Anda di halaman 1dari 7

BAB III PEMBAHASAN

Adapun dalam bab ini akan dibahas mengenai: 1. Diagnosis 2. Penanganan 3. Komplikasi 4. Prognosis

A. DIAGNOSIS Diagnosis dalam kasus ini ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fifik. Aadapun dalam anamnesis dan pemeriksaan fisik kita perlu mencari mengenai penyebab luka bakar, kedalaman luka bakar, dan luas luka bakar.1,7,8 Pada kasus ini dari anamnesis didapatkan adanya luka dan nyeri pada seluruh badan akibat terkena api, yang dialami penderita sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit. Hal ini menunjukan bahwa etiologi luka bakar dari kasus ini adalah luka bakar karena kontak dengan sumber termis atau suhu tinggi (Thermal Burn) berupa api. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan dan atau kehilangan jaringan disebabkan kontak dengan sumber yang memiliki suhu sangat tinggi, yang bisa disebabkan karena suhu tinggi (api), bahan kimia, sengatan listrik, dan radiasi.1,2

32

Adapun dalam pemeriksaan fisik ditemukan hal-hal sebagai berikut: Thorax : Regio hemithorax dextra, setinggi ICS III-IV linea midclavicularis : luka bakar dengan jaringan eskar. Luas Luka Bakar (LLB) 2% Abdomen : Region lumbalis dextra : luka bakar dengan jaringan eskar. LLB 3% Ekstremitas superior : Regio antebrachi dextra : luka bakar dengan jaringan eskar. LLB 3%. Regio brachi sinistra : luka bakar dengan jaringan eskar. LLB 2%. Regio antebrachi sinistra : luka bakar dengan jaringan eskar. LLB 4%. Ekstremitas inferior : Regio femur dextra : luka bakar dengan jaringan eskar. LLB 8% Regio cruris dextra : luka bakar dengan jaringan eskar. LLB 9%

33

Regio cruris sinistra : luka bakar dengan jaringan eskar. LLB 9%. Pada kasus ini ditemukan adanya luka bakar dengan jaringan eskar. Eskar adalah jaringan yang mengalami kerusakan akibat trauma termis. Eskar dapat ditemukan pada luka bakar derajat II dan luka bakar derajat III. Pada derajat II kerap dijumpai eskar tipis di permukaan dan pada derajat III adanya eskar menyebabkan kulit yang terbakar tampak berwarna pucat atau lebih putih.1 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa luka bakar pada kasus ini merupakan luka bakar derajat II-III. Luas luka bakar dinyatakan dalam persen terhadap luas seluruh tubuh. Pada orang dewasa digunakan rumus 9, yaitu luas kepala dan leher, dada, punggung, perut, pinggang dan bokong, ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas kiri, paha kanan, paha kiri, tungkai dan kaki kanan, serta tungkai dan kaki kiri masing-masing 9%, sisanya 1% adalah daerah genitalia.7,8,9 Pada kasus ini ditemukan pada regio hemithorax dextra, setinggi ICS IIIIV linea midclavicularis Luas Luka Bakar (LLB) 2%, region lumbalis dextra LLB 3%, regio antebrachi dextra LLB3%, regio brachi sinistra LLB 2%, Regio antebrachi sinistra LLB 4%, regio femur dextra LLB 8%, regio cruris dextra LLB 9%, dan pada regio cruris sinistra LLB 9%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa luas luka bakar (LLB) pada kasus ini berjumlah 40%. Dari pembahasan-pembahasan yang ada diatas berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik maka kasus ini didiagnosis sebagai Combustio (Luka Bakar) grade II-III LLB 40% ec Api.

34

B. Penanganan Penaganan pada kasus ini berupa: IVFD RL Kateter terpasang Ceftriaxone 2 x 1 gr IV Ketorolac 3% 2 x 1 amp IV Metronidasol 3 x 500 mg drips IV Pro Debridement dengan General Anastesi (GA) elektif Pemberian cairan intravena bertujuan untuk memperbaiki sisrkulasi dan mempertahankannya. Sebelum pemberian cairan intravena luas dan kedalaman luka bakar harus ditentukan terlebih dahulu karena indikasi pemberian cairan intravena adalah luka bakar derajat II atau III > 25% dan penderita tidak dapat minum. Jumlah ciran infuse yang akan diberikan dihitung dengan metode Baxter, metode Evans-Brooke atau metode lainnya. Pemberian dihentikan bila intake oral dapat menggantikan parenteral.1,7,8 Pada kasus ini pemberian cairan intravena menggunakan metode Baxter. Kebutuhan cairan dalam 24 jam pertama adalah 4ml/kg/%luas luka bakar; pemberiannya berdasarkan pedoman berikut : Separuh kebutuhan diberikan dalam 8 jam pertama pasca trauma, separuh kebutuhan diberikan dalam 16 jam sisanya. Kebutuhan cairan dalam 24 jam kedua adalah separuh jumlah kebutuhan hari pertama. Kebutuhan cairan hari ketiga dan selanjutnya disesuaikan dengan diurese dan keadaan umum penderita. Kecukupan cairan dinilai dari produksi urin 0,5 mL/kg/jam. Sebagai monitor dipasang kateter. Pada metode resusitasi ini digunakan kristaloid, yaitu Ringers Lactate (RL).1,5,7,8

35

Pemberian antibiotic pada kasus luka bakar diberikan untuk mencegah infeksi. Pemberian antibiotic bisa sebagai profilaksis dan atau terapetik, yang diberikan secara sistemik dan atau topical. Pemberian antibiotic disesuaikan dengan epidemiologi kuman di ruangan, bila ada infeksi antibiotic diberikan berdasarkan hasil biakan dan uji kepekaan kuman.1,7 Pada kasus ini diberikan Ceftriaxone 2 x 1 gr IV dan Metronidasol 3 x 500 mg drips IV. Analgetik pada kasus luka bakar dapat diberikan bila penderita kesakitan.7 Pada kasus ini diberikan ketorolac 3% 3x1 amp IV. Pada kasus ini direncanakan untuk dilakukan tindakan debridement. Debridement merupakan bagian dari penatalaksanaan luka yang disebut eksisi dini. Dimana eksisi dini adalah tindakan pembuangan jaringan nekrosis (nekrotomi) dan debris (debridement). Debridement bertujuan untuk

menghilangkan jaringan yang terkontaminasi oleh bakteri dan benda asing, sehingga pasien dilindungi terhadap kemungkinan invasi bakteri dan bertujuan untuk menghilangkan jaringan yang sudah mati atau eskar dalam persiapan bagi graft dan kesembuhan luka. Debridement diusahakan sedini mungkin dan dilakukan setelah keadaan penderita stabil.1,7 Adapun dalam kasus ini penderita memiliki riwayat dilakukan debridement sebanyak 2x di RS. Gunung Maria walau demikian penderita tetap direncanakan untuk dilakukan debridement kembali karena dalam klinisnya masih ditemukan adanya eskar pada luka bakar. Teapi pada kasus ini penderita menolak untuk dilakukan debridement.

36

Dalam penanganannya perwatan luka juga dilakukan dalam kasus ini. Dalam perawatan luka, menjaga kebersihan luka merupakan suatu hal yang bersifat prinsipil; mutlak dilakukan. Dalam pembersihan luka, merode terbaik adalah pencucian luka. Pencucian ini dilakukan dalam upaya minimalisasi kemungkinan infeksi. Beberapa kasus memerlukan perawatan luka tertutup, sebagian memerlukan perawtan terbuka.1 Pada kasus ini luka dicuci setiap kali penggantian balutan. Luka dicuci dengan larutan NaCl 0,9 %. Selanjutnya diberikan antibiotic topical berupa silver sulfadiazine 1% dan dilakukan perawatan luka secara tertutup dengan

menggunakan kasa (gauze). Perawatan luka yang tertutup memiliki banyak manfaat untuk kondisi luka yang eksudatif. Penutupan luka menggunakan bahan yang bersifat adsorben menyerap eksudat misalnya kasa hidrofilik atau balutan sintetis yang ditujukan untuk kegunaan tersebut. Secara rasional, perawatan tertutup dengan tujuan ini dilakukan selama masih dijumpai eksudat.1

C. Komplikasi Pada kasus ini komplikasi yang ditemukan berupa gangguan kosmetik akibat jaringan parut.

37

D. Prognosis Prognosis dari kasus ini dinilai dari beberapa faktor sebagai berikut : 1. Faktor penderita : penderita merupakan perempuan, usia 41 tahun, dengan status gizi baik yang tidak disertai dengan kelainan premorbid. Teori mengatakan bahwa prognosis luka bakar umumnya lebih buruk pada usia yang sangat muda dan lanjut, terjadi pada laki-laki, dengan status gizi yang kurang dan bila disertai kelainan komorbid.1 2. Faktor trauma : Combustio grade II-III LLB 40% ec Api tanpa trauma penyerta dengan respon individu baik. Secara teori luka bakar yang disebabkan oleh api berprognosis lebih baik dibandingkan dengan penyebab luka bakar yang lain. Disamping itu kedalamn luka bakar dan luas luka bakar juga mempengaruhi prognosis. Semakin dalam dan luas luka bakar maka prognosis semakin buruk. Akan tetapi hal ini tergantung pula pada

penatalaksanaan pada luka bakar itu sendiri.1 3. Faktor penatalaksanaan : pada kasusu ini penatalaksanaan pada fase awal, fase setelah fase akut dan perawatan luka dilakukan sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku sehingga bisa dikatakan kasus ini berprognosis baik. Dengan demikian prognosis pada kasus ini dapat disimpulkan dubia ad bonam.

38

Anda mungkin juga menyukai