Medan 2013
KOROSI ELEKTROKIMIA
Mata Kuliah : Korosi dan Lingkungannya Dosen : Dr. Susilawati, S. Si, M.Si
Dikerjakan Oleh:
Melly Frizha
Moraida Hasanah Mira Hestina Ginting
NIM : 127026010
NIM : 127026016 NIM : 127026006
BAB
KOROSI ELEKTROKIMIA
3.1 Pendahuluan
3.1.1 Apa itu Korosi? Korosi atau yang lebih dikenal dengan istilah karat yang banyak dianggap sebagai musuh masyarakat dan bahaya nasional di tiap negara di dunia. Karat
(rust), pada dasarnya adalah sebutan yang dikhususkan untuk korosi yang
terjadi pada logam. Sedangkan korosi oleh National Association of Corrosion Engineering (NACE) didefenisikan sebagai suatu bentuk kerusakan pada suatu bahan (biasanya logam) karena berinteraksi dengan lingkungannya. Korosi juga dapat diartikan dengan adanya degradasi atau penurunan mutu suatu material akibat terjadinya reaksi reduksi dan oksidasi (reaksi elektrokimia) antara suatu material dengan berbagai zat di lingkungan sekitarnya menghasilkan senyawa-senyawa yang tidak dikehendaki yang terjadi secara perlahan-lahan dalam waktu yang lama. Praktisnya, ada tiga kata kunci dalam defenisi tersebut, yaitu material, reaksi elektrokimia dan lingkungan. Ketiga hal tersebut menjadi dasar untuk memahami korosi. Namun demikian,terjadinya korosi pada suatu material tidak berlangsung begitu saja. Melainkan ada faktor-faktor yang menyertai dan mempengaruhi serta menjadi sebab terjadinya korosi tersebut. Berikut ini adalah berbagai media korosi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Lain - Lain
uh
Ma n
p Ua r ai
en Elem Gas
Senyawa Kimia
2
b ba ng m i Le Ker m ku Va Br 2 I 2, H3 Cl2
N2
Ga s
Men gan
Udara/ O2
Tu b
dung
Ga s-
as s- g Ga ekas B
et is
Si nt
rni
Netral
t mu
ujan Air H
anga
ut
Air Tanah
ir La
Di antara faktor-faktor yang mempengaruhi korosi pada gambar 3.1 yang tidak begitu mudah untuk ditentukan adalah waktu/lama keberadaan lingkungan basah yang menjadi penyebab utama korosi terjadi pada permukaan suatu material, serta jumlah zat pencemarnya. Tingkat laju korosi pada material logam yang tebuka ke atmosfer umumnya lebih rendah dibandingkan dengan laju korosi logam dalam tanah. Jelasnya tabel 3.1 dibawah ini memperlihatkan laju korosi dari beberapa material jenis logam dan pada beberapa lokasi yang berbeda.
Tabel 3.1 Laju Korosi Beberapa Jenis Logam Pada Lokasi Yang Berbeda Lingkungan Atmosfer Pelosok Atmosfer Laut Atmosfer Industri Air Laut Tanah Laju Korosi (Gram/m2/hari) Baja 0,29 0,15 2,5 0,5 Seng 0,017 0,031 0,10 1,0 0,3 Tembaga 0,014 0,032 0,029 0,8 0,07
3.1.2
Setelah mengenal apa itu korosi, pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana peristiwa korosi yang terjadi pada suatu material (dalam hal ini logam)?. Untuk itu, perlu kita ingat bahwa tidak ada satupun logam yang terbebas
Air s
Ca
mp u
ran
CO
Ga s
CO
Kering
sO Beba
t on Be
yu Ka
ik Plast
Grafit dll
Riwayat Termis & Kondisi Mekanis Permukaan Metal Pengaruh FMF Metal erosi & kecepata Faktor Suhu n lainnya
NO
N 2O
2 2
Karat
an-ca Cair iran
Lain-lain Tekanan
k da ir Ti era B
r rai Be
La ru
tan
Tegangan
rm Fa
et ra l
In du
t eu ac al ic ga n
st
AM rP Ai
n Pa ri
dari
berbagai
kotoran
lingkungan
ataupun
impuritas
dalam
material
penyusunnya. Ini secara alami menimbulkan perbedaan potensial di antara bagian-bagiannya.Perbedaan potensial ini juga menyebabkan sebagian logam dengan impuritas sebagai katoda dan bagian logam murni menjadi bagian anodanya. Disamping itu, adanya pengaruh lingkungan yang kering/basah menjadi perantara terjadinya korosi. Seperti sampah, debu pencemar, titik embun/air hujan pada permukaan logam menyebabkan lingkungan di sekitarnya menjadi asam. Larutan yang pH yang rendah inilah yang berfungsi sebagai penghantar yang baik untuk tejadinya korosi (lihat gambar 3.2).
Proses korosi pada gambar di atas mengilustrasikan korosi pada permukaan logam besi yang mengikuti tahapan berikut: o Elektron mengalir dari daerah anodik ke katodik meninggalkan ion-ion besi yang bermuatan positif tidak stabl. Dinyatakan dalam persamaan:
o Di dalam air banyak terdapt ion hidroksil bermuatan negatif yang berasal dari: atau
o Di dalam air terjadi reaksi antara ion besi yang tidak stabil dengan ion hidroksil bermuatan negatif menjadi garam Fero Hidroksida yang tifak larut. Reaksi korosi tidak berlangsung terus menerus. Saat titik-titik embun/air hujan mengering kena udara panas, proses korosi berhenti dan berlanjut saat lingkungan logam menjadi basah/lembab. Reaksi korosi lanjutannya terjadi melalui mekanisme yang sama dengan yang pertama dan berlangsung berulangulang hingga produk korosi bertambah dan menutupi sseluruh bagian logam.
3.2
REAKSI ELEKTROKIMIA
Sebagaimana diuraikan pada subbab sebelumnya, proses elektrokimia menjadi dasar terjadinya korosi disamping kondisi lingkungannya cenderung bertemperatur rendah/basah. Seringnya korosi ini disebut dengan korosi elektrokimia. Reaksi elektrokimia melibatkan perpindahan elektron-elektron bebas dari suatu logam ke komponen lain dalam larutan. Sistem dari proses elektrokimia ini disebut dengan sel elektrokimia. Sel elektrokimia ini sendiri didefenisikan sebagai suatu sistem yang terdiri atas dua buah elektroda kerja, yaitu anoda dan katoda dan dilengkapi larutan elektrolit sebagai media penghantaran elektron. Berdasarkan prinsip kerjanya, sel elektrokimia dibedakan atas sel Volta/Galvani dan sel elektrolisis. 3.2.1 Sel Volta (Sel Galvani)
Sel ini merupakan sel elektrokimia yang menghasilkan arus listrik dalam reaksinya. Sel ini ditemukan oleh ahli kimia berkebangsaan Italia Alesandro Giuseppe Volta (1745-1827) dan Luigini Galvani (1737-1798).
Gambar 3.3 Skema (a). Sel Daniell, (b). Sel Daniel dengan Jembatan Garam
Salah satu produk komersil dari sel Volta digambarkan sebagai sel Daniell yang menjadi rangkaian dasar penghasil energi listrik (catu daya) pada baterai. Sel Daniell diilustrasikan oleh dua logam sebagai katoda dan anoda yang dicelupkan dalam suatu larutan elektrolit tertentu. Adapun reaksireaksi yang terjadi dalam sel Daniell tersebut, diuraikan sebagai berikut: a. Pada Katoda (reaksi reduksi) : b. Pada Anoda (reaksi oksidasi) : Dan reaksi selengkapnya untuk sel Daniell dituliskan sebagai: (3.1) 3.2.2 Sel Elektrolisis
Elektrolisis adalah peristiwa penguraian zat elektrolit oleh arus listrik searah. Dalam sel elektrolisis terjadi perubahan energi listrik menjadi energi kimia. Biasanya senyawa yang dielektrolisis berupa senyawa yang bersifat elektrolisis. Sel ini banyak dimanfaatkan pada penyepuhan logam.
Sel elektrolisis ini berfungsi sebagai pompa untuk menjalankan perpindahan elektron yang mengalir dari anoda ke katoda. Dalam elektrolisis, pada anodanya terjadi oksidasi sedangkan pada katode terjadi reduksi. Pada anoda dan katoda dari sel elektrolisis terjadi beberapa reaksi yang mengikuti bentuk-bentuk berikut: o Reaksi pada katoda Reaksi pada katoda dapat diketahui dengan memperhatikan jenis kation yang terdapat dalam larutan elektrolitnya, yaitu 1) Jika kationnya H+ (asam): 2) Jika kationnya ion golongan IA, IIA, Al3+, Mn2+: 3) Jika kationnya selain 1 dan 2, akan terjadi reaksi reduksi
o Reaksi pada anoda Jika anoda yang digunakan bersifat inert seperti Pt, Au dan C, maka akan terjadi peristiwa-peristiwa berikut, 1) Jika anionnya OH- (basa) : 2) Jika anionnya berupa ion halogen, ion-ionnya akan teroksidasi menjadi
3) Jika anionnya berupa sisa asam oksi (SO42-, NO3-, PO43-, dll), maka yang teroksidasi adalah pelarut airnya (H2O).
3.3 PROSES DI ANODA DAN KATODA Sebelum kita membahas bagaimana proses korosi selengkapnya baik di anoda dan katoda dari suatu sel elektrokimia, terlebih dahulu kita tinjau 4 komponen sel elektrokimia yang melatar belakangi proses korosi pada suatu material. Empat komponen penting dalam sel ini adalah: a) Anoda. Anoda biasanya terkorosi dengan melepaskan elektro-elektron dari atom-atom logam netral untuk membentuk ion-ion yang bersangkutan. Atom-
atom ini mungkin tetap tinggal dalam larutan atau bereaksi membentuk hasil korosi yang tidak larut. Seperti banyak dituliskan sebelumnya, reaksi korosi suatu logam M biasanya dinyatakan dalam persamaan sederhana: (3.2) dengan banyak elektron yang diambil dari masing-masing atom ditentukan oleh valensi logam yang bersangkutan. Umumnya, z = 1, 2, atau 3. b) Katoda. Katoda biasanya tidak mengalami korosi, walaupun akan mengalami kerusakan dalam kondisi-kondisi tertentu. Dua reaksi yang penting dan umum yang mungkin terjadi pada katoda, tergantung pH larutan bersangkutan: pH < 7 : pH 7 :
Satu-satunya persyaratan dalam reaksi ini adalah bahwa reaksi harus mengkonsumsi elektron-elektron yang dihasilkan melalui proses anoda dengan perubahan energi yang cukup besar. c) Elektrolit. Istilah ini diberikan kepada larutan, yang dalam hal ini bersifat menghantar listrik. Air sangat murni biasanya dianggap bukan elektrolit (konduktivitasnya berada pada kisaran 1-10 ms/m). Namun demikian, dalam kehidupan sehari-hari lingkungan berair akan dianggap mempunyai konduktivitas yang cukup untuk berfungsi sebagai elektrolit. d) Kontak Metalik (Hubungan Listrik). Antara anoda dan katoda harus ada kontak listrik agar arus dalam sel elektrokimia (sel korosi) dapat mengalir.
(d) Kontak Metalik
(b) Katoda
Perlu diketahui bahwa dalam uraian subbab proses anoda dan katoda berikut ini hanya ditinjau pada salah satu sel elektrokimia yakni sel Volta, yang dianggap lebih mewakili peristiwa korosi secara umum. 3.3.1 Proses Anoda
Bila suatu logam Seng (Zn) dimasukkan ke dalam arutan tembaga (II) sulfat (CuSO4) maka akan terjadi reaksi berikut. (3.3) Adapun reaksi ionnya diberikan sebagai berikut.
Zn(s) + Cu2+(aq )
Membebaskan 2e Menerima 2e
Dalam reaksinya, elektron-elektron ditransfer dari Zn ke Cu melalui penghantaran secara konduksi berupa arus listrik. Zn lebih mudah untuk melepas elektronnya dibanding Cu. Sehingga dengan menempatkan Zn dan Cu dalam larutan garamnya menyebabkan elektron mengalir melalui kawat penghantar.
Zn(s)
Cu2+(aq ) + 2e
Cu s (Katoda Cu)
Perbedaan suseptibilitas antara kedua logam menimbulkan keadaan yang disebut dengan korosi Galvanik. Tujuan pemisahan pada Gambar 3.6 di atas adalah untuk menjaga kedua logam tetap terhubung denga pelarut sulfatnya sehingga tegangan sel tetap konstan selama proses berlangsung.
Tujuan yang sama dapat dicapai dengan menggunakan sel Daniell dengan jembatan garam diantara dua wadah yang berbeda (gambar 3.1b). Jembatan garam dalam kasus ini menghasilkan lintasan elektrolit yang melengkapi rangakaian sel. Hal ini bersesuaian dengan peristiwa korosi di alam dimana lingkungan sebagai elektrolitnya. Konduktivitas lingkungan basah seperti tanah,beton ataupun air sering dihubungkan dengan tingkat korosisifitasnya. Reaksi pada persamaan (3.3) sebelumnya untuk sel dengan jembatan garam dituliskan dengan (-) Zn/Zn2+, SO42-(konsentrasi 1) // Cu(2+), SO42-(konsentrasi 2) / Cu (+) (3.4)
Konsentrasi 1 dan 2 menyatakan konsentrasi untuk ZnSO4 dan CuSO4 yang berbeda dalam dua sel setangah reaks. Dua garis miringnya menandakan kehadiran pemisah. Anoda dalam reaksi dituliskan di sebelah kiri katoda dan garis lurusnya merupakan batas fasa dari dua fasa yang berbeda sedang fasa sama diberi tanda koma.
SO42SO42-
SO42
-
ZnSO4(aq)
CuSO4(aq)
Gambar 3.7 Reaksi pada elektroda sel Daniel dengan jembatan garam
Pada anoda, atom Zn melepas 2e- menjadi Zn2+ dan katoda, ion Cu2+ menerima 2e- membentuk atom Cu ion-ion bermigrasi melalui jembatan garam untuk muatan antar ruang. Terhubungnya elektroda Zn listrik akibat reaksi oksidasi reduksi tersebut.
atom Zn teroksidasi. Pada dan ion Cu2+ tereduksi dan mempertahankan kesetaraan dan Cu menimbulkan arus
Fakta bahwa korosi terjadi jika setidaknya terdapat 1 reaksi reduksi dan 1 reaksi oksidasi. Tapi, sering juga dua reaksi dikombinasi pada sepotong logam seperti ilustrasi pada gambar 3.8. Logam Zn yang dicelupkan kedalam larutan HCl kemudian mengalami korosi. Pada permukaan Zn, atomatomnya ditransformasi menjadi bentuk ionnya (persamaan 3.5). Reaksi ini menghasilkan elektron-elektron yang bergerak secara konduksi dari padatannya ke permukaan logam dimana ion H direduksi menjadi gas Hidrogen (persamaan 3.6). (3.5) (3.6) Keseluruhan reaksi elektrokimia yang dialami oleh plat Zn ditulis dengan (3.7)
Gambar 3.8 (a) Sepotong logam Zn dicelup ke dalam larutan HCl, (b) Reaksi korosi pada plat Zn
Dengan demikian, dapat dituliskan bahwa untuk terjadinya korosi harus ada pembentukan ion-ion dan pelepasan elektron pada suatu permukaan anodik dimana oksidasi atau kerusakan pada logam terjadi. Disana juga harus ada reaksi simultan pada permukaan katodik untuk dapat mengkonsumsi elektronelektron yang didegenerasi pada anoda. Reaksi anoda dan katoda harus terjadi dalam waktu yang bersamaan dan pada laju yang konstan.
3.3.2 Proses Katoda Ketika ion H direduksi ke bentuk atomnya disertai dengan kombinasi seperti yang diuraikan sebelumnya untuk mengahasilkan gas Hidrogen melalui reaksi dengan elektron pada permukaan katodik. Reduksi ion hidrogen pada permukaan katoda akan mengganggu kesetimbangan antara ion Hidrogen H+ dan ion hidroksil dan membuat larutan kurang asam atau lebih basa. Dalam air netral, korosi anodik dari beberapa logam seperti aluminium, seng atau magnesium membutuhkan cukup energi untuk memisahkan air secara langsung seperti diilustrasikan oleh gambar 3.9 dan persamaan (3.8). (3.8) Perubahan konsentrasi ion hidrogen atau peningkatan ion-ion hidroksil dapat diketahui menggunakan indikator pH yang ditandai dengan adanya perubahan warna dan menunjukkan permukaan tempat terjadinya reaksi katoda proses korosi. Ada beberapa reaksi di katoda yang mungkin terjadi selama korosi logam.Reduksi oksigen (3.9) (3.10) (3.6) (3.11) (3.12)
Gambar 3.9 Reaksi elektrokimia pada korosi logam Mg dalam air netral
Reduksi ion H+ atau evolusi hidrogen sudah didiskusikan dalam uraian sebelumnya. Ini adalah reaksi yang terjadi selama korosi pada lingkungan asam. Reduksi oksigen (persamaan (3.9) dan (3.10)) adalah reaksi pada katoda yang umum terjadi, karena oksigen bebas di udara dan dalam larutan yang diekspos ke udara. Untuk reduksi ion logam dan deposisi logam jarang menyertai korosi, namun menimbulkan terjadinya korosi ganas pada material. Tinjau korosi seng oleh air atau udara lembab. Dengan mengalikan reaksi oksidasi Zn (3.5) dengan 2 dan menambahkannya dengan reaksi reduksi oksigen, diperoleh persamaan (3.14).
Hasil dari reaksi ini adalah Zn2+ dan OH- yang akan sesegera mungkin untuk bereaksi membentuk senyawa Zn(OH)2, tak terlarut. Demikian hal nya dengan korosi Zn dalam larutan yang mengandung ion-ion Cu hanya merupakan penjumlahan dari reaksi oksidasi Zn dan reaksi deposisi logam melibatkan ion Cu (seperti persamaan 3.12).
Pertimbangkan korosi Zn dalam larutan HCl yang terdiri atas oksigen terlarut. Dua reaksi katoda yang mungkin terjadi dalam proses tersebut adalah evolusi hidrogen dan reduksi oksigen (gambar 3.10). Karena ada dua reaksi katoda atau dua reaksi penerimaan elektron, maka laju korosi Zn secara keseluruhan akan meningkat. Larutan asam yang mengandung oksigen terlarut atau yang dieskpos ke udara akan bersifat lebih korosif dibandingkan dengan larutan asam bebas udara/oksigen. Oleh karena itu penghilangan oksigen dari dalam larutan asam akan membuat larutan menjadi kurang korosif.
Jika sepotong baja ringan ditempatkan dalam larutan HCl, dilakukan pengamatan pada pembentukan gelembung hidrogen. Di bawah kondisi ini, logam mengalami korosi lebih cepat. The dissolution dari logam hanya terjadi pada permukaan anodanya. Gelembung-gelembung hidrogen hanya terbentuk pada permukaan katoda, meskipun hal tersebut lebih memungkinkan muncul dari seluruh permukaan logam dibandingkan dari daerah katodanya (Gambar 3.11).
Gambar 3.11 Pembentukan ion-ion pada daerah katoda dan pelepasan hidrogen pada daerah katoda dari suatu sel lokal pada permukaan besi.
(3.18) dimana: N = Jumlah mol N = Jumlah muatan dalam reaksi n = Jumlah elektron per mol Muatan Q dapat didefenisikan dalam terminologi arus listrik
sebagaimana dalam persamaan (3.19), dengan: I = Arus total (A) t = Lamanya proses elektrokimia (s) (3.19)
Tabel 3.2 Konversi Antara Arus, Kehilangan Massa Dan Laju Penetrasi Untuk Semua Logam
14,4/d
dimana : mpy = Milli-inci per tahun (milli-inch per year) n = Jumlah elektron yang dibebaskan dalam reaksi korosi M = Massa atom d = densitas * catatan : tabel di atas bergerak dari kiri ke kanan contoh : 1 mA cm-2 = (3,28 M/nd) mm y-1 = (129 M/nd) mpy = (8,95 M/n) gm-2 day-1
Tabel 3.3 Konversi Antara Arus, Kehilangan Massa, Dan Laju Penetrasi Untuk Baja
mpy
* catatan : tabel di atas bergerak dari kiri ke kanan contoh : 1 mA cm-2 = 11,6 mm y-1 = 456 mpy = 249 gm-2 day-1 Arus korosi dapat diperkirakan dengan menggunakan metode elektrokimia khusus atau dengan menggunakan data dari berat yang hilang dan tabel konversinya berdasarkan prinsip Faraday. Tabel 3.2 menunjukkan faktorfaktor konversi antara satuan dari laju korosi secara umum untuk selurh logam dan tabel 3.3 menggambarkan faktor-faktor konversi yang diadaptasi untuk besi dan baja dimana n =2, M = 55,85 g/mol dan d = 7,88 g cm-3.
tembaga, rapat arus pada plat-plat tembaga yang relatif besar sebagai katoda akan menurun (rendah), polarisasi katoda pada tembaga juga akan menurun dan tegangan pada pasangan galvaniknya mempertahankan nilai mendekati nilai potensial rangkaian terbuka. Pada waktu yang sama, rapat arus pada paku baja sebagai anoda akan meningkat (besar) dan konsekuensinya terjadi korosi ganas yang menghasilkan bentuk yang buruk dari peristiwa korosi yang dikenal dengan korosi galvanik (gambar 3.12). Dengan susunan yang berbeda, dimana paku tembaga digunakan untuk menggabungkan plat-plat baja, maka rapat arus pada katoda berupa tembaga akan meningkat. Konsekuensinya, polarisasi katoda dari tembaga mengurangi potensial rangkaian terbukanya menjadi di bawah nilai awalnya. Pengurangan pada arus anoda menyebar hampir ke seluruh plat-plat baja yang relatif luas dan efek galvanik yang tidak diharapkan akan sulit muncul (gambar 3.13).
Gambar 3.12 Pasangan galvanik untuk paku tembaga di atas plat-plat baja
Gambar 3.13 Pasangan galvanik untuk paku tembaga diata plat-plat baja
Pengukuran potensial rangkaian terbuka tidak cukup untuk memprediksi besar dari efek galvanik karena tidak mempertimbangkan efek area dan polarisasi. Dan hal tersebut lebih tepat untuk meprediksi/meramalkan arah dari efek-efek tersebut.
Polarisasi ini disebabkan oleh faktor perlambatan yang berasal dari reaksi elektrokimia itu sendiri, dimana terjadi evolusi gas hidrogen di katodanya. Tinjau reaksi berikut: (3.6) Persamaan di atas kembali diilustrasikan pada gambar 3.14 di bawah ini.
Reaksi Anoda
e e HCl e e H+ H2 H+ ClH+ H2 H+ H+
Reaksi Katoda
Laju reduksi ion hidrogen menjadi gas hidrogen merupakan fungsi beberapa faktor termasuk kecepatan transfer elektron ke ion hidrogen di permukaan logam. Jadi terdapat keterkaitan antara laju reaksi dengan jenis logam, konsentrasi ion hidrogen serta suhu reaksi tersebut. Kemampuan logam-logam untuk mentransfer elektrok ke ion hidrogen di permukaannya berbeda, sehingga karenanya laju evolusi hidrogen pada permukaan berbagai bahan logam apapun akan berbeda-beda pula. Disamping fenomena tereduksinya ion hidrogen menjadi molekul gas hidrogen yang lazim disebut dengan Hidrogen Over Voltage, terdapat pula fenomena terurainya ion OH- di anoda menjadi molekul O2 dan air yang disebut Oxigen Over Voltage. (3.23) Besarnya polarisasi aktivasi meningkat dengan meningkatnya kepadatan arus (i). Ini bersesuaian dengan persamaan berikut.
Nilai dan io konstan untuk kondisi logam dan lingkungan tertentu, namun keduanya sangat bergantung pada suhu. dimana : = Polarisasi aktivasi/over voltage (mA/cm2) = Slope io = Pertukaran kerapatn arus (A/m2) 3.6.2 Polarisasi Konsentrasi
Polarisasi konsentrasi menyangkut proses perlambatan reaksi elektrokimia sebagai akibat perubahan konsentrasi salam larutan di dekat permukaan logam (gambar 3.15).
H+ H2
H+ H+
H+ H+
e H
+
H+ H H2 H+ H+ e H H+ H+ H2 H+ H
+ + +
H+
H+
Gambar 3.15 menunjukkan bahwa evolusi hidrogen di permukaan logam yang mengalami korosi berlangsung cepat. Apabila reaksi tetap ebrlangsung pada laju tinggi, sedang konsentrasi ion hidrogen di dalam larutan rendah, maka di daerah dekat permukaan logam akan kekurangan ion hidrogen karena telah dikonsumsi oleh reaksi katoda. Pada kondisi ini laju reaksi ditentukan oleh laju difusi ion hidrogen ke permukaan logam.
Referensi
Askeland, Donald R, et all. 2011. The Science and Engineering of Materials. 6 USA: Cengage Learning. Page: 852 860. Callister, William D. 2007. Material Science and Engineering: An Introduction. 7 USA: John Wiley & Sons. Page: 206213.
th th
edition. Edition.
Roberge, Pierre R. 2008. Corrosion Engineering: Principle and Practice. New York: Mc Graw Hill. Page: 35-47. Trethewey, Kenneth R, et all. 1991. Corrosion for Students of Science and Engineering. (Terjemahan Alex Tri Katjono Widodo). Jakarta: Gramedia Pustaka. Hal: 63-84. Widharto, Sri. 2001. Karat dan Pencegahannya. Jakarta: Pradnya Paramita. Hal: 3-19.