Anda di halaman 1dari 55

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah
Proses pembelajaran di sekolah adalah interaksi guru dengan siswa untuk
mempelajari suatu materi yang telah tersusun dalam suatu kurikulum. Agar proses
pembelajaran dapat berlangsung dengan baik, seorang guru harus cerdas dan
tanggap dalam merencanakan, menyusun dan mendesain suatu proses belajar
sehingga tujuan tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Belajar adalah proses berpikir. Belajar berpikir menekankan kepada proses
mencari dan menemukan pengetahuan melalui interaksi antara individu
dengan lingkungan. Dalam pembelajaran berpikir proses pendidikan di
sekolah tidak hanya menekankan kepada akumulasi pengetahuan materi
pelajaran, tetapi yang diutamakan adalah kemampuan siswa untuk
memperoleh pengetahuannya sendiri (Sanjaya, 2010:107)

Kenyataan ini berlaku untuk semua mata pelajaran, salah satunya adalah
fisika, karena strategi pembelajaran berpikir tidak digunakan secara baik dalam
setiap proses pembelajaran fisika di dalam kelas.
Pemahaman siswa terhadap konsep-konsep fisika haruslah tinggi, sehingga
siswa dapat menyelesaikan setiap permasalahan yang ditemuinya dengan konsep
yang tepat, sedangkan yang sering kita temui adalah pemahaman konsep yang
masih rendah. Fisika merupakan mata pelajaran yang mengharuskan siswa
memahami, mengerti, serta mengaplikasikannya dari teori menuju kehidupan
nyata. Oleh sebab itu, kebanyakan siswa tidak menaruh minat dan perhatian
terhadap pelajaran fisika. Kelemahan-kelemahan tersebut menjadikan tujuan
pembelajaran tidak tercapai. Hal ini dibuktikan dengan sering tidak tercapainya
beberapa kompetensi yang harus dicapai siswa, yang meliputi aspek kognitif,
afektif, dan psikomotorik.
Fisika dikatakan sebagai ilmu yang hanya menekankan pada kemampuan
berpikir logis sehingga siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal
cerita. Siswa hanya terpaku pada langkah-langkah penyelesaian yang diberikan
guru, siswa beranggapan bahwa jawaban guru yang paling benar sehingga siswa
2

merasa takut mengemukakan ide atau cara mereka sendiri. Hal ini dapat
menghambat kemampuan berpikir siswa, padahal proses pembelajaran fisika
sendiri sebenarnya menghendaki aktivitas siswa dalam proses berpikir dan
mencari pemahaman akan objek, menganalisis, dan mengkonstruksi pengetahuan
tersebut, sehingga terbentuk pengetahuan baru dalam diri individu, sedangkan
pada proses pembelajaran yang sering berlangsung di dalam kelas adalah anak
kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir, namun lebih
diarahkan pada penghafalan yang diberikan langsung oleh guru melalui strategi
pembelajaran yang didominasi oleh ceramah sehingga siswa cepat merasa bosan
sebelum memahami apa yang disampaikan oleh guru.
Dari studi pendahuluan yang telah dilakukan terhadap 210 siswa kelas
VIII SMP Muhammadiyah 06 Belawan, ditemukan bahwa 108 orang siswa
menyatakan fisika bukan mata pelajaran yang mereka gemari. Hal ini dikarenakan
menurut mereka fisika adalah pelajaran yang sulit dan kurang menarik. Sebanyak
190 orang dari seluruh siswa juga menyatakan penyajian materi fisika yang
dilakukan guru hanya berupa mencatat dan mengerjakan soal. Hal inilah yang
membuat fisika menjadi kurang menarik, karena monoton dalam penyajiannya.
Selain siswa, dilakukan juga wawancara terhadap salah satu guru fisika di SMP
Muhammadiyah 06 Belawan. Dari hasil wawancara yang telah dilakukan dengan
guru diperoleh kesimpulan bahwa hasil belajar siswa rendah pada soal hitungan,
khususnya soal cerita. Penyampaian materi yang menggunakan metode ceramah
dan tanya jawab kadang-kadang kurang dapat membuat siswa memahami materi.
Selain itu, siswa juga kurang aktif bertanya dalam kelas.
Salah satu usaha yang dilakukan agar siswa dapat memahami apa yang
dipelajarinya adalah dengan cara membimbing siswa untuk menemukan sendiri
konsep yang harus dikuasai dengan memanfaatkan pengalaman siswa.
Penggunaan suatu strategi pembelajaran yang dibangun dengan suasana
demokratis, dialogis, dan menghubungkan materi pelajaran dengan kehidupan
sehari-hari merupakan salah satu strategi yang sesuai dalam pembelajaran fisika.
Usaha tersebut dapat diimplementasikan dengan penggunaan Strategi
Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir (SPPKB). Strategi Pembelajaran
3

Peningkatan Kemampuan Berpikir adalah pembelajaran yang bertumpu pada
pengembangan kemampuan berpikir siswa melalui telaah fakta-fakta atau
pengalaman anak sebagai bahan untuk memecahkan masalah yang diajukan.
Strategi pembelajaran ini pada awalnya dirancang untuk pembelajaran
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa
selama ini IPS dianggap sebagai pelajaran hafalan. Namun demikian, tentu
saja dengan berbagai penyesuaian topik, strategi pembelajaran ini juga
dapat diterapkan pada mata pelajaran lain. (Sanjaya, 2010:226)

SPPKB merupakan strategi pembelajaran yang menekankan kepada
kemampuan berpikir siswa. Dalam SPPKB materi pelajaran tidak disajikan begitu
saja kepada siswa melainkan berupa proses dialog yang berkesinambungan
berbekal pengalaman siswa untuk memecahkan masalah yang diajukan.
Walaupun tujuan SPPKB sama dengan strategi pembelajaran inkuiri
(SPI), yaitu agar siswa dapat mencari dan menemukan materi pelajaran
sendiri, akan tetapi keduanya memiliki perbedaan yang mendasar.
Perbedaan tersebut terletak pada pola pembelajaran yang digunakan.
Dalam pola pembelajaran SPPKB, guru memanfaatkan pengalaman siswa
sebagai titik tolak berpikir, bukan teka-teki yang harus dicari jawabannya
seperti dalam pola inkuiri (Sanjaya, 2010:223)

Guru sebagai fasilitator harus mampu menggali kemampuan setiap siswa
untuk berpikir, memecahkan masalah yang diajukan, guna menyimpulkan suatu
teori. Interaksi antara guru dan siswa harus diciptakan untuk dapat
mengembangkan kemampuan berpikir siswa. Dengan berkembangnya
kemampuan berpikir siswa, maka siswa akan dengan lebih mudah dapat
memahami materi yang disampaikan oleh guru sehingga siswa dapat
menyelesaikan persoalan-persoalan yang nantinya akan dihadapi tentang materi
yang telah dipelajari tersebut, tidak hanya sekedar menghafal kemudian lupa pada
saat ditanyakan kembali.
Beranjak dari kondisi seperti apa yang telah dipaparkan sebelumnya,
permasalahan ini perlu diatasi. Guru hendaknya merancang dan menggunakan
strategi pembelajaran yang benar-benar dapat mendorong dan merangsang siswa
untuk belajar. Untuk itulah peneliti merasa perlu mengadakan penelitian dengan
judul Pengaruh Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir
4

(SPPKB) terhadap Hasil Belajar Siswa pada Materi Pokok Gaya dan
Percepatan di Kelas VIII Semester Genap SMP Muhammadiyah 06 Belawan
T.P. 2010/2011

1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi identifikasi
masalah adalah sebagai berikut :
1. Fisika bukan pelajaran yang digemari siswa.
2. Penyajian materi fisika di kelas hanya didominasi oleh kegiatan
mencatat apa yang disampaikan guru dan mengerjakan soal.
3. Siswa kurang mampu menyelesaikan soal cerita pada setiap materi
fisika.
4. Hasil belajar fisika dan keaktifan siswa cenderung rendah.

1.3. Batasan Masalah
Mengingat keterbatasan kemampuan dari peneliti sendiri, maka peneliti
membatasi permasalahan dari penelitian ini, yaitu :
1. Pembelajaran dilakukan dengan menggunakan Strategi Pembelajaran
Peningkatan Kemampuan Berpikir (SPPKB).
2. Subjek pada penelitian ini adalah siswa kelas VIII semester genap SMP
Muhammadiyah 06 Belawan.
3. Materi pelajaran yang diteliti adalah Gaya dan Percepatan

1.4. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan batasan masalah di atas, maka
yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah hasil belajar siswa yang diajar dengan Strategi
Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir (SPPKB)?
2. Bagaimanakah perbedaan pengaruh Strategi Pembelajaran Peningkatan
Kemampuan Berpikir (SPPKB) dan strategi konvensional terhadap hasil
5

belajar siswa pada materi pokok Gaya dan Percepatan di kelas VIII
semester genap SMP Muhammadiyah 06 Belawan T.P. 2010/2011?
3. Bagaimanakah aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran
menggunakan Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir
(SPPKB) pada materi Gaya dan Percepatan?

1.5. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui hasil belajar siswa yang diajar dengan Strategi
Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir (SPPKB).
2. Untuk mengetahui perbedaan pengaruh penggunaan Strategi Pembelajaran
Peningkatan Kemampuan Berpikir (SPPKB) dan strategi konvensional
terhadap hasil belajar siswa pada materi Gaya dan Percepatan di kelas VIII
semester genap SMP Muhammadiyah 06 Belawan.
3. Untuk mengetahui aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran
menggunakan Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir
(SPPKB) pada materi pokok Gaya dan Percepatan.

1.6. Manfaat Penelitian
Sehubungan dengan tujuan penelitian di atas, penelitian ini diharapkan
dapat bermanfaat, yakni sebagai berikut :
1. Sebagai bahan informasi tentang perbedaan pengaruh Strategi
Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir (SPPKB) dan strategi
konvensional terhadap hasil belajar fisika siswa, khususnya terhadap
kemampuan siswa menyelesaikan soal cerita fisika.
2. Sebagai masukan dan saran dalam memlilih strategi pembelajaran yang
tepat dalam pembelajaran fisika.
3. Siswa dapat lebih menguasai pelajaran fisika, khususnya materi Gaya dan
Percepatan.
4. Siswa mampu menyelesaikan soal cerita dengan lebih baik.

6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kerangka Teoretis
2.1.1. Pengertian Belajar
Banyak orang beranggapan bahwa belajar merupakan latihan belaka
seperti yang nampak dalam latihan membaca dan menulis. Padahal, sesungguhnya
menurut Slameto (2003:2), Belajar adalah proses usaha yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya.
Selanjutnya Abdurrahman (2003:37) mengungkapkan bahwa Belajar itu
sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh
suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap.
Kemudian Piaget dalam Slameto (2003:13) berpendapat bahwa: Dalam
perkembangan intelektual terjadi proses yang sederhana seperti melihat,
menyentuh, menyebut nama benda dan sebagainya, dan adaptasi yaitu suatu
rangkaian perubahan yang terjadi pada tiap individu sebagai hasil interaksi dengan
dunia sekitarnya.
Inisiatif belajar merupakan keinginan yang timbul dari dalam diri
seseorang siswa untuk mengadakan atau berpartisipasi aktif dalam proses belajar
mengajar seperti mencetuskan ide-ide belajar, mengajukan pertanyaan,
mengemukakan pendapat/gagasan, dan mengemukan saran/usul tentang pelajaran
(Rasman, 2010).
Belajar tidak sekedar berhubungan dengan buku-buku yang merupakan
salah satu sarana belajar, melainkan berkaitan pula dengan interaksi anak dengan
lingkungannya, yaitu pengalaman. Hal yang penting dalam belajar adalah
perubahan tingkah laku, dan itu menjadi target dari belajar. Dengan belajar,
seseorang yang tadinya tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa
(Muhfahroyin, 2009).
7

Belajar merupakan kegiatan bagi setiap orang. Belajar pada hakikatnya
merupakan kegiatan yang dilakukan secara sadar untuk menghasilkan suatu
perubahan menyangkut pengetahuan, keterampilan sikap, dan nilai-nilai.
Pengetahuan keterampilan, kebiasaan, kegemaran dan sikap seseorang terbentuk
dimodifikasi dan berkembang disebabkan oleh belajar. Manusia tanpa belajar,
akan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan diri dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang tidak lain juga merupakan produk kegiatan
berpikir manusia - manusia pendahulunya. Tuntutan untuk menyesuaikan diri
dengan lingkungan yang selalu berubah merupakan tuntutan kebutuhan manusia
sejak lahir sampai akhir hayatnya. Dengan demikian belajar merupakan tuntutan
hidup sepanjang hayat manusia (life long learning).
Kegiatan belajar yang dilakukan oleh peserta didik harus seimbang antara
otak kanan dan kiri. Untuk mencapai hal tersebut, sebaiknya proses belajar tidak
hanya dilaksanakan dengan metode konservatif (ceramah/DDCH : Duduk,
Dengar, Catat, dan Hafal), tetapi juga metode-metode lain yang dapat merangsang
keaktifan peserta didik (Afi, 2009).
Proses terjadinya belajar sangat sulit diamati. Untuk dapat mengetahui
terjadinya proses belajar itu, orang lain hanya bisa mengamati terjadinya
perubahan tingkah laku. Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku pada
diri seseorang yang bersifat menetap melalui serangkaian pengalaman. Seseorang
dikatakan belajar, bila dapat diasumsikan dalam diri orang itu terjadi suatu proses
kegiatan yang mengakibatkan perubahan tingkah laku.
Jung dalam Widianto (2010) mendefinisikan bahwa belajar adalah suatu
proses dimana tingkah laku dari suatu organisme dimodifikasi oleh pengalaman.
Berdasarkan pendapat di atas, pada dasarnya belajar harus melalui proses,
siswa tidak hanya sekedar menerima konsep dan prinsip. Dengan kata lain dapat
disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku yang
relatif menetap pada diri seseorang yang dilihat dalam bentuk peningkatan
kualitas dan kuantitas seperti pengetahuannya bertambah, keterampilannya
meningkat, sikapnya semakin positif, dan sebagainya. Dengan berubahnya tingkah
laku berarti pada diri siswa telah ada suatu pengalaman baru yang diperolehnya.
8

Perubahan itu tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi
juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat,
watak, penyesuaian diri dan menyangkut segala aspek organisme dan tingkah laku
pribadi seseorang. Secara singkat dapat dikatakan bahwa perubahan tingkah laku
tanpa usaha dan tanpa disadari bukanlah belajar.
2.1.2. Soal Cerita Fisika
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia , soal cerita berasal dari kata soal
dan cerita. Kata soal mempunyai arti hal atau masalah yang harus dipecahkan dan
cerita artinya tuturan yang membentangkan bagaimana terjadinya suatu hal yang
dipecahkan. Cerita yang diungkapkan dapat merupakan masalah kehidupan
sehari-hari.
Dalam penelitian ini yang dimaksud soal cerita adalah soal fisika yang
disajikan dengan kalimat yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari serta
memuat masalah yang menuntut pemecahan. Kemampuan siswa yang dibutuhkan
untuk menyelesaikan soal cerita tidak hanya kemampuan skill ( keterampilan)
tertentu saja melainkan dibutuhkan juga kemampuan yang lain, yaitu kemampuan
dalam menyusun rencana atau strategi yang akan digunakan dalam mengerjakan
soal (Wijayanti, 2005).
Soal fisika juga memiliki jalan cerita. Untuk mneyelesaikannya, cocokkan
ceritanya ini dengan cerita dalam konsep-konsep. Jika telah menemukan alur
cerita yang mirip dengan soal itu, maka kita telah menemukan konsep yang akan
dipakai untuk memecahkan permasalahannya. Soal adalah ajang latihan bagi
logika dan memperkuat pemahaman tentang sebuah konsep dalam fisika.
Soedjadi dalam Rifmawati (2006) memberikan langkah langkah penting
dalam menyelesaikan soal cerita yaitu :
1. Membaca soal dengan cermat untuk menangkap makna tiap kalimat.
2. Memisahkan dan mengungkapkan :
a. Apa yang diketahui dalam soal
b. Apa yang diminta / ditanyakan dalam soal
c. Operasi / pengerjaan apa yang diperlukan
9

3. Membuat strategi matematika.
4. Menyelesaikan strategi menurut aturan aturan matematika sehingga
mendapatkan jawaban.
5. Mengembalikan jawaban kepada jawaban soal semula.

2.1.3. Aktivitas Siswa
Pada prinsipnya belajar adalah berbuat. Berbuat untuk mengubah tingkah
laku, jadi melakukan kegiatan. Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas. Itulah
sebabnya aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di dalam
interaksi belajar-mengajar. Sekolah adalah salah satu pusat kegiatan belajar.
Dengan demikian, di sekolah merupakan arena untuk mengembangkan aktivitas.
Banyak jenis aktivitas yang dapat dilakukan oleh siswa di sekolah. Aktivitas siswa
tidak cukup hanya mendengarkan dan mencatat seperti yang lazim terdapat di
sekolah sekolah tradisional.
Paul B. Diedrich dalam Sardiman (2007:101) menjelaskan ada 177 macam
kegiatan siswa yang antara lain dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Visual activities, yang termasuk di dalamnya misalnya, membaca,
memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.
2. Oral activities, seperti : menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran,
mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi.
3. Listening activities, sebagai contoh mendengarkan : uraian, percakapan,
diskusi, musik, pidato.
4. Writing activities, seperti misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket,
menyalin.
5. Drawing activities, misalnya : menggambar, membuat grafik, peta, diagram.
6. Motor activities, yang termasuk di dalamnya antara lain : melakukan
percobaan, membuat konstruksi, strategi mereparasi, bermain, berkebun,
berternak.
7. Mental activities, sebagai contoh misalnya : menanggapi, mengingat,
memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan.
10

8. Emotional activities, seperti misalnya menaruh minat, merasa bosan, gembira,
bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.

2.1.4. Strategi Pembelajaran
Pada mulanya istilah strategi digunakan dalam dunia militer yang diartikan
sebagai cara penggunaan seluruh kekuatan militer untuk memenangkan suatu
peperangan.
Dalam dunia pendidikan, J. R. David dalam Sanjaya (2010) mengartikan
strategi sebagai a plan method, or series of activities designed to achieves a
particular educational goal. Jadi, dengan demikian, strategi pembelajaran dapat
diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang
didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Ada dua hal yang patut kita cermati dari pengertian di atas. Pertama,
strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk
penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya/kekuatan dalam
pembelajaran. Ini berarti penyusunan suatu strategi baru sampai pada proses
penyusunan rencana kerja belum sampai pada tindakan. Kedua, strategi disusun
untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya, arah dari semua keputusan penyusunan
strategi adalah pencapaian tujuan. Oleh sebab itu, sebelum menentukan strategi,
perlu dirumuskan tujuan yang jelas yang dapat diukur keberhasilannya, sebab
tujuan adalah rohnya dalam implementasi suatu strategi.
Kemp dalam Sanjaya (2010) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran
adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar
tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Senada dengan
pendapat di atas, Dick and Carey dalam Sanjaya (2010) juga menyebutkan bahwa
strategi pembelajaran itu adalah suatu set materi dan prosedur pembelajaran itu
adalah secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa.
Sebelum kita menentukan strategi pembelajaran yang dapat digunakan, ada
beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan.
a. Pertimbangan yang berhubungan dengan tujuan yang ingin dicapai.
b. Pertimbangan yang berhubungan dnegan bahan atau materi pembelajaran.
11

c. Pertimbangan dari sudut siswa.
d. Pertimbangan-pertimbangan lainnya.
Penggunaan strategi pembelajaran juga mempunyai prinsip-prinsip, yakni
hal-hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan strategi pembelajaran.
Prinsip umum penggunaan strategi pembelajaran adalah bahwa tidak semua
strategi pembelajaran cocok digunakan untuk mencapai semua tujuan dan
keadaan. Setiap strategi memiliki kekhasan sendiri-sendiri. Oleh sebab itu, guru
perlu memahami prinsp-prinsip umum penggunaan strategi pembelajaran sebagai
berikut :
1. Berorientasi pada Tujuan
Dalam sistem pembelajaran, tujuan merupakan komponen yang utama.
Oleh karenanya keberhasilan suatu strategi pembelajaran dapat ditentukan dari
keberhasilan siswa mencapai tujuan pembelajaran.
2. Aktivitas
Strategi pembelajaran harus dapat mendorong aktivitas siswa. Aktivitas
tidak dimaksudkan terbatas pada aktivitas fisik, akan tetapi juga meliputi aktivitas
yang bersifat psikis seperti aktivitas mental.
3. Individualitas
Walaupun kita mengajar pada sekelompok siswa, namun pada hakikatnya
yang ingin kita capai adalah perubahan perilaku setiap siswa. Semakin tinggi
standar keberhasilan ditentukan, maka semakin berkualitas proses pembelajaran.
4. Integritas
Mengajar bukan hanya mengembangkan kemampuan kognitif saja, akan
tetapi juga meliputi pengembangan aspek afektif dan aspek psikomotor. Oleh
karena itu, strategi pembelajaran harus dapat mengembangkan seluruh aspek
kepribadian siswa secara terintegrasi.
Disamping itu, pada Bab IV Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun
2005 dikatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan
diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang
12

cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik, serta psikologis peserta didik.

2.1.5. Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir (SPPKB)
SPPKB merupakan strategi pembelajaran yang menekankan kepada
kemampuan berpikir siswa. Joyce dan Weil dalam Sanjaya (2010) menempatkan
strategi pembelajaran ini kedalam bagian pembelajaran Cognitive Growth :
Increasing the Capacity to Think, yang termasuk dalam salah satu strategi
pengolahan informasi.
Dalam SPPKB, materi pelajaran tidak disajikan begitu saja kepada siswa,
akan tetapi siswa dibimbing untuk menemukan sendiri konsep yang harus
dikuasai melalui proses dialogis yang terus menerus dengan memanfaatkan
pengalaman siswa.

2.1.5.1. Hakikat dan Pengertian Strategi Pembelajaran Peningkatan
Kemampuan Berpikir
Strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir (SPPKB) adalah
strategi pembelajaran yang bertumpu kepada pengembangan kemampuan berpikir
siswa melalui telaahan fakta-fakta atau pengalaman anak sebagai bahan untuk
memecahkan masalah yang diajukan.
Terdapat beberapa hal yang terkandung dalam pengertian di atas. Pertama,
SPPKB adalah strategi pembelajaran yang bertumpu pada pengembangan
kemampuan berpikir, artinya tujuan yang ingin dicapai oleh SPPKB adalah bukan
sekedar siswa dapat menguasai sejumlah materi pelajaran, akan tetapi bagaimana
siswa dapat mengembangkan gagasan-gagasan dan ide-ide melalui kemampuan
berbahasa secara verbal. Hal ini didasarkan kepada asumsi bahwa kemampuan
berbicara secara verbal merupakan salah satu kemampuan berpikir.
Kedua, telaahan fakta-fakta sosial atau pengalaman sosial merupakan dasar
pengembangan kemampuan berpikir, artinya pengembangan gagasan dan ide-ide
didasarkan pada pengalaman sosial anak dalam kehidupan sehari-hari dan/atau
berdasarkan kemampuan anak untuk mendeskripsikan hasil pengamatan mereka
13

terhadap berbagai fakta dan data yang mereka peroleh dalam kehidupan sehari-
hari.
Ketiga, sasaran akhir SPPKB adalah kemampuan anak untuk memecahkan
masalah-masalah sosial sesuai dengan taraf perkembangan anak.

2.1.5.2. Hakikat Kemampuan Berpikir dalam SPPKB
Strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir atau SPPKB
merupakan strategi pembelajaran yang bertumpu pada proses perbaikan dan
peningkatan kemampuan berpikir siswa. Menurut Peter Reason dalam Sanjaya
(2010:230), berpikir (thinking) adalah proses mental seseorang yang lebih dari
sekedar mengingat (remembering) dan memahami (comprehending). Menurut
Reason, mengingat dan memahami lebih bersifat pasif daripada kegiatan berpikir
(thinking). Mengingat pada dasarnya hanya melibatkan usaha penyimpanan
sesuatu yang telah dialami untuk suatu saat dikeluarkan kembali atas permintaan;
sedangkan memahami memerlukan pemerolehan apa yang didengar dan dibaca
serta melihat keterkaitan antar-aspek dalam memori. Berpikir adalah istilah yang
lebih dari keduanya. Berpikir menyebabkan seseorang harus bergerak hingga
diluar informasi yang didengarnya.
Kemampuan berpikir memerlukan kemampuan mengingat dan memahami,
oleh sebab itu kemampuan mengingat adalah bagian terpenting dalam
mengembangkan kemampuan berpikir. Artinya, belum tentu seseorang yang
memiliki kemampuan mengingat dan memahami memiliki kemampuan juga
dalam berpikir. Sebaliknya, kemampuan berpikir seseorang sudah pasti diikuti
oleh kemampuan mengingat dan memahami. Hal ini seperti yang dikemukakan
Peter Reason, bahwa berpikir tidak mungkin terjadi tanpa adanya memori.
Dengan demikian, berpikir sebagai kegiatan yang melibatkan proses mental
memerlukan kemampuan mengingat dan memahami, sebaliknya untuk dapat
mengingat dan memahami diperlukan proses mental yang disebut berpikir.
SPPKB bukan hanya sekedar strategi pembelajaran yang diarahkan agar
peserta didik dapat mengingat dan memahami berbagai data, fakta, atau konsep,
akan tetapi bagaimana data, fakta, dan konsep tersebut dapat dijadikan sebagai
14

alat untuk melatih kemampuan berpikir siswa dalam menghadapi dan
memecahkan suatu persoalan.

2.1.5.3. Karakteristik SPPKB
Sebagai strategi pembelajaran yang diarahkan untuk mengembangkan
kemampuan berpikir, SPPKB memiliki tiga karakteristik utama, yaitu sebagai
berikut :
1. Proses pembelajaran melalui SPPKB menekankan kepada proses mental
siswa secara maksimal. Hal ini sesuai dengan latar belakang psikologis yang
menjadi tumpuannya, bahwa pembelajaran itu adalah peristiwa mental bukan
peristiwa behavioral yang lebih menekankan aktivitas fisik. Artinya, setiap
kegiatan belajar itu disebabkan tidak hanya peristiwa hubungan stimulus-
respons saja, tetapi juga disebabkan karena dorongan mental yang diatur oleh
otaknya. Berkaitan dengan karakteristik tersebut, maka dalam proses
implementasi SPPKB perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Jika belajar tergantung pada bagaimana informasi diproses secara mental,
maka proses kognitif siswa harus menjadi kepedulian utama para guru.
Artinya guru harus menyadari bahwa proses pembelajaran itu yang
terpenting bukan hanya apa yang dipelajari, tetapi bagaimana cara
mereka mempelajarinya.
b. Guru harus mempertimbangkan tingkat perkembangan kognitif siswa
ketika merencanakan topik yang harus dipelajari serta metode apa yang
akan digunakan.
c. Siswa harus mengorganisasi apa yang mereka pelajari. Dalam hal ini
guru harus membantu agar siswa belajar untuk melihat hubungan
antarbagian yang dipelajari.
d. Informasi baru akan bisa ditangkap lebih mudah oleh siswa, manakala
siswa dapat mengorganisasikannya dengan pengetahuan yang telah
mereka miliki.
e. Siswa harus secara aktif merespon apa yang mereka pelajari. Merespon
dalam konteks ini adalah aktivitas mental bukan aktivitas secara fisik.
15

2. SPPKB dibangun dalam nuansa dialogis dan proses tanya jawab secara terus-
menerus. Proses pembelajaran melalui dialog dan tanya jawab itu diarahkan
untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berpikir siswa, yang pada
gilirannya kemampuan berpikir itu dapat membantu siswa untuk memperoleh
pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri.
3. SPPKB adalah strategi pembelajaran yang menyandarkan kepada dua sisi
yang sama pentingnya, yaitu sisi proses dan hasil belajar. Proses belajar
diarahkan untuk meningkatkan kemampuan berpikir, sedangkan sisi hasil
belajar diarahkan untuk mengkonstruksi pengetahuan atau penguasaan materi
pembelajaran baru.

2.1.5.4. Perbedaan SPPKB dengan Pembelajaran Konvensional
Ada perbedaan pokok antara SPPKB dengan pembelajaran yang selama ini
banyak dilakukan guru, yaitu :
1. SPPKB menempatkan peserta didik sebagai subjek belajar, artinya peserta
didik berperan aktif dalam setiap proses pembelajaran dengan cara menggali
pengalamannya sendiri.
2. Dalam SPPKB, pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata melalui
penggalian pengalaman setiap siswa; sedangkan dalam pembelajaran
konvensional pembelajaran bersifat teoritis dan abstrak.
3. Dalam SPPKB, perilaku dibangun atas kesadaran diri, sedangkan dalam
pembelajaran konvensional perilaku dibangun atas proses kebiasaan.
4. Dalam SPPKB, kemampuan didasarkan atas penggalian pengalaman;
sedangkan dalam pembelajaran konvensional kemampuan diperoleh melalui
latihan-latihan.
5. Tujuan akhir dari proses pembelajaran melalui SPPKB adalah kemampuan
berpikir melalui proses menghubungkan antara pengalaman dengan
kenyataan; sedangkan dalam pembelajaran konvensional tujuan akhir adalah
penguasaan materi pembelajaran.
16

6. Dalam SPPKB, tindakan atau perilaku dibangun atas kesadaran diri sendiri;
sedangkan dalam pembelajaran konvensional tindakan atau perilaku individu
didasarkan oleh faktor dari luar dirinya.
7. Dalam SPPKB, pengetahuan yang dimiliki setiap individu selalu berkembang
sesuai dengan pengalaman yang dialaminya, oleh sebab itu setiap peserta
didik bisa terjadi perbedaan dalam memaknai hakikat pengetahuan yang
dimilikinya. Dalam pembelajaran konvensional, hal ini tidak mungkin terjadi.
Kebenaran yang dimiliki bersifat absolut dan final, oleh karena pengetahuan
dikonstruksi oleh orang lain.
8. Tujuan yang ingin dicapai oleh SPPKB adalah kemampuan siswa dalam
proses berpikir untuk memperoleh pengetahuan, maka kriteria keberhasilan
ditentukan oleh proses dan hasil belajar; sedangkan dalam pembelajaran
konvensional keberhasilan pembelajaran biasanya hanya diukur dari tes.
Beberapa perbedaan pokok di atas menggambarkan bahwa SPPKB
memang memiliki perbedaan baik dilihat dari asumsi maupun proses pelaksanaan
dan pengelolaannya.

2.1.5.5. Tahapan-tahapan Pembelajaran SPPKB
SPPKB menekankan kepada keterlibatan siswa secara penuh dalam
belajar. Hal ini sesuai dengan hakikat SPPKB yang tidak mengharapkan siswa
sebagai objek belajar yang hanya duduk mendengarkan penjelasan guru kemudian
mencatat untuk dihafalkan. Cara yang demikian bukan saja tidak sesuai dengan
hakikat belajar sebagai usaha memperoleh pengalaman, namun juga dapat
menghilangkan gairah dan motivasi belajar siswa.
Ada enam tahap dalam SPPKB (Sanjaya, 2010:234). Setiap tahap
dijelaskan berikut ini :
1. Tahap Orientasi
Pada tahap ini, guru mengkondisikan siswa pada posisi siap untuk
melakukan pembelajaran. Tahap orientasi dilakukan dengan, pertama, penjelasan
tujuan yang harus dicapai. Kedua, penjelasan proses pembelajaran yang harus
17

dilakukan siswa, yaitu penjelasan tentang apa yang harus dilakukan siswa dalam
setiap tahapan proses pembelajaran.
2. Tahap Pelacakan
Tahap pelacakan adalah tahapan penjajakan untuk memahami pengalaman
dan kemampuan dasar siswa sesuai dengan tema atau pokok persoalan yang akan
dibicarakan. Melalui tahapan inilah guru mengembangkan dialog dan tanya jawab
untuk mengungkap pengalaman apa saja yang telah dimiliki siswa yang dianggap
relevan dengan tema yang akan dikaji.
3. Tahap Konfrontasi
Tahap konfrontasi adalah tahapan penyajian persoalan yang harus
dipecahkan sesuai dengan tingkat kemampuan dan pengalaman siswa. Pada tahap
ini, guru harus dapat mengembangkan dialog agar siswa benar-benar memahami
persoalan yang dipecahkan, sebab pemahaman terhadap masalah akan mendorong
siswa untuk dapat berpikir.
4. Tahap Inkuiri
Tahap inkuiri adalah tahapan terpenting dalam SPPKB. Pada tahap inilah
siswa belajar berpikir yang sesungguhnya. Melalui tahapan inkuiri, siswa diajak
untuk memecahkan persoalan yang dihadapi. Oleh sebab itu, pada tahapan ini
guru harus memberikan ruang dan kesempatan kepada siswa untuk
mengembangkan gagasan dalam upaya pemecahan persoalan.
5. Tahap Akomodasi
Tahap akomodasi adalah tahap pembentukan pengetahuan baru melalui
proses penyimpulan. Pada tahap ini melalui dialog, guru membimbing agar siswa
dapat menyimpulkan apa yang mereka temukan sekitar topik yang
dipermasalahkan.
6. Tahap Transfer
Tahap transfer adalah tahapan penyajian masalah baru yang sepadan
dengan masalah yang disajikan. Tahap transfer dimaksudkan sebagai tahapan agar
siswa mampu mentransfer kemampuan berpikir setiap siswa untuk memecahkan
masalah-masalah baru. Pada tahap ini guru dapat memberikan tugas-tugas yang
sesuai dengan topik pembahasan.
18

Sesuai dengan tahapan-tahapan dalam SPPKB seperti yang telah
dijelaskan di atas, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar SPPKB
dapat berhasil dengan sempurna :
1. SPPKB adalah strategi pembelajaran yang bersifat demokratis, oleh sebab itu
guru harus mampu menciptakan suasana yang terbuka dan saling menghargai,
sehingga setiap siswa dapat mengembangkan kemampuannya dalam
menyampaikan pengalaman dan gagasan. Dalam SPPKB guru harus
menempatkan siswa sebagai subjek belajar bukan sebagai objek.
2. SPPKB dibangun dalam suasana tanya jawab, oleh sebab itu guru dituntut
untuk dapat mengembangkan kemampuan bertanya untuk melacak,
kemampuan bertanya untuk memancing, bertanya induktif-deduktif, dan
mengembangkan pertanyaan terbuka dan tertutup. Hindari peran guru sebagai
sumber belajar yang memberikan informasi tentang materi pelajaran.
3. SPPKB juga merupakan strategi pembelajaran yang dikembangkan dalam
suasana dialogis, karena itu guru harus mampu merangsang dan
membangkitkan keberanian siswa untuk menjawab pertanyaan, menjelaskan,
membuktikan dengan memberikan data dan fakta sosial serta keberanian
untuk mengeluarkan ide dan gagasan serta menyusun kesimpulan dan
mencari hubungan antar-aspek yang dipermasalahkan.
Strategi pembelajaran ini berlangsung dengan proses dialogis, sehingga
untuk dapat diterapkan, harus memenuhi syarat, yaitu siswa harus telah terbiasa
dengan metode tersebut. Selain itu, dari segi materi pembelajaran, harus
memenuhi syarat dapat disampaikan secara dialogis, dengan kata lain materi
pembelajaran haruslah banyak membicarakan tentang konsep dibandingkan
perhitungan.

2.1.6. Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran konvensional berarti pembelajaran yang sering dilaksanakan
oleh guru dalam proses pembelajaran. Menurut Djamarah (1996), metode
pembelajaran konvensional adalah metode pembelajaran tradisional atau disebut
juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan
19

sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar
dan pembelajaran. Dalam pembelajaran metode konvensional ditandai dengan
ceramah yang diiringi dengan penjelasan, serta pembagian tugas dan latihan.
Selanjutnya menurut Roestiyah (1998), cara mengajar yang paling tradisional dan
telah lama dijalankan dalam sejarah pendidikan ialah cara mengajar dengan
ceramah. Sejak duhulu guru dalam usaha menularkan pengetahuannya pada siswa,
ialah secara lisan atau ceramah. Pembelajaran konvensional yang dimaksud
adalah pembelajaran yang biasa dilakukan oleh para guru. Pembelajaran
konvensional (tradisional) pada umumnya memiliki kekhasan tertentu, misalnya
lebih mengutamakan hapalan daripada pengertian, menekankan kepada
keterampilan berhitung, mengutamakan hasil daripada proses, dan pengajaran
berpusat pada guru.

2.1.7. Hasil Belajar
Hasil belajar pada dasarnya merupakan akibat dari proses belajar. Menurut
Abdurrahman (2003:37) hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak
setelah melalui kegiatan belajar. Ini berarti optimalnya hasil belajar siswa
tergantung pada proses siswa dan proses mengajar guru.
Dalam kegiatan belajar yang terprogram yang disebut kegiatan
pembelajaran, tujuan belajar telah ditetapkan terlebih dahulu oleh guru. Anak
yang berhasil dalam belajar ialah yang berhasil mencapai tujuan-tujuan
pembelajaran. Hasil belajar juga dipengaruhi oleh inteligensi dan penguasaan
awal tentang materi yang akan dipelajari.
Oleh karena itu guru perlu menetapkan tujuan belajar sesuai dengan
kapasitas inteligensi anak dan pencapaian tujuan belajar perlu menggunakan
bahan apersepsi, yaitu bahan yang telah dikuasai anak sebagai batu loncatan untuk
menguasai bahan pelajaran baru.
Menurut A. J. Romiszowski dalam Abdurrahman (2003:38) hasil belajar
merupakan keluaran dari suatu sistem pemrosesan masukan. Masukan dari sistem
tersebut berupa bermacam-macam informasi sedangkan keluarannya adalah
pembuatan atau kinerja. Menurut Romiszowski, perbuatan merupakan petunjuk
20

bahwa proses belajar telah terjadi dan hasil belajar dapat dikelompokkan dalam
dua macam saja, yaitu pengetahuan dan keterampilan. Pengetahuan terdiri dari 4
kategori, yaitu (1) pengetahuan tentang fakta, (2) pengetahuan tentang konsep, (3)
pengetahuan tentang prosedur, dan (4) pengetahuan tentang prinsip. Keterampilan
juga terdiri dari empat kategori, yaitu (1) keterampilan berpikir, (2) keterampilan
untuk bertindak atau motorik, (3) keterampilan bereaksi atau bersikap, dan (4)
keterampilan berinteraksi. Ini berarti guru perlu menyusun rancangan dan
pengelolaan pembelajaran yang memungkinkan anak bebas untuk melakukan
eksplorasi terhadap lingkungannya.

2.1.8. Materi Gaya dan Percepatan
GAYA DAN PERCEPATAN
Apa yang menyebabkan benda bergerak? Benda bergerak disebabkan oleh
adanya gaya. Jadi, ada hubungan antara gaya dengan gerak. Orang yang pertama
kali menyelidiki tentang gaya (penyebab gerak) adalah Sir Isaac Newton.
Ada berbagai macam gaya yang dapat kita temui dalam kehidupan sehari-
hari. Gaya gesekan misalnya, arahnya cenderung berlawanan dengan arah gerak
benda sehingga cenderung memperlambat gerak benda. Ada pula gaya berat yang
menyebabkan kita dapat berdiri di lantai, dan gaya normal yang berarah vertical
ke atas yang dikerjakan oleh bidang horizontal pada suatu benda yang diletakkan
di atasnya.
2.1.8.1. Pengertian Gaya
Perhatikan gambar 2.1. Pada gambar, tampak seorang wanita sedang
mendorong kereta bayi. Ketika seseorang ingin membuat kereta
bayi yang diam menjadi bergerak, orang itu akan menarik atau
mendorong kereta tersebut. Jika kita mendorong atau menarik
benda diam menjadi bergerak, dikatakan kita melakukan gaya
terhadap benda. Jadi, dapat didefinisikan bahwa gaya adalah
suatu tarikan atau suatu dorongan.
Gaya dapat menyebabkan sebuah benda berubah bentuk,
Gambar 2.1
Mendorong kereta
bayi
21

berubah posisi, berubah kecepatan, berubah panjang atau
volume dan juga berubah arah. Sebuah gaya disimbolkan
dengan huruf F

, singkatan dari Force.


Gaya dapat diukur menggunakan neraca pegas atau
dinamometer. Neraca pegas atau dinamometer memiliki angka
yang tertera di bagian samping, posisi jarum dinamometer
menunjukkan besarnya gaya.
Satuan gaya dalam SI adalah newton (N), diambil dari nama Sir Isaac
Newton. Satuan gaya yang lain adalah dyne.
2.1.8.2. Jenis-jenis Gaya
Gaya dibedakan menjadi dua jenis, yaitu gaya sentuh dan gaya tak sentuh.
a. Gaya sentuh
Gaya sentuh adalah gaya yang bersentuhan langsung dengan benda. Pada
saat berlangsung gaya sentuh, ada dua jenis gaya yang terjadi, yaitu :

Gambar 2.3 Macam-macam gaya sentuh

1) Gaya gesekan, yaitu gaya yang sejajar dengan bidang sentuh. Arahnya
cenderung berlawanan dengan arah gerak benda.
2) Gaya normal, yaitu gaya yang tegak lurus dengan bidang sentuh.
Gaya sentuh banyak terjadi dalam kehidupan sehari-hari, contohnya adalah
sebagai berikut.
1) Gaya otot, yaitu gaya yang titik kerjanya bersentuhan langsung dengan
benda. Contohnya, orang menarik gerobak.
2) Gaya gesekan, contohnya gesekan antara ban mobil dengan jalan raya.
3) Gaya pegas, contohnya anak panah yang melesat akibat regangan
busur panah.
4) Gaya angin, contohnya kapal layar yang berlayar akibat tiupan angin.
Gambar 2.2
Neraca pegas
22

5) Gaya mesin, contohnya mesin menggerakkan traktor untuk
mengangkat benda.
b. Gaya tak sentuh
Gaya tak sentuh adalah gaya yang bekerja pada benda tanpa menyentuh
benda tersebut. Contoh gaya tak sentuh diantaranya :





Gambar 2.4 Macam-macam gaya tak sentuh
1) Gaya gravitasi bumi, contohnya buah kelapa yang jatuh dari pohonnya.
2) Gaya listrik, contohnya sisir plastik yang telah digosok dapat menarik
kertas kecil.
3) Gaya magnet, contohnya gaya tarik-menarik atau tolak-menolak antara
dua magnet.
2.1.8.3. Resultan Gaya
Gaya adalah suatu besaran yang memiliki besar (nilai) dan arah. Dalam
fisika, besaran yang memiliki besar dan arah termasuk besaran vektor dan dapat
digambarkan dengan sebuah anak panah, yang disebut diagram vektor.
Perhatikan diagram berikut. O A
F


Gambar 2.5 Gaya digambarkan sebagai anak panah
O : titik tangkap di mana gaya F

bekerja
A : ujung anak panah
OA : panjang anak panah yang menyatakan besar gaya dan arah anak panah
merupakan arah gaya
Ada kalanya suatu benda dikenai lebih dari satu gaya. Dua gaya atau lebih
yang bekerja pada suatu benda disebut resultan gaya. Untuk menjumlahkan
beberapa gaya, kita harus melukiskan gaya-gaya yang bekerja.
23


1
F


Gaya-gaya yang bekerja pada suatu benda dapat berupa gaya-gaya yang
searah, berlawanan arah, saling tegak lurus, atau saling membentuk sudut
Resultan gaya-gaya searah
Perhatikan gambar 2.6.


2
F



1
F



2
F






Gambar 2.6 Resultan gaya-gaya searah

Dari gambar dapat disimpulkan bahwa resultan dua gaya atau lebih yang searah
dan segaris dirumuskan sebagai berikut.
n
F F F F R

+ + + + = ...
3 2 1
(2.1)
dimana, R

= resultan gaya (N)


n = banyaknya gaya
Dengan demikian, dua buah gaya atau lebih yang segaris dan searah dapat
diganti dengan sebuah gaya lain yang besarnya sama dengan jumlah gaya-gaya
tersebut.
Resultan gaya-gaya yang berlawanan arah
Apabila pada sebuah benda bekerja dua gaya yang segaris, tapi berlawanan
arah, besarnya kedua gaya tersebut dapat diganti dengan sebuah gaya yang
besarnya sama dengan selisih kedua gaya tersebut dan arahnya sama dengan arah
gaya yang besar.
Dari gambar 2.7 dapat dirumuskan :


24




1
F




2
F







1
F


2
F










Gambar 2.7 Resultan gaya-gaya yang berlawanan arah

2 1
F F R

= (2.2)
dimana,
1
F

= gaya pertama yang lebih besar (N)


2
F

= gaya kedua yang mebih kecil (N)


Kesetimbangan
Kesetimbangan adalah keadaan ketika resultan gaya yang bekerja pada
sebuah benda sama dengan nol. Benda yang berada dalam keadaan setimbang
tidak mengalami perubahan gerak. Artinya, jika mula-mula benda diam, benda
tetap diam setelah gaya-gaya bekerja; jika
benda mula-mula bergerak, benda akan terus
bergerak setelah gaya-gaya seimbang tersebut
bekerja.
Keadaan kesetimbangan dapat kita
temukan pada pesawat terbang. Pada pesawat
terbang, gaya angkat ke atas sama dengan gaya berat pesawat yang arahnya ke
bawah.
Adapun gaya horizontal, yaitu gaya mesin, seimbang dengan gaya gesekan
udara. Akibatnya, pesawat memiliki kecepatan tetap sehingga penumpang tidak
merasakan sedang bergerak.
Gambar 2.8 Keadaan kesetimbangan
pada pesawat terbang
25

2.1.8.4. Gaya Gesekan dan Gaya Berat
Gaya gesekan
Mobil memiliki permukaan ban yang kasar dan beralur. Bagian ban mobil
selalu berhadapan dengan permukaan jalan yang kasar. Permukaan jalan kasar
inilah yang terus-menerus mengikis permukaan ban mobil hingga akhirnya
menjadi aus dan gundul. Nah, gesekan yang terjadi antara permukaan jalan yang
kasar dan ban mobil disebut dengan gaya gesekan. Gaya gesekan selalu memiliki
arah yang berlawanan dengan arah gerak benda. Dengan kalimat lain, gaya
gesekan adalah gaya sentuh antara dua benda yang arahnya berlawanan dengan
arah kecenderungan gerak benda.
Perhatikan dibawah ini:

Gambar 2.9 Gaya gesekan
Ada dua jenis gaya gesekan, yaitu gaya gesekan statis dan kinetis. Gaya
gesekan statis adalah gaya gesekan yang terjadi pada saat benda dalam keadaan
diam sedangkan gaya gesekan kinetis adalah gaya gesekan yang terjadi pada saat
benda bergerak. Sesuai dengan hasil pengukuran yang telah dilakukan bahwa
besar gaya gesekan kinetis lebih kecil bila dibandingkan dengan gaya gesekan
statis maksimum.
Kekasaran atau kehalusan bentuk permukaan benda dapat mempengaruhi
besar gaya gesekan. Semakin kasar bentuk permukaan benda, semakin besar gaya
gesekannya dan sebaliknya.
Berikut ini beberapa contoh keuntungan dan kerugian gaya gesek bagi
manusia:
a. Keuntungan gaya gesek
- gaya gesekan antara ban mobil dengan jalan membuat mobil dapat bergerak
dengan baik;
26

- gaya gesek dapat dimanfaatkan pula pada rem kendaraan;
- akibat dari adanya gaya gesek, kita dapat berjalan di atas tanah dengan
nyaman.
b. Kerugian gaya gesek
- gaya gesekan pada bagian-bagian yang ada dalam mesin mobil dapat
menimbulkan panas yang berlebihan. Hal ini dapat menyebabkan mobil
mesin cepat rusak;
- gesekan antara ban mobil dan jalan menyebabkan ban mobil cepat aus;
- Gesekan antara air laut dan kapal laut dapat menghambat gerak kapal laut.
Gaya berat
Perbedaan antara berat dan massa jika dilihat dari definisinya yaitu, massa
adalah ukuran banyaknya materi yang terkandung
dalam suatu benda. Massa diukur menggunakan
neraca. Satuan massa dalam SI adalah kilogram. Massa
termasuk besaran skalar. Sedangkan berat adalah gaya
gravitasi bumi yang bekerja pada suatu benda. Berat
merupakan besaran yang memiliki arah. Arah berat selalu tegak lurus terhadap
permukaan bumi. Berat merupakan salah satu bentuk gaya. Berat dapat diukur
dengan menggunakan neraca pegas atau dinamometer. Satuan berat dalam SI
dinyatakan dalam newton.
Secara matematis, gaya berat dituliskan sebagai berikut:
g m w = ... (2.6) atau
g
w
m = ... (2.7)
Keterangan:
g = percepatan gravitasi bumi (m/s
2
)
w = gaya berat (N)
m = massa benda (kg)




Gambar 2.10 Gaya berat
27

2.1.8.5. Hukum-Hukum Newton
Hukum I Newton
Aristoteles, ilmuwan zaman Yunani kuno, mengatakan bahwa benda
bergerak karena ada gaya luar yang bekerja. Jika pada benda yang bergerak
tersebut tidak bekerja gaya dari luar, benda akan kembali ke posisi alaminya, yaitu
diam.
Galileo terobsesi dengan pernyataan haruskah gaya luar diberikan agar
benda yang sedang bergerak tetap bergerak?, dan melakukan percobaan dengan
membuat lengkungan licin kemudian menjatuhkan sebuah bola.
Dari percobaan ini, Galileo menemukan bahwa :
- ketika bola dijatuhkan, bola akan menuruni lengkungan kiri dan kemudian
menaiki lengkungan sebelah kanan dengan ketinggian yang sama
- jika sudut kemiringan diperkecil, bola harus menempuh jarak yang lebih
jauh untuk menyamakan ketinggian
- jika lengkungan dibuat mendatar, bola menempuh jarak sangat jauh
dengan kelajuan yang hampir tetap.





(a) (b) (c)
Gambar 2.11 (a) Bola menuruni lengkungan kiri kemudian menaiki lengkungan kanan
dengan ketinggian sama. (b) Sudut kemiringan diperkecil, bola harus menempuh jarak
yang lebih jauh untuk menyamakan ketinggian. (c) Bola menempuh jarak paling jauh jika
lengkungan dibuat mendatar.

Bola yang terus bergerak di bidang mendatar tersebut membuktikan bahwa
benda yang semula bergerak tetap itu tidak memerlukan gaya. Jika akhirnya bola
berhenti, hal itu disebabkan adanya gaya luar yang bekerja, yaitu gaya gesekan
antarbenda dan gaya gesekan angin. Jadi, berhentinya benda yang bergerak
disebabkan oleh adanya gaya luar (gaya gesek) yang bekerja.
28

Pengamatan Galileo ini kemudian ditetapkan oleh Newton dan dinyatakan
sebagai Hukum I Newton, yaitu tiap benda akan terus berada dalam keadaan
diamnya atau terus dalam keadaan gerak teraturnya dengan kelajuan tetap pada
garis lurus, kecuali jika benda itu dipaksa untuk mengubah keadaannya oleh gaya-
gaya yang dikerjakan padanya. Dengan demikian, Hukum I Newton dapat juga
dinyatakan :
Jika resultan gaya pada suatu benda sama dengan nol, maka benda yang
mula-mula diam akan tetap diam (mempertahankan keadaan diamnya) dan benda
yang mula-mula bergerak akan terus bergerak dengan kelajuan tetap
(mempertahankan keadaan geraknya.)

= 0 F

... (2.8)
Contoh benda-benda yang resultan gayanya sama ddengan nol (

= 0 F

)
diilustrasikan pada Gambar 3.1.
a. benda dalam keadaan diam, tidak ada gaya yang bekerja
b. pada benda bekerja gaya-gaya yang seimbang
c. pada benda bekerja gaya-gaya mendatar dan vertikal yang seimbang.
8N

10N 10N 15N 15N
(a) (b)
8N (c)
Gambar 2.12 Benda-benda yang resultan gayanya sama dengan nol

Hukum I Newton juga dikenal sebagai hukum kelembaman. Sifat
kelembaman benda yaitu, benda yang mula-mula diam akan mempertahankan
keadaan diamnya, dan benda yang mula-mula bergerak akan mempertahankan
geraknya.
Hukum I I Newton
Pada pembahasan hukum I Newton telah diketahui bahwa jika resultan
gaya sama dengan nol, maka benda yang mula-mula bergerak akan tetap bergerak
dengan kecepatan tetap. Ini berarti tidak ada percepatan (percepatan nol).
29

Percepatan adalah pertambahan kecepatan setiap satuan waktu. Percepatan
dilambangkan dengan a dan mempunyai satuan m/s
2
.
Jika pada benda bekerja gaya atau beberapa gaya yang resultannya tidak
sama dengan nol, maka semakin besar gaya makin besar pula percepatan; semakin
besar massa benda, makin kecil percepatan. Dari sini dapat disimpulkan bahwa
percepatan sebanding dengan gaya yang bekerja, namun berbanding terbalik
dengan massa benda.
Apabila hubungan antara
percepatan dengan resultan gaya dan
hubungan antara percepatan dengan massa
benda digabung, maka didapat teori yang
dikenal dengan hukum II Newton.
Hukum II Newton menyatakan :
Percepatan yang dihasilkan oleh
resultan gaya yang bekerja pada suatu benda berbanding lurus dan searah
dengan resultan gaya, dan berbanding terbalik dengan massa benda.
Secara matematis dapat ditulis :

m
F
a

=

... (2.9) atau

= a m F

... (2.10)
dimana,
F

= gaya (N)
m = massa (kg)
a = percepatan (m/s
2
)

Contoh-contoh hukum II Newton sering dijumpai dalam kehidupan sehari-
hari seperti berikut ini.
a. Jika dua mobil, misalnya truk dan mobil sedan, masing-masing didorong
oleh tiga orang, gerakan mobil sedan lebih cepat dibandingkan dengan
mobil truk. Ini berarti percepatan mobil sedan lebih besar daripada mobil
truk.
Gambar 2.13 Benda diberi gaya dan
mengalami percepatan
30

b. Tendangan bola pemuda berumur 17 tahun lebih kencang daripada
tendangan bola anak berumur 5 tahun. Ini menunjukkan bahwa percepatan
bola yang ditimbulkan pemuda lebih besar daripada anak berumur 5 tahun.

Hukum I I I Newton
Jika A mengerjakan gaya pada B, maka B akan mengerjakan gaya pada A.
Gaya tersebut besarnya sama tetapi arahnya berlawanan.
Secara matematis dapat dinyatakan :

reaksi aksi
F F

=

... (2.11)
Hukum III Newton dalam kehidupan sehari-hari dapat kita amati pada peristiwa
berikut.
a. Ketika kita berjalan di atas lantai, telapak kaki mendorong lantai ke
belakang sebagai aksi, dan lantai mendorong kaki ke depan sebagai reaksi.
b. Ketika kita berenang, kaki mendorong air ke
belakang sebagai aksi, dan air mendorong kaki ke
depan sebagai reaksi.
Gaya aksi-reaksi berbeda dengan keseimbangan.
Perbedaan gaya aksi-reaksi dengan keseimbangan antara
lain sebagai berikut.
a. Gaya aksi dan gaya reaksi tidak akan saling
meniadakan karena gaya aksi dan gaya reaksi tidak
pernah bekerja pada satu benda. Dengan kata lain, gaya aksi dan gaya
reaksi tidak pernah membentuk keseimbangan.
b. Keseimbangan terjadi antara lain jika dua gaya sama besar dan berlawanan
arah bekerja pada satu benda (bukan pada dua benda).

2.1.9. Penelitian Terdahulu
No Peneliti Judul Penelitian Perbedaan
1. Boston
Sianturi
Pengaruh Model
Pembelajaran
Peningkatan Kemampuan
Berpikir pada Materi
1. Penelitian diadakan di SMA
2. Pada RPP masih belum
terlihat proses dialogis yang
menjadi dasar SPPKB
Gambar 2.14
Contoh gaya aksi
dan reaksi
31

Gerak Melingkar
Beraturan Kelas X
Semester 1 di SMA
Parulian 1 Medan T.A.
2009/2010
3. Instrumen penelitian
berbentuk pilihan ganda,
sehingga kurang dapat
mengembangkan
kemampuan berpikir siswa
2. Pahri
Batubara
Upaya Peningkatan Hasil
Belajar dengan
Penerapan SPPKB pada
Kelas VIII T.P.
2008/2009
1. Penelitian menggunakan
metode Penelitian Tindakan
Kelas
2. Pada RPP masih belum
terlihat proses dialogis yang
menjadi dasar SPPKB
3. Instrumen penelitian
berbentuk pilihan ganda,
sehingga kurang dapat
mengembangkan
kemampuan berpikir siswa
3. Jeprinaldi
Pane
Pengaruh Model
Pembelajaran
Peningkatan Kemampuan
Berpikir terhadap Hasil
Belajar Siswa Kelas X
pada Materi Pokok Gerak
Melingkar Semester 1
SMAN 12 Medan
1. Penelitian diadakan di SMA
2. Pada RPP masih belum
terlihat proses dialogis yang
menjadi dasar SPPKB
3. Instrumen penelitian yang
digunakan berbentuk pilihan
ganda

Penelitian mengenai SPPKB ini sudah pernah dilakukan dan dikaji oleh
beberapa mahasiswa, diantaranya Boston Sianturi (2009), Pahri Batubara (2006),
dan Jeprinaldi Pane (2008). Adapun yang menjadi perbedaan penelitian ini dengan
penelitian yang telah dilakukan adalah bahwa penelitian ini dilaksanakan di SMP,
menggunakan instrumen penelitian berupa tes uraian sehingga lebih mendorong
kemampuan berpikir siswa, serta penjabaran proses dialogis pada RPP yang
merupakan karakteristik SPPKB.

2.2. Kerangka Konseptual
Dalam proses belajar mengajar fisika di sekolah, guru memegang peranan
penting yang strategis dalam mengembangkan potensi peserta didik sebagai
sumber daya manusia. Mengingat perannya begitu penting, maka guru dituntut
agar memiliki kemampuan yang memadai dalam melaksanakan tugas dan
32

tanggung jawab sebagai pendidik, baik yang menyangkut membimbing, mengajar,
maupun melatih peserta didik lebih baik dalam mengembangkan potensinya.
Pembelajaran yang biasa dilakukan saat ini adalah pembelajaran yang
berpusat pada guru bukan kepada siswa. Padahal proses pembelajaran fisika
sebaiknya harus lebih mengaktifkan siswa. Guru harus membebaskan siswa untuk
berpikir dan keleluasaan bertindak kepada siswa dalam memahami pengetahuan
dan memecahkan masalah sehingga hasil belajar siswa pun dapat meningkat.
Dengan demikian, salah satu kemampuan yang diharapkan belajar fisika
adalah kemampuan berpikir. Jika proses belajar yang dilakukan hanya satu arah
maka kemampuan berpikir siswa tidak akan terlatih, karena belajar itu adalah
proses berpikir.
Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir (SPPKB) adalah
salah satu strategi pembelajaran yang diarahkan untuk pengembangan
kemampuan berpikir. Dalam strategi pembelajaran ini siswa diberikan masalah
yang memerlukan kemampuan untuk terus berpikir sehingga siswa terbiasa dan
dapat meningkatkan kemampuan berpikirnya.
Dengan tahapan-tahapan SPPKB diharapkan siswa lebih mudah belajar
memahami suatu materi pelajaran. Tahapan yang dilalui merupakan tahapan
untuk lebih memahami kemampuan diri sendiri. Dengan demikian SPPKB adalah
strategi pembelajaran yang dapat menjadi alternatif untuk meningkatkan hasil
belajar siswa.

2.3. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara yang harus diuji melalui
penelitian. Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah :
Ada perbedaan pengaruh strategi pembelajaran peningkatan kemampuan
berpikir dan strategi konvensional terhadap hasil belajar siswa pada
materi pokok Gaya dan Percepatan di kelas VIII semester genap SMP
Muhammadiyah 06 Belawan tahun pembelajaran 2010/2011.



33

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMP Muhammadiyah 06 Belawan, pada
semester genap Tahun Pembelajaran 2010/2011.

3.2. Populasi dan Sampel Penelitian
3.2.1. Populasi
Populasi penelitian adalah siswa kelas VIII SMP Muhammadiyah 06
Belawan Tahun Pembelajaran 2010/2011 yang terdiri dari 5 kelas. Masing-masing
kelas terdiri dari 42 siswa. Maka, jumlah populasi adalah 210 siswa.

3.2.2. Sampel Penelitian
Sampel dalam penelitian ini terdiri dari dua kelas, yaitu kelas kontrol dan
kelas eksperimen. Pengambilan sampel digunakan teknik random sampling,
dimana peneliti ingin meneliti 40% dari jumlah populasi, yakni sebanyak 84 orang
siswa. Maka dipilihlah kelas VIII-1 dan VIII-3 sebagai sampel, dimana kelas VIII-
3 sebagai kelas eksperimen sedangkan kelas VIII-1 sebagai kelas kontrol.

3.3. Variabel Penelitian
Dalam melaksanakan penelitian ini, ada dua variabel yang digunakan,
yaitu :
3.3.2. Variabel Bebas ( X )
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah bentuk pengajaran dengan
strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir (SPPKB).
3.3.2. Variabel Terikat ( Y )
Variabel terikat adalah hasil belajar siswa dalam pembelajaran materi
pokok Gaya dan Percepatan.

34

3.4. Jenis dan Desain Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian dengan jenis quasi eksperimen yang
bertujuan untuk mengetahui pengaruh strategi pembelajaran peningkatan
kemampuan berpikir (SPPKB) terhadap hasil belajar siswa pada materi pokok
Gaya dan Percepatan. Penelitian ini didesain dengan menggunakan design two
group pretest-postest yang melibatkan dua kelas yang ditetapkan sebagai kelas
eksperimen dan kelas kontrol.
Agar kedua kelas homogen, maka proses penelitian ini dilaksanakan
melalui tahap berikut :
1. Kedua kelas diberi tes awal.
2. Kedua kelas diberi materi yang sama.
3. Lama penyampaian materi harus sama.
4. Guru yang menyampaikan materi adalah guru yang sama, yaitu peneliti
sendiri.
5. Perbedaan hanya terletak pada perlakuan yaitu strategi pembelajaran
peningkatan kemampuan berpikir (SPPKB) pada kelas eksperimen dan
pembelajaran konvensional pada kelas kontrol.
Rancangan penelitian eksperimen dibuat dalam bentuk tabel sebagai
berikut :

Tabel 3.1 Desain Penelitian (Grup Pretes Postes)
Kelompok Test Awal Perlakuan Test Akhir
Kelas Eksperimen T
1e
X

T
2e
Kelas Kontrol T
1k
O

T
2k
Keterangan :
T
1e
= pretes di kelas eksperimen
T
1k
= pretes di kelas kontrol
T
2e
= postes di kelas eksperimen
T
2k
= postes di kelas kontrol
X = pengajaran dengan SPPKB
O = pengajaran dengan pembelajaran konvensional

35

3.5. Prosedur Penelitian
Tahapan-tahapan pelaksanaan penelitian ini adalah:
1. Tahap Persiapan :
- Menyusun jadwal penelitian.
- Membuat rencana pembelajaran.
- Menyusun instrumen.
- Uji validitas tes dan uji reabilitas tes.
2. Tahap Pelaksanaan :
- Menentukan kelas sampel dari populasi yang ada.
- Memberikan tes awal, uji normalitas, serta uji homogenitas sampel.
- Melaksanakan pembelajaran dengan SPPKB pada kelas eksperimen
dan di kelas kontrol dengan pembelajaran konvensional.
- Memberikan postes untuk mengetahui hasil belajar siswa.
- Menganalisis data penelitian.
- Menguji hipotesis lalu menarik kesimpulan.

3.6. Alat Pengumpul Data
Alat yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini adalah tes dan
observasi.
3.6.1. Tes
Tes yang digunakan adalah tes uraian sebanyak 8 butir soal. Tes ini terdiri
dari pretes dan postes. Pretes digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa
sebelum pembelajaran, sedangkan postes digunakan untuk mengetahui hasil
belajar siswa sesudah pembelajaran. Berdasarkan hasil validasi, terdapat beberapa
perbaikan dalam instrumen, yaitu tata bahasa soal pretes dan postes, pedoman
penskoran, susunan indikator, serta beberapa kesalahan dalam pengetikan huruf.
Tes tersebut dituangkan dalam bentuk tabel spesifikasi hasil belajar (Tabel
3.2) berikut :


36

Tabel. 3.2 Kisi-kisi Tes
Mata Pelajaran : Fisika
Materi Pokok : Gaya dan Percepatan
Kelas / Semester : VIII / Genap

No.

Kisi-kisi soal
Taksonomi Bloom
Jumlah C
1
C
2
C
3
C
4
C
5

1. Pengertian Gaya 1 1
2. Jenis-jenis Gaya 2 1
3. Resultan Gaya 3 1
4. Gaya gesekan dan Gaya
berat
4

5



2

5. Hukum-hukum Newton 6,7 8 3
Jumlah 1 1 4 1 1 8

a. Validitas Tes
Validitas yang digunakan adalah validitas isi yang diperiksa dan dibahas
oleh dua orang dosen serta satu orang guru fisika. Setelah diperiksa, tes
diperbaiki, dinyatakan valid, dan dapat digunakan.
b. Reliabilitas Tes
Untuk menguji reliabilitas tes, digunakan rumus Alpha sebagai
berikut :
( )
(
(

=

2
2
11
1
1
t
i
n
n
r
o
o
(Arikunto, 2009)
dimana,

11
r = reliabilitas instrumen
n = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal

2
i
o = jumlah varians butir

2
t
o = varians total
Jika
xy
r >
tabel
r maka tes reliabel. Untuk mengetahui tingkat reliabilitasnya
digunakan pedoman sebagai berikut :
< 0,20 : tidak ada korelasi
0,20 0,40 : korelasi rendah
0,40 0,70 : korelasi sedang
37

0,70 0,90 : korelasi tinggi
1,00 : sempurna
Dari hasil perhitungan pada Lampiran 9, diperoleh bahwa tes hasil
belajar yang dibuat memiliki korelasi sedang, dengan nilai r
11
= 0,64. Hal
ini berarti tes yang dibuat layak untuk digunakan sebagai instrumen dalam
penelitian.
c. Taraf Kesukaran
Untuk menguji taraf kesukaran tes digunakan persamaan sebagai
berikut :

maksimum skor
mean
ukaran Tingkatkes =
(Arikunto, 2009)

dimana ,
mean : skor rata rata peserta didik untuk satu nomor butir soal
skor maksimum: skor tertinggi yang telah ditetapkan untuk nomor
butir soal yang dimaksud
Sebagai pedoman umum, klasifikasi mudah, sedang, atau sukar sebagai
berikut : 0,00 0,30 : sukar
0,31 0,70 : sedang
0,71 1,00 : mudah
Dari hasil perhitungan pada Lampiran 9, diperoleh bahwa 7 soal
memiliki taraf kesukaran sedang, dan 1 soal memiliki taraf kesukaran yang
tinggi.
d. Daya Pembeda
Untuk menghitung daya pembeda soal uraian, langkah yang perlu
dilakukan adalah :
a. Mengurutkan skor peserta dari tertinggi sampai terendah.
b. Mengambil sebagian kelompok atas dan sebagian kelompok bawah
masing masing 27 %.
c. Menghitung mean kelompok bawah dan kelompok atas.
d. Hitung daya beda dengan persamaan :
38

soal maksimum skor
bawah kelas mean atas kelas mean
a Dayapembed

=
(Arikunto, 2009)

Semakin besar indeks daya pembeda berarti semakin baik soal
tersebut (sahih/valid ). Sebagai pedoman umum, klasifikasi daya pembeda
soal ini sebagai berikut:
0,40 : baik
0,30 0,39 : baik tapi soal perlu perbaikan
0,20 0,29 : soal perlu perbaikan
0,19 : soal dibuang
Dari hasil perhitungan pada Lampiran 9, diperoleh bahwa 5 soal
kategori baik dan 3 soal kategori baik tapi perlu perbaikan.

3.6.2. Observasi
Observasi digunakan untuk mengetahui aktivitas yang dilakukan oleh
setiap siswa selama proses pembelajaran dengan strategi pembelajaran
peningkatan kemampuan berpikir (SPPKB) pada materi pokok Gaya dan
Percepatan. Observasi dibantu oleh dua orang teman sebagai pengamat yang
dibantu oleh guru bidang studi. Adapun peran pengamat tersebut adalah
mengamati aktivitas pembelajaran yang berpedoman pada lembar observasi yang
disiapkan serta memberikan penilaian berdasarkan pengamatan yang dilakukan.

Tabel 3.3 Pedoman Observasi Aktivitas Siswa
Sekolah : SMP Muhammadiyah 06 Belawan
Mata Pelajaran : Fisika
Materi Pokok : Gaya dan Percepatan
Kelas/Semester : VIII / Genap
Hari/Tanggal :

NO.

Aspek Yang
Diamati

Jumlah

%
Kategori
Sangat
Baik
Baik Cukup
Baik
Kurang
Baik
Sangat
Kurang
Baik
39

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Visual
Oral
Listening
Writing
Motor
Mental
Emotional


3.7. Teknik Analisis Data
Setelah data diperoleh, kemudian diolah dengan teknik analisis data
sebagai berikut:
a. Data pretes dan postes
Menentukan nilai rata-rata dan simpangan baku
a. Menentukan nilai rata-rata

N
X
X
i
= (Sudjana,2005:67)
Keterangan :
X = Mean (rata-rata) nilai siswa

i
X = Jumlah nilai siswa
N = Jumlah siswa
b. Menentukan simpangan baku

) 1 (
) (
2 2

E
=

N N
X X N
S
i
i
(Sudjana,2005:94)
Uji Normalitas
Data dalam penelitian ini berbentuk data nominal, maka digunakan uji
Lilliefors. Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel berdistribusi
normal. Langkah langkah yang dilakukan sebagai berikut :
a. Pengamatan X
1
, X
2
, ,X
n
dijadikan angka baku Z
1
, Z
2
, , Z
n
dengan
menggunakan rumus :

S
X X
Z
i

=
1
(Sudjana, 2005 :466)
40

Dimana : X = rata rata nilai hasil belajar
S = standar deviasi
b. Menghitung peluang F (Z
i
) = (Zs Z
i
)
c. Menghitung proporsi S (Z
i
) dengan rumus :

n
Z yang Z Z Z Banyak
Z S
n
i
1 2 1
, ,..... ,
) (
s
=
d. Menghitung selisih F (Z
i
) S (Z
i
), kemudian menentukan harga
mutlaknya.
e. Mengambil harga mutlak yang paling besar dari selisih itu disebut L
hitung
.
Selanjutnya pada taraf signifikan o = 0,05 dicari harga L
tabel
pada daftar
nilai kritis L untuk uji Lilliefors. Kriteria pengujian ini adalah apabila
L
hitung
< L
tabel
maka berdistribusi normal.

Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah kedua kelas sampel
homogen atau tidak, dengan rumus :
2
2
2
1
S
S
F
hitung
= (Sudjana, 2005 :249)
dimana : S
2
1
= Varians terbesar

2
2
S = Varians terkecil
Dengan kriteria pengujian : terima hipotesis H
o
jika F
(1-)(n1-1)
<F<F
1/2(n1-1, n2-1)
atau
jika F
hitung
< F
tabel
dimana F
tabel
didapat dari daftar distribusi F dengan o = 0,10.
Disini o adalah taraf nyata untuk pengujian.

Uji Hipotesis
Hipotesis yang diuji berbentuk,


2 1
: =
o
H

2 1
: =
a
H
41


1
: hasil belajar dengan pembelajaran SPPKB
2
: hasil belajar dengan pembelajaran konvensional
Untuk uji hipotesis digunakan uji t dengan rumus:

hitung
t =
2 1
2
1
1 1
n n
s
X X
+

(Sudjana, 2005 : 239)


Dengan standar deviasi gabungan :
S
2
=
2
) 1 ( ) 1 (
2 1
2
2 2
2
1 1
+
+
n n
S n S n

(Sudjana, 2005 : 239)
Keterangan :

hitung
t = Harga t perhitungan

1
X = Nilai rata - rata hasil belajar siswa kelas eksperimen

2
X = Nilai rata - rata hasil belajar siswa kelas kontrol
n
1
= Jumlah sampel kelas eksperimen
n
2
= Jumlah sampel kelas kontrol
S
2
= Varians hasil belajar gabungan dua kelas

2
1
S = Varians hasil belajar pada kelas eksperimen

2
2
S = Varians hasil belajar pada kelas kontrol
Kriteria pengujian adalah terima H
o
jika : -t
-1/2o
< t
h
<t
1-1/2o ,
dimana t
1-1/2o

didapat dari daftar distribusi t dengan dk = (n
1
+ n
2
-2) dan peluang (1-1/2o ).
Untuk harga harga t lainnya H
o
ditolak.
b. Data hasil observasi
Hasil observasi diolah dengan melakukan analisis dan interpretasi seluruh
hasil pengamatan. Dengan kata lain, dengan menggunakan analisis kualitatif
(Sudjana, 2009:132).

42

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian
4.1.1. Pretes Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Dari hasil pretes yang telah dilakukan, diperoleh data pretes kelas
eksperimen dan kelas kontrol sebagai berikut (perhitungan terdapat pada lampiran
11 dan lampiran 12) :

Tabel 4.1 Distribusi Nilai Pretes Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Nilai Frekuensi Rata-
rata
Standar
Deviasi
Nilai Frekuensi Rata-
rata
Standar
Deviasi
0 4


28,80



17,1
0 2


28,02



14,6
8 3 8 3
17 8 17 10
25 7 25 9
33 6 33 6
42 6 42 6
50 6 50 5
58 1 58 1
67 1 67 0
N = 42 N = 42

Untuk melihat secara rinci hasil pretes kedua kelas dapat dilihat pada diagram
batang berikut :
43


Gambar 4.1 Diagram Batang Distribusi Nilai Pretes Siswa

4.1.2. Uji Normalitas
Untuk mengetahui apakah kedua kelas dapat dijadikan sampel, dilakukan
uji normalitas dari hasil pretes yang diberikan sebelum pemberian perlakuan
terhadap masing-masing kelas untuk mengetahui bahwa kelas eksperimen dan
kelas kontrol berdistribusi normal. Uji normalitas menggunakan uji Liliefors.
Hasil uji normalitas yang diperoleh dapat dilihat pada tabel berikut (perhitungan
uji normalitas data terdapat pada lampiran 13) :

Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas
Kelas Data Pretes Kesimpulan
L
hitung
L
tabel
Eksperimen 0,1120 0,1367 Normal
Kontrol 0,1305 0,1367 Normal

Berdasarkan tabel 4.2, diperoleh bahwa L
hitung
< L
tabel
sehingga disimpulkan
bahwa data dari kedua kelas berdistribusi normal.

4.1.3. Uji Homogenitas
Pengujian homogenitas dilakukan untuk mengetahui bahwa kelas
eksperimen dan kelas kontrol berasal dari populasi yang sama atau homogen.
0
2
4
6
8
10
12
8 17 25 33 42 50 58 67
F
r
e
k
u
e
n
s
i

Nilai pretes siswa
Diagram Batang Distribusi Nilai Pretes siswa
kelas eksperimen
kelas kontrol
44

Pengujian homogenitas data dilakukan dengan uji F. Hasil uji homogenitas data
yang diperoleh dapat dilihat pada tabel berikut (perhitungan terdapat pada
lampiran 14) :

Tabel 4.3 Hasil Uji Homogenitas
No. Data Peningkatan
Hasil Belajar
Varians F
hitung
F
tabel
Kesimpulan
1. Kelas Eksperimen 292,4
1,37

1,685

Homogen 2. Kelas Kontrol 212,3

Dari tabel 4.3, diperoleh nilai F
hitung
< F
tabel
yang berarti bahwa sampel
yang digunakan dalam penelitian ini dinyatakan homogen, atau berasal dari
populasi yang sama.

4.1.4. Pemberian Perlakuan
Setelah dilakukan pretes, diuji normalitas dan homogenitas, diketahui
bahwa kedua kelas dapat mewakili populasi, selanjutnya kedua kelas diberi
perlakuan yang berbeda. Kelas eksperimen diberi perlakuan dengan strategi
pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir, sedangkan kelas kontrol diberi
perlakuan sesuai dengan pembelajaran yang dilakukan guru selama ini.
Pelaksanaan pembelajaran pada kelas eksperimen dan kelas kontrol
terlampir pada RPP untuk masing-masing kelas (lampiran 1 dan lampiran 2),
dengan jadwal penelitian sebagai berikut.

Tabel 4.4 Jadwal Penelitian
No Jenis Kegiatan Tanggal
pelaksanaan
Jam ke-
1.
2.
3.
Pretes Kelas Eksperimen
Pretes Kelas Kontrol
Pelaksanaan RPP I Kelas Eksperimen
25 Januari 2011
25 Januari 2011
27 Januari 2011
1 2
3 4
1 2
45

4.
5.
6.
7.
9.
10.
11.
Pelaksanaan RPP I Kelas Kontrol
Pelaksanaan RPP II Kelas Eksperimen
Pelaksanaan RPP II Kelas Kontrol
Pelaksanaan RPP III Kelas Eksperimen
Pelaksanaan RPP III Kelas Kontrol
Postes kelas eksperimen
Postes kelas kontrol
27 Januari 2011
1 Februari 2011
1 Februari 2011
4 Februari 2011
5 Februari 2011
8 Februari 2011
8 Februari 2011
5 6
3 4
5 6
1 2
1 2
1 2
3 4

Pembelajaran dilakukan tiga kali pertemuan untuk masing-masing kelas
dengan materi pokok yang sama, yakni gaya dan percepatan. Selama
pembelajaran di masing-masing kelas, peneliti melakukan observasi terhadap
aktivitas siswa. Observasi dimaksudkan untuk mengamati aktivitas belajar siswa
selama pembelajaran dengan strategi pembelajaran peningkatan kemampuan
berpikir. Observasi dilakukan oleh dua orang pengamat yang dibantu oleh guru
bidang studi. Observasi dilakukan seiring pelaksanaan pembelajaran dengan
strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir. Pada pelaksanaan
observasi, pengamat diberi lembar deskriptor untuk memudahkan penilaian. Hasil
observasi terdapat pada lampiran 16 dan indikator yang diamati pada observasi ini
terdapat pada pedoman observasi pada lampiran 17. Ringkasan hasil pengamatan
aktivitas siswa dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.5 Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa

No.

Kelas
Persentase Aktivitas Belajar Siswa
Rata-rata Pertemuan I Pertemuan II Pertemuan III
1. Eksperimen 66,18 79,67 82,42 76,08
2. Kontrol 42,28 52,72 71,42 55,47

Untuk lebih jelasnya, peningkatan aktivitas belajar siswa dapat dilihat pada grafik
berikut.

46


Gambar 4.2 Grafik peningkatan aktivitas belajar siswa

Dari tabel 4.5 dan grafik di atas, dapat diketahui adanya peningkatan
aktivitas belajar siswa dengan perbedaan nilai rata-rata adalah 76,08 untuk kelas
eksperimen dan 55,47 untuk kelas kontrol.

4.1.5. Postes Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Setelah kedua kelas sampel diberi perlakuan dengan strategi
pembelajaran berbeda, selanjutnya diberi postes untuk melihat apakah ada
perbedaan hasil belajar siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Adapun
hasil postes kedua kelas seperti berikut (perhitungan terdapat pada lampiran 11
dan lampiran 12) :
Tabel 4.6 Distribusi Nilai Postes Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Nilai Frekuensi Rata
-rata
Standar
Deviasi
Nilai Frekuensi Rata-
rata
Standar
Deviasi
33 0



73,2




9,9
33 1



68,5




10,4
52 2 52 3
60 4 60 6
64 4 64 7
69 8 69 9
74 7 74 6
0.00%
20.00%
40.00%
60.00%
80.00%
100.00%
Pertemuan I Pertemuan II Pertemuan III
P
e
r
s
e
n
t
a
s
e

A
k
t
i
v
i
t
a
s

B
e
l
a
j
a
r

S
i
s
w
a

Jadwal Pembelajaran
Grafik Peningkatan Aktivitas Belajar Siswa
Kelas Eksperimen
Kelas Kontrol
47

78 7 78 5
84 8 84 5
94 2 94 0
N = 42 N = 42

Untuk lebih jelasnya, data nilai postes kedua kelas dinyatakan dalam
gambar poligon frekuensi berikut.

Gambar 4.3 Distribusi Nilai Postes Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Hasil belajar siswa di kelas eksperimen dengan skor rata-rata postes 73,2
ternyata lebih tinggi daripada skor rata-rata postes di kelas kontrol yang sebesar
68,5. Untuk perbandingannya, dapat dilihat pada diagram dibawah ini.

Gambar 4.4 Perbandingan Nilai Pretes dan Postes Kelas Sampel

0
2
4
6
8
10
33 52 60 64 69 74 78 84 94
F
r
e
k
u
e
n
s
i

Nilai Siswa
Diagram Batang Distribusi Nilai Postes Siswa
kelas eksperimen
kelas kontrol
0
20
40
60
80
eksperimen kontrol
N
i
l
a
i

R
a
t
a
-
r
a
t
a

Kelas Sampel
Perbandingan Nilai Pretes dan Postes Kelas Sampel
rata-rata pretes
rata-rata postes
48

Dari data tersebut, berarti strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir
yang diterapkan di kelas eksperimen berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.
Besar pengaruhnya dengan uji t sebesar 2,136 dengan taraf signifikans 0,05.

4.1.6. Uji Hipotesis
Untuk melihat pengaruh perlakuan berbeda yang diterapkan di kelas
eksperimen dan kelas kontrol, maka dilakukan uji t, dan diperoleh t
hitung
= 2,136 >
t
tabel
= 1,666. Hasil pengujian hipotesis dapat dilihat pada tabel berikut
(perhitungan pada lampiran 15) :
Tabel 4.7 Ringkasan Perhitungan Uji t
No. Kelas Rata-rata t
hitung
t
tabel
Kesimpulan
1. Eksperimen 73,2
2,136 1,666
H
0
ditolak,
terdapat perbedaan 2. Kontrol 68,5

4.2. Pembahasan
Penelitian ini menerapkan strategi pembelajaran peningkatan kemampuan
berpikir yang akan dilihat pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa. Penerapan
strategi pembelajaran ini didasarkan atas kelebihannya yang menekankan
kemampuan berpikir siswa melalui proses dialogis. Sasaran utama kegiatan
pembelajaran SPPKB adalah melibatkan siswa secara maksimal dalam proses
kegiatan belajar, mengarahkan kegiatan secara logis dan sistematis pada tujuan
pembelajaran dan mengembangkan sikap percaya diri siswa tentang apa yang
ditemukan selama proses pembelajaran.
Materi pembelajaran dalam penelitian ini adalah gaya dan percepatan.
Pengetahuan yang terbentuk melalui pengalaman nyata dan menemukan pada
kelas eksperimen lebih bermakna daripada sekedar mengingat dan memahami
seperti yang diterapkan pada kelas kontrol. Hal ini terlihat dari perbedaan hasil
belajar siswa antara kelas VIII-3 sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII-1
sebagai kelas kontrol.
Dari pelaksanaan penelitian ini, telah diperoleh hasil yang kemudian
diolah dengan teknik analisis data yang menunjukkan bahwa hasil belajar siswa
49

di kelas eksperimen (VIII-3) dengan skor rata-rata postes 73,2 ternyata lebih
tinggi daripada skor rata-rata postes di kelas kontrol (VIII-1), yakni sebesar 68,5.
Perolehan ini berarti bahwa strategi pembelajaran peningkatan kemampuan
berpikir yang diterapkan di kelas eksperimen berpengaruh terhadap hasil belajar
siswa. Besar pengaruhnya dengan uji t sebesar 2,136 dengan taraf signifikans
0,05. Perbedaan hasil belajar tersebut didasarkan atas penerapan strategi
pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir di kelas eksperimen yang
mengacu pada tahapan-tahapannya, yaitu :
Tahap pertama, orientasi. Pada tahap ini peneliti mengkondisikan siswa
pada posisi siap untuk melakukan pembelajaran, menjelaskan tujuan yang ingin
dicapai, serta menjelaskan proses pembelajaran yang dilakukan siswa. Pada tahap
ini, siswa harus disiapkan agar tertarik dengan proses pembelajaran pada tahap
berikutnya.
Tahap kedua, pelacakan. Pada tahap ini peneliti melakukan penjajakan
untuk memahami pengalaman dan kemampuan dasar siswa sesuai dengan materi
yang akan dipelajari. Melalui tahapan ini peneliti memberi motivasi dan apersepsi,
serta mulai mengarahkan siswa untuk berdialog.
Tahap ketiga, konfrontasi. Pada tahap ini peneliti melakukan demonstrasi
di depan kelas. Pada saat melakukan demonstrasi, peneliti meminta beberapa
orang siswa untuk membantu dan selanjutnya membimbing pelaksanaannya.
Pelaksanaan demonstrasi sesuai dengan LKS pada lampiran 3. Pelaksanaan
demonstrasi sedikit terhambat pada saat LKS III, dimana terjadi kerusakan neraca
pegas karena siswa terlalu bersemangat dalam melakukan demonstrasi. Hal ini
mengakibatkan peneliti harus mengganti neraca pegas milik sekolah tersebut.
Tahap keempat, inkuiri. Pada tahap ini peneliti mengajak siswa untuk
memecahkan persoalan yang disajikan pada tahap konfrontasi. Peneliti
memberikan ruang dan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan
gagasannya. Melalui berbagai teknik bertanya, peneliti berusaha menumbuhkan
keberanian siswa agar dapat menjelaskan, mengungkap fakta sesuai dengan
pengalamannya, dan memberikan argumentasi yang meyakinkan. Pelaksanaan
tahap ini pada awal penelitian terasa sangat berat karena banyak siswa yang belum
50

dapat bertanya dan mengungkapkan pendapatnya. Namun, pada pelaksanaan
berikutnya, siswa menjadi semakin aktif.
Tahap kelima, akomodasi. Pada tahap ini peneliti melalui dialog,
membimbing siswa agar dapat menyimpulkan topik dari materi pembelajaran.
Tahap keenam, transfer. Pada tahap ini peneliti memberikan tugas kepada siswa
yang berkaitan dengan materi pembelajaran. Hal ini dimaksudkan agar siswa
dapat menerapkan pemahaman-pemahaman yang telah diperoleh pada tahap-tahap
sebelumnya sehingga kemampuan berpikir siswa juga meningkat.
Selain berpengaruh terhadap hasil belajar siswa, strategi pembelajaran
peningkatan kemampuan berpikir juga memberikan kontribusi terhadap aktivitas
belajar siswa. Hal ini terlihat dari peningkatan aktivitas belajar siswa dari
pertemuan pertama sampai pertemuan ketiga. Berbeda halnya dengan kelas VIII-1
sebagai kelas kontrol. Kelas VIII-1 yang diberi perlakuan berupa pembelajaran
konvensional dengan metode ceramah dan penugasan, tidak menunjukkan
peningkatan hasil belajar yang berarti. Hal ini dapat dilihat dari skor rata-rata
pretes sebesar 28,02 dan postes sebesar 68,5 dan siswa juga cenderung pasif,
karena siswa hanya mendengarkan penjelasan peneliti di depan kelas, mencatat
pelajaran, dan menunggu peneliti memberikan tugas untuk diselesaikan. Semua
kegiatan pembelajaran berpusat pada peneliti yang berperan sebagai guru. Hal ini
terlihat dari nilai rata-rata aktivitas belajar siswa yaitu 42,28 pada pertemuan
pertama, 52,72 pada pertemuan kedua, dan 71,42 pada pertemuan ketiga, dengan
rata-rata ketiganya 55,47.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di SMP Muhammadiyah 06
Belawan pada materi pokok gaya dan percepatan, terbukti bahwa penggunaan tes
dalam bentuk uraian dan pembimbingan siswa di setiap tahap SPPKB dapat
meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini berbeda dengan penelitian terdahulu
yang hanya menggunakan tes dalam bentuk pilihan ganda yang kurang dapat
melatih kemampuan berpikir siswa. Peneliti terdahulu juga hanya melakukan
pembimbingan siswa pada beberapa tahap saja, sedangkan pada tahap inkuiri
siswa dibiarkan bekerja sendiri. Padahal, sebenarnya dalam SPPKB dalam setiap
51

tahap guru harus tetap membimbing dan mengarahkan siswa dalam nuansa
dialogis.
Jika dilihat dari hasil penelitian dan perbandingan dengan penelitian
terdahulu, SPPKB dapat menjadi strategi pembelajaran alternatif yang dapat
meningkatkan hasil belajar siswa karena pembelajaran melalui pengalaman nyata
dan menemukan dan dibangun dalam nuansa dialogis dan proses tanya jawab
lebih bermakna. Selain itu, SPPKB yang menekankan sisi proses dan hasil belajar
juga mampu meningkatkan kemampuan berpikir dan hasil belajar siswa. Semua
hal ini sesuai dengan karakteristik SPPKB yang menyatakan bahwa proses
pembelajaran melalui dialog dan tanya jawab diarahkan untuk memperbaiki dan
meningkatkan kemampuan berpikir siswa, yang pada gilirannya kemampuan
berpikir itu dapat membantu siswa memperoleh pengetahuan yang mereka
konstruksi sendiri. SPPKB juga menyandarkan kepada sisi proses dan hasil belajar
yang sama pentingnya. Proses belajar diarahkan untuk meningkatkan kemampuan
berpikir, sedangkan hasil belajar diarahkan untk mengkonstruksi pengetahuan dan
penguasaan materi pembelajaran baru. Hal ini juga sejalan dengan teori belajar
konstruktivisme yang menganggap bahwa pengetahuan tidak dapat ditransfer
begitu saja dari seseorang kepada orang lain, tetapiu harus diinterpretasikan
sendiri oleh masing-masing individu.
Dengan demikian, strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir
(SPPKB) merupakan strategi pembelajaran alternatif yang bagus dan dapat
memberikan pengaruh terhadap hasil belajar siswa. Hal ini juga membuktikan
bahwa ada perbedaan pengaruh SPPKB dan strategi konvensional terhadap hasil
belajar siswa SMP Muhammadiyah 06 Belawan pada materi pokok gaya dan
percepatan di kelas VIII semester genap T.P. 2010/2011.






52

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian data dan uji statistik serta pembahasan, maka
dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Hasil belajar siswa pada materi pokok Gaya dan Percepatan dengan
strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir (SPPKB) memilki
nilai rata-rata pretes 28,8 dan nilai rata-rata postes adalah 73,2.
2. Hasil belajar siswa yang diajar menggunakan strategi pembelajaran
peningkatan kemampuan berpikir (SPPKB) lebih tinggi dibandingkan hasil
belajar siswa yang diajar dengan strategi konvensional, yakni dengan nilai
rata-rata 73,2 pada kelas eksperimen dan 68,5 pada kelas kontrol. Hal ini
menunjukkan adanya perbedaan pengaruh strategi pembelajaran
peningkatan kemampuan berpikir dan strategi konvensional terhadap hasil
belajar siswa kelas VIII semester genap SMP Muhammadiyah 06 Belawan
pada materi pokok Gaya dan Percepatan T.P. 2010/2011.
3. Aktivitas siswa selama pembelajaran dengan menggunakan strategi
pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir (SPPKB) adalah lebih
tinggi dibandingkan aktivitas siswa dengan pembelajaran konvensional,
yakni 76,08 untuk penggunaan SPPKB dan 55,47 untuk pembelajaran
konvensional. Hal ini karena pada pembelajaran dengan SPPKB,
pembelajaran berpusat kepada siswa.

5.2. Saran
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan hasil penelitian, maka penulis
memberikan saran untuk memperbaiki kualitas hasil belajar siswa antara lain:
1. Peneliti selanjutnya diharapkan agar dapat lebih menguasai kemampuan
untuk membangkitkan minat bertanya siswa sehingga dialog yang menjadi
dasar dari SPPKB dapat terlaksana dengan baik.
53

2. Peneliti selanjutnya yang ingin menggunakan SPPKB sebagai bahan
penelitian, diusahakan sampel yang tidak terlalu banyak, agar
pembelajaran lebih kondusif.
3. Peneliti selanjutnya diharapkan lebih memperhatikan lagi instrumen yang
digunakan, lebih disesuaikan dengan karakteristik SPPKB.
4. Peneliti selanjutnya harus lebih teliti memilih materi yang akan diajarkan
agar pembelajaran lebih efektif.























54

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M.,(2003), Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Penerbit
Rineka Cipta, Jakarta.

Afi, (2009), http://untukmusahabatku.blogspot.com/2009/02/definisi-belajar.html
(diakses 22 Oktober 2010).

Alonso dan Finn, (1990), Dasar-Dasar Fisika Universitas, Penerbit Erlangga,
Jakarta.

Arikunto, S., (2009), Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi), Penerbit
Bumi Aksara, Jakarta.

Batubara, P., (2006), Upaya Peningkatan Hasil Belajar dengan Penerapan
Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir pada Kelas VIII
T.P. 2008/2009, Skripsi, FMIPA, Unimed, Medan.

Djamarah, (1996), http://xpresiriau.com/artikel-tulisan-pendidikan/pembelajaran-
konvensional/ (diakses 30 Desember 2010)

Foster, B., (2004), 1001 Soal dan Pembahasan Fisika, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Foster, B., (2004), SeribuPena Fisika SMP Jilid 2 untuk Kelas VIII, Penerbit
Erlangga, Jakarta.

Kanginan, M., (2007), IPA Fisika 2 untuk SMP Kelas VIII, Penerbit Erlangga,
Jakarta.

Karim, S., (2008), Belajar IPA Membuka Cakrawala Alam SekitarUntuk Kelas
VIII SMP/MTs, www.bse.invir.com.

Muhfahroyin, (2009), http://zanikhan.multiply.com/journal/item/5570 (diakses 22
Oktober 2010).

Pane, J., (2008), Pengaruh Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan
BErpikir terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas X pada Materi Pokok Gerak
Melingkar Semester I SMAN 12 Medan, Skripsi, FMIPA, Unimed, Medan.

Rasman, (2010), http://www.yasni.com/ext.php (diakses 22 Oktober 2010).

Rifmawati, (2006), http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives (diakses
23 November 2010).


55

Roestiyah, (1998), http://xpresiriau.com/artikel-tulisan-pendidikan/pembelajaran-
konvensional/ (diakses 30 Desember 2010)

Sanjaya, W., (2010), Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan, Penerbit Kencana, Jakarta.

Sardiman, (2007), Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Penerbit Raja
Grafindo Persada, Jakarta.

Sianturi, B., (2009), Pengaruh Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan
Berpikir terhadap Hasil Belajar Siswa pada Materi Gerak Melingkar
Beraturan Kelas X Semester 1 di SMA Parulian Medan T.A. 2009/2010,
Skripsi, FMIPA, Unimed, Medan.

Slameto, (2003), Belajar dan Faktor Faktor yang Mempengaruhinya, Penerbit
Rineka Cipta, Jakarta.

Sudjana, (2005), Metode Statistika, Penerbit Tarsito, Bandung.

Sudjana, N., (2009), Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Penerbit PT
Remaja Rosdakarya, Bandung.

Sumarwan, (2007), Ilmu Pengetahuan Alam SMPJilid 2B Kelas VIII Semester 2,
Penerbit Erlangga, Jakarta.

Widianto, R. (2010), http://edukasi.kompasiana.com/2010/09/26/definisi-belajar-
dan-mengajar/ (diakses 22 Oktober 2010).

Wijayanti, (2005), http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives (diakses
23 November 2010)

Anda mungkin juga menyukai