Vol 1-No 6
Vol 1-No 6
Suara EL-Asah
Diterbitkan oleh:
EL-ASAH MINISTRY
Jl. Candi Gebang 52 Condong Catur
Yogyakarta 55283
Khotbah:
Sensasi-sensasi Doa
KONSER DOA
Pernahkan Anda mendengar kata konser? Ada banyak jenis dan
kelas konser: ada berbagai macam konser paduan suara, ada bermacam-
macam konser musik, dan konser-konser kesenian lainnya. Tetapi yang
pasti, makna konser itu adalah pertunjukan di dunia kesenian yang
cara khusuk karena merupakan ibadah yang kudus kepada Allah yang
Mahakudus? Begitulah yang dilakukan oleh 120 murid Yesus: Setelah
mereka tiba di kota, naiklah mereka ke ruang atas, tempat mereka menumpang…
Mereka semua bertekun dengan sehati dalam doa bersama-sama, dengan beberapa
perempuan serta Maria, ibu Yesus, dan dengan saudara-saudara Yesus (Kisah
Para Rasul 1:13-14). Begitulah juga yang dilakukan gereja perdana yang
berjumlah 3000-an orang, berdoa di bait Allah dan di rumah-rumah (Kisah
Para Rasul 2:42-46).
Dan jika doa dilakukan secara pribadi, atau dalam kelompok-ke-
lompok kecil, bukankah seharusnya dilakukan dalam kesunyian, dan
dalam keterpisahan dari khalayak ramai? Itulah yang diajarkan juga oleh
Yesus; Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu
dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu
yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu (Matius 6:6).
Itulah cara berdoa yang dilakukan oleh Yesus dan murid-murid-Nya.
Maka sampailah Yesus bersama-sama murid-murid-Nya ke suatu tempat yang
bernama Getsemani. Lalu Ia berkata kepada murid-murid-Nya: “Duduklah di
sini, sementara Aku pergi ke sana untuk berdoa” (Mat. 26:36). Dan demikian-
lah juga yang dilakukan oleh Nehemia. Ketika kudengar berita ini, duduklah
aku menangis dan berkabung selama beberapa hari. Aku berpuasa dan berdoa ke
hadirat Allah semesta langit (Nehemia 1:4). Coba Anda perhatikan baik-baik;
pendoa-pendoa yang ditulis dalam Alkitab ini, melakukan doa-doa, atau
berdoa tidak dalam bentuk konser, tidak berupa pertunjukan atau atraksi
di depan umum, tidak untuk mendemonstrasikan kecakapan berdoa,
tidak untuk menampilkan ritual-ritual doa yang mempesona, dan juga
tidak untuk mencari nama atau popularitas.
Dan coba juga Anda simak baik-baik; betapa berbedanya dari pen-
doa-pendoa keliling di sekitar Anda sekarang ini, dan betapa kontrasnya
dengan bentuk-bentuk penyelenggaraan doa yang terjadi di era kita
sekarang. Kini kegiatan-kegiatan doa telah menjadi konser, penyeng-
garaan doa-doa sudah berubah menjadi atraksi, ibadah-ibadah doa telah
menjelma menjadi pertunjukan, tak ubahnya dengan barang komersial.
Tepat seperti kata Yesus tentang doa-doa kaum munafik; Mereka suka
mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat dan pada
tikungan-tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang.
Dan itulah yang disebut sensasi-sensasi doa.
DOA PEPERANGAN
Kini muncul satu model
doa yang cukup sensasional,
yaitu Doa Peperangan. Apakah
Anda sudah mendegar ceritanya?
Pernahkan Anda melihat demon-
strasi, atraksi, atau pertunjukan doa peperangan? Silahkan simak dan
kritisi cerita mereka di bawah ini:
Suatu saat tim pendoa dari rumah doa X mendapat hikmat dari Tuhan
bahwa di daerah X banyak terjadi pertikaian, perpecahan keluarga, kami memben-
tuk tim pengintai untuk melakukan pemetaan, dan kami mendapat data bahwa
pemerintahan iblis di gunung merapi mengirim roh penghancur jiwa, dan roh
mamon kepada keluarga-keluarg di daerah X tersebut, yang letaknya tepat di kaki
gunung Merapi. Akibatnya, penduduk menjadi materialistis, individualistis,
emosional, dan stres. Kami menyusun strategi, mengadakan perjamuan kudus,
mengadakan doa syafaat, dan mengadakan doa peperangan, doa keliling dengan
pujian penyembahan dan profetik. Seminggu kemudian kami mendapat data
bahwa daerah tersebut menjadi tenang, damai dan situasi berubah, dari yang
tadinya cukup mencekam namun akhirnya ada kemenangan (Cerita ini diambil
dari sebuah buku).
Saudara-saudara sekalian! Kalau Anda mengikuti dan memahami
dengan cermat apa yang dilakukan pendoa peperangan ini, Anda akan
menemukan beberapa hal yang hanya merupakan khayalan atau fantasi,
dan ada yang bercorak kepercayaan mistik. Ada beberapa pernyataan di
dalam cerita ini yang perlu dipersoalkan:
1) Pernyataan: Kami mendapat hikmat dari Tuhan bahwa di daerah X banyak
terjadi pertikaian, perpecahan keluarga; penduduk menjadi materialistis, in-
dividualistis, emosional, dan stres. Kondisi masyarakat seperti ini bukan
sesuatu yang baru. Artinya Anda tidak harus atau tanpa melakukan
doa peperangan pun setiap orang sudah mengetahui bahwa ada
pertikaian, perceraian, atau masyarakat menjadi materialistis, indi-
vidualistis, emosional, dan stres, karena semua itu sudah merupakan
realitas dalam hidup masyarakat sepanjang sejarah hidup manusia.
2) Pernyataan: Kami mendapat data bahwa pemerintahan iblis di gunung
merapi mengirim roh penghancur jiwa. Hal ini sama dengan kepercayaan
mistik masyarakat lokal. Masyarakat lokal mempercayai bahwa di
gunung Merapi ada ‘roh yang menjaga’ sama seperti di Laut Selatan
ada Nyai Loro Kidul. Pernyataan pendoa peperangan ini menimbul-
kan banyak masalah atau implikasi yaitu:
Pertama, jika data bahwa pemerintahan iblis di gunung Merapi,
sungguh-sungguh berasal dari Tuhan, berati Tuhan telah menggiring
umat-Nya kepada kepercayaan animisme dan mistikisme – keper-
cayaan pada roh-roh. Pada hal Firman Allah sudah memperingatkan:
Hati-hatilah, supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya
yang kosong dan palsu menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia,
tetapi tidak menurut Kristus (Kolose 2:8).
Kedua, jika benar bahwa ada pemerintahan iblis di gunung
Merapi, maka peristiwa salib – kematian Yesus - menjadi sia-sia, atau
Firman Allah telah salah, sebab di Alkitab disebut: Yesus menghapus-
kan surat hutang, yang oleh ketentuan-ketentuan hukum mendakwa dan
mengancam kita. Dan itu ditiadakan-Nya dengan memakukannya pada kayu
salib: Ia telah melucuti pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa dan
menjadikan mereka tontonan umum dalam kemenangan-Nya atas mereka
(Kolose 2:14-15).
Ketiga, dengan menyatakan pemerintahan iblis di gunung Merapi,
para pendoa itu telah menyetujui dan turut dalam kepercayaan mistik,
serta memberi posisi dan otoritas tinggi pada iblis, padahal Yesus
sudah melucutinya melalui peristiwa salib.
Saudara-saudara sekalian! Saya berharap Anda sekalian tidak
mudah terpesona, dan terlibat dalam gerakan-gerakan doa yang
cenderung melakukan atraksi-atraksi, atau pertunjukan-pertunjukan
doa-doa yang sensasional. Sesuatu yang kelihatan baik, kelihatan
rohani, kelihatan suci, belum tentu benar secara Alkitabiah. Selan-
jutnya, perhatikan pernyataan-pernyataan dalam cerita pendoa
peperangan.
3) Pernyataan: Kami menyusun strategi, mengadakan perjamuan kudus,
mengadakan doa syafaat, dan mengadakan doa peperangan, doa keliling
dengan pujian penyembahan dan profetik. Tahukah Anda, bahwa dengan
pernyataan ini, tim doa peperangan ini telah merekayasa dalam pikiran
(berfantasi), iblis seperti pasukan militer yang sedang menduduki
daerah X, lalu pasukan doa peperangan bergerak dari markasnya
KONKLUSI
Kalau saja Anda mau menerima pernyataan-pernyataan Alkitab
ini sebagai suatu kebenaran, kalau saja Anda mau mengimani Alkitab
sebagai Firman Allah yang hidup, dan tidak berubah, dan kalau Anda
sungguh-sungguh meyakini bahwa apa yang difirmankan Allah pasti
terjadi, seharusnya Anda tidak perlu membuang-buang energi untuk
melakukan doa-doa peperangan, seharusnya Anda tidak perlu mem-
buang-buang waktu untuk membantu atau menolong Tuhan. Sayangnya
ada kelompok-kelompok kristiani yang menganggap Tuhan terlalu lemah
dan tak berdaya menghadapi roh-roh jahat, sehingga kelompok-kelom-
pok tersebut merasa perlu membantu Tuhan melalui doa peperangan.
Oh sensasional.
TEOLOGIA:
SOTERIOLOGI OLEH:
DR. S. TANDIASSA, M.A.
Bab V
TRINITAS
DAN KARYA PENYELAMATAN
K
eselamatan adalah karya agung dan besar dari Trinitas Ilahi. Karya
agung ini kemudian diaugerahkan kepada umat orang-orang berdosa.
Dalam melaksanakan karya penyelamatan, setiap pribadi di dalam
Trinitas Ilahi mempunyai tugas-tugas spesifik. Akan tetapi perlu dikemu-
kakan terlebih dahulu di sini bahwa spesifikasi tugas penyelamatan di
dalam Trinitas Ilahi tidak menunjukkan keterpisahan antar pribadi dari
Trinitas. Spesifikasi ini juga tidak mengandung maksud bahwa Oknum
yang satu lebih unggul dari pada yang lain, atau yang satu superior, dan
yang lain inferior. Sebaliknya, pembagian tugas dan peran di antara
Oknum-Oknum Ilahi tersebut justru menunjukkan prinsip dan sifat ko-
operatif dan dependensi antara satu Oknum dengan Oknum yang lain.
BAPA
Bapa sudah merencanakan dan
menetapkan proses keselamatan sebelum
dunia diciptakan. Kebenaran ini diung-
kapkan rasul Paulus sebagai; rencana kerelaan-Nya yang telah ditetapkan
dari semula (Efesus 1:9). Dalam hal ini paling tidak ada dua unsur pent-
ing yang telah direncanakan dan juga telah ditetapkan secara tegas dan
mantap sebelum segala Allah menciptakan alam semesta ini yaitu:
1. Menetapkan Anak
Bapa telah menetapkan Anak-Nya untuk menjadi Penebus atau
Penyelamat orang berdosa sebelum dunia dijadikan (1 Petrus 1:20).
Pernyataan di dalam ayat ini menyanggah anggapan bahwa Allah baru
membuat keputusan untuk menyelamatkan manusia setelah Adam jatuh
ke dalam dosa. Sebab jika anggapan ini benar, maka keselamatan dipan-
dang hanya sebagai suatu penyelesaian atas suatu situasi darurat. Dan
jika Bapa baru membuat rencana atau keputusan untuk menyelamatkan
kembali manusia, sesudah manusia jatuh ke dalam dosa, maka hal ini
berarti bahwa Allah sama sekali tidak tahu apa yang akan terjadi dengan
manusia, dan juga berarti Allah lengah sehingga Ia kebobolan. Namun
hal-hal seperti itu tidak mungkin terjadi pada Allah. Ini hanyalah ang-
gapan yang tidak logis dan pengandaian yang logis.
Allah Bapa telah menetapkan Kristus sebagai Pendamai (Roma
3:25). Selain menetapkan Anak-Nya sebagai Penyelamat, Bapa juga telah
menetapkan cara yang akan dilakukan Anak-Nya untuk menyelamatkan,
yaitu melalui sebuah pengorbanan, dalam hal ini Anak-Nya sendiri yang
akan dikorbankan sebagai pengganti atau penanggung dosa manusia
(Roma 8:3; Galatia 4:4-5). Proses penyelamatan dalam bentuk pengorbanan
mengharuskan adanya inkarnasi (Yohanes 1:1-3, 14; 3:16).
2. Menetapkan Sasaran
Bapa juga telah menetapkan siapa yang menjadi sasaran atau obyek
rencana penyelamatan. Kebenaran ini diungkapkan dengan sangat tegas
dan terbuka oleh Paulus. Orang-orang yang menerima keselamatan
adalah mereka yang memang telah ditentukan sejak semula. Selanjutnya,
mereka yang telah ditentukan itu dipanggil untuk menerima anugerah
keselamatan, lalu mereka oleh dibenarkan oleh darah Yesus, dan akhirnya
akan dimuliakan (Roma 8:29-30). Rasul Paulus mempertegas kebenaran
ini di dalam suratnya kepada jemaat di Efesus, bahwa Allah telah me-
milih dan menentukan kita sebelum dunia dijadikan, untuk menjadi
anak-anak-Nya. Bahkan Bapa juga telah menetapkan bagian yang akan
diterima oleh orang-orang kudus (Efesus 1:4-5,11).
ANAK
Diasumsikan bahwa Oknum-oknum Trinitas Ilahi memiliki
kesepakatan dalam melaksanakan rencana penyelamatan umat manusia.
Kesepakatan tersebut berisi pembagian tugas masing-masing Oknum
dalam rangka melaksanakan rencana agung Allah yaitu penyelamatan
dunia. Di atas telah disebutkan tentang tugas-tugas dan tangggung jawab
Bapa. Selanjutnya, Yesus dalam posisi sebagai Anak Allah, bertanggung
jawab untuk melaksanakan semua proses yang memungkinkan atau yang
melaluinya keselamatan bisa datang ke dalam dunia dan menjangkau
manusia berdosa. Bahkan jika proses tersebut mengharuskan Yesus
untuk dikorbankan.
1. Inkarnasi
Tugas dan tanggung jawab pertama yang
harus direalisasikan oleh Anak adalah menjelma
menjadi daging atau menjadi manusia. Anak
harus menjelma menjadi daging (manusia)
karena ia harus menjadi sebuah korban (Ibrani
10:5-9). Dalam hal ini inkarnasi menjadi suatu
keharusan bagi Anak. Paling tidak ada dua alasan mendasar yang
mengharuskan Anak menjadi manusia; Pertama, karena hanya dengan
menjelma menjadi daging, Anak Allah dapat menjadi atau dijadikan
suatu korban penghapus dosa (Yohanes 1:29; Galatia 4:4-5).
Kedua, karena hanya jika Anak sendiri yang menjadi korban, baru
ada korban yang sempurna, yang memungkinkan orang-orang berdosa
dapat ditebus (Ibrani 7:26-28).
2. Mati
Anak harus mati untuk dosa. Sama seperti inkarnasi, hal kematian
Anak pun merupakan suatu keharusan, sebab upah dosa adalah maut
(Roma 3:26). Anak harus mati, karena Ia datang untuk menanggung dosa
dan kejahatan manusia (Yesaya 53:2-7, Yohanes 1:29). Anak harus mati
karena Ia harus menggantikan posisi manusia dalam menerima akibat-
akibat dosa, atau sebagai harga tebusan dosa (Markus 10:45; 1 Korintus
15:3).
3. Memelihara
Bahwa Anak akan memelihara orang-orang yang menjadi milik
Bapa sehingga tidak ada satupun yang akan binasa (Yohanes 17:12). Tugas
pemeliharaan ini sangat penting, karena belum dunia dijadikan, Bapa telah
membuat rencana, keputusan atas siapa dari antara umat manusia yang
diselamatkan. Bapa telah memilih, dan telah menentukan orang-orang
yang akan menjadi anak-anak-Nya, dan kini orang-orang tersebut sudah
dipanggil dan dibenarkan setelah mereka percaya kepada Yesus.
Yesus sendiri juga telah melakukan tugas-tugas yang menjadi
tanggung jawab-Nya dalam rencana penyelamatan. Ia telah telah turun
menjadi manusia, menjalani hidup sebagai hamba yang menderita, sampai
akhirnya Ia harus mengorbankan hidupnya untuk menebus orang-orang
berdosa itu. Oleh karena itu Paulus mengaskan bahwa orang-orang yang
telah dipilih dan ditebus oleh Allah akan dipelihara sampai pada kesu-
dahan (1 Korintus 1:8-9).
ROH KUDUS
Tugas Roh Kudus, selain untuk menyatakan atau mengungkapkan
rencana keselamatan kepada manusia, juga untuk mempersiapkan hati
1. Menyadarkan
Kerusakan total yang dialami manusia akibat dosa, tidak hanya
kerusakan hubungan manusia dengan Penciptanya, tetapi juga kerusakan
potensi manusia untuk bernisiatif menanggapi kasih Allah. Hati nurani
manusia dibutakan oleh dosa, sehingga manusia tidak mampu melihat
ataupun menyadari akan kesalahan-kesalahan dan dosa-dosanya, dan
juga tidak mampu mengenal siapa Penciptanya (Yesaya 1:3; 2 Korintus
4:3-4). Tingkat kerusakan nurani tersebut sedemikian parah, sehingga
manusia tidak mampu membedakan tangan kanan dan tangan kiri (Yu-
nus 4:11)
Roh Kudus berkarya dalam rencana penyelamatan dengan cara
menyadarkan serta membuka mata hati manusia untuk melihat keber-
dosaannya. Roh Kudus memberikan potensi kesadaran di dalam batin,
dan potensi pengenalan di dalam rasio seseorang sehingga orang yang
bersangkutan dibawa kepada pertobatan.
Adalah Roh Allah yang telah berkarya di dalam diri Nuh, sehingga
ia mampu membedakan antara yang baik dan yang jahat, dan dapat
mengenal akan Allah, serta mampu menjalani hidup yang benar, untuk
kemudian menerima keselamatan dari Allah (Kejadian 6:3, 8-9). Roh
Kudus diutus oleh Bapa ke dalam dunia untuk membuat hati manusia
sadar akan dosa, penghakiman, dan kebenaran (Yohanes 16:7-11). Malalui
karya Roh Kudus, Allah menarik orang-orang pilihan-Nya untuk datang
kepada Yesus (Yohanes 6:44).
Inisiatif untuk bertobat, dan datang kepada Yesus untuk menerima
keselamatan, tidak muncul dari keinginan manusia semata, tetapi dari
Roh Kudus. Roh Kuduslah yang berkarya di dalam hati seseorang, se-
hingga ia bertindak untuk bertobat.
2. Memeteraikan
Selanjutnya, orang-orang yang ditarik kepada Yesus, dan telah
menerima anugerah keselamatan, perlu memiliki sebuah tanda sebagai
milik Allah. Allah memeteraikan – memberi tanda – dengan cara menaruh
Roh Kudus-Nya pada diri seseorang tepat atau bersamaan ketika orang
tersebut percaya atau menerima Yesus. Meterai Roh Kudus tersebut adalah
tanda kepemilikan Allah atas hidup orang-orang beriman (Efesus 1:13).
Ada beberapa prinsip dan maksud yang terkandung dalam peng-
gunaan meterai:
Pertama, sebagai tanda milik yang sah secara hukum atas sesuatu,
dan kepemilikan tersebut dilindungi oleh hukum.
Kedua; sebagai jaminan kepastian atas suatu perjanjian. Maksud-
nya, jika ada dua orang yang membuat perjanjian tertulis, dan perjanjian
tersebut menggunakan meterai, maka isi perjanjian tersebut pasti dilak-
sanakan. Jika salah seorang mengingkari isi perjanjian tersebut, ia akan
mendapat sanksi secara hukum.
Ketiga; sebagai segel, artinya sesuatu yang telah dimeteraikan, itu
berarti disegel, dan tidak seorang pun berhak membuka, atau mengubah
segel tersebut tanpa diberi kuasa oleh negara melalui lembaga-lembaga
hukum.
Rasul Paulus menggunakan istilah meterai tidak dalam penger-
tian simbol, tetapi sebagai bahasa hukum dan dalam pengertian hukum,
sebagaimana ia menggunakan juga istilah-istilah hukum untuk hal-hal
lainnya yaitu: ‘pembenaran, penebusan, adopsi’ dan lain-lain. Atas dasar
pengertian hukum itulah, kemudian Paulus menyatakan dengan yakin
bahwa meterai Roh Kudus itu merupakan jaminan kepastian atas dari
Allah untuk memberikan kepada kita segala sesuatu yang pernah dijan-
jikan-Nya (2 Korintus 1:21-22; Efesus 1:14).
Selain itu, Yesus sendiri menegaskan bahwa orang-orang yang
percaya kepada-Nya sudah menjadi milik-Nya dan milik Bapa. Bapa dan
Anak tidak akan membiarkan mereka untuk binasa selama-lamanya, dan
juga tidak ada satu pun kekuatan yang bisa mengambilnya dari tangan
Allah (Yohanes 10:28-30).
3. Menguduskan
Keselamatan adala kelepasan dari dosa dan segala akibatnya. Roh
Kudus memberi kemampuan kepada orang-orang yang telah diselamat-
kan untuk tetap hidup dalam kemenangan atas dosa. Ia menguduskan
orang-orang yang telah dipilih sejak semula (2 Tesalonika 2:13; 1 Petrus
1:2), Ia dapat menguduskan setiap orang dari segala golongan, sehingga
menjadi persembahan yang harum bagi Tuhan (Roma 15:16).
Sekarang menjadi jelas bahwa karya penyelamatan bagi umat ma-
nusia merupakan suatu proyek agung yang melibatkan setiap Oknum
Trinitas Ilahi. Bapa, Anak, dan Roh Kudus membuat penerapan karya
penyelamatan menjadi efektivitas di dalam hidup orang berdosa. Fakta-
fakta tersebut di atas memberi kita kesimpulan yaitu:
Pertama, bahwa semua orang yang telah mengalami karya dari
Trinitas Ilahi, yaitu dengan menerima Yesus sebagai Juru Selamat, ses-
ungguhnya telah mendapatkan anugerah keselamatan.
Kedua, jika Bapa dan Anak telah bekerja di dalam seseorang,
sehingga yang bersangkutan telah menerima keselamatan, maka tidak
ada alasan untuk mengatakan bahwa Roh Kudus belum atau tidak hadir
di dalam diri orang tersebut. Karena keselamatan adalah karya Trinitas
Ilahi.
(Bersambung ke edisi mendatang)
Pemimpin Kristen
DR. S. TANDIASSA M.A
Pengantar
P ada edisi yang lalu saya menjelaskan bahwa secara umum ada dua
golongan pendapat tentang bagaimana seseorang dapat menjadi
pemimpin yang efektif. Pertama, bahwa kemampuan leadership ses-
eorang merupakan bawaan sejak lahir. Atau dengan istilah lain, ketika
seseorang dilahirkan, ia memamg sudah membawa kemampuan untuk
menjadi seorang pemimpin. Kedua, bahwa seseorang dapat membangun
kemampuan dan keahlian kepemimpinan melalui proses pedidikan, baik
pendidikan formal, maupun non formal.
Kedua pendapat tersebut di atas sama-sama memiliki dasar secara
ilmiah dan fakta empris. Dan secara teologis, kebenaran dari kedua dua
pendapat yang kontradiktif tersebut memang tidak dapat disangkali. Di
dalam Alkitab kita dapat menemukan beberapa orang yang menjadi pe-
mimpin karena alasan keturunan, tetapi di dalam Alkitab yang sama kita
juga dapat menemukan banyak pemimpin yang berhasil karena mereka
telah dipersiapkan atau mempersiapkan diri dalam jangka waktu yang
cukup lama melalui berbagai proses pendidikan, atau pelatihan.
Tulisan ini tidak punya tendensi untuk memihak pada salah satu
pendapat tersebut di atas, karena kedua-duanya memiliki dasar yang
tidak terbantahkan. Tujuan penulis manyajikan tulisan ini adalah untuk
menyatakan bahwa seorang pemimpin yang sesungguhnya – the real leader
– akan selalu, dan pasti, menyadari keterbatasan atau kekurangannya, dan
pada saat yang sama, ia juga akan sangat menyadari betapa pentingnya
untuk memperlengkapi diri dengan cara selalu belajar. Bahkan untuk
seseorang yang dilahirkan dengan bakat pemimpin sekalipun, jika ia ingin
1
Bill Crowder, Mengapa Hidup Begitu Tidak Adil? (Jakarta: RBC Indonesia, 2006),6.
1. MUSA
Musa adalah salah seorang pemimpin besar dan terhormat di
kalangan bangsa Israel. Disebut demikian oleh karena sejarah Alkitab
menampilkannya sebagai tokoh yang me-
mimpim pembebasan bangsa Israel dari
penjajahan Kerajaan Mesir. Tetapi sebe-
lum Musa tampil sebagai pemimpin yang
berwibawa dan disegani oleh masyarakat
dan para penguasa Mesir, terlebih dahulu
Musa mengalami berbagai macam peris-
tiwa, bermacam-macam situasi dan kondisi,
baik yang menyenangkan maupun yang
menakutkan. Ketika Musa menghadapi
semua keadaan tersebut, tentu ia belum
memahami maksud dan tujuannya, selain ia
manghayatinya hanya sebagai keterpaksaan
karena keadaan tidak memberinya pilihan lain. Akan tetapi dari perspektif
teologia kepemimpinan dapat dipahami bahwa semua peristiwa yang
dialami Musa sebelumnya, memberikan kontribusi pada pembentukan
karakter atau mentalitas pemimpin di dalam diri Musa. Selain itu, pen-
galaman-pengalaman masa lalu dalam mengatasi setiap persoalan juga
merupakan proses pendidikan bagi Musa untuk meningkatkan keter-
ampilannya dalam menangani berbagai masalah.
Proses pelatihan Musa dimulai dengan pendidikan secara formal di
Mesir. Stefanus berpendapat bahwa pengetahuan, kewibawaan, kemam-
puan, dan keterampilan Musa dalam memimpin umat Israel merupakan
hasil dari proses pendidikan yang dilalui Musa di Mesir. Stefanus adalah
salah satu dari tujuh orang yang dilantik oleh rasul-rasul sebagai tua-tua
untuk membantu pelayanan para rasul dalam bidang sosial. Dengan tegas
Stefanus menjelaskan tentang pendidikan Musa di Mesir demikian: Dan
Musa dididik dalam segala hikmat orang Mesir, dan ia berkuasa dalam perkataan
dan perbuatannya ’(Kisah Para Rasul 7:22).
Akan tetapi pendidikan formal Musa di Mesir dipandang Stefanus
belum cukup untuk membekali Musa menjadi pemimpin yang efektif bagi
umat Allah. Selanjutnya – karena suatu peristiwa – Musa pergi (lari) ke
padang gurun. Hal itu dijelaskan Stefanus demikian: Tetapi orang yang
berbuat salah kepada temannya itu menolak Musa dan berkata: Siapakah yang
mengangkat engkau menjadi pemimpin dan hakim atas kami? Mendengar per-
kataan itu, larilah Musa dan hidup sebagai pendatang di Tanah Midian. Di situ
ia memperanakkan dua orang anak laki-laki (Kisah Para Rasul 7:27,29).
Pengalaman Musa akan situasi dan kondisi padang gurun selama
empat puluh tahun yang mencapai klimaksnya pada perjumpaan dengan
Allah melalui nyala api dari semak duri di pandang gurun, juga dimak-
nai Stefanus sebagai suatu bagian dari masa dan proses pelatihan yang
meberikan andil yang sangat besar dalam kepemimpinan Musa. Hal ini
diungkapkan Stefanus demikian: Dan sesudah empat puluh tahun tampaklah
kepadanya seorang malaikat di padang gurun gunung Sinai di dalam nyala api
yang keluar dari semak duri. Dialah yang membawa mereka keluar dengan men-
gadakan mujizat-mujizat dan tanda-tanda di tanah Mesir, di Laut Merah dan di
padang gurun, empat puluh tahun lamanya’ (Kisah Para Rasul 7:30).
Akan tetapi setelah Musa berada pada posisi sebagai pemimpin
bangsa Israel, ternyata pola kepemimpinannya belum cukup efektif.
Dengan kata lain, proses pendidikan yang telah dilalui, baik secara
formal maupun secara praktikal di Mesir dan di padang belum cukup
untuk membuat Musa menjadi seorang pemimpin yang berhasil. Dalam
situasi memimpin perjalanan umat Israel di padang gurun, Musa masih
harus mempelajari pola kepemimpinan yang sesuai dengan kebutuhan
di lapangan. Yitro mengkritik dengan nada yang cukup keras terhadap
sistem kepemimpinan Musa. Tetapi tentu saja kritik Yitro tersebut harus
dilihat sebagai bagian penting dari proses pelatihan untuk meningkatkan
kualitas dan efektivitas kepemimpinan Musa, mengingat bahwa hubun-
gan Yitro dengan Musa adalah hubungan antara orang tua dan anak, atau
hubungan pendidik dan anak didik.
Ketika mertua Musa melihat segala yang dilakukannya kepada bangsa itu,
berkatalah ia: “Apakah ini yang kaulakukan kepada bangsa itu? Mengapakah eng-
kau seorang diri saja yang duduk, sedang seluruh bangsa itu berdiri di depanmu
dari pagi sampai petang?” Tetapi mertua Musa menjawabnya: “Tidak baik seperti
yang kaulakukan itu. Engkau akan menjadi sangat lelah, baik engkau baik bangsa
yang beserta engkau ini; sebab pekerjaan ini terlalu berat bagimu, takkan sanggup
engkau melakukannya seorang diri saja (Keuaran 18:14,17-18)
Yitro mengoreksi pola kepemimpinan Musa dan selanjutnya
mengajarkan konsep kepemimpinan baru kepadanya. Konsep atau pola
kepemimpinan yang ditawarkan Yitro tersebut ternyata berhasil membuat
kepemimpinan Musa menjadi lebih efektif karena semua umat dapat
dilayani, dan juga lebih dinamis karena pola yang diajarkan Yitro bisa
melibatkan lebih banyak orang di dalam melaksanakan tugas-tugas pelay-
anan. Pola kepemimpinan baru yang diajarkan Yitro kepada Musa adalah
demikian: Jadi sekarang dengarkanlah perkataanku, aku akan memberi nasihat
kepadamu dan Allah akan menyertai engkau. Adapun engkau, wakililah bangsa
itu di hadapan Allah dan kauhadapkanlah perkara-perkara mereka kepada Allah.
Kemudian haruslah engkau mengajarkan kepada mereka ketetapan-ketetapan dan
keputusan-keputusan, dan memberitahukan kepada mereka jalan yang harus
dijalani, dan pekerjaan yang harus dilakukan. Di samping itu kaucarilah dari
seluruh bangsa itu orang-orang yang cakap dan takut akan Allah, orang-orang
yang dapat dipercaya, dan yang benci kepada pengejaran suap; tempatkanlah
mereka di antara bangsa itu menjadi pemimpin seribu orang, pemimpin seratus
orang, pemimpin lima puluh orang dan pemimpin sepuluh orang (Keluaran
18:19-20).
2
Frank Damazio, Memimpin dengan ROH (Jogjakarta: Andi,1993),66
3
Ibid
2. DAUD
Daud adalah pemimpin (raja) bangsa Israel yang sangat populer
dan juga sangat disegani oleh kerajaan-kerajaan tetangga karena keahli-
annya dalam berperang. Ia mengalahkan lebih banyak musuh dari pada
Raja Saul. Tetapi sebelum Daud menerima posisi sebagai pemimpin atas
bangsanya, terlebih dahulu ia mengalami berbagai situasi dan kondisi
hidup, baik yang menyenangkan maupun yang menakutkan. Semua
pengalaman tersebut digunakan oleh Allah sebagai bagian dari proses
pendidikan atau pelatihan untuk membentuk karakter kepemimpinan
Daud.
David Hocking memberi komentar yang singkat mengenai kepe-
mimpinan Daud demikian: ‘Allah memilih Daud sebagai seorang pe-
mimpin sebab ia memiliki kekuatan dalam. Menurut Allah sendiri, hal
yang terpenting adalah bagian dalam, di hati, bukan penampilan luar4.
Sebenarnya pekerjaan Daud sebagai
penggembala domba pada masa remaja merupakan
hal yang biasa dalam kalangan masyarakat Israel
ketika itu. Akan tetapi kalau kita melihatnya secara
kritis dari perspektif pelatihan kepemimpinan, kita
tidak dapat menghindari asumsi bahwa sebagian
dari pengalaman masa lalu Daud sebagai gembala
juga memberi kontribusi dalam membangun jiwa
kepemimpinan Daud. Berbagai pengalaman dalam
menggembalakan domba juga telah mengilhami
Daud untuk tampil sebagai pemimpin dan pahla-
wan perang ketika Israel sedang dalam keadaan
tidak berdaya terhadap musuh mereka yaitu
bangsa Filistin. Fakta itu diungkapkan oleh Daud
dalam beberapa ayat Alkitab demikian: Tetapi Daud berkata kepada Saul:
“Hambamu ini biasa menggembalakan kambing domba ayahnya. Apabila datang
singa atau beruang, yang menerkam seekor domba dari kawanannya, maka aku
mengejarnya, menghajarnya dan melepaskan domba itu dari mulutnya. Kemu-
dian apabila ia berdiri menyerang aku, maka aku menangkap janggutnya lalu
menghajarnya dan membunuhnya. Baik singa maupun beruang telah dihajar oleh
4
David Hocking, Rahasia Keberhasilan Seorang Pemimpin (Jogjakarta: Andi, 1993),5,6
hambamu ini. Dan orang Filistin yang tidak bersunat itu, ia akan sama seperti
salah satu dari pada binatang itu, karena ia telah mencemooh barisan dari pada
Allah yang hidup.” Pula kata Daud: “TUHAN yang telah melepaskan aku dari
cakar singa dan dari cakar beruang, Dia juga akan melepaskan aku dari tangan
orang Filistin itu.” Kata Saul kepada Daud: “Pergilah! TUHAN menyertai
engkau (I Samuel 17:34-37).
Di sini tampak jelas bagaimana Daud menjadikan pengalaman-
pengalamannya akan berbagai situasi dan kondisi dalam menggembala
kan domba-dombanya sebagai dasar atau acuan untuk mengalahkan
Goliat. Di samping itu pula, pengalaman-pengalaman itu menumbuhkan
kepercayaan dalam diri Daud untuk berhasil, serta membentuk karakter
kepemimpinannya khususnya dalam hal membuat suatu keputusan
dalam situasi yang kristis untuk melakukan suatu tindakan cepat dan
tepat menyangkut masalah orang banyak.
Selanjutnya, dengan belajar dari pengalaman-pengalaman masa
lalunya, Daud memiliki rasa tanggung jawab atas bangsanya, sehingga
ia bangkit dan tampil untuk membela dan menyelamatkan. Ia merasa
bertanggung jawab atas keamanan dan kesejahteraan, serta kelangsungan
sejarah Israel. Hal ini diungkapkan oleh Daud demikian: Lalu berkatalah
Daud kepada orang-orang yang berdiri di dekatnya: “Apakah yang akan dilakukan
kepada orang yang mengalahkan orang Filistin itu dan yang menghindarkan
cemooh dari Israel? Siapakah orang Filistin yang tak bersunat ini, sampai ia
berani mencemoohkan barisan dari pada Allah yang hidup?” Rakyat itu pun
menjawabnya dengan perkataan tadi: “Begitulah akan dilakukan kepada orang
yang mengalahkan dia (I Samuel 17:26-27) .
Dengan pengertian lain, semua pengalaman akan situasi dan kon-
disi yang dilalui Daud sebagai seorang gembala domba, berperan sebagai
bagian dari proses pelatihan dan persiapan bagi kepemimpinan Daud seb-
agai raja Israel, meskipun semua itu tidak disadari oleh Daud sebelumnya.
Selain dari pada itu, pengalaman-pengalaman masa lalu itu juga sudah
tentu menjadi sumber pengetahuan praktis yang memberi kontribusi
untuk meningkatkan kapabilitas dan kualitas, serta keterampilan Daud
dalam menjalankan tugas-tugas kepemimpinan di kemudian hari.
Setelah Daud dilantik menjadi raja Israel, ternyata ia tidak secara
otomatis naik tahkta untuk duduk sebagai raja atau pemimpin Israel. De
jure, Daud sesungguhnya sudah menjadi raja, karena Daud telah dilan-
tik menjadi raja menggantikan Raja Saul, sesuai dengan perintah Allah
kepada Nabi Samuel: Samuel mengambil tabung tanduk yang berisi minyak
itu dan mengurapi Daud di tengah-tengah saudara-saudaranya. Sejak hari itu
dan seterusnya berkuasalah Roh TUHAN atas Daud. Lalu berangkatlah Samuel
menuju Rama (1 Samuel 16:13).
Akan tetapi de fakto
ketika Daud pergi ke istana ia
justru menjadi seorang hamba
atau pelayan bagi Raja Saul
yang sesungguhnya sudah
ditolak oleh Allah. Demikian-
lah Daud sampai kepada Saul
dan menjadi pelayannya. Raja
Saul sangat mengasihinya, dan
ia menjadi pembawa senjatanya.
Sebab itu Saul menyuruh orang kepada Isai mengatakan: “Biarkanlah Daud tetap
menjadi pelayanku, sebab aku suka kepadanya” (I Samuel 16: 21-23).
Bagi Daud pengalaman-pengalaman akan situasi di istana selama
menjadi pelayan Saul, sudah pasti menjadi perlengkapan dan persiapan
yang sangat berharga baginya di kemudian hari saat ia duduk sebagai
raja atau pemimpin bangsa Israel. Selama mendampingi Raja Saul melak-
sanakan tugas-tugas kerajaan di segala bidang, Daud sudah tentu belajar
banyak hal baru yang berkaitan dengan tugas dan peran seorang raja.
Dari pengalaman bersama Raja Saul tersebut, Daud memperoleh banyak
pengetahuan yang sangat berharga, yang akhirnya sangat berguna ketika
ia sendiri telah menjadi raja dan harus melakukan tugas-tugas kerajaan.
GOSIP,
SRIGALA BERBULU
DOMBA
A
da dua macam sikap buruk yang sering ditunjukkan orang Kris-
ten. Yang pertama, kita suka memilah-milah dosa. Ada yang kita
sebut sebagai dosa besar, dan ada yang kita anggap tidak terlalu
berbahaya. Kedua, kita mudah menghakimi orang lain untuk selumbar
dosa yang diperbuatnya, sementara kita membiarkan pelanggaran kita
yang seukuran balok mengaburkan pandangan rohani kita.
Gosip merupakan salah satu dosa yang seringkali tidak tertangkap
radar rohani kita. Kita dapat berbicara dengan teman kita tentang per-
buatan buruk orang lain, tanpa menyadari bahwa dengan melakukan hal
itu, kita sendiri sedang melakukan dosa serius. Kita dengan entengnya
menganggap kecil pelanggaran kita, dan seringkali kita bersembunyi di
tempat yang disebut dengan pertemuan doa. Kita beralasan, semua hal
harus diungkapkan secara jujur dan terbuka. Namun kita lupa bahwa
dengan melakukan gosip, kita bukan hanya merusak diri sendiri, me-
lainkan juga kehidupan orang lain.
Dari definisi kamus, kita tahu bahwa gosip adalah membicarakan
orang lain tanpa sepengetahuan orang itu. Biasanya gosip berisi rincian
pembicaraan yang bersifat pribadi dan negatif, yang menempatkan orang
yang menjadi obyek gosip dalam posisi yang buruk. “Ah, kami tidak
sedang membicarakan skandal orang lain, kok!” begitu sanggah kita.
Namun tetap saja kata-kata kita yang sia-sia dapat menimbulkan luka
di hati orang lain.
orang yang “lebih rohani” daripada orang lain, padahal kepuasan sesaat
seperti itu sungguh merupakan sikap yang buruk bagi diri kita sendiri
maupun bagi gereja.
J
ulukan yang melekat pada Ibu Anny Suryani adalah “Jemaat Gereja
TV.” Mengapa? Karena ia tidak pernah ke gereja namun kesukaan-
nya menonton acara khotbah di Indovision channel 69, VCD/DVD,
dan mendengar khotbah dari kaset, serta membaca Alkitab dan buku-
buku rohani.
Ibu Anny, setelah menikah tinggal di
Jogjakarta dan sejak itu ia tidak pernah ke
gereja (selama 43 th) meskipun ia tetap per-
caya kepada Yesus sehingga ia paling benci
bila ditanya oleh seseorang, “Kamu ke gereja
mana?” Ia ke gereja kalau diajak oleh anak-
anaknya. Itu pun setahun hanya beberapa kali
saja. Dan baru setahun terakhir ini Ibu Anny
bergabung dengan jemaat Gereja Pantekosta
EL-Asah Condong Catur, Jogjakarta.
Ibu Anny lahir di Kutoharjo tahun 1946 sebagai anak bungsu dari
enam bersaudara. Ayahnya meninggal dunia 1,5 bulan sebelum ia lahir.
Ia dibesarkan di Jakarta di rumah kakak tertua, namun ibunya masih
tetap tinggal di desa. Di Jakartalah Ibu Anny mengenal Tuhan Yesus dan
dibaptis pada usia 17 th di Gereja Pantekosta Sidang Jemaat Allah di jl
Makaliwe Grogol, tanpa ijin dan persetujuan keluarga. Setelah dibaptis
tiba-tiba muncul di hatinya keinginan untuk pergi ke Israel dan setiap
ada kesempatan ia selalu berdoa agar sebelum ia mati ia bisa pergi ke
Israel.
Perjalanan hidupnya tidaklah begitu mulus. Pencobaan demi pen-
cobaan silih berganti dan ia selalu berpindah dari satu tempat ke tempat
lain. Namun ia selalu ingat Yesus dan selalu berdoa kepada-Nya.
Salah satu masa sulit yang pernah ia alami adalah saat ia mening-
galkan Jogjakarta dan pindah ke Jepara. Ia sedang hamil tua. Di kota Jepara
ia dan keluarganya dikontrakkan sebuah rumah oleh kakak suaminya.
Sebuah rumah joglo kuno. Malam pertama ia tidur di situ ia bermimpi
dan didatangi seorang tua yang berkata kepadanya, “Anny, kalau kamu
mau menjaga rumah ini dengan baik-baik serta merawatnya, kamu akan
aku beri kekayaan yang luar biasa,” Paginya, Ibu Anny bercerita kepada
di pemilik rumah. Ternyata orang tua yang hadir dalam mimpinya adalah
seseorang yang dikeramatkan oleh penduduk daerah itu. Ibu Anny
didesak agar ia mau mentaati perintah orang tua itu karena secara supra
natural ia dapat memberikan apapun. Bu Anny memang secara manusia
membutuhkan banyak keperluaan dan ia memang sedang menghadapi
masa sulit tetapi rasa takutnya kepada Tuhan akhirnya membuat ia justru
menerima amarah dan mdiusir dari rumah itu.
Ibu Anny bersama anak-anaknya keluar dari rumah itu dan pergi
ke arah desa Mayong di mana ia bertemu dengan seseorang dan diberi
tumpangan di rumahnya. Tidak seberapa lama kemudian, ia melahirkan
anaknya. Semua biaya rumah sakit dicukupkan oleh Tuhan. Ada saja cara
Tuhan memakai orang lain untuk menolongnya.
Pada tahun 2002, Ibu Anny mendapat berkat dari anaknya, ber-
ziarah ke Israel. Ketika ia mendapat tiket ke Israel, ia menyadari bahwa
doa yang tidak berkeputusan pasti dijawab oleh Tuhan walaupun selama
kurang lebih 40 tahun ia berdoa.
Selama di Israel, ada pengalaman yang mengerikannya ketika ia
naik unta menutju ke Gunung Sinai. Tiba-tiba dalam suasana yang gelap
gulita tanpa saudara dan sahabat dan hanya terdengar suara kaki unta
ia merasakan ketakutan yang luar biasa. Perasaan yang memang selalu
menghantui dirinya kembali menyerangnya yaitu perasaan takut akan
kematian yang sepertinya akan segera dialaminya. Ia merasa seumur
hidupnya ia menjadi seorang yang paling berdosa di hadapan Yesus
yang Mahasuci. Ia teringat bahwa perjalanannya waktu itu merupakan
jawaban Tuhan adas doanya sehingga ia semakin merasa bahwa dirinya
tidak lama lagi akan dipanggil Tuhan. Ia kemudian berdoa, “Ampunilah
dosaku, ya Bapa. Selamatkanlah jiwaku, ya Bapa. Kehendak-Mu yang
terjadi ya, Bapa. Dalam nama Yesus, aku memohonnya. Amin.” Setelah
ia menaikkan doanya, hatinya dilingkupi dnegan damai sejahtera.
JANGAN TINGGALKAN
RUMAH TUHAN
B
aru-baru ini seorang teman memu-
tuskan untuk meninggalkan gereja. Ia
merasa sangat kecewa dan dilukai oleh
seseorang di sana. Ia tidak dapat lagi menahan
diri untuk tidak pergi. Meski begitu, saya rasa
ia tidak sampai meninggalkan imannya.
Data statistik menunjukkan keban-
yakan orang Kristen yang meninggalkan
gereja akhirnya bergabung dengan “gereja
maya” atau “gereja media”, melalui radio,
televisi, Internet, buku dan CD. Gereja seolah-
olah berubah menjadi komoditas menarik:
pengajaran yang bagus diiringi musik sesuai
selera, menjadi alternatif untuk menghindari gereja nyata yangu, dan
menyakitkan hati.
Gereja maya adalah gereja yang kendalinya dipegang oleh Anda:
nyaman, menghibur, menjaga perasaan dan (barangkali yang paling
penting), tidak menimbulkan konfrontasi. Tinggal tekan satu tombol,
maka Anda dapat menghapus pembicara, pesan, atau apapun yang tidak
Anda sukai. Tidak ada orang yang tahu apakah Anda hadir atau tidak.
Sebaliknya, di “gereja nyata”, hampir mustahil Anda dapat menghindari
“tabrakan” dengan orang lain yang tidak sepikir atau sejalan dengan
Anda atau orang lain yang tidak setuju dengan tindakan atau usul Anda.
Kemunafikan, kecemburuan, permusuhan atau kepicikan dari sesama ang-
gota gereja akan Anda hadapi setiap saat. Tak heran makin banyak orang
Kristen meninggalkan gereja lokal demi mencari ketenangan, kenikmatan
dan kemudahan yang ditawarkan di tempat lain.
BENGKEL PENGUDUSAN
Banyak orang Kristen meninggalkan gereja dengan alasan yang
sama seperti mereka meninggalkan pernikahan. Mereka melakukan
sakramen pernikahan tanpa mengerti arti pernikahan Kristen. Secara
teori kita setuju pernikahan adalah suatu hubungan yang sakral, yang
harus menyerupai kasih Kristus nan penuh pengorbanan. Kenyataannya,
kita tidak tahu bagaimana menerapkannya. Ketika muncul konflik, kita
menjadi sama pintarnya dengan para tetangga yang bukan Kristen, dalam
hal menunjuk dan melempar kesalahan kepada pasangan.
Pernikahan dimaksudkan sebagai sarana pemuridan dari Allah
yang di dalamnya Tuhan memakai pasangan Anda untuk membantu
Anda bertumbuh semakin serupa dengan Kristus.
Prosesnya seringkali menyakitkan dan membuat frustrasi, namun
sesungguhnya di situlah transformasi dan pengudusan sedang berlang-
sung dalam rumah tangga. Jadi, yang menjadi masalah bukanlah per-
nikahan itu sendiri, melainkan penolakan kita
untuk berubah melalui hubungan sebagaimana
yang dikehdnaki Tuhan.
Seperti itu juga, Tuhan ingin mengajar
kita tentang belas kasihan, pengampunan, dan
pelayanan, melalui gereja yang merupakan tu-
buh-Nya sendiri. Seorang pengkotbah terkenal
asal Skotlandia, Alexander MacLaren, dengan
tepat mengatakan bahwa gereja adalah “sebuah
bengkel, bukan asrama.” Gereja yang tidak sem-
purna justru menjadi tempat sempurna bagi kita
untuk mempraktikkan pelajaran kasih. Dalam
PROSES TRANSFORMASI
Bila kita sendirian, sisi-sisi kepribadian yang kasar tidak akan
tertangani. Ketika kanak-kanak, saya selalu kagum dengan batu-batu
licin dan berkilauan yang saya lihat di toko suvenir di dekat rumah. Saya
berusaha mencarinya sendirian di sebuah bukit, hasilnya nihil. Ketika
saya beranjak dewasa, saya menyadari bahwa batu-batu itu tidak begitu
saja menjadi mengkilap, melainkan diproses sedemikian rupa dengan
beberapa alat. Pasir dan kerikil serta batu-batu lainnya saling menggosok
dan beradu. Sedikit demi sedikit, gesekan yang timbul membuat licin
permukaan batu dan menghasilkan kilauan alami nan indah. Allah den-
gan segala rancangan-Nya menaruh kita di tengah-tengah orang yang
sama seperti kita, yakni orang-orang dengan sisi-sisi yang masih kasar.
Sementara kita berjalan bersama melalui konflik, pengujian, tantangan
dan pasir-pasir kesulitan lainnya, maka sisi-sisi kasar itu berangsur-ang-
sur sirna, digantikan dengan kilauan. Yang penting adalah bagaimana
tetap bertahan.
Orang-orang yang mengecewakan Anda di satu waktu, dapat juga
mendorong, menghibur dan memberkati Anda, dengan cara pribadi yang
tidak dapat dilakukan oleh sebuah buku. Orang-orang adalah kumpulan
kekuatan dan kelemahan. Kita membutuhkan keanekaragaman seperti ini!
Ketika kita belajar menunjukkan anugerah kepada orang lain yang lemah,
kita mendapatkan kesabaran; ketika orang lain mengangkat kita dalam
kekurangan, kita belajar tentang kerendahan hati. Bukankah semuanya
menggambarkan hikmat Allah?
Kita tidak pernah dapat menggenapi rencana Allah bila mengam-
bil jalan sendiri dan memisahkan diri dari gereja, mengapa? Karena kita
diciptakan untuk persekutuan. Kita dirancang untuk berfungsi dalam
keluarga Allah yang kadang-kadang canggung, tidak nyaman, dan penuh
persoalan. Gereja merupakan satu-satunya tempat di mana kita menjadi
bagian dari umat yang telah ditentukan Kristus sebagai penghuni surga
kelak.
- Dan Schaeffer (InTouch.com)
NB: Kami sangat menghargai bila Anda bersedia memberi informasi melalui
SMS ke no 0813 280 27900, setelah Anda mengirimkan Persembahan,
dengan mencantumkan nama, alamat, tanggal, dan jumlah.