Anda di halaman 1dari 5

Wawancara dengan : ARIF RAHMAN

(Pengamat dan Praktisi Pendidikan)


Oleh Dody HP dan Amar Ustadi A.

Sebagai pengamat pendidikan, menurut Bapak bagaimana mutu sumber daya manusia Indonesia saat ini apabila dibandingkan dengan negara lain ? Sebelum kita membandingkan dengan negara lain kita perlu tahu bahwa indonesia itu terdiri dari lebih dari 17 ribu pulau, penduduknya 210 juta, bahasa yang ada, yang teridentifikasi ada 583. Lalu suku induknya lebih dari 100 suku induk. Jadi kalau mau membandingkan dengan negara lain, variabelnya harus dengan negara yang hampir sama keadaannya. Dan di dunia ini tidak ada negara yang sama dengan Indonesia. Sehingga kalau kita mengadakan perbandingan, variabelnya kan harus sama. Sehingga saya pikir tidak adil jika mengadakan perbandingan, misalnya saja dengan Singapura. Singapura itu penduduknya sebanyak Rawamangun (tempat tinggal Arif Rahman-red). Lalu dibanding dengan Malaysia. Malaysia itu bahasanya hampir sama semuanya. Lalu dia negara yang homogen, Islam yang menjadi pegangan. Sedangkan kita negara yang menganut suatu kesatuan dalam keberbedaan. Nah melihat keadaan yang seperti itu, lalu sarana yang ditinggalkan penjajahan Belanda berbeda dengan yang ditinggalkan Inggris. Inggris memberikan infrastruktur yang cukup baik sedangkan Belanda tidak. Sehingga Indonesia ini betul-betul bangkit dari suatu semangat dia sendiri saja. Karena itu, saya tidak pernah terlalu gusar atau menjadi bereakasi sangat berlebihan terhadap mutu pendidikan. Dan mutu pendidikan itupun dinilai dari mutu intelektual atau akademis, tidak pernah dilihat mutu spiritualnya seperti apa. Jadi saya belum pernah mengadakan penelitian yang purna. Kalau saya melihat perbandingan dengan negara Vietnam, Thailand, Singapura, yang dibandingkan apanya ? sementara itu kita membina pendidikan dengan anggaran pendidikan yang sangat rendah sedangkan Malaysia meletakkan cukup tinggi. Jadi variabelnya beda. Kalau umpamanya kita dengan meletakkan anggaran belanja negara untuk pendidikan persentasenya sama saja. Mungkin cukup adil untuk dibandingkan.

Jadi menurut penilaian Bapak bagaimana ? Saya itu dalam menilai manusia itu dari 5 variabel. Yang pertama dari kesehatan. Kedua dari tingkat spiritualnya. Yang ketiga dari tingkat

emosionalnya. Yang keempat dari tingkat intelegensi akalnya. Lalu yang kelima dari tingkat sosialnya. Lima ini yang harus kita ukur. Dalam hal kesehatan, umpamanya orang yang usianya 22 tahun maka sebaiknya tingginya berapa ?. Mungkin tinggi idealnya itu 174 cm untuk laki-laki. Lalu berat badannya berapa ? Mungkin berat badannya paling bagus 64 kg. Secara merata bagaimana keadaan jasmani generasi muda kita. Coba saja diukur. Dan ini yang dicapai oleh negara-negara seperti Jepang. Meskipun Jepang itu negara asia tapi tingginya menyamai orang-orang eropa. Dan sekarang pun negara eropa yang tidak makmur pun tinggi badannya tidak terlalu tinggi. Jadi sekali lagi saya tidak mau memperbandingkan mutu pendidikan Indonesia dengan negara lain. Indonesia hanya memberikan sedikit untuk anggaran pendidikan sementara negara lain seperti Singapura memberikan banyak. Kalau memang uangnya saja sedikit maka masuk di akal saja apabila mutunya juga kecil.

Bagaimana dengan dinaikkan anggaran pendidikan sebesar 24% oleh pemerintah ? Kita harus menghitung sebenarnya kenaikannya itu berapa ? anggaran itu kalau dihitung sebenarnya hanya 3,5 persen. Kenaikan

Tapi masih ada peluang kan Pak ? Kalau peluang sih ada saja, asalkan ada kemauan. Kalau misalnya saya punya uang, taruhlah 600 ribu, maka apa yang harus saya beli jika ingin lebih pandai. Mungkin yang 600 ribu tadi saya sisihkan untuk beli buku, tidak lagi beli pot atau beli baju. Dan sekarang di Indonesia juga begitu, sudahlah berhenti, jangan bangun jalan. Sekarang bangun sekolah. Kesejahteraan gurunya diperbaiki. Mungkin keadaannya akan menjadi lebih baik.

Menurut bapak apakah ada yang salah dengan sistem pendidikan kita ? Tidak, menurut saya tidak ada yang salah dalam sistem pendidikan. Memang negara ini tidak mempunyai uang. Yang kita punya adalah utang. Karena itu kalau memperbaiki pendidikan di Indonesia maka pendidikan ini harus ditopang oleh pemberdayaan masyarakat. Tidak bersandar lagi sama

pemerintah, tapi kepada masyarakat. Sehingga kalau nanti umpamanya ada sekolah yang tidak terlalu bermutu yang salah adalah masyarakatnya. Tidak perlu adanya swastanisasi. Mau negeri atau swasta, kalau mutunya tidak bagus maka berarti daerah itu tidak mempunyai perhatian sama sekali pada sekolah itu. Dan ini yang harus diperbaiki.

Menurut bapak apa saja problem pendidikan di Indonesia sekarang ini ? Menurut saya yang dirasa mendesak adalah pemerataan. Belum semua orang bisa pergi ke sekolah yang baik. Terus yang kedua adalah martabat guru. Guru di Indonesia itu gajinya lebih rendah dari supir pribadi di Jakarta. Sekarang perhatikan saja tidak ada anak ingin menjadi guru. Jarang ada anak yang prestasinya baik, ranking di sekolah, mau menjadi guru. Mereka biasanya semua ingin menjadi insinyur, jadi dokter. Yang menjadi guru itu adalah siswa yang nggak diterima dimanamana. Dengan itu lalu kita akan mengalami mutu guru yang rendah. Dengan mutu guru yang rendah ini kita akan mengharap apa dari pendidikan itu. Kalau umpamanya gaji guru di Malaysia itu 6 juta satu bulan. Di Indonesia gaji guru ada yang 600 ribu satu bulan. Sedangkan gaji supir itu ada yang 1,5 juta setiap bulan. Tukang parkir saja pendapatannya ada yang lebih tinggi dari guru. Permasalahan yang ketiga adalah kurikulum yang pada saat sekarang ini belum mendapatkan bentuk. Maksudnya kurikulum kita sedang mencari bentuk mana yang paling baik. Sehingga guru-guru sendiri juga dengan kurikulum itu bereksperimen. Dan kita harus pahami bahwa ini semua dilalui dengan suatu perjalanan yang panjang. Dan insya Allah akan menjadi lebih baik. Dari martabat guru dan kurikulum itu yang menderita adalah proses belajar mengajar. Proses belajar mengajarnya akan terganggu. Menurut saya itu kurikulum yang baik adalah kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan anak, kurikulum yang bisa membentuk watak anak, kurikulum yang bisa memberikan ketrampilan pada anak. Bukan untuk hidup saja tetapi bisa untuk berteman (bersosialisasi). Pembentukan watak anak dirasakan penting karena selama ini dalam pengajaran soal moral dan budi pekerti (PPKN dan agama) yang diberikan hanya pengetahuan bukan penyikapan. Dan ini harus diubah. Permasalahan yang keempat adalah fasilitas. Di daerah-daerah tertentu ada sekolah yang kelasnya hanya disekat-sekat oleh papan dan 6 kelas gurunya hanya ada 2. Mereka mengajar kelas yang berbeda secara bersamaan, bolak-

balik. Dan hal itu banyak jumlahnya. Dan menurut saya yang paling salah adalah rakyat Indonesia sendiri. Mereka kelihatan tega dengan hal itu. Seharusnya kalau melihat keadaan sekolah seperti itu masyarakat (rakyat) jangan hanya berdiam diri saja. Masyarakat harus bangkit untuk memperbaiki. Jadi jangan hanya menyalahkan pemerintah saja. Lagi pula banyak permasalahan lain yang dihadapi pemerintah selain pendidikan.

Bagaimana menurut Bapak tentang rencana perubahan UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional ? Ya memang harus diubah. Banyak yang harus diubah. Banyak yang sudah tidak relevan. Misalnya saja tentang kurikulum. Nanti kurikulumnya adalah kurikulum berbasis kompetensi. Selama ini pengajaran terlalu menekankan pada masalah kognisi (pengetahuan dan tahu), itu namanya basisnya kognisi. Kalau kompetensi lalu basisnya adalah ketrampilan, yang diukur adalah kemampuan. Pengajaran yang sekarang ada hanya sebatas teori dan prakteknya jarang sekali disentuh. Oleh karena itu kurikulum pengajaran harus diarahkan kesana (kurikulum berbasis kompetensi).

Bagaimana implikasi pelaksanaan otonomi daerah terhadap pendidikan ? Menurut saya bagus. Otonomi daerah itu memberdayakan orang-orang di daerah untuk bisa mengambil keputusan sendiri. Membentuk organisasinya sendiri. Jadi jati dirinya lebih tinggi. Dia tidak hanya menjadi orang yang mau menerima saja, tetapi jadi orang yang menentukan. Dan orang yang menentukan itu berarti mempunyai jati diri dan jati diri sendiri sangat penting dalam kehidupan manusia. Bahwa nantinya (dalam pelaksanaan) terdapat kesalahan, satu kali dua kali, itu tidak apa-apa. Itu bagus.

Tapi ada pendapat bahwa otonomi daerah malah akan memperlebar jurang mutu pendidikan antar daerah, itu bagaimana pak ? Ya kalau umpamanya daerahnya itu ada yang malas-malas dan diam saja maka mutunya juga tidak akan naik. Jadi semuanya harus kerja keras. Kalau semuanya kerja keras maka nanti mutunya akan menjadi baik. Perbedaannya antara yang sangat baik dan baik. Bukan yang baik dan yang jelek. Semua harus mau kerja keras.

Seperti saya memberi kepercayaan kepada murid antara si A, si B dan si C. Ini bukunya, coba disuruh belajar sendiri. Ada yang belajar, ada yang bukunya dipegang sajadan ada yang bukunya tidak dipegang. Mana yang akan lebih pandai nantinya ? tentu yang belajar bukan ?! Jadi ini tergantung pada semangatnya, jangan menyalahkan pusat. Daerah itu sendiri yang akan menentukan bagaimana mutunya akan ditingkatkan.

Anda mungkin juga menyukai