Anda di halaman 1dari 3

http://id.wikipedia.

org/wiki/Streptococcus_pyogenes diakses 4 april Streptococcus pyogenes ialah bakteri Gram-positif bentuk bundar yang tumbuh dalam rantai panjang[1] dan merupakan penyebab infeksi Streptococcus Grup A. Streptococcus pyogenes menampakkan antigen grup A di dinding selnya dan beta-hemolisis saat dikultur di plat agar darah. Streptococcus pyogenes khas memproduksi zona beta-hemolisis yang besar, gangguan eritrosit sempurna dan pelepasan hemoglobin, sehingga kemudian disebut Streptococcus Grup A (beta-hemolisis). Streptococcus bersifat katalase-negatif.

Daftar isi

1 Serotipe 2 Patogenesis 3 Faktor virulensi 4 Diagnosis 5 Penanganan 6 Rujukan o 6.1 Bacaan lanjut

Serotipe
Pada tahun 1928, Rebecca Lancefield menerbitkan tulisan tentang cara serotipe Streptococcus pyogenes berdasarkan pada protein M-nya, faktor virulensi yang ditampakkan di permukaannya.[2] Kemudian, pada tahun 1946, Lancefield menjelaskan klasifikasi serologi isolasi Streptococcus pyogenes berdasarkan pada antigen T permukaannya.[3] 4 dari 20 antigen T telah diketahui bersifat pilus, yang digunakan bakteri untuk berikatan dengan sel inangnya.[4] Sekarang, lebih dari 100 serotipe M dan sekitar 20 serotipe T diketahui.

Patogenesis
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Infeksi Streptococcus Grup A Streptococcus pyogenes adalah penyebab banyak penyakit penting pada manusia yang berkisar dari infeksi kulit permukaan yang ringan hingga penyakit sistemik yang mengancam hidup. Infeksi khasnya bermula di tenggorokan atau kulit. Infeksi ringan Streptococcus pyogenes termasuk faringitis ("radang kerongkongan") dan infeksi kulit setempat ("impetigo"). Erisipelas dan selulitis dicirikan oleh perbiakan dan penyebaran samping Streptococcus pyogenes di lapisan dalam kulit. Serangan dan perbiakan Streptococcus pyogenes di fasia dapat menimbulkan fasitis nekrosis, keadaan yang besar kemungkinan mengancam hidup yang memerlukan penanganan bedah. Infeksi akibat strain tertentu Streptococcus pyogenes bisa dikaitkan dengan pelepasan toksin bakteri. Infeksi kerongkongan yang dihubungkan dengan pelepasan toksin tertentu bisa menimbulkan penyakit jengkering (scarlet fever). Infeksi toksigen Streptococcus pyogenes lainnya bisa menimbulkan sindrom syok toksik streptococcus, yang bisa mengancam hidup.

Streptococcus pyogenes juga bisa menyebabkan penyakit dalam bentuk sindrom "nonpyogenik" (tak dihubungkan dengan perbiakan bakteri dan pembentukan nanah setempat) pascainfeksi. Komplikasi yang diperantarai autoimun itu mengikuti sejumlah kecil persentase infensi dan termasuk penyakit rematik dan glomerulonefritis pasca-streptococcus akut. Kedua keadaan itu muncul beberapa minggu menyusul infeksi awal streptococcus. Penyakit rematik dicirikan dengan peradangan sendi dan/atau jantung menyusul sejumlah faringitis streptococcus. Glomerulonefritis akut, peradangan glomerulus ginjal, bisa mengikuti faringitis streptococcus atau infeksi kulit. Bakteri ini benar-benar sensitif terhadap penisilin. Kegagalan penanganan dengan penisilin umumnya dikaitkan dengan organisme komensal lain yang memproduksi -laktamase atau kegagalan mencapai tingkat jaringan yang cukup di tenggorokan. Strain tertentu sudah kebal akan makrolid, tetrasiklin dan klindamisin.

Faktor virulensi
Streptococcus pyogenes mempunyai beberapa faktor virulensi yang memungkinkannya berikatan dengan jaringan inang, mengelakkan respon imun, dan menyebar dengan melakukan penetrasi ke lapisan jaringan inang.[5] Kapsul karbohidrat yang tersusun atas asam hialuronat mengelilingi bakteri, melindunginya dari fagositosis oleh neutrofil. Di samping itu, kapsul dan beberapa faktor yang melekat di dinding sel, termasuk protein M, asam lipoteikoat, dan protein F (SfbI) memfasilitasi perkatan ke sejumlah sel inang.[6] Protein M juga menghambat opsonisasi oleh jalur kompemen alternatif dengan berikatan pada regulator komplemen inang. Protein M yang ditemukan di beberapa serotipe juga bisa mencegah opsonisasi dengan berikatan pada fibrinogen. Namun, protein M juga titik terlemah dalam pertahanan patogen ini karena antibodi yang diproduksi oleh sistem imun terhadap protein M sasarannya adalah bakteri untuk ditelan fagosit. Protein M juga unik bagi tiap strain, dan identifikasi bisa digunakan secara klinik untuk menegaskan strain yang menyebabkan infeksi. Streptococcus pyogenes melepaskan sejumlah protein, termasuk beberapa faktor virulensi, kepada inangnya: Streptolisin O dan S adalah toksin yang merupakan dasar sifat beta-hemolisis organisme ini. Streptolisin O ialah racun sel yang berpotensi memengaruhi banyak tipe sel termasuk neutrofil, platelet, dan organella subsel. Menyebabkan respon imun dan penemuan antibodinya; antistreptolisin O (ASO) bisa digunakan secara klinis untuk menegaskan infeksi yang baru saja. Streptolisin O bersifat meracuni jantung (kardiotoksik). Eksotoksin Streptococcus pyogenes A dan C Keduanya adalah superantigen yang disekresi oleh sejumlah strain Streptococcus pyogenes. Eksotoksin pyogenes itu bertanggung jawab untuk ruam penyakit jengkering dan sejumlah gejala sindrom syok toksik streptococcus. Streptokinase Secara enzimatis mengaktifkan plasminogen, enzim proteolitik, menjadi plasmin yang akhirnya mencerna fibrin dan protein lain. Hialuronidase Banyak dianggap memfasilitasi penyebaran bakteri melalui jaringan dengan memecah asam hialuronat, komponen penting jaringan konektif. Namun, sedikit isolasi Streptococcus pyogenes yang bisa mensekresi hialuronidase aktif akibat mutasi pada gen yang mengkodekan enzim. Apalagi, isolasi yang sedikit yang bisa mensekresi

hialuronidase tak nampak memerlukannya untuk menyebar melalui jaringan atau menyebabkan lesi kulit.[7] Sehingga, jika ada, peran hialuronidase yang sesungguhnya dalam patogenesis tetap tak diketahui. Streptodornase Kebanyakan strain Streptococcus pyogenes mensekresikan lebih dari 4 DNase yang berbeda, yang kadang-kadang disebut streptodornase. DNase melindungi bakteri dari terjaring di perangkap ekstraseluler neutrofil (NET) dengan mencerna jala NET di DNA, yang diikat pula serin protease neutrofil yang bisa membunuh bakteri.[8] C5a peptidase C5a peptidase membelah kemotaksin neutrofil kuat yang disebut C5a, yang diproduksi oleh sistem komplemen.[9] C5a peptidase diperlukan untuk meminimalisasi aliran neutrofil di awal infeksi karena bakteri berusaha mengkolonisasi jaringan inang.[10] Kemokin protease streptococcus Jaringan pasien yang terkena dengan kasus fasitis nekrosis parah sama sekali tidak ada neutrofil.[11] Serin protease ScpC, yang dilepas oleh Streptococcus pyogenes, bertanggung jawab mencegah migrasi neutrofil ke infeksi yang meluas.[12] ScpC mendegradasi kemokina IL-8, yang sebaliknya menarik neutrofil ke tempat infeksi. C5a peptidase, meskipun diperlukan untuk mendegradasi kemotaksin neutrofil C5a di tahap awal infeksi, tak diperlukan untuk Streptococcus pyogenes mencegah aliran neutrofil karena bakteri menyebar melalui fasia.[10][12]

Diagnosis
Biasanya, usap tenggorokan dibawa ke laboratorium untuk diuji. Pewarnaan Gram diperlukan untuk memperlihatkan Gram-positif, coccus, dalam bentuk rantai. Kemudian, organisme di agar darah dikultur dengan tambahan cakram antibiotik basitrasin untuk memperlihatkan koloni beta-hemolisis dan sensitivitas (zona inhibisi sekitar cakram) antibiotik. Lalu dilakukan uji katalase, yang harus menunjukkan reaksi negatif untuk semua Streptococcus. Streptococcus pyogenes bersifat negatif untuk uji cAMP dan hipurat. Identifikasi serologi atas organisme itu melibatkan uji untuk adanya polisakarida spesifik grup A dalam dinding sel bakteri menggunakan tes Phadebact. Karena uji tindak pencegahan juga dilakukan untuk memeriksa penyakit penyakit seperti, namun tak terbatas pada, sifilis, dan nekrosis avaskular, dan kaki pekuk.

Penanganan
Terapi pilihan adalah penisilin, namun, bila tidak siap tersedia penisilin, sayatan kecil pada daerah yang terinfeksi akan menghilangkan dan bengkak dan rasa tak nyaman hingga bantuan medis yang cocok dapat dicari. Tidak ada kejadian resistensi penisilin yang dilaporkan hingga hari ini, meski sejak tahun 1985 sudah banyak laporan toleransi penisilin.[13] Makrolid, kloramfenikol, dan tetrasiklin bisa digunakan jika strain yang diisolasi nampak sensitif, namun lebih umum terjadi resistensi.

Anda mungkin juga menyukai

  • Ke Sitomegalovirus
    Ke Sitomegalovirus
    Dokumen4 halaman
    Ke Sitomegalovirus
    Rinan Dwi Utari
    Belum ada peringkat
  • Biologi Medik II
    Biologi Medik II
    Dokumen33 halaman
    Biologi Medik II
    Anton Montaga
    100% (1)
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen12 halaman
    Bab Iv
    Rinan Dwi Utari
    Belum ada peringkat
  • Daun Beluntas (Beres)
    Daun Beluntas (Beres)
    Dokumen7 halaman
    Daun Beluntas (Beres)
    Beverly Mewoh
    Belum ada peringkat
  • Progeria
    Progeria
    Dokumen2 halaman
    Progeria
    Rinan Dwi Utari
    Belum ada peringkat
  • Ke Sitomegalovirus
    Ke Sitomegalovirus
    Dokumen4 halaman
    Ke Sitomegalovirus
    Rinan Dwi Utari
    Belum ada peringkat
  • Uji Biokimia Bakteri
    Uji Biokimia Bakteri
    Dokumen5 halaman
    Uji Biokimia Bakteri
    Rinan Dwi Utari
    Belum ada peringkat
  • E Coli
    E Coli
    Dokumen1 halaman
    E Coli
    Rinan Dwi Utari
    Belum ada peringkat
  • Penda Hulu An
    Penda Hulu An
    Dokumen8 halaman
    Penda Hulu An
    Rinan Dwi Utari
    Belum ada peringkat
  • Daun Beluntas (Beres)
    Daun Beluntas (Beres)
    Dokumen7 halaman
    Daun Beluntas (Beres)
    Beverly Mewoh
    Belum ada peringkat
  • Latar Belakang
    Latar Belakang
    Dokumen1 halaman
    Latar Belakang
    Rinan Dwi Utari
    Belum ada peringkat
  • Latar Belakang Uji SIM
    Latar Belakang Uji SIM
    Dokumen1 halaman
    Latar Belakang Uji SIM
    Rinan Dwi Utari
    Belum ada peringkat
  • Latar Belakang
    Latar Belakang
    Dokumen1 halaman
    Latar Belakang
    Rinan Dwi Utari
    Belum ada peringkat
  • Micros Por Um
    Micros Por Um
    Dokumen1 halaman
    Micros Por Um
    Rinan Dwi Utari
    Belum ada peringkat
  • Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun Lagi
    Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun Lagi
    Dokumen2 halaman
    Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun Lagi
    Rinan Dwi Utari
    Belum ada peringkat
  • Ma Kroko Nidia
    Ma Kroko Nidia
    Dokumen1 halaman
    Ma Kroko Nidia
    Rinan Dwi Utari
    Belum ada peringkat
  • Definisi Limbah B3 Berdasarkan BAPEDAL
    Definisi Limbah B3 Berdasarkan BAPEDAL
    Dokumen7 halaman
    Definisi Limbah B3 Berdasarkan BAPEDAL
    Rinan Dwi Utari
    Belum ada peringkat
  • Definisi Limbah B3 Berdasarkan BAPEDAL
    Definisi Limbah B3 Berdasarkan BAPEDAL
    Dokumen7 halaman
    Definisi Limbah B3 Berdasarkan BAPEDAL
    Rinan Dwi Utari
    Belum ada peringkat
  • Bioteknologi
    Bioteknologi
    Dokumen7 halaman
    Bioteknologi
    Desy Frimadani
    Belum ada peringkat
  • M. Canis
    M. Canis
    Dokumen3 halaman
    M. Canis
    Rinan Dwi Utari
    Belum ada peringkat
  • Penda Hulu An
    Penda Hulu An
    Dokumen3 halaman
    Penda Hulu An
    Rinan Dwi Utari
    Belum ada peringkat
  • A
    A
    Dokumen14 halaman
    A
    Rinan Dwi Utari
    Belum ada peringkat
  • Pengelolaan B3
    Pengelolaan B3
    Dokumen5 halaman
    Pengelolaan B3
    Rinan Dwi Utari
    Belum ada peringkat
  • A
    A
    Dokumen14 halaman
    A
    Rinan Dwi Utari
    Belum ada peringkat
  • Bakteri 1
    Bakteri 1
    Dokumen8 halaman
    Bakteri 1
    Rinan Dwi Utari
    Belum ada peringkat
  • E Coli
    E Coli
    Dokumen1 halaman
    E Coli
    Rinan Dwi Utari
    Belum ada peringkat
  • Biomol 10
    Biomol 10
    Dokumen8 halaman
    Biomol 10
    Choi Hyo Ra SaranghaeElfshawol
    Belum ada peringkat
  • Biomol 7
    Biomol 7
    Dokumen2 halaman
    Biomol 7
    Rinan Dwi Utari
    Belum ada peringkat
  • Penda Hulu An
    Penda Hulu An
    Dokumen8 halaman
    Penda Hulu An
    Rinan Dwi Utari
    Belum ada peringkat