Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN SEMENTARA PRAKTIKUM TEKNOLOGI BIOPROSES

IDENTITAS PRAKTIKAN Nama Nim Kelompok I. Nama Percobaan II. Tujuan Percobaan 1) Untuk mengetahui cara pembuatan tempe dengan menggunakan proses fermentasi non alkoholis. 2) Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pembentukan tempe. 3) Untuk mengetahui peranan mikroorganisme rhizopus oryzae dalam proses pembuatan tempe III. Dasar Teori Tempe merupakan makanan tradisonal yang telah lama dikenal di Indonesia. Makanan itu dibuat dengan cara fermentasi atau peragian. Proses fermentasi adalah suatu proses pemecahan senyawa yang kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana secara anaerob. Bahan makanan yang difermentasikan biasanya menghasilkan suatu produk yang lebih mudah dicerna, aroma yang baik serta rasa yang lebih sedap. Tempe adalah makanan tradisional hasil fermentasi oleh kapang Rhizopus oryzae sp. Pertumbuhan kapang menyebabkan terjadinya pemutusan beberapa ikatan peptida pada protein kedelai sehingga protein kedelai lebih mudah dicerna dan nilai gizinya meningkat. Tempe juga mengandung beberapa vitamin B, mineral, lemak dan karbohidrat. Proses pembuatan tempe masih perlu ditingkatkan dengan berbagai penelitian ,mengingat tempe memiliki kandungan gizi tinggi, terutama protein nabati dan memiliki beberapa khasiat antara lain menurunkan kolesterol darah. Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji kecipir, koro, kelapa dan lain-lain merupakan bahan pangan sumber protein dan : Ristian Januari : 03111403015 : II (Dua) : Pembuatan Tempe

lemak nabati yang sangat penting peranannya dalam kehidupan. Asam amino yang terkandung dalam proteinnya tidak selengkap protein hewani, namun penambahan bahan lain seperti wijen, jagung atau menir adalah sangat baik untuk menjaga keseimbangan asam amino tersebut. Kacang-kacangan dan umbi-umbian cepat sekali terkena jamur (aflatoksin) sehingga mudah menjadi layu dan busuk. Untuk mengatasi masalah ini, bahan tersebut perlu diawetkan. Hasil olahannya dapat berupa makanan seperti keripik, tahu dan tempe, serta minuman seperti bubuk dan susu kedelai. Kedelai mengandung protein 35 % bahkan pada varitas unggul kadar proteinnya dapat mencapai 40 - 43 %. Dibandingkan dengan beras, jagung, tepung singkong, kacang hijau, daging, ikan segar, dan telur ayam, kedelai mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi, hampir menyamai kadar protein susu skim kering. Bila seseorang tidak boleh atau tidak dapat makan daging atau sumber protein hewani lainnya, kebutuhan protein sebesar 55 gram per hari dapat dipenuhi dengan makanan yang berasal dari 157,14 gram kedelai. Kedelai dapat diolah menjadi tempe, keripik tempe, tahu, kecap, susu, dan lain-lainnya. Proses pengolahan kedelai menjadi berbagai makanan pada umumnya merupakan proses yang sederhana, dan peralatan yang digunakan cukup dengan alat-alat yang biasa dipakai di rumah tangga, kecuali mesin pengupas, penggiling, dan cetakan. Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai atau beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus, seperti Rhizopus oligosporus, Rh. oryzae, Rh. stolonifer (kapang roti), atau Rh. arrhizus. Sediaan fermentasi ini secara umum dikenal sebagai "ragi tempe". Kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia. Tempe kaya akan serat pangan, kalsium, vitamin B dan zat besi. Berbagai macam kandungan dalam tempe mempunyai nilai obat, seperti antibiotika untuk menyembuhkan infeksi dan antioksidan pencegah penyakit degeneratif.Secara umum, tempe berwarna putih karena pertumbuhan miselia kapang yang merekatkan biji-biji kedelai sehingga terbentuk tekstur yang memadat. Degradasi komponen-komponen kedelai pada fermentasi membuat tempe memiliki rasa dan aroma khas.

Komposisi gizi tempe baik kadar protein, lemak, dan karbohidratnya tidak banyak berubah dibandingkan dengan kedelai. Namun, karena adanya enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe, maka protein, lemak, dan karbohidrat pada tempe menjadi lebih mudah dicerna di dalam tubuh dibandingkan yang terdapat dalam kedelai. Oleh karena itu, tempe sangat baik untuk diberikan kepada segala kelompok umur (dari bayi hingga lansia), sehingga bisa disebut sebagai makanan semua umur. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa zat gizi tempe lebih mudah dicerna, diserap, dan dimanfaatkan tubuh dibandingkan dengan yang ada dalam kedelai. Ini telah dibuktikan pada bayi dan anak balita penderita gizi buruk dan diare kronis. Dengan pemberian tempe, pertumbuhan berat badan penderita gizi buruk akan meningkat dan diare menjadi sembuh dalam waktu singkat. Pengolahan kedelai menjadi tempe akan menurunkan kadar raffinosa dan stakiosa, yaitu suatu senyawa penyebab timbulnya gejala flatulensi (kembung perut). Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor elektron eksternal. Reaksi dalam fermentasi berbeda-beda tergantung pada jenis gula yang digunakan dan produk yang dihasilkan. Secara singkat,

glukosa (C6H12O6) yang merupakan gula paling sederhana. Melalui fermentasi akan menghasilkan etanol (2C2H5OH). Reaksi fermentasi ini dilakukan oleh ragi, dan digunakan pada produksi makanan. Persamaan Reaksi Kimia: C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP (Energi yang dilepaskan:118 kJ per mol) Dijabarkan sebagai: Gula (glukosa, fruktosa, atau sukrosa) Alkohol (etanol) + Karbon dioksida + Energi (ATP) Jalur biokimia yang terjadi umumnya melibatkan jalur glikolisis, yang merupakan bagian dari tahap awal respirasi aerobik pada sebagian besar organisme. Jalur terakhir akan bervariasi tergantung produk akhir yang dihasilkan.

Pada proses fermentasi tempe tidak terlepas dari tahapan pembuatan tempe, yang meliputi: penyortiran, pencucian biji kedelai diruang preparasi, pengupasan kulit, perebusan kedelai, perendaman kedelai, penirisan, peragian, pembungkusan, dan pemeraman. Selain itu faktor lingkungan juga mempengaruhi pertumbuhan bakteri antara lain, waktu, suhu, air, pH, suplai makanan dan ketersediaan oksigen. 4.1. Bahan Baku Pembuatan Tempe Bahan baku yang digunakan untuk memproduksi tempe yaitu kedelai. Kedelai merupakan tanaman semusim, berupa semak rendah, tumbuh tegak, berdaun lebat dengan beragam morfologi. Nama botani kedelai yang dibudidayakan ialah Glycine max (L.) Merill (Lamina, 1989). Tinggi tanaman kedelai varietas Willis antara 40-50 cm, memiliki umur berbunga 36 hari dan umur panen 88 hari (Rukmana dan Yuniarsih, 1996). Jenis kedelai terdiri atas 4 macam, yaitu: 1) Kedelai kuning 2) Kedelai hitam 3) Kedelai coklat 4) Kedelai hijau Berdasarkan berat bijinya, kedelai dapat dibedakan menjadi 3,yaitu: 1) Kedelai berbiji besar, apabila bobot dalam 100 biji lebih dari 13 gram 2) Kedelai berbiji sedang, apabila bobot dalam 100 biji antara 11-13 gram 3) Kedelai berbiji kecil, apabila bobot dalam 100 biji antara 7-11 gram Kandungan protein dalam biji kedelai sekitar 35%, bahkan pada varietas unggul dapat mencapai 40-43%. Apabila dibandingkan dengan beras, jagung, tepung singkong, kacang hijau, daging, ikan segar, dan telur ayam, kedelai mempunyai kadar protein yang menyamai susu skim. 4.2. Bahan Pembantu Pembuatan Tempe Dalam pembuatan tempe dikenal beberapa macam ragi atau laru tempe yang digunakan dalam proses fermentasi agar dihasilkan tempe dengan kualitas tinggi. Secara tradisional para pengrajin membuat laru tempe dengan menggunakan tempe yang sudah jadi. Tempe tersebut di iris-iris tipis, dikeringkan, digiling

menjadi bubuk halus dan hasilnya digunakan sebagai bahan inokulum dalam proses fermentasi. Laru lain yang sering dipakai adalah miselium kapang yang tumbuh di permukaan tempe. Salah satu macam laru dari Jawa Tengah disebut usar, dibuat dengan cara membiarkan spora kapang dari udara tumbuh pada kedelai matang, yang ditaruh antara dua lapis daun waru dan daun jati atau daun pisang bekas pembungkus tempe. Setelah itu laru diremas-remas lalu dicampurkan ke dalam biji kedelai yang hendak dilakukan peragian. Untuk satu kilo kedelai diperkirakan membutuhkan 2 atau 3 lembar daun yang mengandung laru. Beberapa hal yang perlu diperhatikan agar diperoleh hasil yang baik pada proses pengolahan tempe, antara lain: 1) Kedelai yang dipilih harus baik dan tidak kotor 2) Air yang dipakai harus jernih, tidak berbau, dan tidak mengandung kuman penyakit 3) Cara pengerjaannya harus bersih 4) Bibit tempe (ragi tempe) harus dipilih yang masih aktif (bila diremas membentuk butiran halus atau tidak menggumpal 4.3. Pembuatan Tempe Terdapat berbagai metode pembuatan tempe. Namun, teknik pembuatan tempe di Indonesia yang ditemukan oleh chandra dwi dhanarto(1994) secara umum terdiri dari tahapan perebusan, pengupasan, perendaman dan pengasaman, pencucian, inokulasi dengan ragi, pembungkusan, dan fermentasi. Pada tahap awal pembuatan tempe, biji kedelai direbus. Tahap perebusan ini berfungsi sebagai proses hidrasi, yaitu agar biji kedelai menyerap air sebanyak mungkin. Perebusan juga dimaksudkan untuk melunakkan biji kedelai supaya nantinya dapat menyerap asam pada tahap perendaman. Kulit biji kedelai dikupas pada tahap pengupasan agar miselium fungi dapat menembus biji kedelai selama proses fermentasi. Pengupasan dapat dilakukan dengan tangan, diinjak-injak dengan kaki, atau dengan alat pengupas kulit biji. Setelah dikupas, biji kedelai direndam. Tujuan tahap perendaman ialah untuk hidrasi biji kedelai dan membiarkan terjadinya fermentasi asam laktatsecara alami

agar diperoleh keasaman yang dibutuhkan untuk pertumbuhan fungi. Fermentasi asam laktat terjadi dicirikan oleh munculnya bau asam dan buih pada air rendaman akibat pertumbuhan bakteri Lactobacillus. Bila pertumbuhan bakteri asam laktat tidak optimum. misalnya di negara-negara subtropis, asam perlu ditambahkan pada air rendaman. Fermentasi asam laktat dan pengasaman ini ternyata juga bermanfaat meningkatkan nilai gizi dan menghilangkan bakteri-bakteri beracun.Proses pencucian akhir dilakukan untuk menghilangkan kotoran yang mungkin dibentuk oleh bakteri asam laktat dan agar biji kedelai tidak terlalu asam. Bakteri dan kotorannya dapat menghambat pertumbuhan fungi. Inokulasi dilakukan dengan penambahan inokulum, yaitu ragi tempe atau laru. Inokulum dapat berupa kapang yang tumbuh dan dikeringkan pada

daun waru atau daun jati (disebut usar; digunakan secara tradisional), spora kapang tempe dalam medium tepung (terigu, beras, atau tapioka; banyak dijual di pasaran), ataupun kultur R. oligosporus murni (umum digunakan oleh pembuat tempe di luar Indonesia). Inokulasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu : 1) penebaran inokulum pada permukaan kacang kedelai yang sudah dingin dan dikeringkan, lalu dicampur merata sebelum pembungkusan. 2) inokulum dapat dicampurkan langsung pada saat perendaman, dibiarkan beberapa lama, lalu dikeringkan. Setelah diinokulasi, biji-biji kedelai dibungkus atau ditempatkan dalam wadah untuk fermentasi. Berbagai bahan pembungkus atau wadah dapat digunakan (misalnya daun pisang, daun waru, daun jati, plastik, gelas, kayu, dan baja), asalkan memungkinkan masuknya udara karena kapang tempe membutuhkan oksigen untuk tumbuh. Bahan pembungkus dari daun atau plastik biasanya diberi lubang-lubang dengan cara ditusuk-tusuk. Biji-biji kedelai yang sudah dibungkus dibiarkan untuk mengalami proses fermentasi. Pada proses ini kapang tumbuh pada permukaan dan menembus biji-biji kedelai, menyatukannya menjadi tempe. Fermentasi dapat dilakukan pada suhu 20 C37 C selama 1836 jam. Waktu fermentasi yang

lebih singkat biasanya untuk tempe yang menggunakan banyak inokulum dan suhu yang lebih tinggi, sementara proses tradisional menggunakan laru dari daun biasanya membutuhkan waktu fermentasi sampai 36 jam. 4.4. Keunggulan Tempe Keunggulan yang terkandung dalam tempe, yaitu: 1) Sumber antioksidan yang mengandung isoflavon aglikon sebagai pencegah kanker. 2) Sumber antibiotik, zat antibakteri yang memperkecil peluang infeksi. 3) Hipokolesterolemik, menurunkan lipid atau lemak dalam darah. 4) Sumber vitamin B. 5) Mengandung vitamin B12. Vitamin tersebut umumnya terdapat dalam produk hewani tapi tidak dijumpai pada makanan nabati, seperti sayuran, buahbuahan, dan biji-bijian. 6) Mengandung delapan macam asam amino esensial dan asam lemak tidak jenuh. 7) Mengandung serat tinggi. 8) Pengolahan kedelai menjadi tempe menurunkan kadar raffinosa dan stakiosa, yang memicu timbulnya gejala flatulensi. 4.5. Kandungan Gizi Tempe a. Asam Lemak Selama proses fermentasi tempe, terdapat tendensi adanya peningkatan derajat ketidakjenuhan terhadap lemak. Dengan demikian, asam lemak tidak jenuh majemuk (polyunsaturated fatty acids, PUFA) meningkat jumlahnya.
Dalam proses itu asam palmitat dan asam linoleat sedikit mengalami penurunan, sedangkan kenaikan terjadi pada asam oleat dan linolenat (asam linolenat tidak terdapat pada kedelai). Asam lemak tidak jenuh mempunyai efek penurunan terhadap kandungan kolesterol serum, sehingga dapat menetralkan efek negatif sterol di dalam tubuh.

b. Vitamin Dua kelompok vitamin terdapat pada tempe, yaitu larut air (vitamin B kompleks) dan larut lemak (vitamin A, D, E, dan K). Tempe merupakan sumber vitamin B yang sangat potensial. Jenis vitamin yang terkandung dalam tempe

antara lain vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin), asam pantotenat, asam nikotinat (niasin), vitamin B6 (piridoksin), dan B12 (sianokobalamin). Vitamin B12 umumnya terdapat pada produk-produk hewani dan tidak dijumpai pada makanan nabati (sayuran, buah-buahan, dan biji-bijian), namun tempe mengandung vitamin B12 sehingga tempe menjadi satu-satunya sumber vitamin yang potensial dari bahan pangan nabati. Kenaikan kadar vitamin B12 paling mencolok pada pembuatan tempe; vitamin B12 aktivitasnya meningkat sampai 33 kali selama fermentasi dari kedelai, riboflavin naik sekitar 8-47 kali, piridoksin 4-14 kali, niasin 2-5 kali, biotin 2-3 kali, asam folat 4-5 kali, dan asam pantotenat 2 kali lipat. Vitamin ini tidak diproduksi oleh kapang tempe, tetapi oleh bakteri kontaminan seperti Klebsiella pneumoniae dan Citrobacter freundii. Kadar vitamin B12 dalam tempe berkisar antara 1,5 sampai 6,3 mikrogram per 100 gram tempe kering. Jumlah ini telah dapat mencukupi kebutuhan vitamin B12 seseorang per hari. Dengan adanya vitamin B12 pada tempe, para vegetarian tidak perlu merasa khawatir akan kekurangan vitamin B12, sepanjang mereka melibatkan tempe dalam menu hariannya. c. Mineral Tempe mengandung mineral makro dan mikro dalam jumlah yang cukup. Jumlah mineral besi, tembaga, dan zink berturut-turut adalah 9,39; 2,87; dan 8,05 mg setiap 100 g tempe. Kapang tempe dapat menghasilkan enzim fitase yang akan menguraikan asam fitat (yang mengikat beberapa mineral) menjadi fosfor dan inositol. Dengan terurainya asam fitat, mineral-mineral tertentu (seperti besi, kalsium, magnesium, dan zink) menjadi lebih tersedia untuk dimanfaatkan tubuh. d. Antioksidan Di dalam tempe juga ditemukan suatu zat antioksidan dalam bentuk isoflavon. Seperti halnya vitamin C, E, dan karotenoid, isoflavon juga merupakan antioksidan yang sangat dibutuhkan tubuh untuk menghentikan reaksi pembentukan radikal bebas. Dalam kedelai terdapat tiga jenis isoflavon, yaitu daidzein, glisitein, dan genistein. Pada tempe, di samping ketiga jenis isoflavon tersebut juga terdapat

antioksidan faktor II (6,7,4-trihidroksi isoflavon) yang mempunyai sifat antioksidan paling kuat dibandingkan dengan isoflavon dalam kedelai. Antioksidan ini disintesis pada saat terjadinya proses fermentasi kedelai menjadi tempe oleh bakteri Micrococcus luteus dan Coreyne bacterium. Penuaan (aging) dapat dihambat bila dalam makanan yang dikonsumsi seharihari mengandung antioksidan yang cukup. Karena tempe merupakan sumber antioksidan yang baik, konsumsinya dalam jumlah cukup secara teratur dapat mencegah terjadinya proses penuaan dini. Penelitian yang dilakukan di Universitas North Carolina, Amerika Serikat, menemukan bahwa genestein dan fitoestrogen yang terdapat pada tempe ternyata dapat mencegah kanker prostat dan payudara.

IV. Alat dan Bahan Alat: 1) kantung plastik 2) timbangan 3) sendok 4) baskom 5) jarum 6) lidi 7) daun pisang Bahan: 1) 1 kg kacang kedelai yang baik dan bersih 2) ragi tempe (Rhizopus oligosporus) V. Prosedur Percobaan 1) Bersihkan dan cuci kacang kedelai, lalu rendam 1 x 24 jam 2) Cuci kembali sampai kulitnya dan keping bijinya dipisahkan 3) Kukus sampai agak empuk. Sebelum diangkat, tambahkan dahulu sedikit tepung kanji, dicampur merata. Angkat dan letakkan di atas tampah yang bersih, biarkan sampai hangat, di tempat yang terlindung atau ditutup dengan kain kasa. 4) Inokulasi dengan ragi tempe, diaduk supaya merata. Kemudian dimasukkan ke dalam kantung plastik yang telah diberi lubang kecil dengan jarum bertangkai, ujung kantung plastik diratakan sehingga terbentuk lempengan yang cukup tebal. Hindarkan terlalu banyaknya sentuhan tangan pada kantung plastik yang telah diberi isi bahan. Inokulasikan pada suhu 28-30 oC selama lebih kurang 24 jam sampai terlihat adanya bintik air yang merata di seluruh permukaan, lalu simpan pada suhu selama 1 hari.

Anda mungkin juga menyukai