Anda di halaman 1dari 23

The road the righteous travel is like the sunrise,

getting brighter and brighter


until daylight has come
(Proverbs 4:18)

The road the righteous travel is like the sunrise,


getting brighter and brighter
until daylight has come
(Proverbs 4:18)
50 th dan Semakin Cermelang
Oleh : Sigit Indra
Edisi Pertama
Cetakan Pertama, 2008
Hak Cipta  2008 pada penulis,
Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan
sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun, secara elektronis maupun
mekanis, termasuk memfotokopi, merekam, atau dengan teknik perekaman lainnya,
tanpa izin tertulis dari penerbit.
Jl. Candi Gebang 52
Jogjakarta 550283
Telp./Fax : 0274-880868
E-mail : stanssa@yahoo.com
Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan
sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun, secara elektronis maupun
mekanis, termasuk memfotokopi, merekam, atau dengan teknik perekaman lainnya,
Moriel Publishing House
“Pada usia segini, aku tidak peduli kalau ada yang agak terlupakan. Dan aku akan
terus melupakan bahwa aku lebih dari lima puluh.”

UCAPAN TERIMA KASIH


Ketika Bp. Drs. Yohanes Purwadi, ketua Biro Pelayanan Gereja Pantekosta EL-Asah
Condong Catur, mengungkapkan bahwa beliau bersama-sama dengan para anggota Biro
Pelayanan Gereja Pantekosta EL-Asah Condong Catur Jogjakarta akan mengadakan acara
ibadah ucapan syukur atas ulang tahun emas Bp. Pdt. Samuel Tandiassa, saya memang
terkejut dan sedikit berkeberatan karena waktunya begitu berdekatan dengan acara
HUT Gereja yang ke-28, yang baru saja diselenggarakan oleh Biro Pelayanan EL-Asah
bersama-sama dengan segenap jemaat. Saya bisa merasakan bahwa acara ”mendadak” ini
akan memberatkan jemaat apalagi kita juga sudah mendekati Natal. Tetapi dengan
bersemangat, Bp Purwadi bersama-sama seluruh anggota Biro Pelayanan menyatakan
kebulatan tekad mereka untuk mengadakan acara Ulang Tahun Emas ini. � � � � �
Sehingga, secara diam-diam acara ini mulai dirancang untuk sebuah ’pesta kejutan’.
Salah satu tugas saya untuk acara ulang tahun ini adalah mempersiapkan data untuk
buku yang akan ditulis tentang kehidupan Samuel. Sungguh satu hal yang sulit
karena harus ”diam-diam” sehingga banyak kali saya harus “berbohong” kepadanya
untuk menutupi “rahasia-rahasia kejutan” yang akan terkuak saat acara pesta
emasnya
viii Sigit Indra
50 th dan Semakin Cemerlang
nanti. Tetapi ternyata hal ini akhirnya mulai terbongkar ketika orang-orang yang
saya hubungi tidak menelpon langsung ke nomor HP saya tetapi malahan menelpon ke
nomor HP-nya Sam........... bahkan ada juga sms yang dikirimkan ke nomornya,
wah..... (tapi ini mungkin karena nomor HP kami mirip, hanya beda 1 angka saja).
Yang paling lucu adalah ketika Sam sedang asyik nonton TV, saya menelpon abangnya,
Pdt. Yunus Tandiassa, saya tidak bisa menahan tertawa ketika saya mendengar cerita
Sam saat masih bayi..... Maka masuklah ia dengan tiba-tiba ke ruang kerja saya,
dan saya menyanyi dalam hati, ”oh, ooo ... kamu ketahuan.”
Ia melihat tulisan saya di notebook dan langsung protes, “Ah bohong itu. Aku aja
engga tahu.” Saya langsung menjawabnya, “Yah, mana kamu tahu, kamu masih
1 tahun........ Sudah sana, sana.....ini rahasia,”
Jadi ketika buku ini sampai di tangan Anda, maka buku ini merupakan buku yang
tidak lagi 100% surprising bagi Samuel. Namun saya yakin buku ini akan tetap
memberikan kejutan kepadanya karena ada banyak fakta yang tetap tersembunyi sampai
buku ini jadi.
Buku ini merupakan hasil kerja sama, hasil karya, dan hasil pikiran dari banyak
partisipan. Seperti sebuah kain yang ditenun dari berbagai warna benang dengan
kreativitas sampai akhirnya menjadi sebuah kain yang indah. Saya ingin mengucapkan
terima kasih kepada orang-orang berikut atas sumbangan-sumbangan yang telah mereka
sediakan dengan ketulusan hati.
Sigit Indra ix
Ucapan Terimakasih
Bp. Yohanes Purwadi, atas kreativitas, dorongan, kerja keras, dan kerelaan hati
untuk berkarya bagi pelayanan-pelayanan yang diselenggarakan di lingkungan EL-Asah
bersama-sama dengan seluruh anggota Biro Pelayanan: Bp dan Ibu Bejo Santoso, Bp &
Ibu Benny Yuwono, Bp & Ibu Markus, Bp & Ibu Arif Soegijo Pranoto, Bp & Ibu
Hanjoyo, Bp & Ibu Aris Yuswandono, Bp. Marijan, Bp. Honggo Sigit Nurcahyo, Ibu
Mamik, dan banyak orang-orang lagi yang tidak mungkin disebut satu per satu.
Saya juga berterima kasih kepada Sigit Indra, yang telah menyusun, merancang, dan
menuliskan perjalanan hidup Sam dengan data-data yang terbatas dan waktu yang
pendek tetapi tetap membuktikan profesionalitas beliau sebagai seorang jurnalis
muda yang berbakat dan patut dihargai.
Bp. dan Ibu Jozep Edyanto, atas bantuan mereka yang tidak tanggung-tanggung karena
rasa cinta mereka terhadap pekerjaan Tuhan, sehingga buku ini terbit, juga untuk
hal-hal lainnya yang membuat pelayanan kami berjalan dengan lancar untuk menjadi
berkat bagi orang-orang lain.
Juga bagi segenap jemaat EL-Asah yang telah berlelah-lelah melalui tenaga,
pikiran, dan pengorbanan-pengorbanan mereka sehingga buku ini terbit dan juga
untuk acara pesta emas yang luar biasa.
Saya juga berterima kasih kepada Bp. Pdt. Soleman Gerardus, Bp. Pdt. Yusak Tuda,
Bp. Pdt Andreas Marhain Sumarno, Bp. Pdt.Joshua Kh. Madjid, dr Ampera M. dan
seluruh kontributor dalam buku ini seperti yang tercantum di bab terakhir.
Sigit Indra
50 th dan Semakin Cemerlang
Buku ini dapat terbit karena bantuan dari begitu banyak orang, dan saya sadar
bahwa saya akan lupa mencantumkan satu atau beberapa nama dari mereka. Terimalah
permohonan maaf saya, bagaimananpun saya sangat bersyukur dan menghargai setiap
uluran tangan yang telah Anda sediakan sehingga buku ini diterbitkan.
Terima kasih. Tuhan memberkati dan membalas setiap hal yang sudah Anda kerjakan
berlipat kali ganda.
Sianny Tandiassa, S.Pd., M.A.C.E.
Karya ini bukan untuk meninggikan
atau memuliakan diri seseorang
Tetapi buku ini hadir untuk menceritakan perjalanan
’sekolah’ pengalaman-pengalaman hidup
selama 50 th
waktu yang sangat lama
yang memerlukan perjuangan panjang,
kesakitan, dan air mata
keindahan pertolongan Tuhan,
kepedulian orang-orang yang mengasihi
Buku ini diterbitkan untuk kita pelajari
karena pengalaman adalah guru yang terbaik
untuk membangun kehidupan kita
menjadi lebih besar lebih kuat
Sianny Tandiassa

PENGANTAR
Merekam hidup seseorang lalu menuliskannya bukanlah perkara mudah. Apalagi
kehidupan seseorang yang dinamis seperti Om Sam. Perlu waktu panjang dan riset
mendalam untuk benar-benar dapat merangkai setiap peristiwa penting dalam kurun
waktu setengah abad. Selain dari orang-orang terdekat, penggalian bahan untuk
menulis perjalanan hidup juga harus langsung melakukan interview dengan yang
bersangkutan.
Tapi, karena buku ini hendak dijadikan hadiah kejutan ulang tahun ke lima puluh,
tidak ada jalan lain selain melakukan penggalian materi diam-diam. W� � Waktu yang
tersedia, kurang dari tiga minggu, tergolong minim untuk mengulas kisah hidup yang
penuh liku. Dengan model penggalian bahan seperti itu, tentu tidak seluruh babak
dalam hidup Om Sam dapat tersaji. Tapi di sinilah uniknya!
Halaman-halaman kertas tidak akan penah cukup memuat perjalanan hidup selama lima
puluh tahun. Buku ini hanyalah puzzle, yang baru sebagian kecil kepingannya
membentuk sejarah penggembalaan Samuel Tandiassa.
xiv Sigit Indra
50 th dan Semakin Cemerlang
Masih banyak kepingan cerita lain yang belum terkuak dan tersusun rapi.
Nah, mari melengkapi puzzle ini.
Yogyakarta, Oktober 2008
Sigit Indra
DAFTAR ISI
Ucapan Terimakasih vii
Pesan xi
Pengantar xiii
Daftar Isi xv
BAB I Life Begin at 50 1
BAB II Dari Makale Hingga Manado 9
BAB III Karya di Jalan Tuhan 25
BAB IV Sepenggal Kisah dari Kemetiran 37
BAB V Selalu di Hati Sahabat 49

BAB SATU
LIFE BEGINS AT 50
Tak berkesudahan kasih setia TUHAN,
tak habis-habisnya rahmat-Nya,
selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!
“TUHAN adalah bagianku,” kata jiwaku,
oleh sebab itu aku berharap kepada-Nya.
TUHAN adalah baik bagi orang yang berharap kepada-Nya,
bagi jiwa yang mencari Dia.
Ratapan 3:22-25

Gereja El-Asah, Condong Catur,


Jogjakarta, 15 Oktober 2008
Kendati sederhana, peringatan ulang tahun emas Samuel Tandiassa tetap berlangsung
meriah. Banyak jemaat menghadiri perayaan yang digelar di Gereja Pantekosta
EL-Asah, Jalan Candi Gebang 52, Condong Catur, Jogjakarta itu. Puji-pujian
dilantunkan indah dan pertunjukan drama riwayat Om Sam, panggilan akrab Samuel,
dipentaskan dengan bersahaja. � � � � Makanan dan minuman tersaji penuh citarasa.
Layaknya acara ulang tahun, ada pula lagu ”happy birthday” dan bingkisan hadiah.
Sigit Indra
50 th dan Semakin Cemerlang
Penyanyi dan pemain musik menyanyikan lagu-lagu penuh antusias. Aktor dan aktris,
meski dadakan dan hanya berlatih beberapa kali, tetap serius melakonkan peran
dalam pertunjukan drama. Jemaat dari berbagai penjuru, terutama dari seputaran
kawasan Condong Catur dan Cokrodipuran, Yogyakarta, hadir memenuhi bangku-bangku
gereja. Semua ingin ikut merayakan hari yang istimewa dalam hidup Samuel
Tandiassa.
Ucapan selamat serta doa panjang umur mengalir menghampiri Om Sam, gembala GPdI
EL-Asah itu. Ada yang langsung dengan berjabatan tangan disertai pelukan hangat,
atau ciuman di pipi, ada pula ucapan selamat melalui sms. Hari itu, Samuel
Tandiassa genap berusia lima puluh tahun. Sebuah usia yang teramat panjang dalam
perjalanan hidup pendeta asal Tana Toraja, Sulawesi Selatan itu. Saat itulah ia
memasuki fase kehidupan baru. Ahli-ahli kesehatan dan praktisi kebahasaan kerap
menjuluki orang berusia 50 tahun dengan istilah: paruh baya.
Istilah ini sepertinya merujuk pada masa-masa menjelang masuk ke taraf usia lanjut
atau yang sering disebut lansia (lanjut usia). Lansia (orang di atas 60 tahun)
sering dianggap orang yang lemah dan cenderung kurang cekatan dalam berbagai hal.
Meskipun rentang 10 tahun termasuk kurun yang lama, namun diakui secara motorik
orang yang telah menginjak usia 50 tahun tentu akan berkurang kemampuannya. Bisa
jadi persepsi itu benar. Namun secara psikis dan intelektual, orang berusia 50
tahun telah mencapai puncak kematangan kepribadian.
Sigit Indra
Live Begins at 50
Sebuah artikel ilmiah dalam jurnal Social Science & Medicine, 2008, menyebutkan,
orang-orang yang telah menginjak usia 50 tahun lebih banyak terhindar dari resiko
depresi dan umumnya telah bangkit dari masa-masa sulit. Artikel yang ditulis
berdasarkan penelitian dari University of Warwick dan Dartmouth College di Amerika
Serikat itu melibatkan dua juta orang pada 80 negara. Menurut penelitian itu,
orang-orang yang memasuki usia 50 tahun umumnya telah mampu menyesuaikan diri
dengan kekuatan dan kelemahannya.
Umumnya, menurut para ahli, akan terjadi perubahan-perubahan bila seseorang telah
memasuki usia setengah abad. Segala sisi kehidupan, mulai dari kebiasaan sehari-
hari hingga cara berpikir dan pandangan hidup, sebagian tidak akan sama ketika
orang itu berusia 30an tahun. Pengalaman hidup melewati berbagai rintangan dan
masalah, serta pengetahuan yang senantiasa bertambah tentu akan mempengaruhi cara
berpikir orang di atas usia lima puluh tahun.
Namun kematangan kepribadian itu akan menurun apabila tak diimbangi dengan
penambahan ketrampilan dan pengetahuan terus menerus. Panduan penanganan lansia,
Departemen Kesehatan RI, 1992, menekankan bahwa meskipun orang telah mencapai usia
lanjut namun perkembangan psikologi tetap bersifat dinamis. Artinya, selama
individu tersebut masih mau belajar serta menambah keterampilan maka ia akan
semakin matang dan mantap kepribadiannya.
Keinginan dan hasrat untuk terus belajar dan menambah ketrampilan inilah yang
dapat memperpanjang rentang
Sigit Indra
50 th dan Semakin Cemerlang
harapan hidup. Riset yang dilakukan Lembaga Kesehatan Dunia (WHO), 1999,
menempatkan Jepang sebagai negara dengan usia harapan hidup paling panjang, yakni
74,5 tahun. Meski tingkat kesejahteraan sebuah negara mempengaruhi hal itu, namun
panjangnya usia harapan hidup lebih banyak dipengaruhi dalamnya pengetahuan warga
di sana dan keinginan besar untuk selalu belajar.
Usia harapan hidup di Indonesia, menurut catatan WHO, rata-rata 59,7 tahun dan
berada pada urutan 103 dunia. Namun, versi Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut
umur harapan hidup 63 tahun untuk pria dan 67 tahun untuk wanita. Ilustrasi ini
sekadar ingin menunjukan bahwa kesehatan dan kecerdasan dapat pula terjaga dan
stabil, meski orang telah berusia 50 tahun, dengan senantiasa belajar dan menambah
pengetahuan.
Dalam kehidupan sehari-hari, Samuel sepertinya tak jauh dari hasrat untuk belajar.
Banyak sumber di sekelilingnya yang bisa dijadikan inspirasi untuk selalu menambah
pengetahuan. Ia hobby membaca, itu sudah modal bagus. Dalam seminggu sekurangnya
satu buku baru ia baca. Kebiasaan ini berguna untuk menambah wawasan apalagi
lingkup pergaulannya, selain dalam pelayanan gereja juga dengan rekan pengajar dan
mahasiswa.
Para ahli psikologi kerap menuturkan teori bahwa pengalaman masa muda seseorang
adalah faktor pembentuk kepribadian seseorang ketika tua. Dari lima pasal
kepripadian dalam bidang psikologi, karakter Sam sepertinya merujuk pada tipe
Konstruktif (Constructive Personality). Kepribadian ini cenderung mampu
menyesuaikan diri dengan segala perubahan dan dinamika di sekelilingnya.
Sigit Indra
Live Begins at 50
Masa muda orang-orang dengan kepribadian ini lebih sering berperilaku adaptif dan
dinamis.
Masa muda yang keras dan penuh perjuangan, bagi Samuel dapat dilewatinya dengan
tak banyak berkeluh kesah. Ia mampu melewati rintangan dan kesulitan-kesulitan
dengan luwes. � � � � Gambaran ini sepertinya akan terlihat pula ketika ia akan
menjalani masa tuanya kelak setelah usia 50 tahun. Orang bertipe konstruktif,
menurut ahli psikologi, akan lebih sadar akan kondisinya dan mau menerima
kenyataan bahwa segalanya tak akan sama lagi ketika masih muda.
Kesadaran ini sepertinya mulai dialami Samuel. Misanya, berangsur-angsur ia mulai
mengubah kebiasaan makan. Samuel kini sadar bahwa makanan yang diasupnya bukan
melulu demi memuaskan selera tapi lebih penting untuk menjaga kesehatan. Bila di
waktu muda, ia doyan makanan pedas dan berlemak seperti masakan Padang, kini ia
lebih suka mengkonsumsi menu dari ikan dan sayur mayur serta yang tak pernah
ketinggalan adalah pisang goreng sebagai camilan favorit. Ahli-ahli gizi
menyatakan bahwa daging kambing dan sapi harus dihindari untuk usia paruh baya.
Bagi Samuel saran ini memang mudah ditaatinya karena ia memang tidak suka dengan
kedua jenis daging ini seperti kebanyakan orang Toraja yang memang jarang
menyantap kedua jenis daging ini�.
Padahal kalau melihat kesehatannya, sepertinya tak ada yang perlu dikhawatirkan.
Tapi itulah tipe konstruktif yang rela menyesuaikan dengan kondisi dan keadaan.
Gangguan kesehatan Sam paling sering adalah masuk angin, sariawan, sakit gigi, dan
sakit telinga karena alergi.
Sigit Indra
50 th dan Semakin Cemerlang
Pernah pula Samuel sakit parah seperti diare hingga harus diinfus selama dua hari.
Secara umum kondisi kesehatan Samuel masih tergolong baik.
Namun banyak pula hal-hal yang masih tak berubah meski sudah memasuki usia paruh
baya. � � Biasanya, hal itu menyangkut kebiasaan sehari-hari dan pengalaman semasa
muda. � � � � � � � � Ini terjadi juga kepada Sam. Ia masih tak berubah dengan
tata cara makannya yang ogah mengambil sendiri. Bila istrinya tak menyiapkan
makanan langsung di piring hingga siap disantap, bisa seharian ia tidak makan.
Kebiasaan ini lantaran selama tujuh tahun waktu masih bujangan, Samuel hidup di
luar pastori. � � � Ia biasa makan di warung-warung yang non self service. Tanpa
disadari kebiasaan itu terbawa hingga kini. Betapa pun makanan itu sudah tersedia
di dapur, bila tak siap di piring dan diletakkan di meja makan, pasti tak
disentuhnya.
Kesukaan Samuel pada baju-baju berwarna cerah ketika masih muda juga kadangkala
sering muncul lagi. Sebagai gembala dan karena tuntutan tugas-tugas, Samuel kini
lebih sering mengenakan pakaian formal yang cenderung berwarna kalem dan senada.
Namun suatu ketika, ia bisa
tampil dengan baju berwarna cerah dan meriah. Tanpa disadari, kesukaannya pada
Sigit Indra
Live Begins at 50
warna bernuansa meriah itu, muncul kembali di masa kini.
Pengalaman masa mudanya juga kerap menimbulkan hal yang kontras dengan masa
sekarang. Ketika kecil, Samuel hidup di daerah pegunungan berhutan yang kental
dengan suasana dan suara-suara alam. Mungkin, karena bertahun-tahun dibesarkan
dalam suasana seperti itu membuatnya sedikit jengah. Saat hari libur setiap Senin
atau sebulan sekali sengaja meliburkan diri, Samuel lebih suka nongkrong di kafe.
Minum kopi dan sedikit camilan lebih melegakan suasana hatinya ketimbang harus
jauh-jauh ke gunung atau pantai.
Berwisata ke daerah pegunungan atau pantai baginya sudah tak terlalu menarik lagi.
Perubahan ini wajar. Boleh jadi itu karena Samuel sadar bahwa otot dan urat-urat
motoriknya sudah tak mau lagi diajak kompromi jika dipakai naik turun gunung.
Inilah kepribadian yang mau menyesuaikan dengan keadaan dan tetap berhasrat untuk
belajar. Kematangan inilah yang membuat Sam, dalam kadar intelektual, selalu tak
merasa lelah dan tua.
Selamat Ulang Tahun Om, life begins at 50...

BAB DUA
DARI MAKALE HINGGA MANADO
Ya Allah, Engkau telah mengajar aku
sejak kecilku,
dan sampai sekarang aku memberitakan perbuatan-Mu yang ajaib;
juga sampai masa tuaku
dan putih rambutku,
ya Allah, janganlah meninggalkan aku,
supaya aku memberitakan kuasa-Mu kepada angkatan ini,
keperkasaan-Mu kepada semua orang
yang akan datang
Mazmur 71:17-18
MAKALE adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan.
Wilayahnya berbukit-bukit dan banyak gereja tua tegak memuncaki bukit. Di tengah
kota kecil itu, terdapat sebuah kolam besar yang airnya jernih. Beragam jenis ikan
hidup di kolam yang seolah menjadi pusat kota Makale itu. Dalam bahasa setempat,
Makale berarti ”sebelum matahari terbit”. Nama ini merujuk pada kepercayaan
penduduk asli yang percaya bahwa orang
10 Sigit Indra
50 th dan Semakin Cemerlang
harus bangun ”sebelum matahari terbit” agar memperoleh rezeki.
Bila bangun setelah matahari muncul, warga setempat perrcaya rezeki akan menjauh.
Itulah yang membuat warga di Makale punya kebiasaan bangun subuh. Mereka, terutama
para petani di sisi luar kota Makale bekerja lebih awal dibandingkan petani daerah
lain. Inilah yang membuat kebun-kebun di Makale lebih banyak menghasilkan
bermacam-macam sayuran seperti buncis, kubis, dan kangkung, serta buah-buahan
tropis seperti wortel, jeruk, pisang, pepaya, tomat, dan kelapa.
Samuel berdiri di atas reruntuhan rumah tempat ia dilahirkan di Tombang Makale
(Nov. 2007)
Di tanah subur ini, di sebuah desa bernama Tombang, lima puluh tahun lalu,
lahirlah Samuel Tandiassa. Banyak harapan yang ditanamkan kepada Samuel ketika ia
lahir. Ketekunan khas orang Makale diharapkan terus tertanam
Sigit Indra 11
Dari malake Hingga Sario
dalam kehidupan Sam. Doa keselamatan dan harapan dari seluruh keluarga
menyertainya. Apapun rintangannya, Sam diharapkan mampu melewati dan menjadikan
rintangan itu sebagai pelajaran untuk dapat melampaui rintangan berikutnya.
Samuel Tandiassa yang dilahirkan tepatnya pada 15 Oktober 1958 adalah anak ke lima
dari tujuh bersaudara. Ayahnya, Padang Tandiassa, adalah seorang � � petani yang
tekun dan piawai bercocok tanam. Ibunya, Ena Malaga, adalah sosok
berkepribadian kuat yang selalu berupaya agar seluruh keluarganya berada di jalan
Tuhan dan selalu tekun mendoakan keluarganya. Sam memiliki empat kakak: Benyamin,
Yohanes, Yunus, dan Beltsazar. Ia juga punya adik bernama Moses dan Naomi.
Saat masih balita, apalagi ketika belum genap berusia satu tahun, Sam adalah anak
yang sering sakit-sakitan. Tangisannya paling keras di antara seluruh saudaranya.
Waktu-waktu petang, adalah jam-jam Sam menangis. Ayah-ibunya, serta kakak-kakaknya
dibuat bingung bagaimana harus menenangkan Sam. Begitu seringnya Sam sakit
sehingga ia dijuluki ”Sampe”. Dalam bahasa Toraja,
Kedua orang tua yang sekarang sudah sepuh
12 Sigit Indra
50 th dan Semakin Cemerlang
sampe berarti ’tersangkut pada sesuatu’ seperti buah yang jatuh lalu tersangkut di
atas dahan. Maksudnya, Sam adalah yang ’tersangkut’ untuk tetap hidup.
Dari kanan ke kiri: Benyamin (1), Yohanes (2), Pdt. Yunus (3), Naomi (7), Pdt
Beltsazar (4), Pdt Samuel (5), Pdt. Moses (6)
Saat menginjak usia setahun, Sam mulai jarang menangis. Ibunya bisa sedikit
leluasa bepergian ke pasar untuk berjualan aneka panganan dan hasil bumi seperti
pisang goreng, kacang goreng, atau kacang tanah. Dari berjualan itulah orang tua
Sam berusaha memenuhi kebutuhan anak-anaknya. Betapapun hasilnya jauh dari
mencukupi kebutuhan sehari-hari, kerja itu tetap dijalaninya dengan tulus.
Sigit Indra 13
Dari malake Hingga Sario
Bila tidak ada orangtua di rumah karena pergi bekerja, Yunus, kakak Sam, sering
mendapat tugas menjaga Sam. Ketika itu, Sam masih menyusu ASI karena memang begitu
kebiasaan ibu-ibu Makale yang menyusui anaknya hingga sang anak berusia 3-4 tahun.
� � � � Yunus sering kerepotan bila Sam haus sementara ibunya belum pulang. Dalam
situasi itu, tangis Sam akan meledak hingar.
Yunus yang juga punya tugas menjaga kakak Sam yang lain, Beltsazar, jadi panik.
Segala cara dicobanya untuk menenangkan sang adik, tapi tangis Sam tak kunjung
reda. Kalau sudah begini, cara gampang yang ditempuh Yunus adalah membawa Sam ke
ibu-ibu tetangga.
Para ibu itu, yang masih keluarga dan masih menyusui anak-anak mereka, yang
menyumbangkan �persediaan ASI-nya untuk Sam. Kalau sudah begitu Sam bisa tenang
hingga kekenyangan dan tertidur lelap.
Aksi Perwira Cilik
Tahun-tahun berikutnya, terutama saat berusia tiga hingga lima tahun, minyak
kelapa selalu dekat dengan Sam. �Itu lantaran Sam sering sakit panas. Sang Ibu
kerap berdoa dengan penuh iman sambil mengurapi Sam dengan minyak kelapa. “Obat”
ini harus selalu tersedia karena Sam sering sakit tiba-tiba. Kebiasaan itu membuat
anggota keluarga sederhana ini khawatir. Namun ketekunan dan doa yang terus
menerus dari “Mama” Ena membuat Sam pelan-pelan bisa sembuh.
Meski sering sakit, kebiasaan Sam sehari-hari sama seperti anak-anak umumnya,
Samuel kecil juga suka bermain. � � � � � � Dari begitu banyak permainan masa
kanak-kanak,
14 Sigit Indra
50 th dan Semakin Cemerlang
berenang di sungai adalah salah satu yang paling digemari. Sungai sudah jadi
”kawan permainannya” sehari-hari. Bila hendak berangkat sekolah atau ibadah, Sam
kecil harus menyeberang sungai. Ia suka bertelanjang kaki dan berbasah-basah
melintasi sungai bersama kawan-kawannya.
Saat musim hujan, ketika air di sungai naik dan alirannya lumayan deras hingga
sulit diseberangi, Sam tetap nekat pergi ke sekolah. Di saat teman-teman seusianya
lebih suka membolos, Sam justru memilih melawan arus demi menghindari absen.
Begitu pula untuk menghadiri Sekolah Minggu. Sam tak sudi air tinggi dan arus
menghalanginya beribadah. Ketekunan inilah yang membuat Sam kecil selalu terpilih
untuk mengisi setiap kegiatan Sekolah Minggu.
Suatu ketika, saat belum masuk Sekolah Dasar, Sam pernah mengisi sebuah acara
perayaan di Sekolah Minggu. Ia memerankan seorang perwira lengkap dengan atribut
pedang. Gerakannya lucu dan mengundang tawa. Maklumlah masih bocah. ”Siapakah yang
akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau
penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang?” begitu
deklamasi ala Sam mengutip Roma 8:35.
Ayat yang juga menjadi lirik dari lagu berjudul ”Aku Pahlawan Kecil, Yesus
Panglimaku” itu, dinyanyikan Sam cilik bersama teman-temannya lengkap dengan
pedang kayu yang disisipkan diikat pinggangnya, disertai dengan gerakan dan
tarian. Sambil bernyanyi, ia berputar-putar, mengacung-acungkan tangan, dan yang
bikin kocak: di
Sigit Indra 15
Dari malake Hingga Sario
ujung persembahan ini Sam maju ke depan sendirian, mendendangkan ayat tadi, sambil
menarik pedangnya lalu mengacungkannya tinggi-tinggi.
Penari Favorit Komandan
Sayangnya masa kanak-kanak Sam di Makale tak berlangsung lama. Situasi di daerah
terpencil itu jauh dari sentosa. � � � � � � Pergolakan politik ketika itu membuat
kehidupan ekonomi masyarakat pada umumnya sulit. Pada sekitar tahun 1962, gerakan
bermuatan keagamaan pimpinan Andi Sose dari Bugis gencar menyebarkan propaganda
dan pengaruh di Makale. Kehidupan sosial masyarakat kerap dihinggapi perasaan was-
was dan saling curiga.
Ekonomi masyarakat makin terpuruk. Apalagi ketika Kahar Muzakar, pimpinan DI/TII
menebar pengaruh hingga ke Makale pada 1964. Bentrokan dan gesekan kecil antar
kelompok masyarakat kerap terjadi. Krisis ekonomi makin menjadi-jadi. Lebih-lebih
setelah masuknya Partai Komunis Indonesia (PKI). Kondisi perekonomian masyarakat
umum tak beranjak mapan. Perkebunan tak memberi hasil dan sektor-sektor
perdagangan hanya dikuasasi segelintir orang dari kelompok-kelompok yang bertikai.
Situasi ini turut membelit kehidupan keluarga Padang Tandiassa. Kakak dan adik-
adik serta seorang budhe/tante dari Ena Malaga yang sudah lama bermukim di
Sulawesi Tenggara ikut prihatin. Mereka, karena kondisi ekonomi mereka lebih
mapan, kemudian memboyong seluruh keluarga Tandiassa ke kediaman mereka di
Kecamatan Porehu, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara, pada 1964.
16 Sigit Indra
50 th dan Semakin Cemerlang
W
ilayah ini merupakan pertanian yang subur yang sudah cukup lama dibuka dan digarap
oleh mereka di tengah-tengah daerah yang masih penuh dengan hutan. Mereka menanam
padi, jagung, dan kopi. Jaraknya sekitar 360 kilometer dari kota Kendari namun
kota terdekatnya adalah Malili-Soroako yang masuk provinsi Sulawesi Selatan. Di
situ, keluarga Tandiassa mulai membuka ladang garapan baru.
Saat meninggalkan Makale, Sam baru berusia 5 tahun. Ia melanjutkan pendidikan
dasarnya di Porehu. Sifatnya yang setia dan terbuka membawanya pada lingkup
pergaulan dengan anak-anak dari beragam lapisan dengan lebih banyak teman. Guru-
guru Sam adalah tentara TNI yang kala itu ditugaskan pula untuk menumpas gerakan
Kahar Muzakar. Begitu gampangnya Sam kecil bersosialisasi,
Rumah keluarga dari Ibunya Sam di Porehu yang sampai sekarang masih dilestarikan.
Rumah ini dikunjungi lagi oleh Sam pada awal November 2007 setelah 40 th
meninggalkannya
Sigit Indra 17
Dari malake Hingga Sario
sampai Komandan Komando Rayon Militer (Koramil) di Porehu mengangkatnya sebagai
anak. Di sini Sam diberi nama baru, Ahmad.
Sama seperti anak-anak lainnya, Sam aktif dalam berbagai kegiatan sekolah seperti
bermain kasti dan menari. Sikap ringan tangan Sam membuat
Sam disukai banyak orang termasuk oleh Sang Komandan. Setiap ada acara pentas
seni, Samuel selalu menjadi bintang favorit. Sang Komandan Koramil ikut pula
melatih Sam menyanyi dan menari. � � � � � � Dari sekian banyak jam terbang Sam
tampil di pentas, paling sering ia menari dengan diiringi lagu
“...burung nuri, terbang tinggi...” Ia memang selalu terbang tinggi dari tempat
itu jauh hidup di rantau.
Penuh dengan Roh Kudus
Selama di Porehu kondisi kehidupan keluarga Sam tak terlalu berubah banyak. � � �
� Kakak Sam, Beltsazar bahkan menderita sakit berkepanjangan karena terserang
Malaria. Anehnya, tak ada satupun obat yang mampu menyembuhkannya. Peristiwa ini
membuat Mama Sam berkesimpulan: Inilah
Sam bersama dengan Tantenya (adik ibunya) dan 3 orang sepupu tetapi juga teman-
temannya sekolah
18 Sigit Indra
50 th dan Semakin Cemerlang
teguran Tuhan. Maklum saja, karena tidak ada gereja di Porehu, keluarga Sam jadi
tidak pernah beribadah.
Dua tahun di Porehu, pada 1966, keluarga Sam kembali ke Sulawesi Selatan. Tahun
1967, keluarga Sam pindah lagi ke Pongraka, sebuah desa yang berjarak sekitar 50
km dari kota Palopo, Sulawesi Selatan. � � � Sam sempat beberapa bulan ikut pindah
ke Pongraka namun kembali lagi ke Porehu. Ketika di Pongraka, Sam bergereja di
bawah penggembalaan Pdt Obed Payung. Ia menjadi kesayangan beberapa gembala daerah
situ. Di usia dini Samuel sudah penuh dengan Roh Kudus dan kerap bernubuat.
Satu diantaranya terjadi dalam sebuah KKR yang dipimpin oleh Pdt. Da Costa dari
Makassar. Pdt. Da Costa saat itu menyarankan orang Kristen sebaiknya tidak memakai
pohon Natal, karena ada mitos-mitos penyembahan berhala dibalik pohon Natal. Saat
itu Samuel bernubuat “Hai hambaku, beritakanlah Firman dengan berterus terang....”
Bagi Pdt Da Costa
Bersama B & Ibu Pdt. Da Costa (alm)
Sigit Indra 19
Dari malake Hingga Sario
nubuatan itu ditafsirkan sebagai dorongan untuk melarang penggunaan pohon Natal di
gereja-gereja daerah Sulawesi Selatan.
Pada 1969, orangtua Sam mengikuti program transmigrasi lokal. � � � � � � Mereka
ditempatkan di Rambakulu, sekitar 40 km dari kota Palopo, Sulawesi Selatan. � � �
Sam ikut pindah ke daerah itu setelah menamatkan pendidikan dasar. Selanjutnya ia
masuk ke Sekolah Menengah Ekonomi Pertama (SMEP) di Palopo, sekitar 362 kilometer
dari kota Makassar, Sulawesi Selatan.
Di kota yang bagian baratnya berbatasan dengan Kabupaten Tana Toraja itu, Sam
lebih banyak tinggal di Pastori GPdI, Jalan Veteran 34, Palopo, daripada di rumah
orangtuanya di Rambakulu. Selama tinggal di pastori, Sam semakin dekat dengan
kehidupan pelayanan di gereja.
Setiap hari, di luar jam sekolah, Sam membantu pekerjaan rumah tangga di pastori.
Mencari kayu bakar adalah salah satu tugas yang harus dikerjakannya. Ia juga tetap
rajin melayani dengan bermain gitar untuk ibadah wanita dan persekutuan-
persekutuan rumah tangga. Apabila masuk masa-masa Natal, Sam bersama bebera-
pa pengerja berjalan kaki berkilo-kilometer mengunjungi gereja-gereja di wilayah
Palopo. Bersama rombongan yang sering berjumlah antara 20 -40 orang ia kerap tidur
20 Sigit Indra
50 th dan Semakin Cemerlang
di mana saja, ya di gereja, atau di rumah jemaat, pokoknya nomaden.
Tanam Cabe Demi Sekolah
Setamat SMEP, Sam berangkat ke Makale. Ia menumpang di kediaman kakak sulungnya,
Benyamin Lolopayung, yang telah berkeluarga. Sehari-hari, Benyamin bekerja sebagai
staf administrasi sebuah Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA) di Makale. Selain
bekerja formal, Benyamin juga bertani. Di Makale, Sam bersekolah di tempat
Benyamin bekerja.
Untuk membiayai sekolahnya, Sam juga harus bertani, menanam sawi, kobis, kacang
tanah, cabe dan jenis tanaman lain. Selain itu, pada hari-hari pasar, sekali
seminggu, Sam dan teman-teman pergi ke pasar menjual daun pisang dan daun kluak
yang digunakan sebagai pembungkus garam atau ikan.
Setelah menyelesaikan pendidikan di SMEA, Sam berencana masuk Sekolah Alkitab. Ia
lebih dahulu harus magang sekurangnya setahun, karena memang demikian syaratnya,
sebelum dapat menempuh pendidikan Alkitab. Sam kemudian kembali ke Rambakulu,
memilih magang di GPdI Rambakulu yang digembalakan oleh Pdt. Obed Payung, S.Th.
Selama magang di Rambakulu, Sam sering pulang ke rumahnya karena hanya berjarak
sekitar 200 meter dari gereja.
Selama magang, Sam sadar bahwa biaya Sekolah Alkitab tidak sedikit. Selama setahun
ia mempersiapkan biaya dengan bercocok tanam di lahan milik orangtuanya. Sam
menanam kacang tanah, tembakau, dan cabe. Pengalaman
Sigit Indra 21
Dari malake Hingga Sario
bertani selama hidup bersama kakaknya di Makale, menjadikannya petani handal.
Seluruh upaya ini akhirnya mampu membawanya menapak di Sekolah Alkitab GPdI di
Malino, Sulawesi Selatan, hingga lulus pada Oktober 1975.
Di Malino, kota di lereng gunung Tinggimoncong yang berjarak 60 kilometer dari
Makassar, Samuel menjalani studi Alkitab dengan penuh sukacita. Setelah kelas 1,
Sam diminta oleh Pdt Nicky Sumual untuk menjadi pengerja di GPdI Sario di Manado.
Sam tak menolak. Ia tahu bahwa ini sudah jalan Tuhan yang ia pilih dan harus
ditempuh. Selama di GPdI Sario dibawah penggembalaan Pdt Nicky Sumual, Samuel
terus belajar sambil bekerja membantu pelayanan.
Sam dan Pdt. Nicky Sumual (alm) dan Ibu pada th 1991 saat ia bertemu dalam acara
Mubes GPdI
Pekerjaan rutinnya setiap hari ialah mengantar jemput anak-anak Pdt. Nicky pergi
dan pulang sekolah serta mengantar Ibu Sumual berbelanja ke pasar. Karena pastori
22 Sigit Indra
50 th dan Semakin Cemerlang
dihuni oleh kurang lebih 20 orang yang terdiri dari keluarga Pdt. Nicky Sumual
dengan 4 orang anak juga para pengerja, maka kebutuhan belanja untuk makan sehari-
hari begitu banyak. Antar jemput Sam, baik ke sekolah maupun ke pasar, menggunakan
sepeda motor. Jadi, selama pelayanan di Sario, hidup Sam lebih banyak berada di
atas motor dari pada di dalam gereja.
Saking lincahnya mengendarai motor, Sam sampai berani ikut lomba motorcross.
Temannya yang kerja di bengkel mensuport Sam dengan menyediakan motor trail
Yamaha. Sam nekat masuk ke arena motor cross layaknya crosser. Walaupun akhirnya
tidak jadi juara, tapi ia puas karena dari pengalaman itu mentalitas keberanian
dan percaya diri Sam semakin kuat.
Bila Pdt. Nicky Sumual, biasanya lebih akrab disapa Om Nicky, pergi dalam rangka
penginjilan ke daerah-daerah lain, Sam tampil memimpin pujian di gereja. Segala
macam alat musik ia pelajari hingga hampir semua alat musik yang ada di gereja
dikuasainya. Sayangnya, kesempatan untuk berkhotbah jarang didapat karena begitu
banyaknya pengerja di GPdI Sario sehingga untuk tiba gilirannya butuh waktu yang
lama.
Karakter Tahan Banting
Berada di bawah bimbingan Pdt. Nicky Sumual yang tegas sekurangnya ikut membentuk
karakter Sam. Selain jadi tahan banting, Sam juga diajarkan untuk tidak bersungut-
sungut dalam mengerjakan segala sesuatu. Pernah suatu ketika Sam merasakan bogem
mentah Om Nicky. Ceritanya, setelah lelah karena melayani persekutuan di luar
daerah,
Sigit Indra 23
Dari malake Hingga Sario
Sam pulang berboncengan dengan Ibu Sumual.
Saking letihnya, Sam lantas menuju kamarnya. Ia langsung pulas begitu kepalanya
menyentuh bantal. Tapi belum genap satu menit merasakan nyamannya kasur kapuk,
suara keras Om Nicky membangunkannya.
Pendeta itu meminta Sam mengambil arkodeon yang tertinggal di tempat kebaktian
malam itu juga. Sam baru sadar. Arkodeon gereja yang dibawa temannya dan ia
boncengkan waktu berangkat untuk persekutuan tadi masih tertinggal. Sedangkan
temannya pulang dengan membonceng orang lain tetapi tidak membawa arkodeon itu.
Rasa capek yang amat sangat dan lembutnya kasur membuatnya ogah beranjak. Tapi
gelegar suara Om Nicky menghentaknya. Sam kesal karena merasa bukan kesalahannya
yang mengakibatkan arkodeon tertinggal. Malam itu juga, Sam mengambil motor di
ruang tamu pastori. Tidak seperti biasanya, kali ini motor tak dituntun ke luar
ruangan lebih dulu, melainkan langsung distarter dan digas di dalam ruang tamu.
Suara motor yang keras membuat semua penghuni pastori yang sudah terlelap melonjak
kaget. Apalagi saat mantan crosser itu memainkan gas dan langsung tancap
meninggalkan kepulan asap di ruang tamu. Om Nicky cuma bisa menggeleng-gelengkan
kapala. Ia menunggu
24 Sigit Indra
50 th dan Semakin Cemerlang
sampai Sam pulang. Ketika yang ditunggu nongol di balik pintu, Om Nicky langsung
melepaskan tinju sambil menghardik, ”Ngana (kamu-red) ini sudah bangunkan semua
orang di rumah”.
W
alau tegas namun Om Nicky termasuk orang yang murah hati. Ia, suatu ketika saat
musim liburan, bersedia membelikan Sam tiket pesawat untuk pulang. Ia merasa
kasihan melihat Sam yang trauma naik kapal barang berhari-hari hingga mabuk laut.
Sam gembira bukan kepalang bisa pulang naik pesawat. Setelah hampir sebulan
pulang, Om Nicky mulai gelisah. Ia mengirim telegram melalui
Pdt da Costa di Makassar supaya Sam cepat pulang. Ketika itu belum ada pager
apalagi sms dari handphone.
Tapi yang dikirimi telegram membalas dengan mengirimkan telegram lagi. Isinya:
”Saya belum bisa kembali karena tidak punya uang untuk membeli tiket pesawat”.
Walah! Om Nicky pun lantas mengirimi Sam uang. Sam kian gembira karena bisa pulang
pergi naik pesawat. Padahal kala itu sebenarnya ia punya uang untuk membeli tiket
ke Manado.
Tahun ketiga menjadi pengerja di GPdI Sario, Sam memohon kepada Pdt Nicky Sumual
untuk bisa sekolah lagi. Keinginan itu dikabulkan Om Nicky karena menilai Sam
memang pantas untuk menempuh pendidikan terbaik. Pada 1978, Om Nicky mengirim Sam
untuk menemui Pdt. R Gideon Sutrisno di Yogyakarta. Pdt Gideon adalah kepala
Sekolah Alkitab GPdI Salatiga. Ia mengantarkan putra Makale itu ke Salatiga untuk
memulai kehidupan lebih mendalam sebagai pelayan Tuhan.

BAB TIGA
KARYA DI JALAN TUHAN
Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus,
bukan berdasarkan perbuatan kita,
melainkan berdasarkan maksud dan kasih karunia-Nya sendiri,
yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman
II Timotius 11:9
Tahun 1980-an menjadi kurun penting bagi sejarah Gereja Pantekosta EL-Asah. Pada
masa itulah dimulai perintisan pelayanan ibadah di kawasan Perumnas, Condong
Catur, Jogjakarta. Ketika itu wilayah di bilangan utara Jogjakarta itu tidaklah
seperti sekarang. Angkutan umum hanya lewat satu-satu. Suasananya begitu sepi,
bahkan bisa dibilang mencekam. Jalan lingkungan masih kecil dan masih banyak sawah
serta kebun tebu dibandingkan permukiman.
26 Sigit Indra
50 th dan Semakin Cemerlang
Lokasi yang termasuk pelosok itu tak menghentikan keinginan Samuel Tandiassa untuk
membuka persekutuan doa bagi jemaat Pantekosta. Sebenarnya, perkenalan Sam dengan
kawasan Condong Catur terjadi setahun sebelumnya. Ketika itu Juli 1979, ia yang
menjadi pengerja di GPdI Lempuyangan ditugaskan Pdt. R. Gideon Sutrisno untuk
melayani upacara penguburan Bambang Edi Susanto, putra Wahidi, jemaat GPdI
Lempuyangan yang tinggal di Jalan Cempaka, Perumnas Condong Catur.
Pada acara doa-doa selanjutnya -sebagaimana tradisi Jawa ada peringatan tiga hari
setelah meninggal, tujuh, empat puluh, hingga seratus hari- Sam semakin akrab
dengan jemaat Pantekosta yang tinggal di Condong Catur sekaligus semakin mengenal
lokasi di situ. Ketika itu Sam sudah “jatuh cinta’ dan ia mengimani bahwa Tuhan
memiliki rencana agung yang mengatur segala sesuatunya di balik seluruh peristiwa.
Bolak-balik Sam melakukan survey lokasi di Condong Catur. Hasil pengamatan
meneguhkan hatinya untuk membuka persekutuan jemaat di Perumnas, Condong Catur.
Pada
Sigit Indra 27
Karya di Jalan Tuhan
awal 1980 dimulailah karya itu dengan merintis kelompok persekutuan jemaat baru.
Sam mencari informasi dari beberapa gereja diantaranya GPdI Lempuyangan, GPdI
Gedong Kuning, dan GPdI Onggobayan- dan dari jemaat Pantekosta yang telah ia kenal
untuk mengumpulkan anggota baru.
Akhirnya lima keluarga yang mukim di seputaran kawasan Condong Catur bersedia
bergabung. Mereka adalah keluarga Wahidi, keluarga R. Petrus Soemardjo, keluarga
Sutianto, keluarga R. Prodjo Soedjono, dan keluarga Ny Parjan. Meski sedikit,
himpunan keluarga ini cukup untuk menggelar sebuah persekutuan doa. Kegiatan
pertama persekutuan ini digelar di rumah keluarga R. Petrus Soemardjo di Jl Mawar,
Perumnas, Condong Catur, Jogjakarta.
Hijrah ke Gorongan
Samuel Tandiassa, ketika itu masih menjadi pengerja di GPdI Lempuyangan di bawah
Penggembalaan Pdt.
28 Sigit Indra
50 th dan Semakin Cemerlang
R. Gideon Sutrisno. Pelayanan itu langsung dilakukan setelah ia lulus dari Sekolah
Alkitab GPdI Salatiga, Jawa Tengah, pada 1979. Ketika menggalang jemaat
persekutuan baru di Condong Catur, Samuel masih terlibat penuh dengan pelayanan di
Lempuyangan. Dukungan penuh dari Gembala GPdI Lempuyangan dan komitmennya untuk
membuka persekutuan baru membuatnya semakin bersemangat.
Ia tak gentar menghadapi preman dan gali yang ketika itu kerap berkeliaran di
seputaran Condong Catur. Para preman kerap ikut naik ke angkutan umum dan memeras
para penumpang atau memaksa penumpang membayar bangku yang kosong. Bila menolak
penumpang akan dipaksa diturunkan di jalan. Penumpang tak bisa menolak karena
angkutan umum, mobil Colt, menjadi satu-satunya tumpuan menuju kawasan Perumnas.
Perayaan Natal pertama persekutuan Condong Catur digelar di kediaman keluarga R.
Petrus Soemardjo di
Jl Mawar. Meski sederhana namun perayaan itu membawa kesan dalam bagi Samuel.
Respon dan inisiatif anggota persekutuan membuatnya semakin giat memberikan
pelayanan. Pelan-pelan jemaat bertambah hingga rumah
keluarga R. Petrus Soemardjo tak mampu lagi menampung seluruh kegiatan.
Sigit Indra 29
Karya di Jalan Tuhan
Pada 1981, tempat persekutuan bagi orang dewasa pindah ke rumah keluarga Sutianto
di Jalan Lely I, Perumnas Condong Catur. Meski hanya menempati teras dan ruang
tamu namun ibadah tetap berlangsung dengan hikmat dan penuh sukacita. Untuk
kegiatan sekolah minggu tetap menggunakan rumah Keluarga R. Petrus Soemardjo.
Semakin hari jemaat di Condong Catur semakin bertambah. Hingga tiba saat Natal di
tahun itu, jumlah jemaat mencapai sekitar seratus orang termasuk anak-anak.
Di kediaman Keluarga R. Petrus Soemardjo ibadah Natal persekutuan Condong Catur
berlangsung dipimpin
Pdt R. Gideon Sutrisno. Tahun berikutnya jemaat semakin bertambah dan rumah
keluarga R. Petrus Soemardjo sudah tak cukup lagi. Sam bersama anggota persekutuan
ibadah kemudian mengadakan beberapa kali pertemuan dan sepakat untuk mencari
tempat baru.
Akhirnya tempat baru yang dicari diperoleh dengan jalan mengontrak sebuah rumah di
wilayah Gorongan, tak jauh dari lokasi Perumnas. Seluruh kegiatan ibadah kemudian
diboyong ke tempat baru itu. Beberapa keluarga ikut bergabung dalam persekutuan di
Gorongan. Beberapa pemuda juga ikut terlibat dan menggabungkan diri sehingga
setiap kali ibadah dihadiri antara 25 hingga 40 jemaat.
Menetap di Dusun Dero
Tahun-tahun berikutnya Sam terus memberikan pelayanan penggembalaan di Gorongan.
Sempat pada pertengahan 1982, penggembalaan diserahkan kepada Pdt. Petrus Tolanda.
Namun karena kondisi kesehatan beliau harus
30 Sigit Indra
50 th dan Semakin Cemerlang
mendapat perawatan intensif, maka sesudah Natal 1982 Pdt. Petrus Tolanda harus
pulang ke Sulawesi Selatan. Selepas itu, penggembalaan kembali dipegang Samuel.
Pada 1983 dimulailah fase baru pelayanan Samuel. Ketika itu, Keluarga Sutianto
membeli sebidang tanah, 8 x 40 meter, di Dusun Dero, Condong Catur. Sebagian tanah
itu, berukuran 4 x 12 meter, dipinjamkan agar dapat dijadikan tempat ibadah.
Kerelaan keluarga Sutantio yang patut dihargai ini ditanggapi Samuel dengan
sukacita. Ia segera menghimpun seluruh jemaat persekutuan untuk mewujudkan sebuah
gereja.
Hasil rembugan dan diskusi yang panjang akhirnya berujung manis. Pada 28 Maret
1983, pembangunan Gereja Condong Catur dimulai. Peletakan batu pertama dilakukan
Pdt. R. Gideon Sutrisno dan kepala Dusun Dero. Setelah lima bulan bekerja keras
akhirnya pada 5 Agustus 1983, gereja Condong Catur berdiri dan diresmikan
penggunaanya. Puji Tuhan.
Sigit Indra 31
Karya di Jalan Tuhan
Pada masa-masa itu, Samuel juga sedang pada masa-masa awal menempuh studi di
Akademi Bahasa Asing (ABA) Jogjakarta. Sebagai hamba Tuhan, ia ingin menambah
penguasaannya terhadap bahasa asing karena itu akan semakin berguna untuk
menjelajahi literatur kekristenan dan memperluas wawasan. Disela-sela kesibukannya
memberikan pelayanan dan penggembalaan di gereja Condong Catur, Samuel dengan
segenap upaya berusaha agar studinya berjalan mulus.
Ia selalu tekun dalam doa dan bersemangat menjalankan pela-yanan sekaligus tak
lelah belajar. Studi di bahasa asing diselesaikan dengan memuaskan pada 1986.
Samuel berhak atas gelar B.A (Bachelor of Arts). Pada tahun itu pula, ia didukung
anggota jemaat persekutuan, mampu membeli sebagian tanah keluarga Sutantio yang
terletak di belakang gereja. Di atas lahan berukuran 8 x 13 meter itu kemudian
dibangun rumah tempat tinggal.
Semakin Terasa Sempit
Empat tahun setelah menamatkan pendidikan bahasa asing, Samuel kemudian masuk ke
Sekolah Tinggi Teologia INTHEOS, Seminari Pasca Sarjana Anugerah di Solo, Jawa
Tengah, pada 1990. Ia lulus dengan IPK 3,39 pada 1995 dan berhak menyandang gelar
Master of Arts melalui seremoni wisuda pada 1996. Di antara waktu-waktu studinya,
Wisuda Intheos 1996
32 Sigit Indra
50 th dan Semakin Cemerlang
Samuel terus memberikan pelayanan di Condong Catur. Ia harus pintar-pintar membagi
waktu agar tidak menomorduakan pelayanan ataupun studi.
Dari tahun ke tahun perkembangan gereja El-Asah menunjukan grafik menggembirakan.
Perkembangan wilayah di situ yang mengarah pada banyak dibangunnya hunian dan
kampus-kampus membuat banyak penduduk baru berbondong-bondong datang. Kawasan yang
semula sepi dan ”angker” berubah menjadi area yang lumayan ramai dan hidup.
Warung-warung mulai banyak dibuka. Toko-toko kelontong sedikit demi sedikit mulai
tumbuh di sepanjang jalan Candi Gebang.
Penduduk, baik dari dalam maupun luar Jogjakarta, banyak yang bermukim di
perumahan-perumahan baru. Mahasiswa, kebanyakan dari luar daerah, tak sedikit pula
yang memenuhi tempat kost atau pondokan karena banyak kampus baru dibuka. Situasi
ini mempengaruhi perjalanan gereja EL-Asah. Pada tahun sekitar tahun 1992, daya
tampung gereja makin lama kian terasa sempit hingga harus diperluas ke samping,
meski secara darurat.
Mengantisipasi perkembangan ini Jemaat kemudian merencanakan untuk merenovasi
gereja. Perluasan gereja direncanakan mengambil lokasi rumah sehingga rumah harus
dibongkar agar luas keseluruhan gereja mencapai 8 x 23 meter. Panitia pembangunan
kemudian dibentuk. Mereka menyiapkan gambar-gambar rancangan gedung gereja yang
baru dan juga melibatkan jemaat untuk menggalang dana.
Sigit Indra 33
Karya di Jalan Tuhan
Pada 1994, sisa tanah milik keluarga Soetianto yang terletak tepat di sebelah
selatan gereja akhirnya berhasil dimiliki. Renovasi gereja baru sepertinya tinggal
menunggu waktu. Namun Tuhan merencanakan hal lain. Pada Juli 1996, keluarga Basuki
Nugroho, membeli sebidang tanah seluas 800 meter persegi tepat di sebelah utara
gedung gereja. Melalui kesepakatan keluarga akhirnya tanah tersebut dipinjamkan
untuk di atasnya dapat dibangun gereja.
Segala rencana yang telah disusun dari awal berubah total. Rancangan gereja harus
digambar ulang karena
lahan yang tersedia cukup untuk membangun gedung gereja berukuran 11 x 33 meter.
Susunan panitia semakin
34 Sigit Indra
50 th dan Semakin Cemerlang
dipersolid. Semua izin-izin disiapkan. Pada 1996, dimulailah pembangunan gereja.
Hingga pertengahan tahun 1997 pembangunan gereja sudah menyerap dana sebesar Rp
225 juta dimana sekitar 70% dari biaya itu berasal dari keluarga Basuki Nugroho.
Awal Perjuangan Panjang
Akhir tahun 1997, pembangunan gereja selesai. Meski belum seluruhnya sempurna,
gereja sudah dapat
digunakan. Pintu-pintu masih belum terpasang, begitu pula jendela. Lantai masih
berlapis semen dan belum semua dinding dilapisi cat. Namun itu semua tak
mengurangi sukacita Samuel berikut seluruh jemaat. Dari waktu ke waktu perbaikan
dilakukan di GPdI EL-Asah sejalan dengan terus memberikan pelayanan yang tebaik
untuk Tuhan.
Di tengah kesibukan sebagai gembala, Samuel tetap bersemangat untuk selalu
belajar. Pada tahun 2004, ia masuk ke Sekolah Tinggi Teologia Baptis Indonesia di
Semarang, Jawa Tengah. Samuel mengambil program S3 bidang Pelayanan Kristen. Studi
ini ditempuhnya dengan mulus. Ia berhasil lulus dengan IPK 3,68 pada Oktober 2006
dan berhak atas gelar doktor.
Sigit Indra 35
Karya di Jalan Tuhan
Sejalan dengan itu, materi pelayanan di GPdI El-Asah juga semakin matang. Khotbah-
khotbah yang disampaikan Samuel semakin didasari oleh referensi yang dalam dan
penghayatan filsafat yang memadai. Kajian-kajian yang ia lakukan selama studi
rupanya ikut mempengaruhi cara pandang Samuel terhadap pelayanan gereja.
Kedewasaan ini semakin memberikan warna lain bagi perkembangan GPdI El-Asah.
Kegiatan demi kegiatan semakin dimatangkan dari waktu ke waktu. Setiap tahun
perayaan Natal digelar di Gereja El-Asah dengan meriah. Puji-pujian rutin
dipanjatkan melalui serangkaian ibadah. Setiap Minggu, seperti lazimnya gereja,
diadakan ibadah umum yang dimulai pukul delapan pagi dan lima sore. Ibadah sekolah
minggu digelar mulai pukul 8.30. Kaum wanita melaksanakan kegiatan ibadah setiap
Selasa mulai jam enam sore.
NATAL pertama 1997 di gereja yang baru. Lantai dan pintu-pintu belum terpasang
36 Sigit Indra
50 th dan Semakin Cemerlang
Sedangkan ibadah pemuda-remaja dijadwalkan dimulai 17.30 setiap hari Sabtu. Setiap
Kamis, diadakan persekutuan wilayah di rumah-rumah jemaat. Setiap tahun, jemaat El
Asah tak lupa menggelar ibadah dalam rangka ulang tahun Gereja. Dalam rangka
Peringatan Ulang Tahun Gereja juga digelar pasar murah yang menjual aneka bahan
pokok yang ditujukan bagi warga sekitar gereja sebagai bentuk kepedulian sosial
gereja terhadap masyarakat umum.
Samuel Tandiassa tak pernah mengira ia berhasil mencapai semua ini. Dalam
keyakinannya, bukan oleh karena dirinya atau siapapun, namun hanya karena Kuasa
dan Kekuatan Roh Tuhan semua dapat berjalan. Ia membiarkan dirinya selalu teguh
dalam jalan pelayanan dan berlaku sesuai Alkitab. Selebihnya, pasti Tuhan akan
mengatur dan memberikan yang terbaik bagi hamba Allah. Baginya: semua ini bukanlah
akhir sebuah pencapaian, melainkan awal dari perjuangan panjang.

BAB IV
SEPENGGAL KISAH
DARI KEMETIRAN KIDUL
.... aku sendiri tidak menganggap,
bahwa aku telah menangkapnya,
tetapi ini yang kulakukan:
aku melupakan apa yang telah dibelakangku
dan mengarahkan diri
kepada apa yang di hadapanku,
dan berlari-lari kepada tujuan
untuk memperoleh hadiah,
yaitu panggilan sorgawi dari Allah
dalam Kristus Yesus
Filipi 3:13-14

Rumah itu boleh jadi tak bisa disebut sederhana. Meski luasnya seratus meter
persegi lebih, namun hanya satu meter saja tinggi dindingnya yang terbuat dari
batu bata. Selebihnya hanya dinding gedhek dari anyaman bambu. Cahaya matahari
tersaring kecil-kecil menerobos masuk
3
8 Sigit Indra
50 th dan Semakin Cemerlang
ke dalam ruangan karena gentengnya tak seluruhnya utuh. Bila malam tiba, angin
menggelitik menusuk dari celah-celah dinding. Dinginnya bukan main! Tapi kalau
hari sudah siang. Giliran badan kegerahan karena panas tak terkira.
Apabila musim hujan datang alamat penghuni rumah kerepotan. Atapnya yang bocor
mengucurkan air hujan dimana-mana. Persediaan ember dan baskom sampai habis untuk
mewadahi tetesan hujan. Belum lagi tempias air yang jatuh dari genteng dan
tritisan, yang membuat lantai plesteran semen di rumah itu lembab dan basah. Tanah
di halaman becek. Kalau ingin menuju ke rumah harus melompat-lompat karena
menghindari genangan air.
Begitulah suasana kediaman Samuel Tandiassa yang terletak di bilangan Kemetiran
Kidul, Yogyakarta, pada sekitar tahun 1984. Di rumah yang sekaligus digunakan
sebagai gereja itu, Samuel menempati sebuah bilik kecil untuk ruang tidur
sekaligus ruang kerja, bahkan kadang-kadang juga berfungsi sebagai ruang makan.
Rumah itu memang tak bisa disebut sederhana. Ia lebih pas disebut gubuk, yang kini
oleh Samuel dikenang sebagai gubuk derita.
Meski hanya gubuk, tapi kenangan dan jasa rumah itu sungguh tak terperi. ”Gereja”
itu termasuk saksi sejarah dari tumbuhnya jemaat Pantekosta di Jalan Cokrodipuran
3, Jogjakarta saat ini. � � � � Masa-masa mengurus ”gubuk derita” itu, termasuk
dalam lima lokasi riwayat perintisan Samuel. Sebelum tinggal di Kemetiran,
perintisan dimulai dengan
Sigit Indra 39
Sepenggal Kisah dari Kemetiran
menggunakan sebuah rumah di kawasan Pringgokusuman, Jogjakarta pada awal 1980.
Di tempat itu, ibadah persekutuan dimulai dengan sekitar 20 jemaat. Mereka
merupakan jemaat Pantekosta di sekitar Pringgokusuman dan sebagian berasal dari
GPdI Lempuyangan. Pelayanan di tempat itu dilakoni Samuel hingga sekurangnya empat
tahun. Karena keadaan menuntut dibukanya tempat baru, Samuel kemudian mencari
rumah dan sampailah ia di rumah bambu tadi.
Jam Weker Alami
W
alau dibuntuti embel-embel ”derita”, hidup di Gereja Pantekosta Kemetiran Kidul
itu tak selamanya menderita. Banyak kenangan di tempat itu yang tak mungkin
dilupakan Samuel. Setiap hari ada saja jemaat yang menghadiahi makanan. Menunya
berbeda-beda. Lumayanlah! Di waktu-waktu pagi di saat akan diadakan bidstond pagi
jam 05.00, Samuel juga tak perlu repot-repot menyiapkan jam weker supaya bisa
bangun pagi.
Ibu-ibu -malah lebih pas disebut nenek-nenek- sudah datang subuh-subuh dan
ngerumpi di teras gereja. Ada saja bahan yang diobrolkan. Mulai dari harga-harga
di pasar, cucu si anu yang sudah bisa berjalan, tetangga si itu yang agak aneh,
sayur ini yang paling pas buat om gembala, sampai firman Allah, tak luput dari
pembahasan. Bila jam sudah hampir menunjukkan jam 5 tetapi pintu gereja belum
dibuka maka mereka kemudian mengetuk-ketuk pintu gereja dan juga jendela kamar
Sam. Inilah jam weker alami.
40 Sigit Indra
50 th dan Semakin Cemerlang
Sam terbangun. Bukan karena ketukan itu, tapi karena suara ngobrol yang surround
diselingi canda dan taburan tawa. Setelah pintu dibuka, persiapan ibadah pun
dimulai. Lantai dibersihkan dan tikar pun dibentangkan sehingga mereka mereka bisa
duduk dan memulai doa pagi mereka. Mereka biasanya mengawali dengan melantunkan
pujian, mendengarkan renungan singkat dan kemudian menyanyi dan menaikkan doa-doa
mereka sampai waktu menunjukkan pk. 06.00. Puji-pujian disajikan tanpa harus
menyiapkan sound system karena tanpa alat ini suara mereka di pagi hari itu sudah
memenuhi dari sudut ke sudut ruangan bahkan tembus keluar karena dinding-dinding
gedhek yang dilapisi papan di dalamnya itu hanya dinding tipis.
Gereja Kemetiran menjadi tempat bernaung Samuel hingga menjelang masa bujangnya
berakhir. � � Banyak cerita yang ia jalani selama merintis persekutuan di tempat
itu. Selama tinggal di Kemetiran, Sam juga merintis persekutuan doa jemaat
Pantekosta di beberapa tempat lain. Belum lagi kegiatan dan konsentrasinya untuk
menjalani studi. Bisa dibayangkan bagaimana kesibukannya pada waktu itu.
Gubuk derita juga menjadi saksi pernikahan Samuel dengan Sianny,
Sigit Indra 41
Sepenggal Kisah dari Kemetiran
istrinya saat ini. Sebagian masa-masa penjajakan dan pacaran dengan calon istri
juga terjalin dalam suasana pelayanan di Kemetiran Kidul. Samuel mempersunting
Sianny pada 22 Juli 1990. Pemberkatan pernikahan digelar di GPdI Lempuyangan,
dipimpin oleh Pdt. R. Gideon Sutrisno. Setelah pemberkatan acara pernikahan Sam
dan Sianny dilanjutkan dengan menggelar resepsi di gedung Kagama, Bunderan UGM,
Yogyakarta.
Gubukku Istanaku
Usai resepsi di Kagama, pesta pernikahan ulang digelar lagi di sore harinya. Kali
ini giliran gubuk derita yang menjadi tempatnya. Begitu antusiasnya jemaat di
situ, namun kapasitas gereja tak mencukupi, membuat resepsi digelar dua kali.
Walaupun sederhana, acara resepsi di Kemetiran tetap berjalan khidmat. Tenda
dipasang mulai dari mulut gang. Para tamu membludak hingga memenuhi teras gereja.
Kursi-kursi terisi penuh. Ruang dalam dipercantik dengan dekorasi kain warna merah
dan putih hasil karya kaum muda dari Condong Catur dan Kemetiran Kidul. Tetapi, di
bulan Juli itu tiba-tiba datang hujan..................
Derasnya hujan seperti tak mau peduli. Guyuran air di halaman membuat butir-butir
tanah berlompatan. Tamu-tamu di teras berkerumun ke bagian tengah karena
menghindari tempias air hujan. Dinding anyaman bambu perlahan-lahan lembab lalu
akhirnya basah. Udara dingin menusuk. Sebagian tamu yang duduk memilih mengangkat
kaki, selain meringkuk agar tak kedinginan, juga sekalian menghindari telapak kaki
memijak lantai kayu yang telah basah.
42 Sigit Indra
50 th dan Semakin Cemerlang
Tapi, walaupun hujan datang, the show must go on… �Acara resepsi tetap berlangsung
meriah. Ucapan selamat dan doa melingkupi kedua mempelai. Salam hangat tercurah
dari seluruh jemaat dan tamu undangan. Semoga kedua mempelai hidup bahagia dan
senantiasa diberkati Tuhan. Sam dan Sianny tak henti menebar senyum. Kebahagiaan
dan cinta bersemai di hati. Bagi keduanya, gubuk derita hari itu sudah tampak bak
istana.
Pada 1991, pelayanan di Kemetiran Kidul dipindahkan ke sebuah rumah di Jalan
Letjen Suprapto 119, Yogyakarta. Tempat ini dibeli dari seorang warga di
Jogjkarta. Kegiatan ibadah kemudian dialihkan berangsur-angsur di rumah ini.
Semula, semua terlihat berjalan baik. Namun Tuhan rupanya memiliki rencana lain.
Belakangan, muncul masalah seputar kepemilikan rumah tersebut.
Keponakan bekas pemilik lama rumah itu mengklaim sebagai pemilik sah. Ia menuntut
balik kepemilikan rumah yang sudah dijual pamannya kepada Samuel. Masalah
Sigit Indra 43
Sepenggal Kisah dari Kemetiran
seputar warisan ini mencapai jalan buntu hingga akhirnya dibawa ke pengadilan.
Vonis pengadilan memenangkan sang keponakan. Samuel tak bisa berbuat apa-apa
selain menyerahkan rumah tersebut.
Eksekusi rumah tak bisa ditawar lagi. � � Seluruh barang-barang segera
dikeluarkan. Sam menitipkan barang-barang miliknya lebih dulu di kepala RT
setempat, karena tak tahu harus diletakan dimana. Sam tak berdaya menghadapi ini.
Namun ia masih bisa ”men� � � � � untut” sang pemilik lama. Dari upaya itu, bekas
pemilik rumah menyerahkan rumah yang telah ia beli dari hasil penjualan rumah
kepada Samuel.
Bahu-membahu Bersama Jemaat
Persoalan ini begitu panjang dan berbelit-belit. Begitu banyak tenaga dan biaya
untuk menyelesaikan semuanya. Tapi Sam percaya, di balik semua peristiwa, selalu
terkandung maksud dan rencana Allah. Usai digusur, Sam kembali lagi menghuni
gubuk-deritanya karena memang tempat itu belum habis masa kontraknya.
Setelah di Kemetiran, Sam kemudian hijrah ke Jalan Candi Gebang, Condong Catur,
Yogyakarta, karena rumah di belakang gereja di Condong Catur telah selesai
dibangun sejak
pada pertengahan 1989. Pelayanan di Kemetiran Kidul setelah habis masa kontrak
tempatnya kemudian berge44
Sigit Indra
50 th dan Semakin Cemerlang
ser ke Jalan Letjen Suprapto 83 Yogyakarta menempati sebuah rumah kontrakan
sederhana.
Beberapa tahun menjalankan pelayanan dan ibadah persekutuan jemaat Pantekosta di
situ, pada 2005 kemudian pindah lagi menggunakan sebuah rumah di Jalan
Cokrodipuran 3, Yogyakarta. Sayangnya pada 2008, pelayanan di Cokrodipuran
terhenti.
Sang pemilik rumah berniat menjual rumahnya. Padahal ketika itu, masa kontrak
rumah belum habis. Pemilik meminta Sam membeli rumah itu saja dan mematok harga Rp
750 juta! Harga yang jauh di atas harga pasaran itu tak mungkin dijangkau. Masa-
masa itu Sam begitu bingung mencari tempat ibadah bagi sekitar 100 jemaat. Bahkan
sampai saat harus benar-benar ke luar rumah, ia sendiri belum tahu di mana ibadah
akan dilakukan minggu depan.
Dalam doanya, Sam berharap Tuhan membantu membukakan jalan. Sepanjang malam ia
bertekun dalam doa, dan di detik-detik akhir, Tuhan akhirnya memberi kesempatan.
Seorang dermawan yang pemurah berkenan meminjamkan ruangan di lantai tiga ruko di
Jalan Gandekan Lor 15, Yogyakarta. Ibadah bisa berlanjut dan pelayanan bisa
berjalan kembali. Namun, bagi jemaat yang sudah sepuh alias tua, beribadah di
Gandekan Lor memerlukan perjuangan karena harus naik tangga hingga lantai tiga.
Tapi seluruh jemaat menjalani itu dengan sukacita. Dari rentetan peristiwa ini,
Tuhan memiliki rencana lain. Setelah tiga bulan menjalankan pelayanan di Gandekan
Lor, rumah yang sebelumnya digunakan ibadah di
Sigit Indra 45
Sepenggal Kisah dari Kemetiran
Jalan Cokrodipuran oleh pemiliknya bersedia dilepas dengan harga Rp 400 juta. Hal
ini terjadi karena selain karena memang seperti itulah harga pasarannya, juga
karena tidak laku-laku. Konon, keangkeran rumah itu yang membuat para peminat
mundur teratur. Bagi Sam dan Sianny ini justru kesempatan. Bersama para jemaat
mereka bahu-membahu mengupayakan membeli rumah tersebut walaupun masih dibayang-
bayangi oleh kekurangan dana yang cukup besar, Rp. 300 juta. Sam dan Sianny mulai
menghitung berapa ”kekuatan dana” yang bisa dihimpun oleh mereka bersama-sama
dengan jemaat tetapi ketakutan justru muncul. Namun di tengah-tengah suasana yang
mengkuatirkan ini, tangan Tuhan kembali bekerja ketika seorang anak Tuhan
menyatakan bahwa beliau bersedia mendukung dana yang masih diperlukan untuk
membayar kredit per bulan! Sungguh pertolongan Tuhan senantiasa tepat pada
waktunya.
Akhirnya, pada 18 Maret 2008 rumah di Cokrodipuran berhasil dibeli dengan jalan
menyicil kepada sebuah bank swasta selama 12 tahun. Jemaat senang, gembala pun
tenang. Puji Tuhan. Halleluya...

46 Sigit Indra
50 th dan Semakin Cemerlang
Sigit Indra 47
Sepenggal Kisah dari Kemetiran
“Gubug Derita” tampak dari belakang”
“Gubug Derita” tampak dari depan”
Pasang tenda setiap ibadah

BAB V
SELALU DI HATI SAHABAT
Ada teman yang mendatangkan kecelakaan,
tetapi ada juga sahabat yang lebih karib
dari pada seorang saudara.
Amsal 18:24.
GAYANYA santai. Murah senyum pula. Kepada siapapun dia tidak kikir sapa. Bila
bersalaman, kadang badannya akan agak sedikit menunduk. Mungkin itu karena sudah
29 tahun dia tinggal di Jogjakarta dan terpengaruh dengan kebiasaan orang Jawa.
Tutur katanya ramah. Meski lumayan lincah berbahasa Jawa tapi dialek aslinya masih
terdengar bahwa ia bukan orang Jawa. Dialah: Samuel Tandiassa, gembala GPdI EL-
Asah, Condong Catur, Jogjakarta.
Bila berada di atas mimbar segala kesan-kesan itu nyaris berubah. Gaya khotbahnya
serius. Tangannya kesana-kemari, mengikuti intonasi kata-kata. Suaranya bisa
menggelegar, bisa pula halus mendayu. Meja mimbar kadang-kadang
5
0 Sigit Indra
50 th dan Semakin Cemerlang
kena gebrak bila ia memberi penekanan pada khotbah. Begitu bersemangatnya Samuel
menyampaikan firman Allah, hingga mampu menyedot perhatian jemaat.Bukan cuma cara
Samuel menyampaikan Firman Tuhan yang membuat orang terkesan. Banyak hal dalam
hidup Samuel yang membuat orang-orang yang mengenalnya terkesan. Samuel tak cuma
dikenal sebagai Pendeta sebuah gereja di Condong Catur. Pria kelahiran Makale,
Tana Toraja, Sulawesi Selatan itu juga dikenal sebagai pelajar, guru, penulis,
teman diskusi, sahabat, dan banyak hal-hal lain yang membuatnya menjadi figur yang
sulit dilupakan.
Sebagai pelajar Samuel dikenal sebagai sosok yang tekun dan pantang menyerah.
Hasrat belajarnya kuat mendalami rahasia Firman Allah. Ia sudi menjalani apapun
demi dapat mempelajari Alkitab. Menurut Pdt. Joshua Kh Madjid MSc, MM, PhD,
sewaktu menjadi mahasiswa di Malino Evangelism Center di Malino, Sulawesi Selatan,
Samuel paling sering berdiskusi tentang pelajaran Alkitab.
Sigit Indra 51
Selalu di Hati Sahabat
Joshua Kh Madjid adalah sahabat Sam ketika belajar Alkitab di Malino. Setelah
menyelesaikan studi di tempat itu mereka berpisah. Komunikasi terputus, baru pada
1980-an, Joshua mengetahui bahwa Sam sudah mukim di Jogjakarta dari Majalah
Cresendo. Namun dua sahabat ini baru bisa bertemu muka dan kembali menjalin
diskusi bertahun-tahun kemudian, seperti dituturkan Joshua sebagai berikut:
“Tahun 1994 saya berkunjung ke Jogja dan beribadah di Gereja lama yang kecil tapi
padat, juga di Pringgokusuman di mana jemaat rata-rata berbahasa Jawa. Saya
bersyukur dan senang bisa komunikasi lagi dengan beliau. Penuh dedikasi dan
komitmennya jelas untuk meneliti dan menumbuhkembangkan visinya melalui generasi
baru yang ditempa di beberapa Sekolah Teologia”.
Pertemuan itu membawa kesan mendalam. Joshua dan Samuel terus berkomunikasi baik
melalui telepon maupun dengan email, mengenai perkembangan gereja di Indonesia.
Joshua juga menjadi partner Samuel untuk membahas segala macam materi filsafat.
Mengenai hal itu dituturkan Joshua seperti ini:
”...Kami terus berdiskusi soal perkembangan Gereja di Indonesia, beliau menekuni
filsafat, dikenal baik di Yogya dan Jawa Tengah. Menjelang akhir program
Doktoratnya, kami saling tukar pendapat dan koreksi tentang materi-materi
filsafat, baik dengan telpon maupun surel (surat elektronik-red)”.
52 Sigit Indra
50 th dan Semakin Cemerlang
Hasrat Pantang Menyerah
Sebagai pelajar yang tekun, rekan-rekan seangkatan Samuel juga mengenal
kebiasaannya. Awal-awal Sekolah Alkitab di Malino, Sam dikenal sebagai orang yang
lugu. Joshua menyebut Sam: seorang pemuda desa yang penampilannya beda daripada
yang lain, rapi dan menyukai warna-warna cerah. Selain penampilan, Sam juga
dikenal sebagai orang yang pantang menyerah dan mempunyai hasrat kuat meskipun
kadang-kadang hal itu diluar kemampuannya.
Hal itu, misalnya, diutarakan Pdt Yusak Tuda, teman seangkatan di Malino, yang
sekarang Ketua MD Sulawesi Tenggara.
“Broer Samuel saat di sekolah Alkitab tahun 1975 angkatan kedua, adalah seorang
yang lugu, rendah hati, dan sederhana. Hal yang paling saya ingat adalah saat ia
berpuasa selama 1 minggu. Tetapi saat hari kelima saya menyuruhnya berhenti puasa
karena wajahnya sudah pucat pasi. Dan ia mengikuti saran saya.”
Kebiasaan Sam berpuasa juga diutarakan Pdt. Soleman Geradus, teman seangkatan di
Sekolah Alkitab Malino. Kekuatan menjalani ibadah itu membuat Ketua MD Bengkulu
ini terkesan. Ia juga menilai Samuel adalah seorang yang cerdas. Hal itu
diutarakannya sebagai berikut:
”Samuel seorang yang cerdas, pendiam, dan rendah hati. Yang paling saya ingat dan
terkesan sampai sekarang Di antara teman-teman sekolah, ia seorang yang paling
tahan berpuasa sampai berhari-hari dibandingkan teman-temannya, bahkan sampai 1
minggu.”
Sigit Indra 53
Selalu di Hati Sahabat
Banyak yang menilai dalam bidang pendidikan Samuel sudah mencapai pada taraf
dimana tak banyak orang lain mencapainya. Namun Samuel tak pernah menganggap apa
yang telah dicapainya selama ini lebih baik dibandingkan dengan orang yang tak
berpendidikan sekalipun. Baginya, deretan gelar akademik sama sekali tak berarti
bila tak digunakan untuk kemuliaan Allah. Karena itu, Samuel dalam setiap
kesempatan selalu berupaya menggunakan ilmunya demi memperkuat karya Tuhan.
Menjauhi Tafsir Keliru
Ia juga rela belajar dari siapapun. Baginya, segala sesuatu pasti bisa
menghasilkan hikmah tergantung darimana perspektifnya. Prinsip itu begitu kuat dan
teguh dipegangnya. Himawati, mantan pengerja di GPdI EL-Asah yang kini menjadi ibu
gembala GPdI Onggobayan, Jogjakarta mengungkapkan bahwa Samuel adalah hamba Tuhan
yang selalu mau belajar dan mempunyai prinsip yang kuat.
Memiliki prinsip yang kuat juga diakui Pdt. Eliezer Untung, S.Th. Lulusan ATHAS-
Salatiga dan INTHEOS - Surakarta dan mantan pengerja di GPdI EL-Asah, Condong
Catur, Jogjakarta itu mengatakan, akibat prinsip itulah Samuel menjadi orang yang
disegani. Eliezer yang kini menjadi Gembala Sidang di Mengkendek Tana Toraja dan
Pembantu Rektor di STT Pantekosta Tana Toraja yang juga dipimpin oleh Pdt. Samuel
Tandiassa mengungkapkan hal itu sebagai berikut.
”Di mata saya Om Samuel itu pintar, buktinya beliau mampu menyelesaikan studinya
dengan
54 Sigit Indra
50 th dan Semakin Cemerlang
cepat. Pribadinya punya prinsip, pemimpin yang tegas dan disegani, wawasan luas
namun terbuka dan senang bercanda. Saya paling terkesan dengan pribadi Om yang
kutu buku dan suka belajar.”
Begitu banyak buku-buku yang ia baca, diskusi-diskusi yang ia jalani, makalah-
makalah yang ia susun, seminar-seminar yang ia ikuti, atau gagasan-gagasan yang ia
tulis, bagi Sam, tidak akan ada artinya bila semuanya tak digunakan demi kebesaran
Allah. Itulah sebab, Sam dalam tugas penggembalaannya di Gereja EL-Asah, Condong
Catur, Jogjakarta, juga rutin menulis buku.
Tulisan dan gagasannya tentang segala sesuatu, misalnya, soal penyelamatan,
penebusan, hingga mengkaji karya-karya Rasul selalu ia bersihkan dari unsur
penafsiran. Seutuh-utuhnya, ia berusaha agar pemikirannya hanya berdasarkan data-
data biblikal. Konsep ini bertujuan agar doktrin dari Alkitab murni terjaga dan
tidak melenceng atau menimbulkan penafsiran yang keliru bagi pembaca.
Model tulisan Samuel selalu berupaya untuk menghadirkan prinsip rasionalitas, azas
sebab dan akibat, serta sintesa dialektika yang bersandar pada hukum-hukum
Alkitab. Meski kajiannya berupaya semurni mungkin mengambil dari Alkitab, Samuel
tetap tak mau jumawa untuk mengatakan bahwa pemikirannyalah yang paling benar. Ia
hanya berpedoman, ”Kalau bukan Alkitab, apalagi dasar pemikiran yang paling
benar.”
Selain dalam bentuk buku cetakan, tulisan-tulisan Samuel juga diterbitkan dalam
bentuk majalah ”Suara EL-Asah”. Pembaca majalah ini telah menyebar hingga ke
daerah-
Sigit Indra 55
Selalu di Hati Sahabat
daerah pelosok. Sam cukup gembira akan hal ini. Menjadi saluran berkat Allah bagi
orang lain melalui tulisan rasanya sungguh membahagiakan. Inilah rahasia kekuatan
dan pelecut semangat Samuel untuk tetap terus menulis.
Sumbangsih Lewat Tulisan
Harapan agar Samuel terus menulis juga banyak diserukan para sahabat. Bahkan kakak
kandung Samuel,
Pdt Yunus Tandiassa juga menaruh harapan sama. Yunus juga berharap Sianny
Tandiassa, istri Samuel, juga terus-menerus menulis buku sebanyak-banyaknya,
karena ini akan banyak memberikan sumbangsih gagasan bagi perkembangan Gereja.
Harapan Yunus itu diungkapkan seperti ini.
“Bukunya (Samuel-red) punya daya tarik sejak awal sampai akhir karena saat membaca
saya selalu penasaran dengan gagasannya. Saya berharap melalui buku-bukunya,
Samuel memberi pendeta-pendeta lain wawasan yang baru dan kekuatan”.
Pdt. Andreas Marhain Sumarno, M.A., M.Si. juga berharap Samuel terus menerbitkan
buku-buku. Gembala dari GPdI Anugrah, Salatiga, Jawa Tengah itu sangat terkesan
dengan gagasan yang ditulis Samuel. Tulisan-tulisan Sam sanggup memperkaya
pengetahuan pembaca dan membuka wacana baru. Mengenai hal itu, Andreas
menuturkannya sebagai berikut.
Dalam dunia jurnalis, Om (Samuel-red) adalah salah satu orang yang gemar menulis
buku teologia yang menjadi sumbangsih bagi perkembangan pendidikan Sekolah
Teologia.
56 Sigit Indra
50 th dan Semakin Cemerlang
Salah satu bukunya yang saya sukai adalah Teologia Paulus.
Samuel juga menjadi guru, yang menurut Andreas, setia terus mengajar. Sampai saat
ini, Samuel masih mengajar di Akademi Teologia Salatiga dan Sekolah Tinggi
Teologia Salatiga. Dalam dunia pendidikan, Andreas menyebut Sam orang yang sukses,
cerdas, dan semangat dalam belajar. Kedisiplinannya tinggi dan gigih dalam
pelayanan. Ia bisa juga berperan sebagai guru yang menjaga akhlak dan moral dan
ikut membentuk karakter seseorang.
Beberapa orang yang pernah dekat atau terlibat pelayanan di Gereja EL-Asah
mengakui hal itu. David Pawoko, ex pemuda EL-Asah Condong Catur dan aktivis
gereja, mengakui Samuel sebagai guru dan pembentuk karakternya. Hal itu bukanlah
sebuah kebetulan karena ia percaya Tuhan telah memakai Samuel untuk membentuk
kepribadiannya. Kesan itu diutarakan David seperti ini.
Om Samuel seorang pribadi yang extraordinary, cerdas, pantang menyerah, realistis,
multi talenta dan visioner... namun tetap sederhana dan bersahaja. Bukan suatu
kebetulan jika kita pernah bersama, Tuhan telah banyak memakai Om untuk membentuk
karakter saya. Terus maju Om. God will use you more powerfully through TRUST,
OBEDIENCCE and HUMILITY.
Betapapun pembentukan karekter orang lain itu bukan merupakan sasaran pekerjaan
Samuel, namun hamba Tuhan itu percaya bahwa pengaruh itu semoga akan membawa
dampak yang baik. Anggoro Utomo, S.T., mantan pengurus komisi pemuda dan aktivis
GPdI EL-
Sigit Indra 57
Selalu di Hati Sahabat
Asah Condong Catur yang sekarang bekerja di Lion Air di Jalan Gajah Mada, Jakarta
Pusat, itu menilai gaya kepemimpinan Om Sam telah ikut membentuk kehidupannya.
Pengakuan itu sebagai berikut.
“Om Samuel itu, radikal, militan, dan agak egosentris, but I am what I am now, Om
Sam took parts on my life (Om Sam membentuk kehidupan saya) –karena ajaran-
ajarannya selama kira-kira 6 tahun saya di EL-Asah”.
Bersedia Menerima Kritik
Setelah mengenal Samuel, biasanya orang akan tahu betapa bahwa Samuel adalah
pribadi yang selalu mau belajar untuk berkembang. Orang juga tahu setelah lama
mengenal Sam, bahwa yang bersangkutan adalah figur yang supel dan ramah. Memang,
kesan-kesan itu muncul setelah lama mengenalnya. Pada saat pertama bertemu atau
berkenalan dengan Samuel banyak orang mengakui kesan yang timbul jauh dari
kenyataan.
“Menyeramkan, karena orangnya disiplin waktu dan sulit diajak kerjasama”.
Begitu Yuni Yuswandono, aktivis di GPdI EL-Asah, menggambarkan figur Samuel saat
pertama kali bertemu sekitar 27 tahun lalu saat ia masih anak-anak. Seiring dengan
seringnya Yuni membantu kegiatan pelayanan gereja, kesan itu pun luntur. Samuel
dimata Yuni adalah gembala yang tidak mudah sakit hati, selalu semangat, dan
setia, serta pantas dijadikan panutan.
Saat ini, Samuel, masih menurut Yuni, juga lebih low profile dan selalu penuh
semangat. Kesan pertama Samuel
58 Sigit Indra
50 th dan Semakin Cemerlang
yang lain dari sekarang juga diungkapkan Benny Yuwono, S.S. jemaat di GPdI EL-Asah
sejak ia masih remaja hingga sekarang telah berkeluarga dengan dua orang anak.
Katanya, saat mengenal Samuel pertama kali ia mengira Samuel adalah seorang yang
keras. Namun setelah menyelami kehidupan Samuel, ternyata tak seluruhnya keras.
Samuel hanya keras pada prinsip dan keteguhan hatinya untuk selalu memuliakan
Tuhan.
Saat ini, menurut Benny, yang paling mengesankan dari seorang Samuel adalah bahwa
beliau seorang hamba Tuhan yang sangat konsisten dan mempunyai keteguhan atas
prinsip-prinsip Alkitab. Karakternya kuat. Itulah sebabnya apa yang diutarakan
Samuel akan selalu mendapat perhatian serius. Benny mengungkapkan kekagumannya
terutama disebabkan pada hal berikut.
”Hikmat atau kepandaiannya selalu semakin bertambah dalam menyingkap rahasia
Firman Tuhan”
Dari begitu banyak hal mengesankan dalam diri Samuel, tetap membuat Samuel rendah
hati. Ia mau menerima kritik, apapun bentuknya, demi perbaikan pelayanan terus
menerus. Saran-saran dari beberapa rekan sepelayanannya juga ia terima sebagai
masukan. Misalnya, Yuni Yuswandono yang mengkritik betapa Samuel sering kurang
memberi perhatian dan jarang mau menegur orang lain langsung pada yang
bersangkutan tapi lebih sering menggunakan orang lain. Sedangkan Benny Yuwono
menyampaikan hal yang kurang ia sukai dari Samuel seperti ini.
”Tolong perhatikan penampilan rambut. Kalau rambut sudah panjang sepertinya harus
secepatnya dicukur”
Sigit Indra 59
Selalu di Hati Sahabat
Bila dijabarkan lengkap bisa tak cukup lembar-lembar halaman mengungkap pribadi
seorang Samuel Tandiassa. Semua rekan, sahabat, murid-murid, guru, dan jemaat,
yang pasti selalu mendukung langkah Samuel. Teruslah berkarya, bekerja di jalan
Tuhan, dan senantiasa setia sebagai Hamba Tuhan. Doa semua rekan, sahabat, serta
jemaat akan selalu terucap dari hati yang paling tulus.
Berikut ini adalah sedikit dari begitu banyak ucapan selamat dan kesan-kesan
terhadap penggembalaan Samuel Tandiassa yang sayang untuk dilewatkan:
Kedekatanku dengan Pdt. Dr. S. Tandiassa, M.A. telah terjalin sejak th 1998 hingga
kini. Dari perkenalan dalam kurun satu dasa warsa tersebut telah menorehkan
berbagai kenangan manis. Kenangan-kenangan masnis tersebut adalah rangkaian
perjalanan visioner beliau dalam merubah paradigma para hamba-hamba Tuhan yang ada
di wilayah Sulawesi Selatan dan Tana Toraja pada khususnya dalam rangka membangun
mentalitas SDM para hamba Tuhan di wilayah ini.
Dr. Tandiassa memulai kiprahnya dengan melibatkan diri dalam institusi pendidikan
Tinggi Teologia dengan beberapa hamba Tuhan lainnya untuk mendirikan Sekolah
Tinggi Teologia Pantekosta Lemo Tana Toraja di mana Dr. Tandiassa menjadi ketua
dan saya menjadi ketua Yayasan Bukit Ajaib Lemo Tana Toraja. Hingga kini institusi
pendidikan teologia ini telah mencetak ratusan hamba Tuhan yang setia dan tegar
melayani di ladang Tuhan yang tentunya dengan paradigma baru alkitabiah yang
saintifik, kritis, komprehensif, dan
60 Sigit Indra
50 th dan Semakin Cemerlang
karismatik yang tetap mengedepankan karya-karya agung Allah Bapa, Putera, dan Roh
Kudus.
Selain terjun dalam dunia pendidikan tinggi teologia, Dr. Tandiassa juga secara
rutin dan berkala mengadakan seminar-seminar rohani dengan tema utama pencerahan
iman dan pandangan futuristik yang akan membawa umat Tuhan lebih bebas dan merdeka
menikmati berkat-berkat Tuhan yang tersedia bagi umat-Nya tanpa harus terbelenggu
teologia dogmatik yang mengedepankan pikiran dan perasaan yang kaku dan emosional
tanpa didukung oleh kajian-kajian kritis teologis yang akurat. Beliau juga secara
aktif menulis berbagai judul buku rohani, majalah dan artikel-artikel rohani yang
sarat dengan muatan perubahan paradigma teologis tersebut.
Yang menarik dan membuat saya kagum adalah bahwa Dr. Tandiassa dalam merangkai
perjalanan visionernya dalam membangun mentalitas SDM para hamba Tuhan di daerah
SULSEL dan Tana Toraja pada khususnya adalah semua sarana akomodasi dan
transportasi ditanggung sendiri tanpa sepeserpun mengharapkan biaya-biaya dari
pihak-pihak lain yang di daerah yang dijadikan sasaran pelayananya. Dan lebih dari
itu sepengetahuan saya, belum pernah hamba Tuhan ini menerima persembahan dari
hasil pelayanannya di Tana Toraja pada khususnya.
Dari berbagai kesempatan dalam bermitra dengan Dr. Tandiassa, saya dapat menarik
beberapa kesimpulan yang tentunya bukan isapan jempol belaka karena telah didukung
oleh bukti-bukti empirik selama kurun waktu satu dasa warsa ini yaitu:
Sigit Indra 61
Selalu di Hati Sahabat
Dr. Tandiassa adalah sosok hamba Tuhan yang energik, revolusioner, dan rendah
hati.
Memiliki wawasan keilmuan di bidang teologia dan penegetahuan umum yang handal
yang selalu dipakai untuk pencerahan dan pengembangan mental SDM para umat Tuhan
dan para pelayan Tuhan.
Memiliki integritas diri yang tinggi dalam menjunjung tinggi visi dan misi
pelayanannya.
Seorang pemimpin masa depan yang cerdas dan karismatik dengan pola-pola manajemen
pelayanan yang handal dan visioner.
dr. AMPERA MATIPPANNA, M.H., Dr. (cand).
Kepala Puskesmas Sa’dan Malimbong,
dosen pada Universitas Veteran RI Makassar,
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan FAMIKA-Sungguminasa
Kab. Gowa,
AKBID Sinar Kasih Enrekang dan AKBID Bhakti Nusantara Rantepao Tana Toraja,
Sulawesi Selatan.
Om Samuel adalah sosok gembala yang serba bisa, pembawaannya kalem, tenang tapi
bisa menyelesaikan semua masalah... khotbahnya tegas, lugas, dan jelas. Maju terus
dalama pelayanan, semoga Om bisa menjadi yang terbaik sesuai yang direncakan....
selamat! Tuhan memberkati pelayanan Om dan Tante Samuel.
Hari Tito, Musisi,
Pelayanan Musik GPdI EL-Asah, Condong Catur, Yogykarta.
62 Sigit Indra
50 th dan Semakin Cemerlang
Selama Om Samuel menjadi gembala sidang di GPdI EL-Asah Pringgokusuman, beliau
adalah sosok gembala yang tidak pernah lupa akan domba-domba. Pada saat jemaat
memiliki masalah, beliau selalu memberikan jalan keluar yang membuat jemaat
memiliki semangat lagi, selalu memberikan motivasi, dan yang pasti beliau tidak
pernah lupa mendoakan semua jemaatnya. Semoga melalui hari ulang tahun ini beliau
tetap maju dalam pelayanan. God bless you.
Nurrita, S.E. jemaat Cokrodipuran, Jogjakarta
Om kalau berkhotbah selalu membangun rohani jemaat dan memberikan yang terbaik
bagi kami. Doa kami bagi Om di hari depan agar Om semakin sabar dan bijaksana.
Terima kasih atas pelayanan Om. Semoga hari depan lebih baik dan semua itu untuk
kemuliaan Tuhan. Terima kasih. Tuhan memberkati pelayanan Om.
Diah, jemaat EL-Asah Cokrodipuran
sejak awal 1990 hingga kini
Bekerja di Santa Ana, Jalan Colombo, Jogjakarta
Om adalah sosok pribadi yang sederhana, berkomitmen tegas dengan kharisma urapan
yang kuat. Selamat Ulang Tahun ke 50, sukses selalu, may God bless you forever.
Pdm. Gideon Sele, S.Th. eks mahasiswa di ATHAS,
sekarang pelayanan di GPdI, Jalan Diponegoro 11,
Cepu, Jawa Tengah
Sigit Indra 63
Selalu di Hati Sahabat
Om itu manusia biasa yang apa adanya, pekerja keras, ulet, agak ambisius untuk
mencapai impian. Ekspresif juga kalau khotbah. Semoga makin tambah usia ibarat
padi makiin berisi makin menunduk. Om makin bijaksana dan rendah hati dalam segala
hal. Tetap sehat dan tetap semangat.
Dian Christine Fitrasari, S.S.
Komisi Pemuda EL-Asah, Condong Catur, Yogykarta.
Tidak hanya pembimbing tapi juga sahabatku. Aku dibaptis beliau menjadi milik
Kristus 13 Desember 1983 di GPdI Hayam Wuruk. Sejak saat itu beliau jadi
pembimbingku dan aku sering ikut pelayanan beliau di persekutuan keluarga di
Concat juga di Kemetiran. Doi memang top abiss. Happy birthday bro!
Markus Ibnu ‘Ibe’ Atmadja,
Ex pemuda Kemetiran Kidul
sekarang guru bahasa Inggris di Jogjakarta

Anda mungkin juga menyukai