Anda di halaman 1dari 19

1.Patofisiologi kangker lidah? PATOFISIOLOGI Dasar lidah memainkan peran penting dalam berbicara dan menelan.

Selama fase faring menelan, makanan dan cairan yang mendorong ke arah oropharing dari rongga mulut oleh lidah dan otototot pengunyahan.Laring terangkat, efektif menekan katub tenggorok dan memaksa makanan, cair, dan air liur kedalam kerongkongan hypopharynx. Meskipun laring menghasilkan suara, lidah dan faring adalah organ utama yang membentuk suara.Kerugian jaringan dari dasar daerah lidah mencegah penutupan yang kedap air dengan laring selama tindakan menelan. Ketidaksesuaian ini memungkinkan makanan dan cairan untuk melarikan diridalam faring dan laring, koreografer dengan hati-hati mengubah reflex menelan dan sering mengakibatkan aspirasi. Baik neurologis penurunan dan perubahan dalam tindakan terkoordinasi menelan dari penyakit berbahaya didaerah ini dapat merusak mempengaruhi pada kemampuan berbicara dan menelan. Squamous sel carcinoma pada lidah sering timbul pada daerah epithelium yang tidak normal, tetapi selain keadaan tersebut dan mudahnya dilakukan pemeriksaan mulut, lesi sering tumbuh menjadi lesi yang besar sebelum pasien akhirnya datang ke dokter gigi.Secara histologis tumor terdiri dari lapisan atau kelompok sel-sel eosinopilik yang sering disertai dengan kumparan keratinasi.Menurut tanda histology, tumor termasuk dalam derajat I-IV (Broder).Lesi yang agak jinak adalah kelompok pertama yang disebut carcinoma verukcus oleh Ackerman. Pada kelompok ini, sel tumor masuk, membentuk massa papileferuspada permukaan. Tumor bersifat pasif pada daerah permukaannya, tetapi jarang meluas ke tulang dan tidak mempunyai anak sebar. Lidah mempunyai susunan pembuluh limfe yang kaya, hal ini akan mempercepat metastase kelenjar getah bening dan dimungkinkan oleh susunan pembuluh limfe yang saling berhubungan kanan dan kiri. Tumor yang agak jinak cenderung membentuk massa papiliferus dengan penyebaran ringan kejaringan didekatnya. Tumor paling ganas menyebar cukup dalam serta cepat ke jaringan didekatnya dengan

penyebaran permukaan yang kecil, terlihat sebagai ulser nekrotik yang dalam.Sebagian besar lesi yang terlihat terletak diantara kedua batas tersebut dengan daerah nekrose yang dangkal pada bagian tengah lesi tepi yang terlipat serta sedikit menonjol.Walaupun terdapat penyebaran local yang besar, tetapi anak sebar tetap berjalan.Metastase haematogenus terjadi pada tahap selanjutnya.

Patofisiologi Unsur-unsur penyebab kanker (onkogen) dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok besar, yaitu energi radiasi, senyawa kimia dan virus.
10

1. Energi radiasi Sinar ultraviolet, sinar-x dan sinar gamma merupakan unsur mutagenik dan karsinogenik. Radiasi ultraviolet dapat

menyebabkan terbentuknya dimmer pirimidin. Kerusakan pada DNA diperkirakan menjadi mekanisme dasar timbulnya

karsinogenisitas akibat energi radiasi. Selain itu, sinar radiasi menyebabkan terbentuknya radikal bebas di dalam jaringan. Radikal bebas yang terbentuk dapat berinteraksi dengan DNA dan makromolekul lainnya sehingga terjadi kerusakan molekular. 2. Senyawa kimia Sejumlah besar senyawa kimia bersifat karsinogenik. Kontak dengan senyawa kimia makanan, dapat gaya terjadi akibat pekerjaan interaksi

seseorang,

atau

hidup. Adanya

senyawa kimia karsinogen dengan DNA dapat mengakibatkan kerusakan pada DNA. Kerusakan ini ada yang masih dapat diperbaiki dan ada yang tidak. Kerusakan pada DNA yang tidak dapat diperbaiki dianggap sebagai penyebab timbulnya proses karsinogenesis.

3. Virus Virus onkogenik mengandung virus DNA atau RNA sel sebagai dapat

genomnya.

Adanya infeksi

pada

suatu

mengakibatkan transformasi maligna, hanya saja bagaiamana protein virus dapat menyebabkan transformasi masih belum diketahui secara pasti. Berdasarkan
10

beberapa

penelitian,

DNA

merupakan

makromolekul yang penting dalam proses karsinogenesis, hal ini didasari dari:

a. Sel kanker memproduksi sel kanker, dimana adanya perubahan esensial yang menyebabkan timbulnya sel kanker diteruskan dari sel induk kepada peranan DNA. b. Adanya karsinogen akan merusak DNA, sehingga sel turunan, berhubungan dengan

menyebabkan mutasi pada DNA. c. Banyak sel tumor yang memperlihatkan kromosom yang abnormal. d. DNA sel kanker dapat menyebabkan transformasi sel

normal menjadi sel kanker. Rokok telah terbukti sebagai karsinogen pada percobaan terhadap binatang karena mengandung banyak radikal bebas dan epoxides yang berbahaya. Pengaruh yang ditimbulkan oleh rokok berupa perubahan mukosa saluran aerodigestivus. Hal ini berhubungan

dengan kerusakan gen p53, dimana jika terjadi mutasi, hilang atau rusaknya gen p53 maka resiko untuk terjadinya kanker akibat rokok akan meningkat. Peningkatan angka kejadian keganasan berhubungan erat dengan penggunaan alkohol dan rokok. Resiko untuk terjadinya

kanker kepala dan leher pada orang perokok dan peminum alkohol

17 kali lebih besar daripada yang tidak perokok alkohol..9 Menurut Hanh dkk, terdapat 6 faktor

atau peminum

yang menyebabkan

perkembangan untuk sel : 1. Berproliferasi autonom 2. Menghambat sinyal growth inhibition 3. Kemampuan menghindari apoptosis 4. Immortal 5. Angiogenesis 6. Menginvasi jaringan lain dan metastasis

Patogenesis tumor ganas merupakan proses biasanya memakan waktu yang cukup lama. Pada tahap awal terjadi inisiasi karena ada inisiator yang memulai pertumbuhan sel yang abnormal. Inisiator ini dibawa oleh zat karsinogenik. Bersamaan dengan atau setelah inisiasi, terjadi promosi yang dipicu oleh promoter sehingga terbentuk sel yang polimorfis dan anaplastik. Selanjutnya terjadi progresi yang ditandai dengan invasi sel-sel ganas ke membrane basalis. Semua proses ini terjadi berikut: pada tahap induksi tumor dan dapat digambarkan sebagai

Gambar : Inisiasi, promosi dan progresi sel kanker.13

Faktor

utama

yang

menyebabkan

inisiasi

keganasan sistem

adalah yang

akibat ketidakmampuan DNA mendeteksi adanya

untuk memperbaiki

transformasi sel

akibat paparan onkogen.

Kerusakan pada DNA meliputi hilangnya atau bertambahnya kromosom, penyusunan ulang kromosom, dan penghapusan kode kromosom. Penghapusan memungkinkan tumor. atau penggandaan bagian-bagian kromosom

untuk ditempati oleh onkogen atau gen supresor penyusunan ulang kromosom dapat berubah

Sedangkan

menjadi aktivasi karsinogenik.9 Perubahan genetik pada karsinoma sel skuamosa kepala dan leher belum diketahui secara pasti. Califano dkk mengemukakan hilangnya kromosom 9p21 atau 3p menyebabkan perubahan dini pada mukosa kepala dan leher sehingga mengakibatkan munculnya karsinoma sel skuamosa. Namun, teori lain menyatakan bahwa hilangnya kromosom 17p pada gen supresor tumor juga turut

berperan tethadap keganasan kepala dan leher. Selain itu, hilangnya kromosom 3p21 men yebabkan perubahan hyperplasia dan displasia, sedangkan hilangnya kromosom 6p, 8p, 11q, 14q, dan 4q26-28 menyebabkan terjadinya invasi ke jaringan sekitar.8,9

2.kapan stadium muncul setelah biopsi? 2.7 Penatalaksanaan Penanganan kanker lidah ini sebaiknya dilakukan secara multidisipliner yang melibatkan beberapa bidang spesialis yaitu: 1 oncologic surgeon plastic & reconstructive surgeon radiation oncologist

medical oncologist dentists rehabilitation specialists Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penanganan kanker lidah ini

ialah eradikasi dari tumor, pengembalian fungsi dari rongga mulut, serta aspek kosmetik /penampilan penderita. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan macam terapi ialah : 1 a) Umur penderita b) Keadaan umum penderita c) Fasilitas yang tersedia d) Kemampuan dokternya e) Pilihan penderita. Penatalaksanaan pasien tumor ganas lidha dilakukan dengan operasi, radiasi, kemoterapi, atau kombinasi dua atau ketiganya, tergantung dari jenis tumor dan durasinya. Keputusan tentang tindakan terbaik yang dapat dilakukan harus dibuat oleh seseorang yang mempunyai keahlian khusus tentang keganasan leher dan kepala. 1,2,3 Untuk lesi yang kecil (T1 dan T2), tindakan operasi atau radioterapi saja dapat memberikan angka kesembuhan yang tinggi, dengan catatan bahwa radioterapi saja pada T2 memberikan angka kekambuhan yang lebih tinggi daripada tindakan operasi. 1 Untuk T3 dan T4, terapi kombinasi operasi dan radioterapi memberikan hasil yang paling baik. Pemberian neo-adjuvant radioterapi dan atau kemoterapi sebelum tindakan operasi dapat diberikan pada kanker rongga locally advanced (T3,T4). Radioterapi dapat diberikan secara interstisial atau eksternal, tumor yang eksofitik dengan ukuran kecil akan lebih banyak berhasil daripada tumor yang endofitik dengan ukuran besar. 1 Peran kemoterapi pada penanganan kanker lidah masih belum banyak, dalam tahap penelitian kemoterapi hanya digunakan sebagai neo-adjuvant pre-

operatif atau adjuvan post-operatif untuk sterilisasi kemungkinan adanya mikro metastasis. 1 Sebagai pedoman terapi untuk kanker rongga mulut dianjurkan seperti berikut: T1,2 : eksisi luas atau radioterapi T3,4 : eksisi luas + deseksi supraomohioid + radioterapi pasca bedah Untuk tumor lidah T3 dan T4, penanganan N0 dapat dilakukan deseksi leher selektif atau radioterapi regional pasca bedah. Sedangkan N1 yang didapatkan pada setiap T harus dilakukan deseksi leher radikal. Bila memungkinkan, eksisi luas tumor primer dan deseksi leher tersebut harus dilakukan secara en-block. Pemberian radioterapi regional pasca bedah tergantung hasil dari pemeriksaan patologis metastase pada kelenjar getah bening tersebut (jumlah kelenjar getah bening yang positif metastase, penembusan kapsul kelenjar getah bening/ ektra kelenjar getah bening). 1

3.siapa yang melakukan biopsi? Biopsi ini harus dilakukan oleh klinisi yang akan memberikan perawatan Pada umumnya, untuk mendeteksi dini proses keganasan dalam mulut dapat dilakukan dengan melalui anamnese, pemeriksaan klinis dan diperkuat oleh pemeriksaan tambahan secara laboratorium. Dalam makalah ini akan dikemukakan langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh dokter gigi untuk mendeteksi dini proses keganasan dalam mulut. Dengan demikian diharapkan dokter gigi dapat menemukan lesi-lesi yang dicurigai sebagai proses keganasan lebih awal sehingga prognosis kanker rongga mulut lebih baik Pada artikel ini, untuk deteksi dini dan diagnosis kanker rongga mulut dikelompokkan atas diagnosis klinis yang meliputi anamnesis, pemeriksaan klinis, gambaran klinis dan predileksi; serta diagnosis histopatologis yang terdiri dari sitologi rongga mulut dan biopsi.

Biopsi. Jika hasil pemeriksaan sitologi meragukan, segera lakukan biopsi. Biopsi merupakan pengambilan spesimen baik total maupun sebagian untuk pemeriksaan mikroskopis dan diagnosis (Pedersen,1996; Coleman dan Nelson,1993). Cara ini merupakan cara yang penting dan dapat dipercaya untuk menegakkan diagnosa defenitif dari lesi-lesi mulut yang dicurigai (Bolden, 1982). Teknik biopsi memerlukan bagian dari lesi yang mewakili dan tepi jaringan yang normal. Biopsi dapat dilakukan dengan cara insisional atau eksisional. Biopsi insisional dipilih apabila lesi permukaan besar (lebih dari 1 cm) dan biopsi eksisional yaitu insisi secara intoto dilakukan apabila lesi kecil (Pedersen,1996; Bolden;1982; Coleman dan Nelson,1993). Hasil interpretasi mikroskopis dari suatu biopsi dapat menunjukkan suatu rentang yang luas. Hasil-hasil seperti parakeratosis, ortokeratosis, akantosis, hiperplasia pseudoepiteliomatus, peradangan akut dan kronis menunjukkan golongan jinak. Untuk karsinoma gel skuamus, hasil pemeriksaan mikroskopis biasanya meliputi adanya abnormalitas seluler, terputusnya kontinuitas membran basalis oleh sarang gel-gel abnormal yang meluas sampai ke dalam jaringan ikat, ukuran gel yang berubah, peningkatan kecepatan mitosis perubahan ukuran dan bentuk nukleus, gangguan dalam proses maturasi dan hiperkromatin (Lynch,1994). Untuk memenuhi kebutuhan yang lebih seksama dalam mengidentifikasi kanker rongga mulut pada tahap dini, telah dikembangkan suatu cara biopsi dengan menggunakan sikat (Oral CDx). Pada penelitian yang dilakukan oleh Sciubba (1999) dengan menggunakan biopsi dengan cara sikat menunjukkan bahwa cara ini dapat memberikan bantuan yang tidak terhingga nilainya dalam memeriksa lesi di rongga mulut. Pada penelitian tersebut, biopsi dengan memakai sikat merupakan alat deteksi yang sepadan dengan biopsi memakai skalpel. Walaupun begitu, harus ditekankan bahwa Oral CDx bukanlah pengganti untuk biopsi dengan memakai skalpel (Sciubba,1999).

4.efek samping biopsi?

2.6 Diagnosis6 2.6.1 Biopsi langsung merupakan metode baku untuk memperoleh jaringan dari lesi dirongga mulut dan orofaring.

2.6.2 Sitologi Pemeriksaan sitologi eksfoliatifa dari spesimen kerokan atau inprint dari tumor primer dikerjakan pada lesi yang berupa bercak/superficial. Bila hasilnya : Klas I- III : lakukan ulangan sitologi 3 bulan lagi.Bila 2x ulangan sitologi tetap klas I-III maka perlu dibiopsi Klas IV-V : lakukan biopsi

2.6.3 Panendoskopi Dilakukan untuk menentukan perluasan lesi yang besar dan terletak disebelah posterior dan untuk menyingkirkan adanya tumor primer simultan.

2.6.4 Biru toluidine Sebuah zat pewarna yang dibubuhkan in situ sebagai salah satu cara diagnostik tambahan dalam mendeteksi karsinoma sel skuamosa yang akan memberi warna biru pada sel kanker. Jaringan normal tidak mengisap warna, sedang lesi pra-ganas atau non neoplasma tidak konstan mengisap warna.Menurut Mashberg tehnik memberi warna rongga mulut sebagai berikut: 1. Kumur dengan larutan asam asetat 1% : 20 detik 2. Kumur dengan air : 20 detik, 2 x 3. Kumur dengan larutan toluidine blue 1% : 5-10 cc 4. Kumur lagi dengan larutan asam asetat 1% : 1 menit

5. Kumur dengan air. Pembacaan hasil pemeriksaan dilakukan 24 jam kemudian, pemeriksaan ini memiliki sensitivitas dan spesifisitas sebesar 90%.Adapun larutan toluidine biru terdiri dari : 1.Toluidine chlorida : 1 gr 2. Asam asetat : 10 cc 3. Alkohol absolut : 4,2 cc 4.Aquadest: 100 cc 2.6.5 PET (Positron Emission Tomography) Pemeriksan imaging dengan PET Pemeriksaan Positron Emission Tomography menggunakan tirosin sebagai tracer memiliki sensitivitas dan spesifisitas cukup tinggi untuk karsinoma.Pemeriksaan ini dapat mendeteksi tumor <4mm. Untuk staging memiliki sensitivitas 71% dan spesifisitas 99%, sedangkan untuk dteksi kekambuhan memiliki sensitivias 92% dan spesifisitas 81%.

2.6 Pemeriksaan Diagnosis 1. CT-scan atau MRI dilakukan untuk menilai detail lokasi tumor, luas ekstensi tumor primer. 2. USG hepar, Foto thorax dan bone scan untuk evaluasi adanya metastasis jauh. 3. Biopsi

FNAB ( Fine Needle Apiration Biopsy), dilakukan pada tumor primer yang metastasis ke kelenjar getah bening leher. Biopsi insisi atau biopsi cakot (punch) dilakukan bila tumor besar (>1 cm)

Biopsi eksisi dilakukan pada tumor yang kecil ( 1 cm atau kurang) (Suyatno, 2010).

3.1. DIAGNOSA KLINIS. Anamnesis. Sebelum melakukan pemeriksaan fisik pada pasien, dokter gigi sebaiknya melakukan anamnesis yang meliputi : Keluhan pasien, keluhan-keluhan gigi sebelumnya, riwayat medis umum yang lalu dan sekarang, gaya hidup dan kebiasaan, riwayat keluarga, status sosioekonomi dan pekerjaan (Bolden,1982). Sambil melakukan anamnese dokter gigi dapat juga melihat keadaan ekstra oral pasien, seperti bibir dan asimetri wajah. Pemeriksaan klinis. Pada pemeriksaan klinis, dokter gigi boleh memiliki teknik yang berbeda antara pemeriksa yang satu dengan yang lainnya, tetapi prinsip dasarnya adalah sama. Setiap pasien berhak mendapatkan pemeriksaan yang lengkap dari jaringan mulut dan para oral. Pemeriksaan ini meliputi : 1. Perubahan warna, apakah mukosa mulut berwarna abnormal, misalnya putih, merah atau hitam. 2. Konsistensi, apakah jaringan keras, kenyal, lunak, fIuktuan atau nodular. 3. Kontur, apakah permukaan mukosa kasar, ulserasi, asimetri atau pembengkakan. 4. Temperatur. 5. Fungsi, apakah pasien dapat membuka mulut dengan sempurna. 6. Lymphnode servikal. Gambaran klinis. Kebanyakan pasien kanker rongga mulut mempunyai riwayat lesi/keadaan prakanker mulut sebelumnya, seperti leukoplakia, eritrplakia, submukus fibrosis dan lain-lain. Untuk itu dokter gigi seharusnya mengenali gambaran klinis lesi-lesi tersebut (Balaram dan Meenattoor,1996). Umumnya kanker rongga mulut tahap dini tidak menimbulkan gejala, diameter kurang dari 2 cm, kebanyakan berwarna merah dengan atau tanpa disertai komponen putih,

licin, halus dan memperlihatkan elevasi yang minimal (Lynch,1994). Seringkali awal dari keganasan ditandai oleh adanya ulkus. Apabila terdapat ulkus yang tidak sembuhsembuh dalam waktu 2 minggu, maka keadaan ini sudah dapat dicurigai sebagai awal proses keganasan. Tanda-tanda lain dari ulkus proses keganasan meliputi ulkus yang tidak sakit, tepi bergulung, lebih tinggi dari sekitarnya dan indurasi (lebih keras), dasarnya dapat berbintil-bintil dan mengelupas. Pertumbuhan karsinoma bentuk ulkus tersebut disebut sebagai pertumbuhan endofitik (Williams,1990; Tambunan,1993). Selain itu karsinoma mulut juga terlihat sebagai pertumbuhan yang eksofitik (lesi

Kanker pada lidah. Hampir 80% kanker lidah terletak pada 2/3 anterior lidah (umumnya pada tepi lateral dan bawah lidah) dan dalam jumlah sedikit pada posterior lidah (Daftary,1992; Tambunan,1993; Pinborg,1986). Gejala pada penderita tergantung pada lokasi kanker tersebut. Bila terletak pada bagian 2/3 anterior lidah, keluhan utamanya adalah timbulnya suatu massa yang seringkali terasa tidak sakit. Bila timbul pada 1/3 posterior, kanker tersebut selalu tidak diketahui oleh penderita dan rasa sakit yang dialami biasanya dihubungkan dengan rasa sakit tenggorokan. Kanker yang terletak 2/3 anterior lidah lebih dapat dideteksi dini daripada rang terletak pada 1/3 posterior lidah. Kadang-kadang metastase limph node regional mungkin merupakan indikasi pertama dari kanker kecil pada lidah :Pinborg,1986). Pada stadium awal, secara klinis kanker lidah dapat bermanifestasi dalam berbagai bentuk, dapat berupa bercak leukoplakia, penebalan, perkembangan eksofitik atau endofitik bentuk ulkus. Tetapi sebagian besar dalam bentuk ulkus :Daftary,1992). Lama-kelamaan ulkus ini akan mengalami infiltrasi lebih dalam jangan tepi yang mengalami indurasi (Pinborg,1986). Umumnya tidak menimbulkan rasa sakit kecuali ada infeksi sekunder. Kanker pada bibir. Kanker bibir selalu dihubungkan dengan orang-orang yang memiliki aktivitas diluar seperti nelayan dan petani. Sinar matahari mungkin terlibat dalam Datogenese kanker bibir. Umumnya lebih banyak terjadi pada bibir bawah jaripada bibir atas (Daftary,1992; Pinborg,1986; Smith,1989). Pada awal pertumbuhan, lesi dapat berupa modul kecil atau ulkus yang tidak sembuh-sembuh. Deteksi tumor pada keadaan ini memberikan kesempatan untuk menemukan karsinoma dini (Daftary,1992; Pinborg,1986,Tambunan,1993). Lesi yang lebih lanjut dapat berbentuk papillari, ulseratif atau infiltratif. Tipe papilomatous dapat diawali dari epitel yang menebal dan sebagian dari epitel ini tetap berada pada superficial. Lesi-lesi yang ulseratif dan infiltratif diawali dari epitel yang menebal tetapi selanjutnya mengalami infiltrasi lebih dalam (Daftary,1992). Tanda yang paling penting adalah terdapat indurasi yang didapat pada pinggiran ulkus.

Kanker dasar mulut. Kanker pada dasar mulut biasanya dihubungkan dengan penggunaan alkohol dan tembakau. Pada stage awal mungkin tidak menimbulkan gejala. Bila lesi berkembang pasien akan mengeluhkan adanya gumpalan dalam mulut atau perasaan tidak nyaman (Pinborg,1986; Daftary,1992). Secara klinis yang paling sering dijumpai adalah lesi berupa ulserasi dengan tepi yang timbul dan mengeras yang terletak dekat frenulum lingual (Pinborg,1986). Bentuk yang lain adalah penebalan mukosa yang kemerah-merahan, nodul yang tidak sakit atau dapat berasal dari leukoplakia (Daftary, 1992). Pada kanker tahap lanjut dapat terjadi pertumbuhan eksofitik atau infiltratif. Kanker pada mukosa pipi. Di negara yang sedang berkembang, kanker pada mukosa pipi dihubungkan dengan kebiasaan mengunyah campuran pinang, daun sirih, kapur dan tembakau. Susur tersebut berkontak dengan mukosa pipi kiri dan kanan selama beberapa jam (Daftary,1992). Pada awalnya lesi tidak menimbulkan simptom, terlihat sebagai suatu daerah eritematus, ulserasi yang kecil, daerah merah dengan indurasi dan kadang-kadang dihubungkan dengan leukoplakia tipe nodular (Daftary,1992; Pinborg,1986). Dengan 2004 Ditigitized by USU digital library 4

meningkatnya ukuran tumor, akan menjadi target trauma pada waktu mengunyah, sehingga cenderung menjadi ulserasi dan infiltratif. Kanker pada gingiva. Kanker pada gingiva umumnya berasal dari daerah dimana susur tembakau ditempatkan pada orang-orang yang memiliki kebiasaan ini. Daerah yang terlibat biasanya lebih sering pada gingiva mandibula daripada gingiva maksila (Daftary,1992; Pinborg,1986). Lesi awal terlihat sebagai ulger indolen, granuloma yang kecil atau sebagai nodul. Sekilas lesi terlihat sama dengan lesi yang dihasilkan oleh trauma kronis atau hiperplasia inflamatori (Daftary,1992). Lesi yang lebih lanjut berupa pertumbuhan eksofitik atau pertumbuhan infiltratif yang lebih dalam. Pertumbuhan eksofitik seperti bunga kol, mudah berdarah. Pertumbuhan infiltratif biasanya tumbuh invasif pada tulang mandibula dan menimbulkan desdruktif (Tambunan,1993). Kanker pada palatum. Pada daerah yang masyarakatnya mempunyai kebiasaan menghisap rokok secara terbalik, kanker pada palatum merupakan kanker rongga mulut yang umum terjadi dari semua kanker mulut. Perubahan yang terjadi pada mukosa mulut yang dihubungkan dengan menghisap rokok secara terbalik adalah adanya ulserasi, erosi, daerah nodul dan bercak. Reddy dkk, 1974. menggambarkan suatu microinvasive carcinoma untuk melukiskan suatu lesi awal dalam bentuk yang kecil, oval atau bulat berwarna kemerah-merahan, erosi yang licin dengan daerah hiperkeratosis disekelilingnya lesi ini biasanya terjadi pada zona glandular palatum keras dan asimptomatik. Jika mendapatkan tekanan dapat berdarah (Daftary, 1992). Kebanyakan kanker palatum merupakan pertumbuhan eksofitik dan dasar yang luas dengan permukaan bernodul. Jika lesi terus berkembang mungkin akan mengisi seluruh palatum. Kanker pada palatum dapat menyebabkan perforasi palatum dan meluas sampai ke rongga hidung (Daftary, 1992). Predileksi. Selain mengenali gambaran klinis awal proses keganasan dan keganasan, dokter gigi harus mengetahui faktor-faktor predileksi umur, jenis kelamin dan tempat dari kanker rongga mulut. Sebagaimana dengan kanker pada bagian tubuh

lainnya, sebagian besar kasus-kasus kanker mulut terjadi pada usia tua diatas 40 tahun. Keadaan ini dihubungkan dengan daya tahan tubuh yang menurun dengan semakin bertambahnya usia. Pria lebih sering terkena, kemungkinan dihubungkan dengan kebiasaan merokok dan minum alkohol. Walaupun kanker rongga mulut dapat terjadi disemua daerah mukosa mulut, penting untuk mengetahui predileksi tempat. Kanker dini yang tidak bergejala pada dasarnya terlokalisir pada tiga tempat yang spesifik dalam rongga mulut, meliputi dasar mulut, kompleks palatum lunak dan bagian permukaan ventral lidah dan sepertiga tengah serta sepertiga posterior dari aspek lateral lidah (Pinborg,1986; Lynch,1994). 2.2. DIAGNOSA HISTOPATOLOGIS. Walaupun seorang klinisi memiliki pengalaman klinis yang baik sekali, untuk memastikan diagnosa defenitif dari proses awal keganasan dan keganasan diperlukan pemeriksaan laboratorium. Dalam hal ini yang sering dilakukan adalah pemeriksaan sitologi mulut dan biopsi. 2004 Ditigitized by USU digital library 5

Sitologi mulut. Sitologi mulut telah lama digunakan untuk menyelidiki berbagai macam panyakit mulut, dimana prosedurnya paling bermanfaat dalam evaluasi terhadap suatu keadaan yang dicurigai sebagai suatu keganasan, khususnya bila keadaan tersebut merupakan suatu lesi yang mengalami ulserasi atau lesi merah yang tidak berkeratin (Lynch, 1994). Sitologi mulut merupakan suatu teknik yang sederhana dan efektif untuk mendeteksi dini lesi-lesi mulut yang mencurigakan. Ketepatan hasil diagnostik sitologi mulut tidaklah sama dengan biopsi sehingga tidak dapat digunakan untuk menegakkan diagnosa akhir yang defenitif (Skhlar,1984). Tetapi merupakan hal yang kurang praktis jika kita segera melakukan biopsi untuk setiap lesi dalam mulut. Untuk itu diperlukan suatu cara yang dapat diandalkan dan diterima sebelum kita melakukan biopsi, yaitu pemeriksaan sitologi mulut. Secara defenisi, pemeriksaan sitologi mulut merupakan suatu pemeriksaan mikroskopik gel-gel yang dikerok/dikikis dari permukaan suatu lesi didalam mulut (Coleman dan Nelson,1993). Untuk aplikasi klinisnya, seorang dokter gigi harus memiliki pengetahuan yang cukup mengenai kapan pemeriksaan ini dilakukan dan kapan tidak dilakukan, peralatan yang digunakan, prosedur kerja, data klinis yang disertakan sampai pengirimannya ke bagian Patologi anatomi (Kerr dkk,1978). Klasifikasi dan interpretasi yang digunakan dalam laporan sitologi mulut adalah seperti dibawah ini (McKinney dkk,1985; Lynch,1994). Kelas I : gel-gel normal; Kelas II ; gel-gel yang tidak khas (atipik), tidak ada bukti keganasan ; Kelas III: Perubahan pada pola nuklear yang sifatnya tidak jelas, tidak ada tanda-tanda keganasan, tetapi terdapat gel yang menyimpang dari normal; Kelas IV: Memberi kesan sebagai suatu keganasan ; Kelas V: Perubahan keganasan terlihat jelas. Untuk kelas IV dan V indikasi untuk biopsi. Biopsi.

Anda mungkin juga menyukai