Anda di halaman 1dari 24

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Meningitis tergolong penyakit serius dan bisa mengakibatkan kematian. Penderita meningitis yang bertahan hidup akan menderita kerusakan otak sehingga lumpuh, tuli, epilepsi, retardasi mental. Penyakit meningitis dan pneumonia telah membunuh jutaan balita di seluruh dunia. Data WHO menunjukkan bahwa dari sekitar 1,8 juta kematian anak balita di seluruh dunia setiap tahun, lebih dari 700.000 kematian anak terjadi di negara kawasan Asia Tenggara dan Pasifik Barat. Ada tiga bakteri penyebab meningitis, yaitu Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae tipe b, dan Niesseria meningitides. Dari ketiga bakteri itu, Streptococcus pneumoniae (pneumokokus) adalah bakteri yang paling sering menyerang bayi di bawah usia 2 tahun. Masa inkubasi (waktu yang diperlukan untuk menimbulkan gejala penyakit) kuman tersebut sangat pendek yakni sekitar 24 jam. Bakteri pneumokokus adalah salah satu penyebab meningitis terparah. Penelitian yang diungkapkan konsultan penyakit menular dari Leicester Royal Infirmary, Inggris, Dr Martin Wiselka, menunjukkan bahwa 20-30 persen pasien meninggal dunia akibat penyakit tersebut, hanya dalam waktu 48 jam. Angka kematian terbanyak pada bayi dan orang lanjut usia. Pasien yang terlanjur koma ketika dibawa ke rumah sakit, sulit untuk bisa bertahan hidup. Infeksi pneumokokus lebih sering terjadi pada anak dibanding orang dewasa karena tubuh anak belum bisa memproduksi antibodi yang dapat melawan bakteri tersebut. Sebanyak 50 persen pasien meningitis yang berhasil sembuh biasanya menderita kerusakan otak permanen yang berdampak pada kehilangan pendengaran, kelumpuhan, atau keterbelakangan mental. Komplikasi penyakit tersebut akan timbul secara perlahan dan semakin parah setelah beberapa bulan.

B. TUJUAN 1. TUJUAN UMUM Tujuan umum penulis dalam menyusun makalah ini adalah untuk mendukung kegiatan belajar-mengajar jurusan keperawatan khususnya pada mata kuliah keperawatan Neurobehavior II tentang asuhan keperawatan klien dengan infeksi dan inflamasi system saraf pusat.

2. TUJUAN KHUSUS Tujuan khusus penulis dalam menyusun makalah ini agar mahasiswa mengetahui bagaimana asuhan keperawatan klien dengan infeksi dan inflamasi system saraf pusat: Meningitis, mengetahui penyebab, tanda dan gejala, komplikasi yang mungkin terjadi, serta penatalaksanaan dari klien yang mengalami meningitis.

C. RUMUSAN MASALAH 1. Apa pengertian dari meningitis. 2. Bagaimana penyebab terjadinya meningitis. 3. Bagaimana patofisiologi meningitis. 4. Apa saja tanda dan gejala dari meningitis. 5. Bagaimana penatalaksanaan medis untuk klien meningitis. 6. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien yang mengalami meningitis.

BAB II ISI

KONSEP DASAR PENYAKIT I. DESKRIPSI Secara anatomi meningen menyelimuti otak dan medulla spinalis. Selaput otak terdiri atas tiga lapisan dari luar kedalam yaitu duramater, arakhnoid, dan piamater. Duramater terdiri dari lapisan yang berfungsi kecuali di dalam tulang tengkorak, dimana lapisan terluarnya melekat pada tulang dan terdapat sinus venosus. Falks serebri adalah lapisan vertikel dura meter yang memisahkan kedua hemisfer serebri pada garis tengah. Tentorium serebri adalah ruang horizontal dari dura meter yang memisahkan lobus oksipitalis dari serebellum. Arakhnoid merupakan membrane lembut yang bersatu di tempatnya dengan pia meter, diantaranya terdapat ruang subarachnoid dimana terdapat arteri dan vena serebri dan dipenuhi oleh cairan serebrospinal. Sisterna magna adalah bagian terbesar dari ruang subarachnoid di sebelah belakang otak belakang, memenuhi celah di antara serebellum dan medulla oblongata. Pia meter merupakan membrane halus yang kaya akan pembuluh darah kecil yang menyuplai darah ke otak dalam jumlah yang banyak. Pia meter adalah lapisan yang langsung melekat dengan permukaan otak dan seluruh medulla spinalis. Secara singkat pengertian dari meningitis adalah radang pada meningen/membrane (selaput) yang mengelilingi otak dan medulla spinalis.

II. ETIOLOGI Penyebab-penyebab dari meningitis meliputi: 1. Bakteri piogenik yang disebabkan oleh bakteri pembentuk pus, terutama meningokokus, pneumokokus, dan hasil influenza. 2. Virus yang disebabkan oleh agen-agen virus yang sangat bervariasi. 3. Organisme jamur.

III. KLASIFIKASI Meningitis diklasifikasikan sesuai dengan factor penyebabnya: 1. Asepsis Meningitis asepsis mengacu pada salah satu meningitis virus atau menyebabkan iritasi meningen yang di sebabkan oleh abses otak, ensefalitis, limfoma, leukemia, ataui darh di ruang subarachnoid. 2. Sepsis Meningitis sepsis menunjukkan meningitis yang disebabkan oleh organism bakteri seperti meningokokus, stafilokokus, atau basilus influenza. 3. Tuberkulosa Meningitis tuberkulosa disebabkan oleh basilus tuberkel.

Infeksi meningen umumnya dihubungkan dengan satu atau dua jalan, yaitu melalui salah satu aliran darah sebagai konsekuensi dari infeksi-infeksi bagian lain, seperti selulitis, atau melalui penekanan langsung seperti didapat setelah cedera traumatic tulanh wajah. Dalam jumlah kecil pada beberapa kasus merupakan iatrogenic atau hasil sekunder prosedur invasive (seperti lumbal pungsi) atau alat-alat invasive (seperti alat pemantau TIK).

a. Meningitis virus Tipe dari meningitis ini sering disebut meningitis aseptis. Tipe ini biasanya disebabkan oleh berbagai jenis penyakit yang disebabkan virus seperti gondok, herpes simpleks, dan herpes zooter. Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis bakteri tidak terjadi pada meningitis virus dan tidak ditemukan organisme pada kultur cairan otak. Peradangan terjadi pada seluruh korteks serebri dan lapisan otak. Mekanisme atau respons dari jaringan otak terhadap virus bervariasi bergantung padajenis sel yang terlibat.

b. Meningitis bacterial Meningitis bacterial adalah suatu keadaan ketika meningens atau selaput dari otak mengalami peradangan akibat bakteri. Sampai saat ini, bentuk paling signifiakan dari meningitis adalah tipe bacterial. Bakteri paling sering dijumpai pada meningitis bakteri akut, yaitu Neiserria meningitidis(meningitis meningokokus), streptococcus pneumonia (pada dewasa), dan Haemophilus influenza (pada anak-anak dan dewasa muda). Ketiga organisme ini menyebankan sekitar 75% kasus meningitis bakteri. Bentuk penularannya melalui kontak langsung, yang mencakup droplet dan secret dari hidung dan tenggorokan yang membawa kuman (paling sering) atau infeksi dari orang lain. Akibatnyaa, banyak yang tidak berkembang menjadi infeksi tetapi menjadi menjadi pembawa (carrier). Insiden tertinggi pada meningitis disebabkan oleh bakteri gram negative yang terrjadi pada lansia sama seperti pada seseorang yang menjalani bedah saraf atau seseorang yang mengalami gangguan respons imun.

IV. PATOFISIOLOGI Otak dilapisi oleh tiga lapisan, yaitu : duramater, arachnoid, dan piamater. Cairan otak dihasilkan di dalam pleksus choroid ventrikel bergerak / mengalir melalui sub arachnoid dalam sistem ventrikuler dan seluruh otak dan sumsum tulang belakang, direabsorbsi melalui villi arachnoid yang berstruktur seperti jari-jari di dalam lapisan subarachnoid. Organisme (virus / bakteri) yang dapat menyebabkan meningitis, memasuki cairan otak melaui aliran darah di dalam pembuluh darah otak. Cairan hidung (sekret hidung) atau sekret telinga yang disebabkan oleh fraktur tulang tengkorak dapat menyebabkan meningitis karena hubungan langsung antara cairan otak dengan lingkungan (dunia luar), mikroorganisme yang masuk dapat berjalan ke cairan otak melalui ruangan subarachnoid. Adanya mikroorganisme yang patologis merupakan penyebab peradangan pada piamater, arachnoid, cairan otak dan ventrikel. Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari orofaring dan diikuti dengan septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas. Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur

bedah saraf baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini penghubung yang menyokong perkembangan bakteri. Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam meningen dan di bawah korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula spinalis. Radang juga menyebar ke dinding membran ventrikel serebral. Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier oak), edema serebral dan peningkatan TIK.

V. MANIFESTASI KLINIS a. Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering) b. Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan koma. c. Iritasi meningen mengakibatkan: - Rigiditas nukal (kaku leher). Upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher. - Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna. - Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi lutut dan pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi maka gerakan yang sama terlihat peda sisi ektremita yang berlawanan. d. Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya. e. Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat eksudat purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda perubahan karakteristik tanda-tanda vital(melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi), pernafasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat kesadaran.

f. Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal. g. Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia : demam tinggi tibatiba muncul, lesi purpura yang menyebar, syok dan tanda koagulopati intravaskuler diseminata.

VI. KOMPLIKASI 1. Hidrosefalus obstruktif 2. MeningococcL Septicemia (mengingocemia) 3. Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC,perdarahan adrenal bilateral) 4. SIADH (Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone) 5. Efusi subdural 6. Kejang 7. Edema dan herniasi serebral 8. Cerebral palsy 9. Gangguan mental 10. Gangguan belajar

VII. PENATALAKSANAAN MEDIS Penatalaksanaan medis lebih bersifat mengatasi etiologi dan perawat perlu menyesuaikan dengan standar pengobatan sesuai tempat bekerja yang berguna sebagai bahan kolaborasi dengan tim medis. Secara ringkas penatalaksanaan pengobatan meningitis meliputi: Pemberian antibiotic yang mampu melewati barier darah otak ke ruang subarachnoid dalam konsentrasi yang cukup untuk menghentikan perkembangbiakan bakteri. Baisanya menggunakan sefaloposforin generasi keempat atau sesuai dengan hasil uji resistensi antibiotic agar pemberian antimikroba lebih efektif digunakan. Obat anti-infeksi (meningitis tuberkulosa):

Isoniazid 10-20 mg/kgBB/24 jam, oral, 2x sehari maksimal 500 mg selama 1 setengah tahun. Rifampisin 10-15 mg/kgBB/24 jam, oral, 1 x sehari selama 1 tahun. Streptomisin sulfat 20-40 mg/kgBB/24 jam, IM, 1-2 x sehari selama 3 bulan.

Obat anti-infeksi (meningitis bakterial): Sefalosporin generasi ketiga Amfisilin 150-200 mg/kgBB/24 jam IV, 4-6 x sehari Klorafenikol 50 mg/kgBB/24 jam IV 4 x sehari.

Pengobatan simtomatis: Antikonvulsi, Diazepam IV; 0,2-0,5 mgkgBB/dosis, atau rectal: 0,4-0,6 mg/kgBB, atau fenitoin 5 mg/kgBB/24 jam, 3 x sehari atau Fenobarbital 5-7 mg/kgBB/24 jam, 3 x sehari. Antipiretik: parasetamol/asam salisilat 10 mg/kgBB/dosis. Antiedema serebri: Diuretikosmotik (seperti manitol) dapat digunakan untuk mengobati edema serebri. Pemenuhan oksigenasi dengan O2. Pemenuhan hidrasi atau pencegahan syok hipovolemik: pemberian tambahan volume cairan intravena.

ASUHAN KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN Pengkajian keperawatan meningitis meliputi: anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostic, dan pengkajian psikososial (pada anak perlu dikaji dampak hospitalisasi).

a. Anamnesis, meliputi: - Identitas klien, antara lain: nama, jenis kelamin, umur, alamat, pekerjaan, agama, pendidikan, dsb.

- Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien atau orang tua membawa anaknya untuk meminta pertolongan kesehatan adalah panas badan tinggi, kejang, dan penurunan tingkat kesadaran.

- Riwayat Penyakit Saat Ini Factor riwayat penyakit sangat penting diketahui untuk mengetahhui jenis kuman penyebab. Disisi harus ditanya dengan jelas tentang gejala yang timbul sepertyi kapan mulai serangan, sembuh, atau bertambah buruk. Pada pengkajiian klien meningitis, biasanya didapatkan keluhan yang berhubungan dengan akibat dari infeksi dan peningkatan TIK. Keluhan gejala awaal tersebut biasanya sakit kepala dan demam. Sakit kepala dihubungkan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi meningen. Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan penyakit. Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk dilakukan pengkajian lebih mandalam, bagaiman sifat timbulnya kejang, stilus apa yang sering menimbulkan kejang, dan tindakan apa yang telah diberikan dalam upaya menurunkan keluhan kejang tersebut. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan meningitis bakteri. Disorientasi dan gangguan memori biasanya merupakan awal adanya penyakit. Perubahan yang terjadi bergantung pada beratnya penyakit, demikian pula respons individu etrhadap proses fisiologis. Keluhan perubahan peilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi latergi, tidak responsive, dan koma. Pengkajian lainnya yang perlu ditanyakan seperti

riwayat selama menjalani perawatn di RS, pernahkah menjalani tindakan invasife yang memungkinkan masuknya kuman ke meningen terutama melalui pembuluh darah. - Riwayat Penyakit Dahulu Pengkajian penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah klien mengalami infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan henoglobinopatis lain, tinbadak bedah saraf, riwayat trauma kepala, dan adanya pengaruh immunologis pada masa sebelumnya. Riwayat sakit TB paru perlu ditanyakan pada klien terutama apabila ada keluhan batuk produktif dan pernah menjalani pengobatan obat antituberkulosis yang sangat berguna untuk mengidentifikasi meningitis tuberkulosa. Pengkajian pemakaian obatobat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian obatkortikosteroid, pemakaian jenis-jenis antibiotic dan reaksinya (untuk menilai resistensi pemakaian antibiotik) dapat menambah komprehensifnya pengkajian. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.

- Pengkajian Psiko-sosio-spiritual Pengkajian psikologis klien meningitis meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Sebagian besar pangkajian ini dapat diselesaikan melalui interasi menyeluruh dengan klien dalam pelaksanaan pengkajian lain dengan member pernyataan dan tetap melakukan pengawasan sepanjang waktu untuk menentukan kelayakan ekspresi emosi dan pikiran. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengauhnya dalam kehidupan sehari-hari baik dalam keluarga maupun masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien, yaitu timbul seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktifitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (ganngguan citra tubuh). Pengkajian mengenai mekanisme koping yang secara sadar bias digunakan klien selama masa stress meliputi kemampuan klien untuk mendiskusikan masalah kesehatan saat ini yang telah diketahui dan perubahan perilaku akibat stress.

Karena klien harus menjalani rawat inap maka apakah keadaan ini memberi dampak pada status ekonomi klien, karena biaya perawatan dan pengobatan mmemerlukan dana yang tidak sedikit. Perawat juga memasukkan pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan dampak gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup individu. Persfektif keperawatan dalam mengkaji terdiri atas dua masalah, yaitu keterbatasan yang diakibatkan oleh deficit neurologis dalam hubungannya dengan peran social klien dan rencana pelayanan yang akan mendukung adaftasi pada gangguan neurologis didalam system dukungan individu. Pada pengkajian klien anak, perlu diperhatikan dampak hospitalisasi pada anak dan family center. Anak dengan meningitis sangat rentan terhadap tindakan invasive yang sering dilakukan untuk mengurangi keluhan stress anak dan menyebabkan anak stress dan kurang kooperatif terhadap tindakan keperawatan dan medis. Pengkajian psikososial yang terbaik dilaksanakan saat mengoservasi anak-anak bermain atau selama berinteraksi dengan orang tua. Anakanak sering kali tidak mampu untuk mengekspresikan perasaan mereka dan cenderung untuk memperlihatkan masalah mereka melalui tingkah laku.

b. Pemeriksaan Fisik Setelah melakukan anamneesis yang mengarah pada keluhankeluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per system B3 (brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluha dari klien. Pemeriksaan fisik dimulai dengan memeriksa TTV. Pada klien meningitis biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih daru normal, yaitu 38-410 C, dimulai dari fase sistemik. Kemerahan, panas, kulit kering, berkeringat. Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi dan iritasi meningen yang sudah mengganggu pusat pengatur suhu tubuh. Penurunan denyut nadi terjadi berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK. Apabila disertai peningkatan frekuensi pernafasan sering berrhubungan dengan peningkatan laju metabolism umum dan adanya infeksi pada system pernafasan sebelum mengalami meningitis. Tekanan darah biasanya normal atau meningkat karena tanda-tanda peningkatan TIK.

B1 (BREATHING) Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan prekuensi pernapasan yang sering didapatkan pada klien meningitis yang disertai adanya gangguan pada system pernapasan. Palpasi thoraks hanya dilakukan apabila terdapat deformitas pada tulang dada pada klien dengan efusi fpeura massif (jarang terjadi pada klien dengan meningitis). Auskultasi bunyi nafas tambahan sepetti ronkhi pada kien dengan meningitis tuberkulosa dengan penyebaran primer dari paru.

B2 (BLOOD) Pengkajian pada system kardiovaskuler terutama dilakukan pada klien meningitis pada tahap lanjut seperti apabila klien sudah mengalami renjatan (syok). Infeksi fulminating terjadi pada sekitar 10% klien dengan meningitis meningokokus, dengan tanda-tanda septicemia: demam tinggi yang tiba-tiba muncul, lesi purpura yang menyebar (sekitar wajah dan ekstremitas), syok, dan tanda-tanda koagulasi intravascular desiminata (disseminated intravascular coagulation-DIC). Kematian mungkin terjadi dalam beberapa jam setelah serangan infeksi.

B3 (BRAIN) Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada system lainnya. a. Tingkat kesadaran Kualitas kesadaran kliien merupakan parameter yang paling mendasar dan parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat kesadaran klien dan respons terhadap lingkungan adalah indicator paling sensitive untuk disfungsi system persarafan. Beberapa system digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam kewasspadaan dan kesadaran. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien meningitis biasanya berkisar pada tingkat latergi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien sudah mengalimi koma maka penilaian GCS sangat penting untuk

menilai tingkat kasadaran klien dan bahan evaluasi untuk memantau pembarian asuhan keparawatan.

b. Fungsi serebri Status mental: observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara klien dan observasi ekspesi wajah dan aktifitas motorik yang pada klien meningitis tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.

c. Pemeriksaan saraf cranial Saraf I. Biasanya pada klien meningitis tiidak ada kelainan dan fungsi penciuman tidak ada kelainan. Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan papiledema mungkin didapatkan terutama pada meningitis supuratif disertai abses serebri dan efusi ssubdural yang menyebabkan terjadinya peningkatan TIK berlangsung lama. Saraf III,IV, dan VI. Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada klien meningitis yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya yanpa kelainan. Pada tahap lanjut meningitis yang telah mengganggu kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reksi pupil akan didapatkan. Dengan alas an yang tidak diketahui, klien meningitis mengeluh mengalami fotofobia atau sensitive yang berlebihan terhadap cahaya. Saraf V. Pada klien meningitis umumnya tidak didapatkan paralisis pada otot wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi. Saraf IX dan X. kemampuan menelan baik. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Adanya usuha dari klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk (rigiditas nukal).

Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan normal.

d. System motorik Kekuatan otot menurun, control keseimbangan dan koordinasi pada meningitis tahap lanjut mengalami perubahan.

e. Pemeriksaan refleks Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, lagamentum atau periosteum derajat refleks pada respons normal. Refleks patologis akan didapatkan pada klien meningitis dengan tingkat kesadaran koma. Adanya refleks Babinski (+) merupakan tanda adanya lesi UMN.

f. Gerakan involunter Tidak ditemukan adanya tremor, kedutan saraf, dan distonia. Pada keadaan tertentu klien biasanya mengalami kejang umum, terutama pada anak dengan meningitis disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang dan peningkatan TIK juga berhubungan dengan meningitis. Kejang terjadi sekunder akibat area fokal kortikal yang peka.

g. System sensorik Pemeriksaan sensorik pada meningitis biasanya didapatkan sensasi raba, nyeri, dan suhu normal, tidak ada perasaan abnormal dipermukaan tubuh. Sensasi proprioseptif dan diskriminatif normal. Pemeriksaan fisik lainnya terutama yang berhubungan dengan peningkatan TIK. Tanda-tanda peningkatan TIK sekunder akibat eksudat purulen dan edema serebri terdiri atas perubahan karakteristik tandatanda vital (melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi), pernapasan tidak teratur, sakit kepala, muntah, dan penurunan tingkat kesadaran Adanya ruang merupakan salah satu cirri yang menyolok pada meningitis meningokokal (neisseria meningitis). Sekitar setengah dari semua kloien dengan tipe meningitis, mengalami lesi-lesi pada kulit

diantaranya ruam ptekia dengan lesi purpura sampai ekimosis pada daerah yang luas. Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda yang mudah dikenali yang umumnya terlihat pada semua tipe meningitis. Tanda tersebut adalah rigiditas nukal, tanda kering (positif) dan adanya tanda brudzinski. Kaku kuduk adalah tanda awal adanya upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot leher. Fleksi paksaan menyebabkan nyeri berat. Tanda pernig (positif) ketika klien dibaringkan dengan paha dalam keadaan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat diekstgensikan sempurna. Tanda brutzinski: tanda ini didapatkan bila leher klien difleksikan, maka dihasilnya fleksi lutut dan pinggul; bila didapatkan fleksi pasif, maka ekstremitas bawah pada salah satu sisi, maka gerakan yang sama terlihat pada sisi ekstremitas yang berlawanan.

B4 (BLADDER) Pemeriksaan pada system perkemihan biasanya didapatkan volume haluaran urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal.

B5 (BOWEL) Mual sampai muntah karena peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan nutrrisi pada klien meningitis menurun karena anoreksia dan adanya kejang.

B6 (BONE) Adanya bengkak dan nyeri pada sendi-sendi besar (khususnya lutut dan pergelangan kaki). Ptekia dan lesi purpura yang didahului oleh ruam. Pada penyakit yang berat dapat ditemukan ekimosis yang besar pada wajah. Klien sering mengalami penurunan kekuatan otot dan kelemahan fisik secara umum sehingga mengganggu aktifitas hidup sehari-hari (ADL).

PENGKAJIAN PADA ANAK Pengkajian pada anak sedikit berbeda dengan klien dewasa, hal ini disebabkan pengkajian anamnesis lebih banyak dengan orang tua dan pemeriksaan fisik berbeda karena belum sempurnanya organ pertumbuhan terutama pada neonatus. Pengkajian yang didapatkan pada anak bergantung pada usia anak dan luasnya penyebaran infeksi di meningen. Hal lainnya yang bmempengaruhi klinis pada anak adalah tipe organism yang menginvasi meningen dan seberapa besar keektifan pemberian terapi, dalam hal ini adalah jenis antibiotic yang di pakai sangat berpengruh terhadap gejala klinis pada anak. Untuk memudahkan penilaian klinis, gejala meningitis pada anak dibagi menjadi tiga meliputi anak, bayi, dan neonatus. Pada anak, manifestasi klinisnya adalah timbul sakit secara tibatiba, adanya demam, sakit kepala, panas dingin, muntah, dan kejangkejang. Anak menjadi cepat rewel dan agitasi serta dapat berkembang menjadi fotobia, delirium, halusinasi, tingkah laku yang agresif atau mengantuk, stupor, dan koma. Gejala atau gangguan pada pernapasan atau gangguan gastrointestinal seperti sesak nafas,muntah, dan diare. Tanda yang khas adalah adanya tahanan pada kepala jika difleksiakan, kaku leher, tanda krenig dan brudzinski (+). Akibat perfusi yang tidak optimal biasanya memberikan tanda klinis seperti kulit dingin dan sianosis. Gejala lainnya yang lebih sfesipik seperti petekia/purpura pada kulit sering didapatkan apabila anak mengalami infeksi meningokokus (meningokoksemia), keluarnya cairan dari telinga merupakan gejala khas pada anak yang mengalami meningitis pneumokokus dan sinus dermal kongenital terutama disebabkan oleh infeksi E.colli. Pada bayi, manifestasi klinis biasanya tampak pada anak umur 3 bulan sampai 2 tahun dan sering ditemukan adanya demam, nafsu makan menurun, muntah, rewel, mudah lelah, kejang-kejang, dan menangis meraung-raung. Tanda khas dikepala adalah fontanel menonjol. Kaku kuduk merupakan tanda meningitis pada anak, sedangkan tanda-tanda brutzinski dan krenig dapat terjadi namun lambat atau ada pada kasus meningitis tahap lanjut. Pada neonatus, biasanya masih sukar untuk diketahui karena manifestasi klinisnya tidak jelas dan tidak spesifik, namun pada beberapa keadaan gejalanya mempunyai kemiripan dengan anak yang lebih besar, neonatus biasanya menolak untuk makan, kemampuan untuk menetek buruk, gangguan GI berupa muntah dan kadang-kadang ada diare. Tonus otot lemah, pergerakan dan kekuatan menangis

melemah. Pada kasus lanjut terjadi hipotermia atau demam, ikterus, rewel, mengantuk, kejang-kejang, frekuensi napas tidak teratur/apnea, sianosis, penurunan berat badan, tanda fontanel menonjol mungkin ada atau tidak. Leher fleksibel, yaitu tidak didapatkan adanya kaku kuduk. Pada fase yang lebih berat terjadi kolaps kardiovaskuler, kejang, dan apnea biasanya terjadi bila tidak diobati atau tidak dilakukan tindakan yang cepat.

c. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan diagnostic rutin pada klien meningitis meliputi laboratorium klinik rutin (Hb, leukosit,LED, trombosit, retikulosit, glukosa) pemeriksaan faal hemostatis diperlukan untuk mengetahui sacera awal adanya DIC. Serum elektrolit dan serum glukosa dinilai untuk mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremia.

Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang khas pada meningitis adalah analisis cairan otak. Lumbal pungsi tidak bisa dikerjakan pada klien dengan peningkatan TIK. Analisis cairan otak diperiksa untuk mengetahui jumlah sel, protein, dan konsentrasi glukosa. Kadar glukosa darah dibandingkan dengan kadar glukosa cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan pada klien meningitis kadar glukosa cairan otaknya menurun dari nilai normal. Untuk lebih spesifik mengetahui jennies mikroba, maka organism penyebab infeksi dapat diidentifikasi melalui kultur kuman pada cairan serebrospinal dan darah. Counter immune elektrophoresis (CIE) digunakan secara luas untuk mendeteksi antigen bakteri pada cairan tubuh, umumnya cairan serebrospinal dan urine. Pemeriksaan lainnya diperlukan sesuai klinis klien meliputi foto Rontgen paru, CT scan kepala. CT scan dilakukan untuk menentukan adanya edema serebri atau penyakit saraf lainnya. Hasilnya biasanya normal, kecuali pada penyakit yang sudah sangat parah. B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan peradangan dan edema pada otak dan selaput otak.

2. Risiko peningkatan TIK yang berhubungan dengan peningkatan volume intracranial, penekanan jaringan otak, dan edema serebri. 3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan akumulasi secret, penurunan kemampuan batuk, dan perubahan tingkat kesadaran. 4. Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan perubahan tingkat kesadaran, defresi pusat nafas diotak. 5. Gangguan perfusi jaringan perifer yang berhubungan dengan infeksi meningokokus. 6. Nyeri kepala yang berhubungan dengan iritasi selaput dan jaringan otak. 7. Hipertemia yang berhubungan dengan inflamasi pada meningen dan peningkatan metabolism umum. 8. Risiko tinggi deficit cairan tubuh yang berhubungan dengan muntah dan demam. 9. Risiko perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan kektidakmampuan menelan, keadaan hipermetabolik. 10. Risiko tinggi cedera yang berhubungan dengan adanya kejang berulang, fiksasi kurang optimal. 11. Gangguan aktifitas sehari-hari yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum. 12. Risiko tinggi koping individu dan keluarga tidak efektif yang berhubungan dengan prognosis penyakit, perubahan psiko-sosial, perubahan perspsi kognitif, perubahan actual dalam strukltur dan fungsi, ketidakberdayaan, dan merasa tidak ada harapan. 13. Cemas yang berhubungan dengan ancaman, kondisi sakit dan perubahan kesehatan.

C. INTERVENSI Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan peradangan dan edema pada otak dan selaput otak. Tujuan: Dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi perfusi jaringa otak meningkat.

Criteria hasil: Tingkat kesadaran meningkat menjadi sadar, disorientasi negative, konsentrasi baik, perfusi jaringan dan oksigenassi baik, TTV dalam batas normal, dan syok dapat dihindari.

Intervensi Anjurkan klien berbaring minimal 4-6 jam setelah lumbal pungsi.

Rasional Mencegah nyeri kepala yang menyertai perubahan tekanan intracranial.

Monitor tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial selama perjalanan penyakit (nadi lambat, TD meningkat, kesadaran menurun, nafas ireguler, refleks pupil menurun, kelemahan).

Mendeteksi tanda-tanda syok.

Monitor TTV dan neurologis tiap 5-30 menit. Catat dan laporkan segera perubahanperubahan tekanan intracranial ke dokter.

Perubahan-perubahan ini manandakan ada perubahan tekanan intracranial dan penting untuk intervensi awal.

Hindari posisi tungkai ditekuk atau gerakan-gerakan klien, anjurkan untuk tirah baring.

Mencegah peningkatan tekanan intracranial.

Tinggikan sedikit kepala klien dengan hati-hati, cegah gerakan yang tiba-tiba dan tidak perlu dari kepala dan leher, hindari fleksi leher.

Mengurangi tekanan intracranial.

Bantu seluruh aktivitas dan gerakan-gerakan klien. Anjurkan klien untuk menghembuskan nafas dalam bila miring dan Mencegah keregangan otot bergerak ditempat tidur. Cegah posisi fleksi pada lutut. yang dapat menimbulkan peningkatan tekanan intracranial. Sesuaikan dan atur waktu prosedur perawatan dengan periode reelaxsasi; hidari rangsangan lingkungan yang tidak perlu. Mencegah eksitasi yang merangsang otak yang sudah Beri penjelasan kepada klien iritasi dan dapat menimbulkan tentang keadaa n lingkungan. kejang.

Evaluasi selama masa penyembuhan terhadap gangguan motorik, sensorik dan intelektual.

Mengurangi disorientasi dan untuk klarifikasi persefsi sensorik yang terganggu.

Kolaborasi pemberian steroid osmotic.

Untuk merujuk ke rehabilitasi.

Menurunkan tekanan intracranial.

Resiko peningkatan TIK yang berhubungan dengan peningkatan volume intracranial, penekanan jaringan otak, dan edema

serebri. Tujuan: tidak terjadi peningkatan TIK pada klien dalam waktu 3x24 jam. Kriterria hasil: Klien tidak gelisah, klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual-mual dan muntah, GCS: 4,5,6, tidak terdapat papil edema, TTV dalam batas normal. Intervensi Kaji factor penyebab dari situasi/keadaan individu/penyebab koma/penurunan perfusi jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan TIK. Rasional Panas merupakan reflex dari hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolism dan oksigen akan menunjang peningkatan TIK.

Pertahankan kepala/leher pada posisi yang netral, usahakan dengan sedikit bantal. Hindari penggunaan bantal yang tinggi pada kepala.

Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena jugularis, dan menghambat aliran darah ke otak sehingga TIK meningkat.

Berikan periode istirahat antara perawatan dan batasi lamanya prosedur.

Memberikan suasana yang tenang dapat mengurangi respon psikologis dan memberikan istirahat untuk mempertahankan TIK yang rendah.

Berikan cairan intravena sesuai indikasi.

Mengurangi edema serebral, peningkatan minimum pada minimum pada pembuluh darah, tekanan darah, dan TIK. Duretik digunakan pada fase akutuntuk mengalirkan air dari

Berikan obat osmosis diuretic: manitol, furoscide.

sel otak dan mengurangi edema serebral dan TIK.

Berikan steroid: dexamethason, methyl prednisone

Untuk menurunkan inflamasi dan mengurangi edema jaringan.

Mengurangi nyeri Berikan analgesic narkotik: kodein.

Hindari konfrantasi

Konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah, menurunkan kerja sama, dan mungkin memperlambat penyembuhan

Mulai melakukan tindakkan Mengurangi rangsangan untuk mengurangi kecemasan. eksternal yang tidak perlu Beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat Orientasikan klien terhadap Orientasi dapat menurunkan prosedur rutin dan aktivitas kecemasan yang diharapkan

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN Meningitis adalah radang pada meningen/membrane (selaput) yang mengelilingi otak dan medulla spinalis. Penyebab-penyebab dari meningitis meliputi: Bakteri, Virus, Organisme jamur. Meningitis diklasifikasikan sesuai dengan factor penyebabnya: Asepsis, Sepsis, Tuberkulosa Asuhan keperawatan meliputi pengkajian, diagnose keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi. Pengkajian meliputi: anamnesa: identitas klien, keluhan utama, riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan diagnostic. Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien atau orang tua membawa anaknya untuk meminta pertolongan kesehatan adalah panas badan tinggi, kejang, dan penurunan tingkat kesadaran. Diagnosa keperawatan ditegakkan berdasarkan gejala yang muncul saat pengkajian dilakukan.

B. SARAN Demikian makalah ini kami susun sebagaimana mestinya semoga bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi tim penyusun dan semua mahasiswa dan mahasiswi kesehatan pada umumnya. Saran kami, lebih banyak membaca untuk meningkatkan pengetahuan. Kami sebagai penyusun menyadari akan keterbatasan kemampuan yang menyebabkan kekurangsempurnaan dalam makalah ini, baik dari

segi isi maupun materi, bahasa dan lain sebagainya. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk perbaikan-perbaikan selanjutnya agar makalah selanjutnya dapat lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai