Anda di halaman 1dari 4

Krisis multidimensi

Krisis multidimensi yang melanda Indonesia dalam kurun waktu tahun 1997-1998 memberikan akses yang besar terhadap dinamika kehidupan ekonomi, politik, dan sosial bangsa. Dimulai dari krisis ekonomi yang menghantam Indonesia pada tahun 1997, efek domino pun langsung mendera masyarakat Indonesia di berbagai lini. Penurunan tingkat daya beli, munculnya krisis sosial, dan meningkatnya pengangguran karena PHK menjadi permasalahan sosia yang krusial. Krisis politik, krisis sosial, dan krisis legitimasi atas pemerintahan Orde Baru kemudian bermunculan sebagai reaksi utama. Berbagai krisis yang melanda Indonesia ini juga dihiasi oleh berbagai peristiwa berdarah dan politis di dalamnya. Krisis demi krisis yang harus di hadapi oleh Indonesia pada kurun waktu 1997-1998 membuat Indonesia tersadar. Proses nation-state building yang harus di lakukan oleh Indonesia selepas masa pemerintahan Presiden Soeharto pada 1996, ternyata baru memasuki tahapan permulaannya. Berbagai manuver politik dan aksi demonstrasi mahasiswa pun mewarnai berbagai peristiwa pada kurun waktu awal bergulirnya gerakan reformasi yang di perakarsai oleh mahasiswa dan beberapa tokoh masyarakat di tahun 1998.

Krisis Ekonomi
Krisis Ekonomi yang melanda Indonesia pada 1997 merupakan sebuah efek domino dari krisis ekonomi Asia yang melanda berbagai negara, seperti Thailand, Filipina, dan Malaysia. Disebabkan oleh adanya fundamen ekonomi yang lemah, Indonesia mengalami kesulitan dalam menata ulang kembali perekonomiannya untuk keluar dari krisis. Perkembangan ekonomi Indonesia telah mengalami stagnansi sejak tahun 1990-an. Saat itu, sistem neoliberalisme menjadi norma pengaturan ekonomi dan politik dunia. Barang-barang produksi Indonesia menjadi tidak berdaya saing apabila dibandingkan dengan barang luar negri yang secara bebas memasuki pasaran Indonesia. Berdasarkan batasan-batasan yang telah dicanangkan oleh bank dunia, pembangunan ekonomi tergolong berhasil jika memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh bank dunia. Syarat-syarat tersebut diantaranya adalah adanya peningkatan investasi dibidang pendidikan, yang ditandai dengan peningkatan sumber daya manusia, rendahnya tingkat korupsi yang ada di tataran pemerintahan, dan adanya stabilitas dan kredibilitas politik. Syarat-syarat yang dikemukakan oleh bank dunia itu semacam acuan bagian negara-negara berkembang dalam melakukan pembangunan ekonomi, khususnya negara penerima bantuan luar negri seperti Indonesia. Akan tetapi, pada krisis 1997, kondisi ekonomi Indonesia tidak merepresentasikan satupun kriteria-kriteria yang telah ditetapkan oleh bank dunia tersebut. Hal yang terjadi di Indonesia justru adanya krisis moneter yang ditandai dengan rendahnya mutu sumber daya manusia, tingginya tingkat produksi di instansi-instansi pemerintah, dan kondisi instabilitas politik. Perekonomian Indonesia mengalami penurunan hingga mencapai 0% tahun 1998. Kemerosotan ekonomi Indonesia ternyata tidak ditanggapi oleh presiden Soeharto dengan membuat perbaikan dalam hal kebijakan ekonomi, tetapi justru dengan meminta bantuan dana Monitari Fund (IMF). Pada 15 januari 1988, presiden Soeharto menandatangani 50 butir letter of intent (Lol) dengan dilaksanakannya oleh direktur IMF Asia,

Michael Camdessus, sebagai sebuah syarat untuk mendapatkan kucuran dana bantuan luar negri tersebut. Dengan merujuk pada batasan tingkat keberasilan ekonomi suatu bangsa yang dikeluarkan oleh bank dunia, maka dapat disimpulkan bahwa perekonomian Indonesia tahun 1997/1998 telah mengalami kehancuran. Dalam hal investasi dan peningkatan modal, Indonesia mengalami kemunduran yang tajam. Pada investor luar negri beramai- ramai memindahkan modalnya kenegara lain karena tidak adanya stabilitas dan kredibilitas politik dalam negri. Angka ekspor-impor Indonesia menurun drastis karena sektor usaha tidak dipercaya oleh perbankan Indonesia. Tingginya tingkat korupsi ditataran sektor ekonomi dan pemerintahan dan munculnya kasus kredit macet yang melanda bank-bank utama di Indonesia mengakibatkan pembayaran letter of credit (L/C) dari sektor-sektor usaha Indonesia tidak diterima diluar negri. Penanggahan krisis ekonomi Indonesia di tahun 1997/1998 berujung pada munculnya krisis multidimensi, baik itu politik dan sosial, maupun krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan.

Krisis Sosial
Pada masa akhir pemerintahan Orde Baru, Indonesia mengalami gejolak politik yang tinggi, baik di tataran pemerintahan maupun di tingkat pergerakan rakyat dan mahasiswa. Suhu politik di tataran elite yang makin memanas menimbulkan berbagai potensi perpecahan sosial di masyarakat. Terdapat dua jenis aspirasi di masyarakat, mendukung Soeharto atau menuntutnya agar turun dari kursi kepresidenan. Kelompok masyarakat yang menuntut Presiden Soeharto mundur dari pemerintahan diwakili oleh mahasiswa. Kelompok ini memiliki cita-cita reformasi terhadap Indonesia. Organisasi pada jalur ini, diantaranya Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) dan Forum Kota (Forkot). Meskipun kedua organisasi mahasiswa tersebut memiliki napas perjuangan yang berbeda, tetapi tetap memiliki tujuan yang sama, yakni menurunkan Soeharto dari kursi kepresidenan, menghapus Dwi Fungsi ABRI, dan mewujudkan reformasi Indonesia secara optimal. Sementara itu, krisis sosial horizontal di Indonesia juga mengalami titik puncak. Kondisi kehidupan masyarakat yang sangat sulit, ditambah dengan angka pengangguran yang tinggi, menyebabkan berbagai benturan sosial. Kerusuhan sistematis yang terjadi dibeberapa daerah di Indonesia pada 13-14 Mei 1998 menjadi bukti dari adanya pergesekan sosial antar masyarakat. Munculnya berbagai kerusuhan sosial horizontal ini merupakan implikasi dari kebijakan ekonomi sentralistik yang menimbulkan jurang pemisah kesejahteraan yang begitu tinggi anatara pusat dan daerah. Pola transmigrasi yang diterapkan oleh pemerintah tidak diiringi dengan penanganan solidaritas sosial di daerah tujuan. Pada akhirnya, kecemburuan sosial akibat adanya disparitas tingkat perekonomian tersebut tidak dapat dihindarkan. Kondisi inilah yang kemudian memicu tuntutan kepada pemerintah pusat untuk mereformasi pola pembangunan ekonomi. Tuntutan inilah yang memunculkan kesadaran masyarakat Indonesia akan pentingnya reformasi bagi kehidupan bangsa. supremasi hukum, yaitu hukum ditempatkan pada posisi paling tinggi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, dan senantiasa menjadi tolok ukur dari setiap perbuatan (Moh Jamin, 2000 : 102). Secara teoritis, supremasi hukum menuntut adanya unsur-unsur yang mencakup : a) pendekatan sistemik, menjauhi hal-hal yang bersifat ad hoc (fragmentaris);

b) mengutamakan kebenaran dan keadilan; c) senantiasa melakukan promosi dan perlindungan HAM; d) menjaga keseimbangan moralitas institusional, moralitas sosial dan moralitas sipil; e) hukum tidak mengabdi pada kekuasaan politik; f) kepemimpinan nasional di semua lini yang mempunyai komitmen kuat terhadap supremasi hukum; g) kesadaran hukum yang terpadu antara kesadaran hukum penguasa yang bersifat top down dan perasaan hukum masyarakat yang bersifat bottom up; h) proses pembuatan peraturan perundang-undangan ( law making process), proses penegakan hukum (law enforcement ) dan proses pembudayaan hukum ( legal awareness process) yang aspiratif baik dalam kaitannya dengan aspirasi suprastruktur, infrastruktur, kepakaran dan aspirasi internasional; i ) penegakan hukum yang bermuara pada penyelesaian konflik, perpaduan antara tindakan represif dan tindakan preventif; dan j) perpaduan antara proses litigasi dan non litigasi (Muladi, 2000 : 6). Kondisi Hukum Indonesia saat ini belum dilaksanakan sesuai dengan azaz hukum yang berkeadilan. Hal ini dapat dilihat sorotan yang amat tajam dari seluruh lapisanmasyarakat, baik dari dalam negeri maupun luar negeri terhadap dunia hukum diIndonesia. Dari sekian banyak bidang hukum, dapat dikatakan bahwa hukum pidana menempati peringkat pertama yang bukan saja mendapat sorotan tetapi juga celaan yangluar biasa dibandingkan dengan bidang hukum lainnya. Bidang hukum pidana merupakan bidang hukum yang paling mudah untuk dijadikan indikator apakah reformasi hukum yang dijalankan di Indonesia sudah berjalandengan baik atau belum. Hukum pidana bukan hanya berbicara tentang putusanpengadilan atas penanganan perkara pidana, tetapi juga meliputi semua proses dan sistemperadilan pidana ( criminal justice system ). Proses peradilan berawal dari penyelidikan yang dilakukan pihak kepolisian dan berpuncak pada penjatuhan pidana dan selanjutnyadiakhiri dengan pelaksanaan hukuman dan pemidanaan di lembaga pemasyarakatan.Keprihatinan yang mendalam tentunya melihat reformasi hukum yang masihberjalan lambat dan belum memberikan rasa keadilan bagi masyarakat. Tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa pada dasarnya apa yang terjadi akhir-akhir inimerupakan ketiadaan keadilan yang dipersepsi masyarakat ( the absence of justice ).Ketiadaan keadilan ini merupakan akibat dari pengabaian hukum (diregardling thelaw), ketidakhormatan pada hukum ( disrespecting the law ), ketidakpercayaan padahukum ( distrusting the law ) serta adanya penyalahgunaan hukum ( misuse of the law ).Sejumlah masalah yang layak dicatat berkenaan dengan bidang hukum antara lain : 1.Sistem peradilan yang dipandang kurang independen dan imparsial 2.Belum memadainya perangkat hukum yang mencerminkan keadilan social 3.Interkonsistensi dalam penegakan hokum 4.Masih adanya intervensi terhadap hokum 5.Lemahnya perlindungan hukum terhadap masyarakat 6.Belum meratanya tingkat keprofesionalan para penegak hokum C.Pelaksanaan Reformasi Hukum Suatu hal yang sangat penting dalam pelaksanaan reformasi hukum Adalah merumuskan strategi yang tepat yang tidak hanya mampu menjangkau kebutuhan hukumsaat ini, tetapi juga mampu

menjangkau (mengantisipasi) kebutuhan hukum masa depanyang meliputi suatu rentang waktu yang cukup panjang. Dalam merumuskan strategitersebut, pertama-tama perlu dilakukan inventarisasi terhadap permasalahan-permasalahan yang perlu di reformasi, baik dari aspek materi hukum, aparatur hukum,sarana dan prasarana hukum serta budaya hukumnya. Setelah itu, perlu dilakukanpenetapan prioritas tentang unsur-unsur yang harus didahulukan. Dikaitkan dengan keadaan yang kita hadapi saat ini, yaitu lemahnya penegakan hukum, baik menyangkut masalah KKN, pelanggaran HAM, tingginya tingkat kriminalitas, praktek penggunaankekerasan dan pengerahan massa dalam berdemokrasi, praktek penjarahan, penyerobotan hak-hak orang lain, dan lain- lain, dalam jangka pendek adalah tepat untuk memberiprioritas pada proses penegakan hukum (law enforement) yang dilakukan melalui pembenahan sistem peradilan kita yang mencakup: badan peradilan, kepolisian,kejaksaan, pengacara dan konsultan hukum, pengelola lembaga pemasyarakatan, peningkatan etika moral dan kemampuan profesi hukum, penggunaan Bahasa Indonesiayang jelas dan tepat.Penyempurnaan materi hukum seperti RUU KUHP, penyelesaian KUHAP baru,Penyempurnaan UU Kepailitan, Penyelisaian RUU Tipikor diharapkan akan mampumenciptakan aturan main yang jelas dan transparan bagi masyarakat dan penyelenggaranegara dalam menunjang kegiatan mereka sehari-hari. Pembenahan dari segi materi hukum tersebut juga perlu dilengkapi dengan peningkatan sarana dan prasarana hukumserta peningkatan kesadaran dan kepatuhan hukum masyarakat dan penyelenggaranegara sehingga mampu membentuk suatu budaya hukum yang sehat. Apabila hal inidapat dicapai maka otomatis akan tercipta tidak hanya suatu pemerintahan yang efektif (good governance), namun juga masyarakat yang menghormati dan mentaati hukum (lawabiding people), yang pada akhirnya akan menciptakan ketertiban dan keamanan sertakenyamanan dalam masyarakat, situasi mana sangat kondusif bagi iklim penanamanmodal yang akan mempercepat pemulihan dan bahkan mendorong pertumbuhanekonomi. D.Konsep Reformasi Hukum Jika melihat kondisi hukum yang terpuruk, maka tidak ada kata lain selain terusmengedepankan reformasi hukum yang telah digagas oleh bangsa ini. Kegiatan reformasihukum perlu dilakukan dalam rangka mencapai supremasi hukum yang berkeadilan. Beberapa konsep yang perlu diwujudkan antara lain : a.Penataan kembali struktur dan lembaga-lembaga hukum yang ada termasuk sumber daya manusianya yang berkualitas b.Perumusan kembali hukum yang berkeadilan c.Peningkatan penegakan hukum dengan menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran hokum d.Pengikutsertaan rakyat dalam penegakan hokum e.Pendidikan publik untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadaphukum f. Penerapan konsep Good Governance

Anda mungkin juga menyukai