Anda di halaman 1dari 17

RESUME KONDISI GEOLOGI DAERAH PEMETAAN INDAH AYU PUTRI - 21100110130078

Secara administratif, daerah pemetaan terletak di daerah Badegan, kecamatan Badegan, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. Daerah pemetaan terletak di sebelah timur Pulau Jawa dan termasuk ke dalam bagian dari rangkaian pegunungan selatan menurut Van Bemmelen (1949).

Gambar 1. Peta Indeks Daerah Pemetaan

1. Geomorfologi Daerah Pemetaan Bentuklahan yang terdapat di daerah pemetaan lebih banyak didominasi oleh proses tektonik yang bekerja pada daerah tersebut. Terdapat juga faktor eksogen yang mempengaruhi pembentukan bentuklahan pada daerah ini seiring dengan berjalannya waktu dan perubahan cuaca yang terjadi. Macam - macam proses eksternal yang terjadi adalah pelapukan (dekomposisi dan disintegrasi), erosi (air, angin, atau glasial) serta gerakan massa (longsoran, rayapan, aliran, rebahan atau jatuhan). Satuan satuan geomorfologi pada daerah pemetaan dibagi berdasarkan prosentase ketinggian dan kelerengan bidang yang dimiliki oleh masing masing daerah. Hal itu didasarkan atas klasifikasi dari Van Zuidam (1983) tentang klasifikasi relief. Klasifikasi tersebut didasarkan atas perhitungan

morfometri tiap masing masing daerah. Berdasarkan perhitungan tersebut, daerah pemetaan dibagi menjadi beberapa satuan bentuklahan berdasarkan klasifikasi Van Zuidam (1983) yaitu, satuan bentuklahan perbukitan landai denudasional, satuan bentuklahan dataran denudasional, satuan bentuklahan struktural perbukitan terjal terdenudasional, dan satuan bentuklahan dataran fluvial.

Gambar 2. Peta Geomorfologi Daerah Pemetaan

1.1.Satuan Bentuklahan Perbukitan Landai Denudasional Satuan ini dicirkan dengan warna coklat muda pada peta geomorfologi dan memiliki luas daerah penyebaran sebesar 23 % dari luas seluruh daerah pemetaan. Penentuan jenis bentuklahan ini didasarkan atas perhitungan morfometri dan pengklasifikasikan dari tabel Van Zuidam (1983) dimana memiliki perhitungan persen lereng sebesar 11,3 % dan beda tinggi sebesar 58 m yang menjadikannya masuk ke dalam klasifikasi satuan bentuklahan perbukitan landai denudasional.

Gambar 3. Satuan Bentuklahan Perbukitan Landai Denudasional di Timokerep

1.2.Satuan Bentuklahan Dataran Denudasional Satuan ini dicirkan dengan warna coklat tua pada peta geomorfologi dan memiliki luas daerah penyebaran sebesar 60 % dari luas seluruh daerah pemetaan. Penentuan jenis bentuklahan ini didasarkan atas perhitungan morfometri dan pengklasifikasikan dari tabel Van Zuidam (1983) dimana memiliki perhitungan persen lereng sebesar 3,16 % dan beda tinggi sebesar 36 m yang menjadikannya masuk ke dalam klasifikasi satuan bentuklahan dataran denudasional.

Gambar 4. Satuan Bentuklahan Dataran Denudasional di Sanggrong

1.3.Satuan Bentuklahan Strukutral Perbukitan Terjal Terdenudasional Satuan ini dicirkan dengan warna ungu pada peta geomorfologi dan memiliki luas daerah penyebaran sebesar 12 % dari luas seluruh daerah pemetaan. Penentuan jenis bentuklahan ini didasarkan atas perhitungan morfometri dan pengklasifikasikan dari tabel Van Zuidam (1983) dimana memiliki perhitungan persen lereng sebesar 21,96 % dan beda tinggi sebesar 90 m yang menjadikannya masuk ke dalam klasifikasi satuan bentuklahan struktural perbukitan terjal terdenudasional.

Gambar 5. Satuan Bentuklahan Struktural Perbukitan Perbukitan Terjal Terdenudasional di Terasi

2. Stratigrafi Daerah Pemetaan Stratigrafi pemetaan secara umum dibagi menjadi empat formasi yang terdiri dari Formasi Nglanggran (Tmn) merupakan formasi paling tua berumur Miosen Awal, lalu berangsur angsur di atasnya tertindih Formasi Sampung (Tmsl) berumur Miosen Tengah secara tidak selaras. Selanjutnya diterobos oleh intrusi dari Formasi Intrusi Andesit (Tma) dan Formasi Intrusi Dasit (Tmd). Intrusi ini menerobos sampai Formasi Sampung (Tmsl) dan mempunyai umur Miosen Awal Miosen Tengah. Selanjutnya, diendapkan secara tidak selaras di atasnya Formasi Alluvium (Qa) berumur Holosen. Adapun urutan satuan litologi penyusun daerah pemetaan dari muda tua :

1. Satuan Endapan Alluvium 2. Satuan Batugamping Klastik 3. Satuan Breksi Laharik 4. Satuan Intrusi Dasit 5. Satuan Intrusi Andesit

Gambar 6. Peta Geologi Daerah Pemetaan

2.1.Satuan Endapan Alluvium Endapan alluvial yang terdiri dari lempung, lanau, pasir, kerikil, dan kerakal yang terendapkan akibat adanya material yang terlepas selama proses transportasi berlangsung dari material induknya dan belum mengalami proses litifikasi menjadi batuan.

Gambar 7. Satuan Endapan Alluvium pada STA 50 di Kalangan

2.2.Satuan Batugamping Klastik Satuan batugamping klastik memiliki warna segar abu - abu cerah dan warna lapuk abu - abu kehitaman. Sementara untuk teksturnya terdapat tiga jenis tekstur yang dapat diamati. Berdasarkan ukuran butir memiliki ukuran butir berupa pasir kasar (1/2 1 mm skala Wentworth, 1922). Berdasarkan sortasi memiliki sortasi buruk sehingga memiliki kemas terbuka. Dilihat dari komposisinya berupa allochem yang terdiri dari non skeletal grain (ooid dan intrclast) dan skeletal (mikrofosil) serta ortochem yang terdiri dari sparite. Batuan ini memiliki tingkat pelapukan sedang - tinggi (60%). Berdasarkan kelimpahan cangkang organisme yang ada pada batuan ini, maka batuan ini memiliki nama Packestone (Embry & Kolvan, 1971) dan berdasarkan ukuran butir dari batuan ini, maka batuan ini memiliki nama Kalkarenit (Grabau, 1964). Berdasarkan pengamatan mikroskopik satuan litologi ini memiliki komponen penyusun berupa allochem yang terdiri dari skeletal grain (coral dan foraminifera besar) dan ortochem yang terdiri dari micrite dan lumpur karbonat. Berdasarkan kelimpahan tersebut, maka batuan ini memiliki nama Packestone (Embry & Kolvan, 1971). satuan intrusi andesit pada kala yang sama.

Gambar 8. Singkapan Berdimensi t 5 m dan l 10 m Satuan Batugamping Klastik pada STA 18 di Kunti

2.3.Satuan Breksi Laharik Satuan breksi laharik memiliki warna segar abu - abu cerah dan warna lapuk coklat kehitaman. Terdiri atas fragmen berukuran berangkal (64 256 mm, Wentworth) dengan bentuk angular sub angular. Tekstur dari fragmen ini berupa holokristalin, inequigranular, dan afanit dan mempunyai komposisi mineral plagioklas, biotit, hornblende, dan kuarsa. Berdasarkan kenampakan megaskopis dari batuan tersebut, maka fragmen dari batuan ini bernama Andesit (Russel B. Travis, 1969). Terdapat juga matriks berukuran butir tuff sedang kasar dengan tekstur berupa sortasi baik dan kemas tertutup. Komposisi mineral penyusun dari matriks ini berupa plagioklas, biotit, hornblende, dan kuarsa. Berdasarkan

kenampakan megaskopis dari batuan tersebut, maka fragmen dari batuan ini bernama Vitric Crystal Tuff. Batuan ini memiliki tingkat pelapukan rendah - sedang (40%). yang sama.

Gambar 9. Singkapan Satuan Breksi Laharik berukuran Berangkal pada STA 2 di Gelang

2.4.Satuan Intrusi Dasit Satuan intrusi dasit memiliki warna segar abu - abu cerah dan warna lapuk abu kehitaman. Struktur dari batuan ini masif. Adapun Tekstur dari batuan ini berupa holokristalin, equigranular, dan fanerik dan mempunyai komposisi mineral plagioklas 65 %, biotit 5 %, hornblende 5 %, dan kuarsa 10 %. Berdasarkan kenampakan megaskopis dari batuan tersebut, maka batuan ini bernama Dasit (Russel B. Travis, 1969). Batuan ini memiliki tingkat pelapukan rendah - sedang (40%). Berdasarkan pengamatan mikroskopik satuan litologi ini memiliki tekstur holokristalin, subhedral, inequigranular, dan faneroporfiritik yang terdiri atas fenokris berupa plagioklas, ortopiroksen, dan klinopiroksen dan massa dasar berupa biotit dan hornblende. Adapun komponen mineral penyusun plagioklas 54 %, klinopiroksen 20 %, ortopiroksen 10 %, kuarsa 5 %, opak 8 %, biotit 3 %, dan hornblende 3 %. Berdasarkan kelimpahan tersebut, maka batuan ini memiliki nama Dasit (IUGS).

Gambar 10. Singkapan Satuan Intrusi Dasit pada STA 4 di G. Terasi

2.5.Satuan Intrusi Andesit Satuan intrusi andesit memiliki warna segar abu - abu cerah dan warna lapuk abu gelap kehitaman. Struktur dari batuan ini masif. Adapun Tekstur dari batuan ini berupa holokristalin, inequigranular, dan afanit dan mempunyai komposisi mineral plagioklas 40 %, biotit 5 %, hornblende 5 %, ortoklas 3 %, dan kuarsa 5 %. Berdasarkan kenampakan megaskopis dari batuan tersebut, maka batuan ini bernama Andesit (Russel B. Travis, 1969). Batuan ini memiliki tingkat pelapukan rendah - sedang (40%). Berdasarkan pengamatan mikroskopik satuan litologi ini memiliki tekstur holokristalin, subhedral, inequigranular, dan faneroporfiritik yang terdiri atas fenokris berupa plagioklas, piroksen, kuarsa, dan mineral mafik lainnya serta massa dasar berupa biotit, hornblende, dan mineral afanit. Adapun komponen mineral penyusun plagioklas 40 %, klinopiroksen 20 %, ortopiroksen 5 %, kuarsa 15 %, opak 5 %, biotit 5 %, dan hornblende 5 %. Berdasarkan kelimpahan tersebut, maka batuan ini memiliki nama Andesit (IUGS). Miosen Tengah.

Gambar 11. Singkapan Satuan Intrusi Andesit pada STA 1 di G. Terasi

3. Struktur Geologi Daerah Pemetaan Struktur geologi yang terdapat di daerah pemetaan terbentuk sebagai akibat adanya gaya endogen berupa proses tektonik sehingga menyebabkan adanya lapisan lapisan batuan mengalami deformasi, perlipatan, ataupun patahan. Selain itu menyebabkan juga terjadinya pengangkatan lapisan batuan ke permukaan dimana batuan pada daerah pemetaan ini memiliki lingkungan pengendapan yang lebih dominan berada pada daerah laut. Pada daerah pemetaan ini hanya terdapat satu struktur geologi yang membangun daerah setempat, yaitu berupa kekar berpasangan. Kekar berpasangan ini merupakan hasil deformasi akibat adanya proses tektonik yang mempengaruhinya. Kekar berpasangan ini umumnya mempunyai bentukan yang arahnya beraturan. Hal ini dikarenakan adanya faktor pengontrol berupa tektonik yang bekerja di dalamnya. Data pengukuran kekar berpasangan diambil dari satuan litologi andesit yang terdapat pada STA 1 di Desa Gelangkulon. Dari hasil pengukuran bidang kekar masing masing didapat strike / dip : N 235 E / 65 >< N 163 E / 55 N 275 E / 66 >< N 140 E / 57 N 257 E / 45 >< N 45 E / 74

N 175 E / 55 >< N 62 E / 78 N 246 E / 62 >< N 127 E / 62 N 210 E / 68 >< N 132 E / 79 N 160 E / 55 >< N 300 E / 72 N 220 E / 65 >< N 125 E / 64 N 349 E / 42 >< N 185 E / 69 N 223 E / 61 >< N 151 E / 53 N 229 E / 55 >< N 158 E / 63 N 218 E / 63 >< N 147 E / 57 N 233 E / 59 >< N 145 E / 53 N 241 E / 59 >< N 152 E / 61 N 219 E / 61 >< N 127 E / 57 Selanjutnya data data tersebut dianalisis untuk mengetahui arah gaya utama pembentukan daerah pemetaan setempat.

Gambar 12. Hasil Analisis Kekar Berpasangan dengan Stereografis

Dari hasil analisis kekar berpasangan yang dilakukan didapat arah gaya utama dengan melihat kedudukan T1 yang cenderung berada pada sisi bagian

kiri agak serong ke bawah pada stereonet. Dari hasil ini dapat diinterpretasikan bahwa arah gaya utama pembentukan daerah pemetaan ini berarah timur laut barat daya. Selain itu didapat juga nilai masing masing dari T1 N 224 E / 4, T2 N 319 E / 48, dan T3 N 132 E / 42. Nilai ini dapat memperkirakan akan adanya sesar yang terbentuk jika terkena proses tektonik terus menerus. Berdasarkan nilai tertinggi dari ketiga nilai T yang ada, maka T2 merupakan nilai yang paling tinggi diantara ketiganya. Ini dapat dilihat dari nilai dip pada masing masing nilai T yang dihasilkan melalui analisis stereografis. Berdasarkan nilai T2 yang paling tinggi maka dapat diperkirakan bahwa sesar yang akan terbentuk pada daerah pemetaan berupa sesar geser dimana bidang sesar ini dapat bergerak relatif ke kanan atau ke kiri.

4. Sejarah Geologi Sejarah geologi pada daerah penelitian dimulai pada kala Miosen Awal dengan terjadinya aktivitas vulkanisme gunung berapi bawah laut secara intensif. Hasil dari aktivitas vulkanisme ini adalah berupa endapan breksi laharik yang tersusun atas fragmen berupa batuan beku andesit dan matriks berupa batuan piroklastik tuffan. Pengendapan satuan litologi ini terjadi pada laut dalam. Satuan litologi ini tersingkap pada daerah kaki Gunung Terasi, kecamatan Gelang. Selanjutnya pada kala Miosen Awal hingga Miosen Tengah terjadi proses penunjaman lempeng samudera yang menyebabkan pengangkatan dan terjadinya asimilasi magma sehingga terjadi pencampuran magma yang bersifat asam dengan magma yang bersifat basa yang menghasilkan terobosan batuan beku berupa andesit yang bersifat intermediet akibat dari rekahan yang ditimbulkan oleh penunjaman lempeng tersebut sehingga membentuk bukit intrusi. Satuan terobosan batuan beku andesit ini tersingkap pada lereng Gunung Terasi. Setelah terjadi penunjaman lempeng samudera tersebut, pada kala Miosen Tengah terjadi genang laut (transgresi) yang menyebabkan naiknya muka air laut ke permukaan. Proses genang laut ini menyebabkan terendapkannya material-material sedimen bersifat karbonatan pada lingkungan laut dangkal.

Hal ini dapat dibuktikan dengan keterdapatan fosil foraminifera besar, coral, dan pecahan cangkang organisme lain yang menandakan lingkungan hidup yang cukup cahaya, minimnya salinitas dengan arus yang tenang adalah berupa lingkungan perairan laut dangkal. Material-material sedimen

karbonatan tersebut terkonsolidasi menjadi batugamping klastik dan terendapkan secara tidak selaras diatas satuan litologi breksi laharik. Satuan litologi ini tersingkap pada daerah Desa Kunti. Setelah proses genang laut tersebut, selanjutnya pada kala Miosen Tengah terjadi penunjaman lempeng samudera kembali yang menyebabkan terjadi pengangkatan dan asimilasi magma sehingga terjadi pencampuran magma dan menerobos tegak lurus ke permukaan pada zona lemah yang menghasilkan terobosan batuan beku berupa dasit yang bersifat asam. Intrusi batuan beku dasit tersebut menerobos bukit intrusi andesit hingga batugamping klastik. Satuan terobosan batuan beku dasit ini tersingkap di lereng hingga puncak Gunung Terasi. Setelah proses tektonik berakhir, pada kala Holosen terjadi pengendapan alluvial. Material endapan alluvial ini berasal dari proses eksogenik batuan yang telah ada sebelumnya. Satuan endapan alluvium ini terendapkan secara tidak selaras diatas batugamping klastik karena terdapatnya perbedaan (gap) umur yang relatif jauh antara satu sama lain. Satuan endapan alluvium ini terdapat pada daerah dengan morfologi perbukitan bergelombang landai denudasional yaitu daerah persawahan dan perkebunan dengan keterdapatan material lepasan berukuran pasir, lanau, kerikil, dan kerakal pada daerah sekitar aliran sungai.

5. Potensi Geologi Pada daerah pemetaan ini terdapat beberapa potensi geologi yang dimiliki dari daerah setempat. Potensi ini ada yang bersifat menguntungkan dan merugikan untuk masyarakat yang tinggal di daerah setempat. Potensi geologi yang menguntungkan dapat dikenal dengan istilah sumberdaya geologi

sedangkan potensi geologi yang merugikan dapat dikenal dengan istilah sumber bencana geologi.

Gambar 13. Peta Geologi Tata Lingkungan Daerah Pemetaan

5.1.Sumber Daya Geologi Sumberdaya geologi yang terdapat pada daerah pemetaan ini diantaranya, pertambangan batugamping, kawasan hutan lindung, dan perkebunan.

Gambar 14. Singkapan Batugamping yang Dijadikan Sebagai Lokasi Penambangan

Gambar 15. Daerah yang Dapat Dijadikan Sebagai Kawasan Hutan Lindung

Gambar 16. Perkebunan Jagung pada Daerah Pemetaan

5.2.Sumber Bencana Geologi Sumber bencana geologi yang terdapat pada daerah pemetaan ini berupa pergerakan tanah dimana terjadi perpindahan massa tanah dari suatu tempat ke tempat lainnya. Longsoran tanah terjadi sebagai akibat dari gerakan massa tanah melalui bidang longsor yang relatif turun secara meluncur atau menggelinding. Adapun faktor penyebab terjadinya longsoran tanah itu

sendiri karena kemiringan lereng di daerah ini dapat membuat tanah tidak stabil.

Gambar 17. Blok yang Jatuh Akibat adanya Longsoran

6. Kesimpulan Berdasarkan hasil pemetaan geologi yang telah dilakukan maka diperoleh kondisi geologi dari daerah pemetaan sebagai berikut : Geomorfologi daerah pemetaan dibagi menjadi empat satuan bentuk lahan berdasarkan ganesa pembentukannya dan perhitungan morfometrinya: Satuan Bentuklahan Perbukitan Landai Denudasional Satuan Bentuklahan Dataran Denudasional Satuan Bentuklahan Struktural Perbukitan Terjal Terdenudasional Satuan Bentuklahan Dataran Fluvial

Stratigrafi daerah pemetaan diurutkan dari muda ke tua : Satuan Endapan Alluvium Satuan Batugamping Klastik Satuan Breksi Laharik Satuan Intrusi Dasit Satuan Intrusi Andesit Kekar berpasangan dengan arah gaya utama Timur Laut Badat Daya

Struktur geologi daerah pemetaan yang berkembang berupa : -

Sejarah geologi pada daerah penelitian dimulai pada kala Miosen Awal dengan terjadinya aktivitas vulkanisme gunung berapi bawah laut secara intensif. Hasil dari aktivitas vulkanisme ini adalah berupa endapan breksi laharik yang tersusun atas fragmen berupa batuan beku andesit dan matriks berupa batuan piroklastik tuffan. Selanjutnya pada kala Miosen Awal hingga Miosen Tengah menghasilkan terobosan batuan beku berupa andesit yang bersifat intermediet akibat dari rekahan yang ditimbulkan oleh penunjaman lempeng sehingga membentuk bukit intrusi..Setelah terjadi penunjaman lempeng samudera tersebut, pada kala Miosen Tengah terjadi genang laut (transgresi) menyebabkan terendapkannya materialmaterial sedimen bersifat karbonatan pada lingkungan laut dangkal. Material-material sedimen karbonatan tersebut terkonsolidasi menjadi batugamping klastik dan terendapkan secara tidak selaras diatas satuan litologi breksi laharik. Setelah proses genang laut tersebut, selanjutnya pada kala Miosen Tengah terjadi penunjaman lempeng menghasilkan terobosan batuan beku berupa dasit yang bersifat asam. Intrusi batuan beku dasit tersebut menerobos bukit intrusi andesit hingga batugamping klastik. Setelah proses tektonik berakhir, pada kala Holosen terjadi pengendapan alluvial. Material endapan alluvial ini berasal dari proses eksogenik batuan yang telah ada sebelumnya. Satuan endapan alluvium ini terendapkan secara tidak selaras diatas batugamping klastik karena terdapatnya perbedaan (gap) umur yang relatif jauh antara satu sama lain.

Potensi geologi daerah pemetaan dibagi menjadi dua, yaitu sumber daya geologi dan sumber bencana geologi. Sumber daya geologi berupa pertambangan batugamping. kawasan hutan lindung dan perkebunan. Sumber bencana geologi berupa gerakan tanah yang dapat

menyebabkan terjadinya longsoran tanah.

Anda mungkin juga menyukai