Anda di halaman 1dari 3

Prospek Pengembangan Agroindustri Biofarmaka

Options
o o o

< Prev Next >

Posted By: AnonMon Apr 17, 2000 10:46 pm |

Suara Pembaruan Daily SUARA DARI BOGOR Prospek Pengembangan Agroindustri Biofarmaka Prof Bungaran Saragih M.Ec Di masa lalu (era Orde Baru), kebijakan industrialisasi pro-impor (khususnya kebijakan kurs rupiah) yang ditempuh Indonesia, kurang memberi insentif untuk berkembangnya industri-industri yang menggunakan bahan baku di dalam negeri (domestic resources based), termasuk industri farmasi. Hampir semua bahan baku farmasi di Indonesia selama ini bersumber dari impor. Padahal, Indonesia memiliki keanekaragaman hayati (biodiversity) yang paling kaya di seluruh dunia yang sebagian besar sumber daya alamnya dapat digunakan sebagai bahan baku farmasi. Saat ini, setelah mata uang rupiah terkoreksi hampir 300 persen selama krisis ekonomi, kesempatan untuk mengembangkan industri farmasi yang berbasis pada sumber daya domestik sangat terbuka. Bahkan, dengan disertai pengembangan teknologi, Indonesia akan mempu menjadi salah satu negara yang unggul dibidang agroindustri biofar tropika (Biofarmaka). Agroindustri biofarmaka yang dimaksud adalah suatu industri yang memanfaatkan keanekaragaman hayati (flora dan fauna) bahan farmasi (tanaman dan hewan) tropis untuk menghasilkan produk akhir berupa produk-produk farmasi baik untuk kebutuhan manusia, hewan maupun tanaman. Pasar Potensial Dari sisi potensi pasar, dengan jumlah penduduk Indonesia yang cukup besar, disertai dengan peningkatan daya beli dan kesadaran akan pentingnya kesehatan dan kebugaran, merupakan pasar yang sangat potensial bagi produk-produk agribisnis biofarmaka. Dengan perkiraan kasar, jika pengeluaran setiap orang pada produk-produk farmasi (obat-obatan, jamu-jamuan, dan bahan-bahan kosmetik) Rp 20.000 per tahun saja, berarti dengan penduduk 200 juta orang, potensi pasar produk farmasi di Indonesia adalah sekitar Rp 4 triliun per tahun. Selain itu, masuknya konsep "tampil bugar dan cantik" sebagai value bagi masyarakat khususnya di kalangan wanita yang merupakan 51 persen penduduk Indonesia, akan meningkatkan permintaan akan produk-produk farmasi kecantikan dan kebugaran.

Perubahan perilaku konsumen masyarakat internasional untuk kembali pada konsep kesehatan dan kecantikan alamiah (back to nature), juga akan meningkatkan permintaan produk-produk biofarmaka. Di samping itu, makin meningkatnya kesadaran masyarakat internasional tentang kelestarian lingkungan hidup, telah mengubah perilaku permintaan obat-obatan hewan dan pestisida. Pestisida yang menggunakan bahan-bahan kimia anorganik, makin ditinggalkan dan beralih kepada pestisida yang menggunakan bahan-bahan kimia organik yang biodegradable. Perubahan ini juga akan meningkatkan permintaan produk-produk biofarmaka. Kemudian dari sisi potensi sumber daya, Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang menjadi bahan-bahan dasar untuk bermacam-macam produk farmasi. Selain keanekaragaman hayati, Indonesia juga memiliki banyak ramuan (formula) produk-produk farmasi internasional baik untuk kebutuhan manusia, hewan maupun tumbuhan yang terdapat hampir pada semua etnis di Indonesia. Berbagai formula farmasi tradisional yang berbahan baku lokal seperti formula pengobatan diabetes (bidara upas, kunyit, tapak dara), formula pengobatan penyakit ginjal (tempuyung, kumis kucing, keji beling), formula pengobatan lever (brotowali, bambu kuning, inggu), formula mempertahankan vitalitas (purwoceng, pasak bumi, lengkuas), formula penyubur rambut (waru, lidah buaya, asem jawa), formula pencegahan bau badan dan pelangsing tubuh (beluntas, jati belanda, kemangi, kecombrang) dan banyak lagi yang dapat ditemukan sebagai bahan dari budaya farmasi tradisional setiap etnis di Indonesia. Bila formula farmasi tradisional tersebut yang umumnya bersifat public property right, dilakukan pengujian ilmiah dan dimodernisasi akan dapat dijadikan sebagai private property right yang siap untuk dikomersialisasikan. Strategi Pengembangan Untuk mengembangkan agroindustri biofarmaka ke depan, Indonesia perlu melakukan eksplorasi dan menginventarisasi seluruh keragaman hayati bahan-bahan farmasi tradisional dan formula serta teknologi farmasi tradisional yang terdapat pada setiap etnis di Indonesia. Hasil eksplorasi dan inventarisasi tersebut menjadi bank biofarmaka yang dapat dijadikan bahan dasar untuk menghasilkan berbagai produk farmasi. Produk biofarmaka yang memiliki atribut natural, healty and save our biodiversity diperkirakan akan mampu memiliki pangsa yang cukup besar baik di pasar domestik maupun di pasar internasional. Namun dengan hanya mengandalkan keunggulan komparatif (comparative advantage), yakni keanekaragaman hayati dan formula farmasi tradisional, sebagai sumber pertumbuhan bagi industri biofarmaka belumlah cukup. Oleh sebab itu, sumber pertumbuhan baru harus ditemukan secepatnya. Sumber pertumbuhan yang dapat sustainable adalah teknologi atau inovasi baru. Kemampuan dalam melakukan perubahan teknologi inilah yang menentukan kemampuan bersaing (comparative advantage) agroindustri biofarmaka modern.

Dengan melakukan perubahan teknologi yang sangat cepat, diperoleh manfaat ganda yakni efisiensi produksi (minimisasi biaya) dan efisiensi dalam merespons perubahan pasar yang terjadi. Oleh karena itu, agar mampu naik kelas, yakni menjadi teknologi baru sebagai sumber pertumbuhan sekaligus kekuatan daya saing, agroindustri biofarmaka harus memiliki research and development (R&D) yang tangguh. Jika tidak, maka hanya akan menjadi mata rantai pemasaran agroindustri biofarmaka multinasional yang hanya hidup dari margin pemasaran yang marginal dan tidak akan mampu menjadi global player. Untuk membangun suatu R&D yang tangguh, jelas memerlukan investasi besar baik untuk pengembangan peralatan Riset maupun merekrut tenaga ahli. Oleh sebab itu, kerja sama atau mengembangkan jaringan R&D dengan lembaga penelitian dan perguruan tinggi yang ada di Indonesia sangat layak dan ekonomis, karena biaya perekrutan tenaga ahli dan investasi laboratorium tidak terlalu besar. Lembaga penelitian dan perguruan tinggi memiliki banyak tenaga ahli, seperti ahli farmakologi, ahli bioteknologi, ahli biokimia, ahli phisiologi, ahli biologi (botani, zoologi), ahli mikrobiologi, ahli patologi, parasitologi, ahli biologi molekuler dan lain-lain, yang dibutuhkan untuk mengembangkan biofarmaka. Bila agroindustri biofarmaka dapat dikembangkan secara serius, Indonesia dapat menjadi salah satu global player biofarmaka terpenting di pasar internasional. u

Anda mungkin juga menyukai