.

D. Implementasi Teori Konstruktivisme dalam Pembelajaran Berdasarkan pandangan kognitif tentang bagaimana pengetahuan diperoleh atau dibentuk, belajar merupakan proses aktif dari pembelajar untuk membangun pengetahuannya. Proses aktif yang secara mental dan keaktifan fisik, sehingga melalui aktifitas fisik pengetahuan siswa secara aktif pengetahuan siswa dibangun berdasarkan asimilasi pengalaman atau bahkan yang dipelajari dengan pengetahuan (skemata) yang telah dimiliki pembelajar dan berlangsung secara mental. Menurut teori belajar kognitif, pengetahuan tidak dapat dipindah begitu saja dari guru kepada murid, sehingga siswa harus aktif secara mental membangun pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitifnya. Proses pembelajaran merupakan pembentukan lingkungan belajar yang membantu siswa membangun konsep atau prinsip siswa berdasarkan kemampuannya. Ciri-ciri pembelajaran dalam pandangan kognitif (Psikologi Pendidikan: 114-115) adalah sebagai berikut: 1. Menyediakan pengalaman belajar dengan mengkaitkan pengetahuan yang dimiliki siswa sedemikian rupa sehingga belajar melalui proses pembentukan pengetahuan 2. Menyediakan berbagai alternatif pengalaman belajar, tidak semua mengerjakan yang sama, misalnya suatu masalah dapat diselesaikan dengan berbagai cara 3. Mengintegrasikan pembelajaran dengan situasi yang realistik dan relevan dengan melibatkan pengalaman konkrit, misalnya untuk memahami suatu konsep siswa melalui kenyataan kehidupan sehari-hari 4. Mengintegrasikan pembelajaran sehingga memungkinkan terjadinya transmisi sosial, yaitu terjadinya interaksi dan kerja sama seseorang dengan orang lain atau dengan lingkungannya, misalnya interaksi dan kerjasama antara siswa, guru, dan siswa-siswanya 5. Memanfaatkan berbagai media termasuk komunikasi lisan dan tertulis sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif 6. Melibatkan siswa secara emosional dan sosial sehingga siswa menjadi menarik dan siswa mau belajar. Guru bukan sumber utama dan bukan kepatuhan siswa yang dituntut dalam refleksi atas apa yang telsh diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Evaluasi belajar bukan pada hasil tetapi pada proses yang telah dilalui dan dijalani siswa dan lebih memfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasi pengalamannya.

Contoh pembelajaran yang cocok menerapkan teori kognitif antara lain pada pelajaran bahasa seperti: mengarang, menganalisis isi buku; matematika, kimia, fisika atau biologi: yaitu dengan metode belajar berbasis pemecahan masalah (eksperimen). Kelas tidak didominasi oleh guru yang berceramah, tetapi penyediaan modul, tugas, praktikum, sarana audio visual, ketersediaan buku perpustakaan, akses internet, diskusi, presentasi ddan evaluasi dari teman serta guru.

DAFTAR PUSTAKA

Dalyono, M. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. (hal. 37-38) Uno, Hamzah B. 2010. Orientasi Baru Dalam Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. (hal. 10-11) Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press. (hal. 108-111dan 114-116)

Anda mungkin juga menyukai