Anda di halaman 1dari 38

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA

A.

Konsep Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu indera penglihatan, penginderaan, penciuman, perasa dan peraba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Dalam waktu pengindraan akan menghasilkan pengetahuan tersebut sangat di pengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. (Notoatmodjo, 2010) 2. Tingkat Pengetahuan a. Tahu (Know) Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Tahu diartikan sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Kata kerja untuk mengukur orang tahu tentang sesuatu yang dipelajari antara lain, menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan dan menyatakan. Dengan contoh : tahu tentang pengertian seksualitas, dan bahaya seks pranikah (Notoatmodjo, 2010)

11

12

b.

Memahami (Comprehension) Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan tentang obyek yang diketahui dan menginterprestasikan materi secara benar. Memahami suatu objek bukan sekedar hanya tahu terhadap objek, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterprestasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut. Misalnya orang yang memahami bahaya seks pranikah dengan cara di berikannya penyuluhan tentang pendidikan seksual. (Notoatmodjo, 2010)

c.

Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada kondisi atau situasi riil (sebenarnya). Aplikasi juga diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain. Misalnya seseorang yang telah paham tentang proses perencanaan, ia harus dapat membuat perencanaan program kesehatan ditempat ia bekerja (Notoatmodjo, 2010)

d.

Analisis (Analysis) Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang

13

tersebut sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah membedakan, atau memisahkan, mengelompokan, membuat diagram terhadap pengetahuan atau objek tersebut (Notoatmodjo,2010). e. Sintestis (synthesis) Sintesis menunjuk untuk suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakan dalam sutu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada. Misalnya dapat membuat atau meringkas dengan kata-kata atau kalimat sendiri tentang hal yang telah dibaca, atau didengar, dan dapat membuat kesimpulan tentang artikel yang telah dibaca (Notoatmodjo, 2010). f. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku dimasyarakat. Misalnya seorang ibu dapat menilai tentang perilaku seksual anaknya yang sampai hamil diluar nikah (Notoatmodjo, 2010)

14

3.

Cara Memperoleh Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2010) dari berbagai macam cara yang telah digunakan orang untuk memperoleh pengetahuan, maka dapat dikelompokan menjadi dua yaitu: a. Cara Tradisional atau Nonilmiah Cara kuno atau tradisional ini dipakai untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sebelum ditemukannya metode ilmiah atau metode penemuan secara sistematik dan logis adalah dengan cara non ilmiah, tanpa melalui penelitian. Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode ini antara lain meliputi: 1) Coba-coba Salah (Trial and Error) Cara memperoleh kebenaran non ilmiah, yang pernah digunakan oleh manusia dalam memperoleh pengetahuan adalah melalui cara coba-coba atau dengan kata yang lebih dikenal trial and error. Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, bahkan mungkin sebelum adanya keberadaban. Pada waktu seseorang apabila menghadapi persoalan atau masalah, upaya pemecahannya dilakukan dengan coba-coba saja. Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan beberapa kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain.

15

2) Secara Kebetulan Penemuan kebenaran secara kebetulan terjadi karena tidak disengaja oleh orang yang bersangkutan. Salah satu contoh adalah penemuan enzim urease oleh Summers pada tahun 1926. 3) Cara Kekuasaan atau Otoritas Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali kebiasaan-kebiasaan dan tradisi-tradisi yang dilakukan oleh orang, tanpa melakukan penalaran apakah yang dilakukan tersebut baik atau tidak. Para pemegang otoritas baik pemimpin pemerintahan, tokoh agama, maupun ahli ilmu pengetahuan pada prinsipnya mempunyai mekanisme yang sama didalam penemuan pengetahuan, prinsip inilah orang lain menerima pendapat yang dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas, tanpa terlebih dulu menguji atau membuktikan kebenarannya, baik berdasarkan fakta empiris ataupun berdasarkan penalaran sendiri. Hal ini disebabkan karena orang yang menerima pendapat tersebut menganggap bahwa apa yang dikemukakannya adalah sudah benar. 4) Berdasarkan Pengalaman Pribadi Pengalaman adalah guru yang baik, demikian bunyi pepatah. Pepatah ini mengandung maksud bahwa pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu

16

merupakan

suatu

cara

untuk

memperoleh

kebenaran

pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadi dapat dikatakan bahwa induksi beranjak dari hal-hal yang konkret kepada hal-hal yang abstrak. 5) Deduksi Deduksi adalah pembuatan kesimpulan dari

pernyataan-pernyataan umum ke khusus. Aristoteles (384-322 SM) mengembangkan cara berpikir deduksi ini merupakan suatu bentuk deduksi yang memungkinkan seseorang untuk dapat mencapai kesimpulan yang lebih baik. Di dalam proses berpikir deduksi berlaku bahwa sesuatu yang dianggap benar secara umum pada kelas tertentu, berlaku juga kebenarannya pada semua peristiwa yang terjadi pada setiap yang termasuk dalam kelas itu. b. Cara Ilmiah dalam Memperoleh Pengetahuan Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian ilmiah, atau lebih populer disebut metodologi penelitian.

17

4.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan a. Faktor Internal 1. Pendidikan Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat

meningkatkan kualitas hidup. Menurut YB mantra yang dikutip Notoatmodjo (2003), pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam membangun (Nursalam, 2003) pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi. (Wawan & dewi, 2010) 2. Pekerjaan Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2003), pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak cara mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak

18

tantangan. Sedangkan bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. (Wawan & Dewi, 2010) 3. Umur Menurut Elisabeth BH yang dikutip Nursalam (2003), usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Sedangkan menurut Huclok (1998) semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa dipercayai dari orang yang belum tinggi kedewasaannya. Hal ini termasuk sebagian dari pengalaman dan kematangan jiwa(Wawan & Dewi, 2010). b. Faktor Eksternal 1. Faktor lingkungan Menurut Mariner yang dikutip dari narusalam (2003). Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi

perkembangan dan perilaku orang atau kelompok (Wawan & Dewi, 2010). 2. Sosial Budaya Sistem sosial budaya yang ada di masyarakat dapat mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi (Wawan & Dewi 2010).

19

5.

Pengukuran Pengetahuan Menurut Arikunto (2006) pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan cara wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden yang disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan pengetahuan yang diukur.

B.

Konsep Remaja 1. Pengertian Remaja

Menurut Mappiare dalam Firmansyah (2010) mengungkapkan bahwa remaja yaitu berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai 22 tahun bagi pria. Menurut Wirawan dalam Firmansyah (2010), masa remaja adalah masa transisi dari periode anak menuju dewasa. Menurut Piaget mengatakan bahwa remaja adalah suatu usia dimana individu menjadi terintegrasi kedalam masyarakat dewasa, suatu usia dimana anak tidak merasa bahwa dirinya dibawah dirinya tingkat yang lebih tua melainkan merasa sama atau paling tidak sejajar. 2. Ciri-ciri Umum Masa Remaja Remaja mengalami berbagai perubahan, baik fisik maupun psikis. Perubahan yang tampak jelas adalah perubahan fisik, dimana tubuh berkembang pesat sehingga mencapai bentuk tubuh orang dewasa

20

yang disertai pula dengan perkembangannya kapasitas reproduktif. Selain itu remaja juga berubah secara kognitif dan mulai mampu berfikir abstrak seperti orang dewasa. Pada periode ini pula remaja mulai melepaskan diri secara emosional dari orang tua dalam rangka menjalankan peran sosialnya yang baru sebagai orang dewasa. (ClarkeStewart & Friedman, 1987 dalam Agustiani 2006). Menurut Konopka, (1973) dalam Agustiani, (2006) Secara umum masa remaja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut: a. Masa Remaja Awal (12-15 tahun) Pada masa ini individu mulai meninggalkan peran sebagai anak-anak dan berusaha mengembangkan diri sebagai individu yang unik dan tidak tergantung pada orang tua. Fokus diri tahap ini adalah penerimaan terhadap bentuk dan kondisi fisik serta adanya konformitas yang kuat dengan teman sebayanya. b. Masa Remaja Pertengahan (15-18 tahun) Masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berpikir yang baru. Teman sebaya masih memiliki peran yang penting, namun individu sudah lebih mampu mengarahkan diri sendiri (self-directed). Pada masa ini remaja mulai

mengembangkan kematangan tingkah laku, belajar mengendalikan impulsivitas dan membuat keputusan-keputusan awal yang berkaitan dengan tujuan vokasional yang ingin dicapai. Selain itu penerimaan lawan jenis menjadi penting bagi individu.

21

c.

Masa remaja Akhir (19-22 tahun) Masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-peran orang dewasa. Selama periode ini remaja berkeinginan kuat untuk menjadi matang dan diterima dalam kelompok teman sebaya dan orang dewasa.

3.

Proses Perubahan pada masa Remaja Remaja masa remaja di kenal sebagai salah satu peride dalam rentang kehidupan manusia yang memiliki beberapa keunikan tersendiri. Keunikan tersebut bersumber dari kedudukan masa remaja sebagai periode teransisional antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Kita semua mengetahui bahwa antara anak-anak dan orang dewasa ada beberapa perbedaan yang bersipat biologis atou pisiologis juga bersipat pisikologis. Pada masa remaja perubahan-perubahan besar terjadi dalam ke dua aspek tersebut, sehingga dapat di katakan bahwa ciri umum yang menonjol pada masa remaja adalah berlangsungnya perubahan itu sendiri, yang dalam interaksinya dengan lingkungan sosial membawa berbagai dampak pada prilaku remaja. Secara ringkas perubahan tersebut dan interaksi antara beberapa aspek yang berubah selama masa remaja bisa di uraikan secara berikut : (Lerner & Hultsch, 1983 dalam Agustiani, 2006) a. Perubahan Fisik Rangkaian perubahan yang paling jelas yang nampak dialami oleh remaja adalah perubahan biologis dan fisiologis yang

22

berlangsung pada masa pubertas atau pada awal masa remaja, yaitu sekitar umur 11-15 tahun pada wanita dan 12-16 tahun pada pria (Hurlock, 1973 dalam Agustiani, 2006). Hormon-hormon di produksi oleh kelenjar endokrin, dan ini membawa perubahan dalam ciri-ciri seks primer dan munculkan ciri-ciri seks sekunder. Gejala ini memberi isyarat bahwa fungsi reproduksi atau kemampuan untuk menghasilkan keturunann sudah mulai bekerja. Seiring dengan itu berlangsung pula pertumbuhan yang pesat pada tubuh dan anggota-anggota tubuh untuk mencapai proporsi seperti orang dewasa. Seorang individu lalu mulai terlihat berbeda, dan sebagai konsekuensi dari hormon yang baru dia sendiri mulai merasa adanya perbedaan. b. Perubahan Emosionalitas Akibat langsung dari perubahan fisik dan hormonal tadi adalah perubahan dalam aspek emosionalitas pada remaja sebagai akibat dari perubahan fisik dan hormonal tadi, dan juga pengaruh lingkungan yang terkait dengan perubahan badaniah tersebut. Hormonal menyebabkan perubahan seksual dan

menimbulkan dorongan-dorongan dan perasaan-perasaan baru. Keseimbangan hormonal yang baru menyebabkan individu merasakan hal-hal yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Keterbatasannya untuk secara kognitif mengolah perubahanperubahan baru tersebut bisa membawa perubahan besar dalam

23

fluktuasi emosinya. Dikombinasikan dengan pengaruh-pengaruh sosial yang juga senantiasa berubah, seperti tekanan dari teman sebayanya, media masa, dan minat pada jenis seks lain, remaja menjadi lebih terorientasi secara seksual. Ini semua menuntut kemampuan pengendalian dan pengaturan baru atas perilakunya. c. Perubahan Kognitif Semua perubahan fisik yang membawa implikasi perubahan emosional tersebut makin dirumitkan oleh fakta bahwa individu juga sedang mengalami perubahan kognitif. Perubahan dalam kemampuan berfikir ini diungkapkan oleh Piaget (1972) yang disebut sebagai tahap normal operation dalam perkembangan kogntifit sebagai tahap terakhirfnya. Dalam tahapan yang bermula pada umur 11 atau 12 tahun ini, remaja tidak lagi terikat realitas fisik yang konkrit dari apa yang ada, remaja mulai mampu berhadapan dengan aspek-aspek yang hipotesis dan abstrak dari realitas. d. Implikasi Psikoseksual Semua perubahan yang terjadi dalam waktu yang singkat itu membawa akibat bahwa fokus utama dari perhatian remaja adalah dirinya sendiri. Secara psikologis proses-proses dalam diri remaja semuanya telah mengalami perubahan, dan komponen-komponen fisik, fisiologis, emosional, dan kognitif sedang mengalami perubahan besar.

24

C.

Konsep Prilaku 1. Pengertian Perilaku Dari aspek biologis perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan. Oleh sebab itu dari segi biologis, semua makhluk hidup mulai dari binatang sampai dengan manusia, mempunyai aktivitas masing-masing. (Notoatmodjo, 2010) Skiner (1938) seorang ahli psikologi merumuskan bahwa perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus), tanggapan, dan respon. (Wawan dan dewi, 2010) Perilaku manusia dapat dikelompokan menjadi dua, yakni: a. Perilaku Tertutup (covert behavior) Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimilus tersebut masih belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respons seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. (Notoatmodjo, 2010) b. Perilaku Trerbuka Perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau observable behavior. (Notoatmodjo, 2010) 2. Ranah (Domain) Perilaku

25

Meskipun perilaku dibedakan antara perilaku tertutup (covert), maupun perilaku terbuka (overt) seperti telah diuraikan sebelumnya, tetapi sebenarnya perilaku adalah totalitas yang terjadi pada orang yang bersangkutan. Dengan perkataan lain, perilaku adalah merupakan keseluruhan (totalitas) pemahaman dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama antara faktor internal dan eksternal tersebut. Menurut Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikoligi pendidikan membedakan adanya 3 domain perilaku yaitu : a. Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap obyek melalui indar yang dimilikinya. (notoatmodjo, 2010) b. Sikap (Attitude) Sikap adalah juga respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau obyek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang,-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Compbell (1950) mendefinisikan bahwa sikap itu suatu sindrom atau kumpulan gejala dalam merespons stimulus atau obyek. Sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain. c. Tindakan atau Praktik (Practice)

26

Sikap belum terwujud dalam tindakan, sebab untuk terwujudnya tindakan perlu faktor lain antara lain adanya fasilitas, sarana dan prasarana. 3. Faktor yang mempengaruhi perilaku a. Faktor Eksternal: 1) Pengalaman 2) Fasilitas 3) Sosio Budaya b. Faktor Internal: 1) Persepsi 2) Pengetahuan 3) Keinginan 4) Motivasi 5) Niat 6) Sikap

D.

Konsep Seksualitas 1. Pengertian seksualitas Secara hariah seks dapat dimaknai dengan alat kelamin atau aktivitas yang berhubungan dengan alat kelamin (Wulandari, 2011). Menurut Masters, Johnson dan Kolodny (1992) seksualitas menyangkut berbagai dimensi yang sangat luas diantaranya adalah : a. Dimensi Biologis

27

Berdasarkan

perspektif

biologis

(fisik),

seksualitas

berkaitan dengan anatomi dan fungsional alat reproduksi atau alat kelamin manusia. Termasuk didalamnya bagaimana menjaga kesehatannya dari gangguan seperti penyakit menular seksual, Infeksi saluran reproduksi, bagaimana memfungsikannya secara optimal sebagai alat reproduksi sekaligus alat rekreasi serta dinamika muncul dorongan seksual secara biologis. b. Dimensi Psikologis Berdasarkan dimensi ini, seksualitas berhubungan erat dengan bagaimana manusia menjalani fungsi seksual, sesuai dengan identitas jenis kelaminnya dan bagaimana dinamika aspekaspek psikologis (kognisi, emosi, motivasi, perilaku) terhadap seksualitas itu sendiri, serta bagaimana dampak psikologis dari keberfungsian seksualitas dalam kehidupan manusia.

c. Dimensi Sosial Dimensi sosial melihat bagaimana seksualitas muncul dalam relasi antar manusia, bagaimana seseorang beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan tuntutan peran dari lingkungan sosial, serta bagaimana sosialisasi peran dan fungsi seksualitas dalam kehidupan manusia. d. Dimensi Kultural-Moral

28

Dimensi ini menunjukan bagaimana nilai-nilai budaya dan moral mempunyai penilaian terhadap seksualitas. Misalnya di negara Timur, orang belum ekspresif mengungkapkan seksualitas, berbeda dengan di Negara barat. Seksualitas di negara-negara barat pada umumnya menjadi salah satu aspek kehidupan yang terbuka dan menjadi hak asasi manusia. Berbeda halnya dengan moralitas islam, misalnya menganggap bahwa seksualitas sepenuhnya adalah hak Tuhan, sehingga penggunaan dan pemanfaatannya harus dilandasi pada norma-norma agama yang sudah mengatur kehidupan seksualitas manusia secara lengkap. Menurut Marti Blanch & Merri Collier (1993) dalam Imran 1998, seksualitas meliputi lima area : 1) Sensualitas : kenikmatan yang merupakan bentuk interaksi antara pikiran dan tubuh. Umumnya sensualitas melibatkan panca indera (aroma, rasa, penglihatan, pendengaran,

sentuhan) dan otak (organ yang paling kuat terkait dengan seks dalam fungsi fantasi, antisipasi, memory atau pengalaman). 2) Intimacy : ikatan emosional atau kedekatan dalam relasi interpersonal. Biasanya mengandung unsur-unsur :

kepercayaan, keterbukaan diri, kelekatan dengan orang lain, kehangatan, kedekatan fisik, dan saling menghargai. 3) Identitas : peran jenis kelamin yang mengandung peran-peran jender perempuan dan laki-laki serta orientasi seksual. Hal ini

29

juga menyangkut bagaimana seseorang menghayati peran jenis kelamin seseuai dengan jenis kelaminnya, sehingga ia mampu menerima diri dan mengembangkan diri sesuai dengan peran jenis kelaminnya. 4) Lifecyle (lingkaran kehidupan) : aspek biologis dan seksualitas yangg terkait dengan anatomi dan fisiologis organ seksual. 5) Eksplotitation (eksploitasi) : unsur kontrol dan manipulasi terhadap seksualitas seperti kekerasan seksual, pornografi, pemerkosaan dan pelecehan seksual. 2. Tujuan Seksualitas Tujuan seksualitas secara umum adalah meningkatkan kesejahteraan kehidupan manusia, dan secara khusus tujuan dari seksualitas adalah : a. b. c. Prokreasi yaitu mencipttakan atau meneruskan keturunan. Rekreasi yaitu memperoleh kenikmatan biologis atau seksual. Kedua fungsi ini harus seiring Tuhan menggariskan kedua tujuan itu sebagai bentuk keseimbangan hak dan kewajiban yang harus di penuhi oleh manusia dalam suatu ikatan pernikahan yang syah secara hukum negara dan agama. (Imran, 1998). 3. Sikap positif terhadap seksualitas Berkaitan dengan banyaknya anggapan masyarakat yang salah tentang seks, anggapan yang salah itu tentu saja berakibat penyelewengan pemanfaatan seks dalam kehidupan, kurangnya

30

komunikasi yang sehat tentang seks, terutama untuk remaja. (imran, 1998). Oleh karena itu sikap positif terhadap seks menjadi hal yang sangat penting. Berikut tingkah laku yang menunjukan sikap positif terhadap seksualitas : a. b. c. d. e. Menempatkan seks sesuai dengan fungsi dan tujuan. Tidak menganggap seks itu jijik, tabu dan jorok. Tidak dijadikan candaan, bahan obralan murahan. Mengikuti norma atau aturan menggunakannya. Membicarakan dalam konteks ilmiah atau belajar untuk memahami diri dan orang lain serta pemanfaatan secara baik dan benar sesuai dengan fungsi dan tujuan sakralnya. 4. Perkembangan Seksualitas Remaja Masa remaja diawali masa pubertas, yaitu masa terjadinya perubahan-perubahan fisik (meliputi penampilan fisik seperti bentuk tubuh dan proporsi tubuh). Perubahan tubuh ini disertai dengan perkembangan bertahap dari karakteristik karakteristik seksual sekunder. Karakteristik seksual primer mencakup perkembangan organorgan reproduksi sedangkan kerakteristik seksual sekunder mencakup perubahan-perubahan dalam bentuk tubuh sesuai dengan jenis kelamin, misalnya pada remaja putri di tandai dengan perbesaran buah dada, seksual primer dan

31

pinggul, sedangkan pada remaja putra mengalami perbesaran suara, tumbuh bulu di dada, kaki, dan kumis. Karakteristik seksual sekunder ini tidak berhubungan langsung dengan fungsi reproduksi, tetapi perannya dalam kehidupan seksual tidak kalah pentingnya karena berhubungan dengan sex appeal (daya tarik seksual). Kematangan seksual pada remaja ini menyebabkan munculnya minat seksual dan keingingin tahuan remaja tentang seksual. Menurut tanner (1990), minat seksual remaja antara lain: a. Minat dalam permasalahan yang menyangkut kehidupan seksual. Dengan adanya minat terhadap seksual, maka remaja mulai ingin tahu tentang kehidupan seksual manusia. Untuk itu mereka, mencari informasi tentang seks, baik melalui buku, film, gambargambar lain yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Hal ini dilakukan remaja dikarenakan kurangnya terjalinnya komunikasi yang bersifat dialogis antara remaja dan orang dewasa, baik orang tua maupun guru mengenai masalah seksual, dimana kebanyakan masyarakat masih menganggap tabu untuk

membicarakan masalah seksual dalam kehidupan sehari-hari. b. Keterlibatan aspek emosi dan sosial saat berkencan. Perubahan fisik dan fungsi fisiologi pada remaja, menyebabkan remaja mulai tertarik pada lawan jenis yang merupakan akibat timbulnya dorongan-dorongan seksual.

32

Misalnya, pada anak laki-laki dorongan yang ada dalam dirinya teralisasi dengan mendekati teman dekat perempuannya, hingga terjalin hubungan. Dalam berkencan, biasanya para remaja melibatkan aspek emosi yang d ekspresikan dengan berbagai cara, seperti bergandeng tangan, kisising, memberikan tanda mata, bunga, kepercayaan dan sebagainya. c. Minat dalam keintiman secara fisik. Dengan adanya dorongan-dorongan seksual dan rasa ketertarikan terhadap lawan jenis kelaminnya, perilaku remaja mulai di arahkan untuk menarik perhatian lawan jenis kelaminnya dalam rangka mencari pengetahuan mengenai seks, ada remaja yang melakukan secara terbuka bahkan mulai mencoba eksperimen dalam kehidupan seksual. Misalnya dalam berpacaran, mereka mengekspresikan perasaannya dalam bentuk-bentuk perilaku yang menuntut keintiman secara fisik dengan pasangannya, seperti berciuman, bercumbu dst. Perkembangan minat seksual ini menyebabkan masa remaja disebut juga dengan masa keaktifan seksual yang tinggi, yang merupakan masa ketika masalah seksual dan lawan jenis menjadi bahan pembicaraan yang menarik dan penuh dengan rasa ingin tahu tentang masalah seksual (Mohamad, 1995). Sejalan dengan meningkatnya minat terhadap kehidupan seksual, remaja selalu berusaha untuk mencari informasi obyektif

33

mengenai seks (Hurlock, 1973). Oleh karena itu, hal yang paling membahayakan adalah informasi yang diterima remaja berasal dari sumber yang kurang tepat sehingga akhirnya remaja

menginterprestasikannya dengan kurang tepat yang merupakan akibat dari kekurang pahaman remaja terhadap masalah seputar seksual. Kekurang pahaman ini akan memunculkan perilaku seksual remaja yang tidak sehat dan tidak bertanggung jawab seperti melakukan eksperimen ke tempat-tempat Pekerja Seks komesil (PSK), melakukan hubungan seks sebelum nikah dengan pasangannya (pacarnya), melakukan oral seks, dan sebagainya tanpa pertimbangan kemungkinan masa depan kurang cerah bagi dirinya. Keadaan ini tampaknya sudah meluas pula dikalangan remaja Indonesia. Semua perubahan dipengaruhi oleh berfungsinya hormonhormon seksual yaitu testoseron untuk laki-laki dan progestoren serta estrogen untuk perempuan. Hormon-hormon ini jugalah yang berpengaruh terhadap dorongan seksual manusia. Kinsey dkk (1948) serta Udry dan Client (1982) menyimpulkan dari data-data penelitian bahwa anak-anak yang lebih dahulu mengalami pertumbuhan fisik akan lebih cepat berprilaku seks (misalnya mesturbasi atau hubungan seks) dibandingkan yang terlambat mengalaminya. Masters dkk (1992)

34

memperkirakan bahwa ini terjadi kerena hormon akan membuat seseorang lebih sadar terhadap sensasi seksual. Misalnya, hormon testoseron akan menyebabkan seorang anak laki-laki mengalami ereksi. Akibatnya dia menyadari sensasi seksual dan lebih sensitif terhadap stimulasi yang menimbulkan sensasi seksual. Selain itu, kadar testosteron dalam darah juga akan membuat otak mengaktifkan pikiran dan dorongan seks. 5. Tugas Perkembangan Remaja Secara psikis pada fase remaja ini ada 2 aspek yang penting disiapkan: a. Orientasi seksual Heteroseksualitas, rasa tertarik terhadap lawan jenis timbul dan sejalan dengan berkembangnya minat terhadap aktivitas yang berhubungan dengan seks. Keadaan ini ditandai oleh rasa ingin tahu yang kuat dan kehausan akan informasi yang selanjutnya bisa berkembang ke arah tingkah laku seksual yang sesungguhnya. b. Peran seks peran seks adalah menerima dan mengembangkan peran serta kemampuan tertentu selaras dengan jenis kelaminnya. Bagi remaja laki-laki, hal itu mungkin tidak terlalu menjadi masalah, tetapi bagi remaja perempuan bermacam revolusi dan perubahan pandangan atau nilai terhadap peran perempuan yang berlangsung terus menerus sampai saat ini dapat menimbulkan masalah tertentu.

35

Perubahan-perubahan nilai dan norma tentang seks yang terjadi saat ini dapat menimbulkan berbagai persoalan bagi remaja (pelacuran, penyakit kelamin menular, penyimpangan seksual, kehamilan di luar nikah)

E.

Perilaku Seksual Pranikah 1. Seks Pranikah Menurut para ahli, alasan seseorang remaja melakukan hubungan seks di luar nikah ini terbagi dalam beberapa faktor (Dianawati, 2003). a. Tekanan yang datang dari teman pergaulannya. Lingkungan pergaulan yang telah dimasuki oleh seorang remaja dapat juga berpengaruh untuk menekan temannya yang belum melakukan hubungan seks.

b.

Adanya tekanan dari pacarnya. Karena kebutuhan seseorang untuk mencintai dan dicintai, seseorang harus rela melakukan apa saja terhadap pasangannya, tanpa memikirkan resiko yang nanti dihadapinya.

c.

Adanya kebutuhan badaniah Seks menurut beberapa ahli merupakan kebutuhan dasar yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang.

36

d.

Rasa Penasaran Pada usia remaja, rasa keingin tahuannya begitu besar terhadap seks. Apalagi jika teman-temannya mengatakan seks itu nikmat, ditambah lagi adanya informasi yang tidak terbatas masuknya. Maka rasa penasaran tersebut semakin mendorong mereka untuk lebih jauh lagi melakukan berbagai macam percobaan sesuai dengan yang diharapkannya.

e.

Pelampiasan diri Faktor ini tidak hanya datang dari diri sendiri, misalnya karena terlanjur berbuat, seorang remaja perempuan biasanya berpendapat bahwa sudah tidak ada lagi yang dapat dibanggakan dalam dirinya.

2.

Perilaku Seksual Perilaku seksual merupakan perilaku yang bertujuan untuk menarik perhatian lawan jenis. Perilaku seksual ini sangat luat sifatnya. Contohnya antara lain mulai dari berdandan, mejenk, ngerling, meraya, menggoda, bersiul. (Imran, 1998) Sedangkan Menurut Wahyudi, (2000) dalam Utami (2008) perilaku seksual merupakan perilaku yang muncul karena adanya dorongan seksual atau kegiatan mendapatkan kesenangan organ seksual melalui beberapa perilaku.

3.

Dampak Aktivitas dan Perilaku Seksual Remaja a. Berfantasi

37

Adalah

perilaku

membahayakan

atau

mengimajinasi

aktivitas seksual yang bertujuan untuk menimbulkan perasaan etorisme. Dampaknya : 1) Aktivitas seksual ini bisa berlanjut ke kegiatan lainnya, seperti masturbasi, berciuman dan aktivitas seksual lainnya. 2) Jika dibiarkan terlalu lama, maka kegiatan produktif menjadi teralih menjadi kegiatan memanjakan diri. 3) Tidak beresiko terkena penyakit. b. Berpegangan tangan Aktivitas ini memang tidak terlalu menimbulkan

rangsangan seksual yang kuat, namun biasanya muncul keinginan untuk mencoba aktivitas seksual lainnya (hingga kepuasan seksual dapat tercapai).

Dampaknya : Umumnya jika kita berpegangan tangan, maka muncul getaran-getaran romatis atau perasaan aman atau nyaman. Berpegangan tangan juga merupakan bentuk pernyataan afeksi atau perasaan sayang berupa sayang. c. Cium Kering Aktivitas seksual berupa sentuhan pipi dengan pipi, pipi dengan bibir.

38

Dampaknya : 1) Imajinasi dan seksual menjadi berkembang. 2) Menimbulkan perasaan sayang jika diberikan pada moment tertentu dan bersifat sekilas. 3) Menimbulkan keinginan untuk melanjutkan bentuk aktivitas seksual lainnya. d. Cium basah Aktivitas seksual antara bibir dengan bibir. Dampaknya : 1) Jantung menjadi lebih berdebar-debar. 2) Dapat menimbulkan dorongan seksual sehingga berfantasi atau terdorong untuk melakukan aktivitas seksual selanjutnya bercumbuan, petting, atau bahkan sampai hubungan intim). 3) Tertular virus atau bakteri dari lawan jenis. 4) Ketagihan (perasaan ingin mengulangi perbuatan tersebut terus menerus). e. Meraba Kegiatan meraba bagian-bagian sensitif rangsang seksual, seperti : payudara, leher, paha atas, vagina, penis, pantat, dll Dampaknya : 1) Terangsang secara seksual (sehingga melemahkan kontrol diri dan akal sehat), akibatnya bisa melakukan kegiatan seksual selanjutnya (cumbuan berat dan intercourse).

39

2) Ketagihan (keinginan untuk mengulangi tindakan yang menyenangkan). 3) Muncul perasaan dilecehkan pada pasangan. f. Berpelukan Dampaknya : 1) Jantung menjadi berdegup lebih kencang. 2) Menimbulkan perasaan aman, nyaman dan tenang. 3) Menimbulkan rangsangan seksual. g. Masturbasi Adalah perilaku merangsang organ kelamin untuk mendapatkan kepuasan seksual. Dampaknya : 1) Infeksi : menggunakan alat-alat yang membahayakan seperti : benda tajam, benda lain yang tidak steril. 2) Energi fisik dan psikis terkuras, biasanya orang menjadi mudah lelah. 3) Pikiran terus menerus ke arah fantasi seksual. 4) Perasaan bersalah dan berdosa. 5) Bisa lecet jika dilakukan dengan frekuensi tinggi. 6) Kemunghkinan mengalami ejakulasi dini pada saat

berhubungan intim.

40

7) Kuranng bisa memuaskan pasangan jika sudah menikah (karena terbiasa memuaskan diri sendiri atau merangsang diri sendiri). 8) Menimbulkan kepuasan diri/eksplorasi diri. 9) Menimbulkan ketagihan h. Oral seks Memasukkan kelamin kedalam mulut lawan jenis. Dampaknya : 1) Bisa terkena bibit penyakit (radang tenggorokan maupun pencernaan) 2) Menimbulkan ketagihan. 3) Sanksi moral/agama. 4) Bisa berlanjut ke intercourse. 5) Memuaskan kebutuhan seksual. 6) Penyimpangan seksual.

i.

Petting Keseluruhan aktivitas non intercourse (hingga

menempelkan alat kelamin) Dampaknya : 1) Menimbulkan ketagihan. 2) Hamil. 3) Terkena PMS/HIV

41

4) Bisa berlanjut ke intercourse 5) Sanksi moral/agama hingga menimbulkan perasaan cemas dan perasaan bersalah. 6) Memuaskan kebutuhan seksual. 7) Bisa menyebabkan lenyapnya keperawanan atau keperjakaan. j. Intercourse Aktivitas seksual dengan memasukkan alat kelamin lakilaki ke alat kelamin wanita. Dampaknya : 1) Ketagihan. 2) Hamil 3) Infeksi saluran reproduksi. 4) Terkena PMS/HIV 5) Gangguan fungsi seksual : importensi, ejakulasi dini, frigiditas, vaginismus, dispareunia. 6) Sanksi sosial, moral, dan agama. 7) Keperawanan dan keperjakaan hilang. 8) Menguras energi. 9) Terpaksa menikah. 10) Aborsi, kematian, kemandulan. 11) Merusak masa depan (terpaksa drop out dari sekolah, merusak nama baik pribadi, keluarga dll). 12) Mengalami konflik saat menjelang pernikahan.

42

4.

Bahaya Perilaku Seksual a. b. c. d. Kehamilan pada usia dini yang sangat berisiko. Kemandulan akibat praktik aborsi. Pandaran yang bisa berakibat kematian pada praktik aborsi. Hilangnya kesempatan untuk menuntut ilmu atau kehilanghan masa depan karena harus menikah pada usia dini. e. f. Terkena penyakit tertular seksual. Terkena virus HIV/AIDS.

5.

Cara-cara yang bisa dilakukan orang untuk menyalurkan dorongan seksual, antara lain : a. b. c. d. e. f. g. h. Menahan diri dengan berbagai cara. Menyibukkan diri dengan berbagai aktivitas. Menghabiskan tenaga dengan olahraga. Memperbanyak sembahyang dan mendekatkan diri kepada tuhan. Menyalurkan dengan mimpi erotis (mimpi basah) Berkhayal atau barfantasi tentang seksual. Masturbasi atau onani. Melakukan aktivitas seksual non penetrasi (berpegangan tangaa, berpelukan, cium pipi, cium bibir, cumbuan berat, petting). i. Melakukan aktivitas seksual penetrasi ( intercourse).

6.

Faktor-faktor yang mempengaruhi Perilaku Seksual a. Perspektif biologis

43

Perubahan biologis yang terjadi pada masa pubertas dan pengaktifan hormonal dapat menimbulkan perilaku seksual. b. Pengaruh orang tua Kurangnya komunikasi secara terbuka antara orang tua dengan remaja dalam masalah seputar seksual dapat memperkuat munculnya penyimpangan perilaku seksual (Oom, 1981 dalam Utami, 2008) c. Pengaruh teman sebaya Pada masa remaja, pengaruh teman sebaya sangat kuat sehingga muncul penyimpangan perilaku seksual dikaitkan dengan norma kelompok sebaya. d. Perspektif akademik Remaja dengan prestasi rendah dan tahap aspirasai yang rendah cenderung lebih sering memunculkan aktivitas seksual dibandingkan remaja dengan prestasi yang baik di sekolah.

e.

Perspektif sosial kognitif Kemampuan sosial kognitif diasosiasikan dengan

pengambilan keputusan yang menyediakan pemahaman perilaku seksual dikalangan remaja. Remaja yang mampu mengambil keputusan secara tepat berdasarkan nilai-nilai yang dianutnya dapat

44

lebih menampilkann perilaku seksual yang lebih sehat (Muss, 1990 dalam Utami, 2008) f. Pengalaman seksual Makin banyak pengalaman mendengar, melihat mengalami, hubungan seksual makin kuat stimulasi yang dapat mendorong munculnya perilaku seksual, misalnya media masa, obrolan dari teman, melihat orang-orang yang sedang berpacaran atau melakukan hubungan seksual. g. Faktor-faktor krpribadian Seperti harga diri, kontrol diri, tanggung jawab. Remaja yang memiliki harga diri positif, mampu mengelola dorongan dan kebutuhannya secara adekuat, memiliki penghargaan yang kuat terhadap diri sendiri dan orang lain, mampu mempertimbangkan resiko perilaku sebelum mengmbil keputusan. h. Pemahaman dan penghayatan nilai-nilai keagamaan Remaja yang memiliki penghayatan yang kuat tentang nilai-nilai keagamaan cenderung mampu menampilkan perilaku seksual yang selaras. i. Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi Remaja yang memiliki pemahaman secara benar dan proposional tentang kesehatan reproduksi cenderung memahami resiko perilaku serta alternatif cara yang dapat digunakan untuk menyalurkan dorongan seksual yang sehat dan bertanggung jawab.

45

j.

Pergaulan Perilaku seksual sangat dipengaruhi oleh pergaulannya, terutama pada masa pubertas atau remaja dimana pengaruh teman sebaya lebih besar dibandingkan orang tuanya atau anggota keluarga lain. (Hurlock, 2000 dalam Utami 2008)

k.

Media massa Penelitian yang dilakukan MC. Carthi at al (1975), menunjukan bahwa frekuensi menonton film kekerasan yang disertai adegan-adegan merangsang berkolerasi positif dengan indikator agresi seperti berkelahi dan perilaku lain sebagai manifestasi dari dorongan seksual yang dirasakannya

F.

Kerangka Teori 1. Pengetahuan Pengetahuan merupakan komponen faktor predisposisi yang penting bagi perilaku seseorang. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu indera penglihatan, penginderaan, penciuman, perasa dan peraba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2010) Peningkatan pengetahuan tidak dengan sendirinya selalu menyebabkan terjadinya perubahan perilaku tetapi mempunyai

46

hubungan positif, dimana perubahan perilaku akan lebih cepat, perilaku tidak akan langsung berubah dalam seketika terhadap respon atau pengetahuan baru tetapi dengan peningkatan pengetahuan efeknya akan terakumulasi dalam diri seseorang yang akan masuk kedalam sikap, minat yang akhirnya menuju pada perilaku tersebut. Pengetahuan mmpunyai eman tingkatan dalam penilaiannya yaitu: C1 (tahu), C2 (memahami), C3 (aplikasi), C4(analisis), C5 (sintesis), C6 (evaluasi). (Notoatmodjo, 2007). Keenam nilai tersebut akan mempengaruhi terhadap baik dan kurangnya pengetahuan seksualitas dengan perilaku seksual pranikah. 2. Hubungan Pengetahuan Seksualitas dengan Perilaku seksual Pranikah Untuk mencegah perilaku seksual pranikah yang kearah negatif, remaja memerlukan pengetahuan tentang seksualitas dan bahaya seks pranikah. Oleh karena itu perilaku seksual pranikah dengan lawan jenis sangat bergantung pada pengetahuan remaja tersebut yang akan terlihat pada sikap remaja dalam mencegah terjadinya bahaya seks pranikah. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu indera penglihatan, penginderaan, penciuman, perasa dan perabaDalam waktu pengindraan akan menghasilkan pengetahuan tersebut sangat di

47

pengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek (Notoatmodjo, 2010). Dengan pengetahuan-pengetahuan itu sendiri akan menimbulkan kesadaran mereka dan akhirnya akan menyebabkan orang berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. Hasil atau perubahan perilaku ini akan cukup lama tetapi peribahan yang dicapai akan bersifat langgeng karena didasari oleh kesadaran mereka sendiri, bukan karena paksaan. (Notoatmodjo, 2007: hal 189)

48

3.1 Bagan Kerangka Teori

Faktor yang mempengaruhi perilaku


a. Faktor Eksternal 1. Pengalaman 2. Fasilitas

Pengetahuan remaja Mengenai

3. Sosiobudaya

b. Faktor Internal l 1. Pengetahuan 2. Niat 3. keyakinan 4. keinginan 5. Motivasi 6. Sikap 7. Persepsi :

1. Pengertian seksualitas 2. Tujuan seksualitas 3. Pengertian perilaku Seksual Pranikah 4. Dampak aktivitas perilaku seksual remaja 5. Bahaya perilaku Seksual 6. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual

Perilaku seksual Pranikah : a. Berfantasi b. Berpeganga n tangan c. Cium kering d. Cium basah e. Meraba f. Berpelukan g. Masturbasi h. Oral seks i. Petting j. Intercourse

Variabel yang diteliti

Variabel yang tidak diteliti

Anda mungkin juga menyukai