Anda di halaman 1dari 40

Redaksi

PIMPINAN:
Pdt. Dr. S. Tandiassa, M.A.
REDAKSI:
Sianny Irawati, S.Pd.,M.A.
PENERBIT: Salam dalam kasih Yesus,
EL-Asah MINISTRY
Edisi SUARA EL-Asah nomor ini
PERCETAKAN:
merupakan edisi pertama di th 2008.
Semesta Kreatif Printama
Kami merencanakan bahwa edisi ini
DISTRIBUSI: terbit sekitar Paskah tetapi rencana ini
 M. KABANGA-08124159088-MAKALE agak tertunda namun Anda masih bisa
 PDT. P. LIMUS-08525592319-LUWU menikmati renungan Paskah.
TIMUR-SULSEL
 PDT. PAMILANGAN-081342281432-MAMASA- Kami sering kali menerima sms/telpon
SULBAR
 PDT. S. GERADUS-081367634067-BENGKULU
yang meminta edisi-edisi SUARA EL-
 PDT. Y. TANDIASSA-081355384317-LUWU Asah sebelumnya. Dengan penuh pe-
UTARA-SULSEL
 PDT. F. BATAN-081342760741-RANTEPAO-
nyesalan, kami selalu menjawab bahwa
SULSEL kami sudah tidak memiliki SUARA
 PDT. S.PALESE-081349030409- EL-Asah nomor-nomor lama kecuali
PANGKALANBUN-KALTENG
 PDT. D.A. UNJUNG-081521629540- untuk arsip kami saja. Tetapi sekarang
PULANGPISAU-KALTENG Anda bisa mendapatkan artikel-artikel
 YOHAN BAKA-081354865538-PALOPO
 S. PATABANG-085299482278-MAKASSAR
dan juga khotbah yang pernah dimuat
 LINA PAOTONAN-085242442249-MAKASSAR dalam SUARA EL-Asah melalui web-
 A. SALU-081343650565-LUWU UTARA
 Dr. S. HUTABARAT 08117302871-BENGKULU
site kami yang bisa Anda akses melalui
UTARA internet.
 GPdI MATARAM- LOMBOK
 GPdI EL-Asah - JOGJAKARTA Kami menyadari bahwa SUARA EL-
Asah masih terbatas jangkauannya se-
ALAMAT REDAKSI: hingga kami berharap melalui website,
EL-ASAH MINISTRY akan semakin banyak orang yang bisa
JL. CANDI GEBANG 52 menikmati pelayanan dari EL-Asah
CONDONG CATUR Ministry untuk mencerdaskan, mende-
JOGJAKARTA 55283 wasakan dan mencerahkan wawaswan
TEL/FAX 0274 880868 dan pelayanan Anda. Dukung dan
E-MAIL: stanssa@yahoo.com doakan kami.
WEBSITE: Akhirnya, selamat menikmati edisi ini.
www.el-asah.com Tuhan memberkati.

Suara EL-Asah Tahun II No. 8


 Mimbar El-Asah

Renungan Paskah:

DARAH YESUS

Oleh: Dr. S. Tandiassa, M.A

S
alam sejahtera bagi Anda sekalian dan selamat berjumpa kem-
bali melalui mimbar EL-Asah ini. Apa kabar? Dan bagaimana
keadaan Anda sekeluarga selama memasuki tahun 2008 ini?
Saya berharap dan selalu berdoa semoga Tuhan melimpahkan ber-
kat kesehatan, berkat damai sejahtera, dan berkat rejeki bagi Anda
sekalian. Haleluyah !
Waktu begitu cepat berlalu. Suasana perayaan-perayaan Natal
masih terasa hangat, alunan lagu-lagu Natal masih terngiang-ngiang
di telingan kita, dan khotbah-khotbah Natal juga masih segar dalam
kenangan kita. Sebagian anak- anak Tuhan, dan mungkin termasuk
beberapa orang di antara kita, yang belum sempat melepaskan
hiasan-hiasan natal yang dipajang di rumah-rumah kita. Natal
terasa seolah-olah baru kemarin.
Tanpa terasa, kini kita menyambut lagi suatu momen yang
sangat penting dalam sejarah kekristenan, bahkan dalam sejarah
Suara EL-Asah Tahun II No. 8
Mimbar El-Asah 

dunia, yaitu perayaan Paskah atau peringatan akan peristiwa


penyaliban dan kebangkitan Yesus Kristus. Di dalam konteks
teologia soteria, kematian dan kebangkitan Yesus dilihat sebagai
satu peristiwa saja, dengan menggunakan istilah “Perisitwa Salib”
atau “Paskah”.
Saudara-saudara sekalian! Pada perayaan Paskah 2008 ini
saya ingin mengajak Anda sekalian untuk merenungkan, meng-
hayati, dan menemukan kembali kebenaran atau misteri dari peris-
tiwa salib, sehingga perayaan Paskah tahun ini tidak hanya sebatas
seremonial-seremonial yang liturgis belaka, tetapi dapat memberi-
kan pengalaman-pengalaman dan prinsip-prinsip spiritual yang
baru di dalam hidup kekristenan kita.
Renungan Paskah atau firman
Tuhan yang saya akan sampaikan
dalam rangka perayaan paskah saat
ini adalah tentang: DARAH YE-
SUS, dengan berangkat dari kitab
Wah­yu 7:9-16. Dari perikop ini saya
ingin mengajak Anda se­kalian un-
tuk menggali, melihat, dan mem-
formulasikan kembali prin­­sip-prin-
sip iman alkitabiah ter­hadap peran
yang secara terus-menerus dilaku-
kan oleh darah Yesus sepanjang ke-
hidupan orang-orang beriman.
Saudara-saudara! Sangat pen­
ting untuk selalu diingat, disadari,
dan diimani bahwa peristiwa salib tidak hanya untuk mengadakan
penebusan atau peran darah Yesus tidak hanya untuk mengam-
puni dosa-dosa kita. Sebab kuasa yang terkandung di dalam darah
Yesus bersifat dinamis, aktif, dan konsisten. Artinya, kuasa darah

Suara EL-Asah Tahun II No. 8


 Mimbar El-Asah

Yesus berkarya secara terus menerus dengan bobot, kualitas, dan


intensitas yang tidak pernah berubah dari dulu sampai pada hari
ini, dan akan tetap sama sampai selama-lamanya.
Minimal terdapat tiga kebenaran penting tentang peran kuasa
darah Yesus secara obyektif dalam hidup orang-orang beriman
yang diungkapkan oleh malaikat melalui perikop bacaan kita ini:

I. MEMBUAT HIDUP BERMUTU TINGGI


Tadi saya sudah mengatakan bahwa kuasa yang ada di
dalam darah Yesus itu bersifat dinamis, aktif, dan konsisten. Kuasa
yang dinamis aktif itu memiliki kekuatan atau kemampuan untuk
memproses hidup manusia yang sudah dalam kondisi rusak dan
tak berharga menjadi hidup yang lebih berkualitas, atau hidup yang
bermutu tinggi. Perhatikan ungkapan di dalam perikop bacaan,
yang menunjukkan bagaimana darah Yesus membuat hidup
manusia dari segala bangsa, suku dan kaum dan bahasa menjadi
hidup berkualitas atau bermutu tinggi.
Di dalam ayat. 14 diungkapkan
demikian: Ungkapan ‘membuatnya
putih di dalam Darah Anak Domba’
menunjukkan bahwa sebelumnya
kondisi jubah – hidup - mereka ko-
tor, hina, rusak, fana, dan tak berhar-
ga. Kondisi ini diakui oleh Yesaya
dengan menyatakan bahwa:
“Kami sekalian seperti seorang najis dan segala kesalehan kami
seperti kain kotor; kami sekalian menjadi layu seperti daun dan kami
lenyap oleh kejahatan kami seperti daun dilenyapkan oleh angin
(Yesaya 64:6).

Suara EL-Asah Tahun II No. 8


Mimbar El-Asah 

Rasul Petrus pun menyatakan betapa tidak berharganya


hidup manusia karena tidak berkualitas. Hidup yang kita warisi
dari nenek moyang adalah hidup yang sia-sia, atau hidup yang tak
bernilai (1 Petrus 1:18).
Akan tetapi ketika Yesaya melihat dan menghayati kekuatan
dan kuasa yang terkandung di dalam darah Yesus, ia pun
menyatakan bahwa kondisi kain atau jubah yang kotor dan tak
berharga itu dapat diproses menjadi mulia dan berkualitas melalui
dan oleh Darah Anak Domba. Perhatikan pernyataan Yesaya ini:
Marilah, baiklah kita berperkara! --firman TUHAN--Sekalipun dosamu
merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun
berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti
bulu domba (Yesaya 1:18).
Pada satu sisi, Yesaya mengakui fakta bahwa sebelum ada
proses dari Darah Anak Domba, kondisi hidup manusia sia-sia,
rusak, kotor, dan tak berharga. Akan tetapi pada sisi yang lain
Yesaya melihat dan sekaligus menyatakan bahwa hanya Darah
Anak Domba yang mampu meningkatkan kualitas hidup manusia.
Dari sini tampak dengan jelas bahwa keyakinan akan adanya kuasa
di dalam Darah Anak Domba, bukan sikap orang-orang Kristen
yang dianggap ‘memitoskan’ Yesus, tetapi sudah ada jauh sebelum
Yesus disalibkan.
Saudara-saudara sekalian! Berangkat dari ayat-ayat Firman
Allah ini, saya ingin menegaskan bahwa adalah kuasa darah
Yesus yang membuat putih jubah-jubah para kudus yang dilihat
oleh Yohanes. Dan adalah darah Yesus juga yang memiliki
kekuatan, kuasa, dan khasiat yang tidak terbatas, sehingga mampu
meningkatkan mutu hidup kita, menjadi hidup yang bersih, indah,
baik, dan mulia.
Allah menghargai hidup Anda bukan karena Ia melihat pada
apa yang melekat pada diri Anda – harta, status, pangkat, atau

Suara EL-Asah Tahun II No. 8


 Mimbar El-Asah

potensi-potensi intelektual. Allah menghargai hidup Anda juga


bukan karena Allah melihat karya-karya serta jasa-jasa Anda di
dalam gereja, tetapi karena Allah melihat Darah Anak-Nya yang
tunggal, yang telah menyucikan hidup Anda. Oleh karena darah
Yesus, hidup Anda sekarang berharga di mata Allah.

II. MEMBERI DAYA TAHAN


Kebenaran kedua yang diungkapkan melalui Kitab Wahyu
yaitu bahwa darah Yesus mengandung kekuatan dan kuasa yang
membuat seseorang berdaya tahan dalam menghadapi berbagai
situasi dan kondisi hidup yang sulit. Pembacaan kita tadi menye-
butkan bahwa orang banyak yang berjubah putih itu keluar dari
kesusahan besar. Ung­kapan keluar dari kesusahan besar menun-
jukkan bahwa orang-orang kudus itu telah melewati ber­bagai-
bagai situasi hidup yang sulit: masa-masa yang penuh pencobaan
dan penderitaan, masa-masa penindasan dan peng­aniayaan. Yesus
memberitahu jemaat Smirna bahwa mereka sedang dan akan meng­
alami situasi hidup yang sulit.
Aku tahu kesusahanmu dan kemiskinanmu-namun engkau kaya
dan fitnah mereka, yang menyebut dirinya orang Yahudi, tetapi yang
sebenarnya tidak demikian: sebaliknya mereka adalah jemaah Iblis.
Jangan takut terhadap apa yang harus engkau derita! Sesungguhnya
Iblis akan melemparkan beberapa orang dari antaramu ke dalam
penjara supaya kamu dicobai dan kamu akan beroleh kesusahan
selama sepuluh hari. Hendaklah engkau setia sampai mati,
dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan
(Wahyu 2:9-10).
Rasul Petrus menginformasikan kepada kita bahawa ketika
itu – orang-orang beriman kepada Yesus sangat menderita, bahkan
kalaupun mereka sudah berbuat baik; Tetapi jika kamu berbuat
baik dan karena itu kamu harus menderita, maka itu adalah kasih
karunia pada Allah (1 Petrus 2:20). Mereka menderita karena me-

Suara EL-Asah Tahun II No. 8


Mimbar El-Asah 

nyadang nama Kristen – peng­ikut


Yesus (1Petrus 4:16). Kemudian,
Rasul Paulus mengungkapkan
bahwa orang-orang beriman se-
lalu bergumul dengan segala peng­
hulu dan kekuatan gelap (Efesus
6:12). Sudah barang tentu bahwa
semua pergumulan itu menyebab-
kan orang-orang beriman meng­
alami kesusahan, penderitaan,
dan berbagai macam situasi hidup
yang sangat sulit. Sementara itu,
Rasul Yakobus – gembala jemaat di kota Yerusalem – mengatakan
bahwa orang-orang beriman akan jatuh ke dalam berbagai-bagai
pencobaan (Yakobus 1:2-4). Pencobaan-pencobaan yang dimaksud
Yakub adalah berbagai situasi sulit dan berat, yang sedang diha-
dapi jemaat ketika itu seperti: penganiayaan, penindasan, dan ber-
bagai perlakuan yang tidak adil.
Lalu dengan apa orang-orang beriman dapat bertahan serta
mampu melewati masa-masa yang sukar itu? Perikop pembacaan
kita tadi mengatakan bahwa mereka keluar dari kesusahan besar
oleh karena darah Yesus. Ungkapan ini menjelaskan bahwa peran
darah Yesus dalam hidup orang-orang beriman selama mengalami
masa kesusahan, selain membuat hidup mereka berkualitas, juga
memberi mereka kekuatan, daya tahan, dan kemampuan yang luar
biasa, sehingga mereka bisa tetap bertahan dan setia sampai mereka
keluar dari kesukaran besar.
Saudara-saudara sekalian! Saya ingin Anda mengetahui bahwa
Kitab Wahyu bersifat netral, artinya isinya tidak hanya menunjuk
pada peristiwa-peristiwa yang sudah terjadi, atau peristiwa-
peristiwa yang akan terjadi di kemudian hari, tetapi menunjuk
pada pengalaman hidup orang-orang beriman sepanjang sejarah.

Suara EL-Asah Tahun II No. 8


 Mimbar El-Asah

Kesusahan besar yang disebutkan di atas mengacu kepada seluruh


rangkaian penderitaan, kesusahan, pencobaan, dan berbagai-bagai
pengalaman pahit yang kita alami sepanjang kehidupan kekristenan
kita.
Saudara-saudara! Jika Anda pernah berhasil melewati ber­
bagai kesusahan, pencobaan dan penderitaan yang pernah me­
nerpa hidup Anda, jika Anda berhasil keluar dari berbagai-bagai
kesulitan hidup yang pernah mencengkram hidup Anda, dan jika
Anda masih bisa bertahan serta masih mampu menanggung ber-
bagai beban-beban hidup sampai pada hari ini, semua itu terjadi
hanya karena darah Yesus memberi kemampuan kepada Anda.
Dan jika besok lusa Anda menghadapi kesusahan, pencobaan, dan
harus menanggung lagi berbagai beban hidup yang berat, jangan
mengandalkan doa Anda atau pun doa seorang hamba Tuhan,
jangan mengandalkan iman Anda atau pun iman orang lain. Saya
sarankan Anda untuk mengandalkan hanya darah Yesus! Sekali
lagi, hanya darah Yesus…..

III. MEMPROTEKSI
Haleluya! Darah Yesus sungguh-sunguh ajaib! O haleluyah!
Darah Yesus mengandung kekuatan dan kuasa yang dahsyat.
Saudara-saudara sekalian! Darah Yesus tidak hanya mampu me-
ningkatkan kualitas hidup kita, juga tidak hanya sebatas memberi
daya tahan, tetapi lebih dari pada itu, darah Yesus juga mampu
memproteksi atau melindungi seluruh aspek dalam hidup kita.
Coba kita kembali melihat pembacaan kita tadi, yaitu ayat 14.
Disebutkan bahwa kumpulan orang banyak yang berjubah putih
itu keluar dari kesusahan besar. Ungkapan keluar dari kesusahan
besar menunjukkan bahwa kumpulan jemaat itu telah melewati
hari-hari yang dibayang-bayangi maut. Bahaya-bahaya maut itu
berupa: peperangan yang sangat sadis, kelaparan, bencana-bencana
alam, dan berbagai macam bala sampar (penyakit menular) yang
mematikan – silahkan Anda baca dan renungkan Wahyu 6:1-11.

Suara EL-Asah Tahun II No. 8


Mimbar El-Asah 

Dapatkah saudara membayangkan bagaimana mereka bisa


selamat melewati semua bahaya dan bencana maut itu? Apakah
Anda bisa membayangkan, dengan apa mereka melindungi diri
sehingga maut tidak merenggut nyawa mereka? Siapakah yang
cukup tangguh untuk melindungi selama mereka mengarungi
masa-masa kesusahan besar itu?
Sebaliknya, adakah sesuatu yang Anda bayangkan mungkin
lebih kuat, lebih besar, dan lebih menjamin melindungi selain
dari pada darah Yesus? Perhatikan pernyataan malaikat: mereka
keluar dari kesusahan besar dengan jubah-jubah yang dipercik
oleh Darah Anak Domba. Atau dengan pengertian lain, mereka
berhasil dan selamat melewati atau keluar dari kesusahan besar,
karena pada jubah mereka ada tanda-tanda Darah Anak Domba.
Darah Anak Domba itulah yang melindungi, yang memelihara,
yang membungkus, dan yang menyelamatkan mereka dari bahaya
maut.
Apakah saudara masih ingat peristiwa eksodus, atau
pembebasan Israel dari tanah Mesir? Penulis Kitab Keluaran
memberitahukan kepada kita bahwa pada malam sebelum bangsa
Israel keluar dari Mesir, ada sebuah bencana maut melanda Mesir,
sehingga semua anak sulung, mulai dari istana sampai rakyat jelata,
bahkan sampai anak-anak sulung hewan pun ditelan maut. Tetapi
rumah-rumah yang dipercik darah domba, diproteksi, dilindungi,
dan dipelihara sehingga maut tidak menyentuhnya – Keluaran
12:23.
Daud menggambarkan betapa dekatnya hidup kita pada
bahaya-bahaya maut:
Sesungguhnya gelora-gelora maut telah mengelilingi aku, banjir-
banjir jahanam telah menimpa aku, tali-tali dunia orang mati telah
membelit aku, perangkap-perangkap maut terpasang di depanku
– 2 Samuel 22:5-6.

Suara EL-Asah Tahun II No. 8


10 Mimbar El-Asah

Barangkali saat ini saudara sedang berada dalam situasi


terancam oleh bahaya-bahaya maut. Bahaya-bahaya itu bisa datang
dari orang-orang yang memusuhi saudara. Wajah -wajah maut bisa
muncul sewaktu-waktu dari kecelakaan, dari bencana-bencana
alam, dari bencana-bencana kelaparan. Ancaman-ancaman maut
bisa datang dari penyakit yang sedang mendera hidup Anda.
Kalau hidup Anda berada dalam situasi-situasi seperti ini,
izinkan saya mengatakan dengan tulus kepada Anda: Tanpa darah
Yesus, atau di luar darah Yesus, hidup Anda tidak punya harapan
dan tidak punya peluang lagi.
Dan jika Anda berpikir ada perlindungan lain, lalu Anda
mencari perlindungan itu di luar darah Yesus, maaf kalau saya
berkata dengan jujur, Anda pasti kehilangan hidup Anda. O kawan!
Jangan ambil resiko, hanya darah Yesus yang mampu memproteksi
hidup Anda.
Bapak, ibu, dan saudara-saudara sekalian! Saya akan
mengakhiri renungan Firman Tuhan ini. Tetapi izinkan saya untuk
mengulangi bahwa ada kuasa yang ajaib, kuasa yang dahsyat di
dalam darah Yesus. Dengan darah Yesus, hidupmu bisa berubah
menjadi hidup yang bermutu tinggi. Oleh darah Yesus, Anda
dapat memiliki daya tahan untuk menghadapi semua kesusahan.
Dan di dalam darah Yesus hidupmu akan aman terlindungi…..
Halleluya……
Kalau Anda tergerak untuk berdoa, coba Anda menyanyikan
lagu klasik ini: Ada kuasa dalam Darah-Nya……..

Suara EL-Asah Tahun II No. 8


Teologia 11

TEOLOGIA:

SOTERIOLOGI OLEH:
DR. S. TANDIASSA, M.A.

Bab VI
PROSES PENYELAMATAN

P
ada edisi yang no 7, telah dijelaskan proses penyelamatan dari sisi
Allah. Ada tiga hal yang telah Allah lakukan yaitu: memilih,
menentukan, dan mengadopsi. Pada edisi ini akan dijelaskan
proses penyelamatan dari sisi manusia:

DARI SISI MANUSIA


Karya keselamatan yang dikerjakan oleh Allah sesungguhnya
sudah selesai. Klimaks dari seluruh rencana dan karya tersebut
terjadi pada peristiwa salib. Kebenaran ini diungkapkan oleh Yesus

Suara EL-Asah Tahun II No. 8


12 Teologia

melalui sebuah pernyataan yang tegas dari kayu salib: “sudah


selesai” (Yohanes 19:30). Apa yang telah diselesaikan di bukit
Golgota tidak lain adalah seluruh rencana dan proses yang harus
dilakukan baik oleh Bapa maupun oleh Anak untuk merealisasikan
dan menerapkan keselamatan pada orang-orang berdosa. Dengan
pengertian lain, dari sisi Allah semua proses dan penyediaan sarana-
sarana penyelamatan sudah selesai dengan adanya peristiwa salib.
Akan tetapi penerapan keselamatan yang sudah dikerjakan
Allah melalui peristiwa penyaliban belum direalisasikan karena ke-
selamatan belum menjadi pengalaman dalam hidup manusia secara
eksistensial. Atau dengan pengertian lain, karya keselamatan yang
sudah selesai di kayu salib, tidak secara otomatis menyelamatkan
orang-orang berdosa atau tidak dengan sendirinya menerapkan ke-
selamatan dalam hidup manusia.
Penerapan anugerah keselamatan di dalam hidup manusia
masih membutuhkan proses dari sisi manusia. Sebagai penerima
anugerah keselamatan, orang-orang yang telah dipilih dan diten-
tukan, harus merespon anugerah keselamatan tersebut secara ak-
tif, dan menjalani ketentuan atau proses yang telah disediakan dan
ditetapkan oleh Allah.
Penting untuk digaris-bawahi di sini bahwa proses untuk
penerapan keselamatan yang dimaksud tidak berperan atau
berfungsi sebagai syarat untuk menerima keselamatan, melainkan
sebagai cara untuk menerima anugerah Allah itu. Sebab keselamatan
bersifat anugerah, dan bukan imbalan atas jasa dan usaha manusia
(Efesus 2: 8-9). Disebut anugerah karena keselamatan sudah
dikerjakan dan sudah tersedia dan manusia tinggal menerimanya.
Hanya saja, untuk menerima anugerah keselamatan tersebut,
diperlukan proses.
Selanjutnya, Alkitab menjelaskan beberapa tindakan yang
perlu dan harus dilakukan manusia sebagai proses dalam rangka
menerima anugerah keselamatan dari Allah.
Suara EL-Asah Tahun II No. 8
Teologia 13

1. Bertobat dan Percaya


Hal bertobat dan percaya merupakan tema sentral dalam
pewartaan Yesus, saat pertama kali tampil di depan umum untuk
memberitakan Injil (Markus 1:15). Tema tersebut dilanjutkan oleh
Rasul Paulus. Ia me­negaskan bahwa orang yang mau menerima
dan mengalami anugerah keselamatan dari Tuhan dituntut untuk
bertobat dan percaya atau beriman kepada Yesus (Kisah Para Rasul
20:21).
Bertobat merupakan tindakan
berbalik dari jalan hidup yang lama,
dari perilaku hidup yang berdosa untuk
mengarahkan diri kepada Tuhan dan
mengakui segala dosa dan kesalahan.
Barangkali contoh yang paling tepat dan
lengkap mengenai gambaran pertobatan
dapat dilihat pada penduduk Niniwe
yang bertobat setelah mendengarkan Firman Allah dari dan melalui
Nabi Yunus (Yunus 3:5-10). Mereka berbalik dari segala tingkah laku
yang jahat, lalu merendahkan diri dan mengakui semua dosa mereka.
Gambaran yang lain ditunjukkan oleh masyarakat Yerusalem yang
bertobat saat mendengar Injil dari Yohanes Pembaptis (Matius 3:5-
6). Selanjutnya, Yohanes Pembaptis menjelaskan bahwa orang yang
bertobat harus mengubah perilaku atau kebiasaan masa lalu yang
jahat (Lukas 3:10-14).
Sedangkan percaya atau beriman adalah sikap terbuka
untuk menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat,
dan percaya kepada Injil sebagai kebenaran Allah. Cerita tentang
Zakheus memberi contoh yang baik tentang menerima Yesus
untuk memperoleh keselamatan (Lukas 19:1-10). Di dalam Amanat
Agung, Yesus menyatakan bahwa orang yang percaya kepada Injil
akan diselamatkan (Markus 16:15). Rasul Paulus mengungkapkan

Suara EL-Asah Tahun II No. 8


14 Teologia

bahwa Injil adalah kebenaran Allah yang mampu menyelamatkan


setiap orang yang mengimaninya (Roma 1:19-17).
Dalam pengertian lain, bertobat adalah pembaharuan, per­
ubah­an perilaku hidup, sedangkan percaya adalah sikap keter­buka­
an kepada Tuhan. Rasul Paulus menyatakan bahwa orang-orang
yang beriman kepada Yesus ditandai dengan tindakan berbalik
arah, yaitu berbalik dari beribadah dan melayani dewa-dewi, un-
tuk beribadah dan melayani Allah yang hidup (1 Tesalonika 1:9).
Beberapa orang berusaha membuat urutan dalam proses
penerimaan keselamatan. Sebagian beranggapan bahwa berto-
bat dulu baru percaya, tetapi sebagian lagi beranggapan seba-
liknya, percaya dulu baru bertobat. Akan tetapi jika kita meli-
hat pengalaman orang-orang beriman di dalam Alkitab, sangat
sulit untuk membedakan mana yang terjadi lebih dahulu, ber-
tobat baru percaya, atau percaya baru bertobat. Namun yang
pasti bahwa orang yang bertobat dan yang percaya sudah ba-
rang tentu adalah orang yang telah mendengar dan menerima
Injil. Sehingga yang penting di dalam per­tobatan atau di dalam
beriman adalah Injil. Artinya, seseorang bertobat dan percaya ke-
pada Yesus karena mendengar Injil.

2. Percaya dan Dibaptis


Adalah Yesus yang memberi
amanat kepada murid-murid-
Nya untuk membaptis orang yang
menanggapi dan percaya pada berita
Injil (Markus 16:16). Jika percaya
adalah sikap keterbukaan hati untuk
menerima Yesus dan Injil, maka hal
dibaptis merupakan suatu bukti
yang kelihatan dari iman yang tidak
kelihatan, dan merupakan kesaksian

Suara EL-Asah Tahun II No. 8


Teologia 15

dari pertobatan atau berbalik kepada Tuhan (Matius 3:5-6). Iman


atau kepercayaan dalam hubungannya dengan konsep keselamatan,
perlu disertai dengan tindakan-tindakan nyata. Melalui tindakan-
tindakan nyata tersebut, salah satunya adalah memberi diri untuk
dibaptis, seseorang mengungkapkan respon imannya kepada
anugerah Allah, dan dengan demikian ia disebut sebagai orang
yang beriman. Yakobus menegaskan bahwa iman kepada anugerah
Allah harus disertai dengan tindakan-tindakan yang nyata, dan
tidak cukup hanya sebatas keyakinan batin (Yakobus 2:17,22,26).
Yohanes Pembaptis menyatakan dengan tegas bahwa
baptisan merupakan tanda dari pertobatan, atau bukti dari iman
(Matius 3:11). Atau dengan pengertian lain, baptisan tidak identik
dengan pertobatan, dan berbeda dari iman, akan tetapi tidak
dapat dipisahkan dari pertobatan dan dari iman atau keyakinan.
Sebaliknya, baptisan air – apapun bentuknya - tanpa iman atau
tanpa pertobatan, tidak memiliki nilai keselamatan, karena baptisan
bukan alat keselamatan, juga bukan sakramen pengampunan dosa
atau sakramen penyelamatan. Baptisan air baru memiliki nilai-nilai
keselamatan dan pengampunan jika didasarkan atas pertobatan dan
kepercayaan kepada Yesus atau Injil. Dan sesungguhnya prinsip
itulah yang termuat di dalam Amanat Agung; siapa yang percaya
dan dibaptis akan selamat (Markus 16:16).
Tegasnya, baptisan air hanya berfungsi sebagai kesaksian
bahwa seseorang telah bertobat dan beriman kepada Yesus. Baptisan
hanya berperan sebagai tanda, atau bukti yang kelihatan dari
pertobatan dan kepercayaan yang tidak kelihatan dari seseorang.
Meskipun demikian, tidak berarti bahwa baptisan tidak penting.
Justru penting karena merupakan bukti dari kepercayaan dan
pertobatan, serta menjadi wujud dari ketaatan kepada kebenaran
atau kepada kehendak Allah (Matius 3:15, 7:21).

16
David Hocking, 8
17
ibid

Suara EL-Asah Tahun II No. 8


16 Teologia

3. Percaya dan Mengaku


Mengakui sama dengan menyaksikan. Beriman atau
percaya kepada Yesus mengharuskan seseorang untuk membuat
pengakuan (Roma 10:9). Apa yang harus diakui atau disaksikan,
tidak lain adalah tentang apa yang sudah diimani atau yang sudah
dipercayai. Pengakuan atau kesaksian orang beriman dipandang
oleh Yesus sangat penting, sehingga Ia menuntut setiap orang yang
beriman supaya mengakui atau bersaksi di depan manusia tentang
Anak Manusia atau tentang Kristus.
Begitu pentingngnya pengakuan atau kesaksian iman itu
sehingga Yesus menjadikannya sebagai salah satu syarat bagi
seseorang untuk diterima di hadapan Bapa. Yesus mengatakan
bahwa siapa yang tidak malu mengakui Anak Manusia di depan
manusia, Yesus juga tidak akan malu mengakui orang tersebut
di depan Bapa dan para malaikat-Nya (Markus 8:38; Lukas 9:26).
Pengakuan merupakan suatu bukti dari kepercayaan seseorang
kepada Tuhan. Yakobus melihat bukti-bukti iman sebagai unsur
yang membuat iman menjadi efektif dalam menyelamatkan
(Yakobus 2:14-17).
Rasul Paulus mengatakan bahwa pengakuan iman terhadap
ketuhanan Yesus sangatlah penting karena Yesus telah ditinggikan
dan kepada-Nya telah diserahkan seluruh otoritas atas segala
makhluk, serta nama-Nya menjadi jaminan keselamatan bagi semua
orang yang mempercayai-Nya (Filipi 2:8-11). Nabi Yoel sudah
menegaskan sebelumnya bahwa barang siapa yang memanggil
nama-Nya akan diselamatkan (Yoel 2:32).
Dari penjelasan-penjelasan tersebut di atas terlihat secara
jelas semua proses yang harus dilalui orang-orang yang menerima
anugerah keselamatan dari Allah. Prinsip-prinsip beriman tersebut
sesungguhnya sudah diberlakukan sejak dari masa Perjanjian Lama,
atau jauh sebelum peristiwa salib. Penulis Surat Ibrani mencatat

Suara EL-Asah Tahun II No. 8


Teologia 17

nama orang-orang yang mendapatkan anugerah keselamatan


melalui iman, mulai dari Habel, generasi kedua dari manusia
pertama, sampai kepada orang-orang beriman di masa sesudah
Perjanjian Baru (Ibrani 11). Akan tetapi iman yang dimaksud
Alkitab, bukan hanya sekedar keyakinan batin yang bersifat mistis,
melainkan suatu bentuk iman atau kepercayaan yang ditandai atau
disertai dengan tindakan atau respon aktif seperti; bertobat, dibaptis,
mengakui, dan tindakan-tindakan lain yang belum sempat tercatat
di sini. Semua tindakan dan respon tersebut merupakan ekspresi
langsung dari iman yang tidak kelihatan, ekspresi yang membuat
iman menjadi hidup, efektif, dan menyelamatkan.
Sejarah keselamatan menunjukkan bahwa cara Allah memberi
wahyu penyelamatan kepada manusia memang berbeda-beda di
dalam setiap zaman. Wahyu penyelamatan kepada Nuh berbeda
dari wahyu penyelamatan bagi Israel, dan wahyu penyelamatan
yang diberikan kepada Israel berbeda dari yang diberikan kepada
gereja. Walaupun demikian, tuntutan Allah kepada manusia
sepanjang zaman untuk merespon anugerah keselamatan tetap
sama yaitu beriman atau percaya. Kebenaran Allah mengenai
beriman, bersifat konsisten, atau sama baik dalam Perjanjian Lama
maupun di dalam Perjanjian Baru. Atas dasar itulah, penulis Surat
Ibrani menekankan bahwa tanpa iman, tidak ada seorang pun yang
berkenan kepada Allah (Ibrani 11:6).
(bersambung ke edisi mendatang)

Suara EL-Asah Tahun II No. 8


18 Leadership

Pemimpin Kristen

DR. S. TANDIASSA M.A

Para Pemimpin dalam Alkitab, dipersiapkan

D i dalam Suara El-Asah Edisi no. 6, penulis telah menampilkan dua


pemimpin dari Perjanjian Lama yang harus melalui proses per-
siapan, atau pembekalan diri sebelum Tuhan mengangkat mereka
menjadi pemimpin umat. Kedua pemimpin yang dimaksud adalah
Musa dan Daud. Keduanya menjadi pemimpin bangsa Israel dalam
kurun waktu yang cukup lama, yaitu masing-masing 40 tahun. Se-
lanjutnya di dalam edisi ini, penulis akan menampilkan dua figur
pemimpin dari Perjanjian Baru yang juga harus melalui proses per-
siapan-persiapan atau pembekalan diri sebelum keduanya tampil
sebagai pemimpin umat.
Catatan:
Harap diperhatikan bahwa dalam menganalisa kedua tokoh Perjan-
jian baru tersebut, penulis menggunakan prinsip-prinsip tinjauan
ilmiah secara murni.

YESUS
Para penulis Perjanjian Baru menyebut Yesus sebagai seorang
pemimpin. Matius menyebut-Nya sebagai Pemimpin yang akan
menggembalakan umat Allah (Matius 2:6), sementara Petrus
menyebut-Nya sebagai pemimpin kepada hidup atau pemimpin
dan Juruselamat (Kisah Para Rasul 3:15; 5:31). Dalam pengertian

Suara EL-Asah Tahun II No. 8


Leadership 19

lain, dilihat dalam perspektif iman, Yesus adalah Tuhan dan


Juruselamat, tetapi dari perspektif ilmu kepemimpinan, Yesus
adalah seorang pemimpin atau seorang manajer. Bila dilihat dari
perspektif leadership, Yesus adalah seorang pemimpin yang paling
efektif. Akan tetapi perlu diingat bahwa sebelum Yesus tampil
sebagai pemimpin yang efektif, terlebih dahulu Ia melewati suatu
jangka waktu yang relatif lama untuk mempersiapkan diri-Nya.
Mengenai masa persiapan Yesus tersebut, Bob Briner menjelaskan
demikian:
Dalam pengertian kosmis, persiapan Yesus tanpa awal. Per­siapan-
Nya adalah selamanya. Bahkan dalam pengertian duniawi, Yesus
mempersiapkan diri selama tiga puluh tahun sebelum memulai
melaksanakan rencananya.1
Setelah melewati masa persiapan selama tiga puluh tahun,
ke­mudian Yesus tampil sebagai pemimpin umat, Yesus juga meng-
gunakan waktu lebih dari tiga tahun untuk mempersiapkan dan
melatih murid-murid-Nya melalui berbagai macam proses dan cara
untuk menjadi pemimpin-pemimpin gereja. Pertama-tama, proses
atau bentuk persiapan dan pelatihan yang dilakukan Yesus terha-
dap murid-murid-Nya, adalah bersifat formal yaitu dalam bentuk
pengajaran. Mengenai persiapan dan pelatihan dalam bentuk peng­
ajaran tersebut, dijelaskan oleh Gottfried Osei-Mensah demikian:
‘Yesus mengajar murid-murid-Nya kepemimpinan yang bagaimana
yang harus menjadi ciri mereka kelak kalau mereka menjadi
pemimpin’. 2
Yesus menjelaskan konsep kepemimpinan-Nya melalui
khotbah-khotbah dan pengajaran-Nya, misalnya; Ia mengajarkan
kepada mereka bahwa orang yang mau menjadi pemimpin, terlebih
dahulu ia harus menjadi pelayan.

Bob Briner, Metode Manajemen Yesus (Jakarta: Professional Books, 1977), 13.
1

G. O. Mensah, 9.
2

Suara EL-Asah Tahun II No. 8


20 Leadership

‘Tetapi kamu tidaklah demikian, melainkan yang terbesar di antara


kamu hendaklah menjadi sebagai yang paling muda dan pemimpin
sebagai pelayan’. 3
Selanjutnya, Yesus mengajar murid-murid-Nya tentang
bagaimana menjalankan tugas-tugas memimpin. Ia memberi
mereka contoh yang praktis, yaitu membasuh kaki murid-murid-
Nya, dan melalui contoh dan cara
itu Ia mengajarkan kepada mereka
bagaimana sepatutnya seorang
pemimpin bersikap terhadap
bawahannya.
Jadi jikalau Aku membasuh
kakimu, Aku yang adalah Tuhan
dan Gurumu, maka kamu pun
wajib saling membasuh kakimu;
sebab Aku telah memberikan
suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama
seperti yang telah Kuperbuat kepadamu. 4
Melalui pembasuhan kaki tersebut Yesus mengajarkan ten-
tang nilai-nilai dan prinsip-prinsip kepemimpinan, yaitu bahwa
menjadi pemimpin mengandung konsekuensi melayani, atau dalam
pengertian lain, jabatan kepemimpinan adalah jabatan pelayanan,
sehingga memimpin berarti melayani. Gottfried Osei-Mensah
menjelaskan pembasuhan kaki yang dilakukan oleh Yesus dalam
hubungannya dengan jabatan kepemimpinan demikian:
Ketika Yesus membasuh kaki para murid, Ia gamblang menunjukkan
prinsip bahwa pelayanan dengan rendah hati sekali-kali tidak bertentang­
an dengan harkat martabat suatu jabatan. Dan melalui perbuatan-Nya

3
Lukas 22:26.
4
Yohanes 11:14-15

Suara EL-Asah Tahun II No. 8


Leadership 21

itu, Ia juga menunjukkan peranan yang diperuntukkan Tuhan bagi kita


dalam gereja. 5
Laurie Beth Jones, dalam bukunya ‘Jesus, Chief Executive
Officer’ melihat posisi Yesus sebagai manajer dan murid-murid-
Nya sebagai staf. Menurut Jones, sebagai Chief Executive Officer,
Yesus mempersiapkan murid-murid-Nya untuk menggantikan-
Nya di kemudian hari. Jones menjelaskan hal ini demikian:
Yesus adalah CEO yang dengan penuh semangat mempekerjakan
orang-orang yang Ia rasakan akan mampu menggantikan-Nya
kelak. “Kamu akan mengerjakan hal-hal yang lebih besar dari
yang Kukerjakan,” janji-Nya. Yesus tidak menguasai sendiri
kekuasaan dan jabatan-Nya. Ia terus mengajar dan berbagi dan
mendemonstrasikan kekuasaan-Nya sedemikian rupa agar tim bisa
mempelajarinya, sehingga merekapun memiliki kekuasaan untuk
melakukan apa yang Ia kerjakan. 6
Dalam kaitannya dengan mengajar untuk melatih dan mem-
persiapkan murid-murid-Nya menjadi pemimpin-pemimpin di
kemudian hari, Jones mengartikan masa pelayanan Yesus di bumi
bersama murid-murid-Nya sebagai masa pelaksanaan dan pelatih­
an. Jones menguraikan demikian:
Barangkali tindakan beriman terbesar yang dilakukan Yesus
bukannya mendatangi bumi ini, melainkan meninggalkannya. Setelah
melakukan persiapan selama umur hidup, dan masa pelaksanaan
dan pelatihan yang hanya tiga tahun, Ia harus mengamati misi-Nya,
dan kemudian memutuskan untuk meninggalkannya, “Selesai”,
katanya sambil menghembuskan nafas terakhir. 7
Sistem pelatihan kepemimpinan yang dilakukan oleh Yesus
sangat efektif untuk menanamkan prinsip-prisip kepemimpinan,

5
G. O. Mensah, 10.
6
Laurie Beth Jones, Yesus Chief Executive Officer (Jakarta: Mitra Utama, 1997), 140.
7
Laurie Beth Jones, 145.

Suara EL-Asah Tahun II No. 8


22 Leadership

dan berhasil membawa perubahan-perubahan nyata khususnya


dalam lingkup murid-murid. Perubahan tersebut dimulai dari
perubahan pola berpikir sampai kepada pola pelayanan. Kemudian,
perubahan itu juga berlanjut kepada jemaat yang merupakan
hasil dari pelayanan para murid. Bill Perkins menyatakan bahwa
pelatihan Yesus mempengaruhi hidup milyaran manusia selama
dua puluh abad.
Hanya dalam waktu tiga setengah tahun Yesus berhasil membangun
gerakan yang berlangsung dua puluh abad dan menginspirasi
miliaran orang. Ia melakukan hal ini tanpa harus beranjak jauh dari
tempat tinggalnya, menulis buku, memimpin pasukan perang atau
memimpin markas politik. 8
Keberhasilan pelatihan Yesus tentu saja tidak boleh dilihat
hanya dari sisi pesona dan otoritas yang melekat pada diri Yesus,
bahwa karena Dia bersifat Ilahi maka otomatis konsep-konsep atau
pelajaran-Nya mengenai kepemimpinan yang disampaikan-Nya
berhasil. Penulis Injil Yohanes melaporkan secara jujur bahwa ada
sebagian pengajaran Yesus yang ditolak oleh sebagian murid-murid-
Nya karena sukar untuk diterima secara logika. Reaksi penolakan
terhadap pengajaran Yesus tersebut ditunjukkan mereka dengan
cara mereka meninggalkan Yesus. Yohanes melaporkan peristiwa
tersebut demikian:
Sesudah mendengar semuanya itu banyak dari murid-murid
Yesus yang berkata: “Perkataan ini keras, siapakah yang sanggup
mendengarkannya?” Yesus yang di dalam hati-Nya tahu, bahwa
murid-murid-Nya bersungut-sungut tentang hal itu, berkata kepada
mereka: “Adakah perkataan itu menggoncangkan imanmu? Dan
bagaimanakah, jikalau kamu melihat Anak Manusia naik ke tempat
di mana Ia sebelumnya berada? Rohlah yang memberi hidup, daging
sama sekali tidak berguna. Perkataan-perkataan yang Kukatakan
8
Bill Perkins, Membangkitkan Kepemimpinan dalam Diri Anda
(Batam: Interaksara, 2005), 11.

Suara EL-Asah Tahun II No. 8


Leadership 23

kepadamu adalah roh dan hidup. Tetapi di antaramu ada yang tidak
percaya.” Sebab Yesus tahu dari semula, siapa yang tidak percaya
dan siapa yang akan menyerahkan Dia. Lalu Ia berkata: “Sebab itu
telah Kukatakan kepadamu: Tidak ada seorang pun dapat datang
kepada-Ku, kalau Bapa tidak mengaruniakannya kepadanya.”Mulai
dari waktu itu banyak murid-murid-Nya mengundurkan diri dan tidak
lagi mengikut Dia. 9
Tanpa mengurangi pengakuan akan peran otoritas Ilahi yang
melekat pada diri Yesus, kita juga harus jujur mengakui bahwa pola
atau sistem pelatihan yang diterapkan Yesus, yaitu memberi teladan,
dan bukan hanya memberi konsep atau teori, juga merupakan
salah satu kunci keberhasilan-Nya dalam mempersiapkan dan
memperlengkapi para penerus pelayanan-Nya di bumi ini. Bill
Perkins mengakui prinsip ini dengan mengatakan:
Bagaimana seorang pribadi bisa sedemikian mempengaruhi dunia?
Ia melakukan-Nya dengan melatih secara langsung setiap orang
dan menggunakan teknik-teknik yang bisa kita pelajari, latih, dan
pada akhirnya kita kuasai. Starategi-Nya bukanlah merupakan hasil
dari keberuntungan lempar dadu tetapi dari sebuah rencana yang
dipikirkan dengan baik oleh seorang manusia yang memiliki karakter
kuat dan keterampilan kepemimpinan yang terasah dengan baik. 10
Sesungguhnya Yesus adalah Tuhan, yang oleh sifat
kemahakuasaan-Nya, Ia dapat mengangkat siapa saja yang Dia
kehendaki untuk menjadi pemimpin, lalu memperlengkapi
secara langsung dengan kemampuan-kemampuan Ilahi tanpa
harus bersusah payah melatih mereka terlebih dahulu. Namun
kenyataannya Yesus justru menekankan pentingnya suatu
proses pembelajaran atau pelatihan bagi murid-muri-Nya. Yesus
menggunakan waktu tiga setengah tahun untuk mengajar dan

9 Yohanes 6:10-66
10 Bill Perkins, 11.

Suara EL-Asah Tahun II No. 8


24 Leadership

melatih murid-murid-Nya dengan menggunakan dua pola yaitu


memaparkan konsep atau pengajaran dan memberikan contoh
dengan cara mempraktikkan konsep atau pengajaran yang telah
diberikan sebelumnya.
PAULUS
Rasul Paulus, dalam kapasitasnya sebagai gembala senior,
mengangkat dan menempatkan gembala-gembala sebagai
pemimpin-pemimpin di jemaat-jemaat lokal. Tetapi sebelum ia
memberi mereka tanggung jawab untuk memimpin jemaat lokal,
terlebih dahulu ia mempersiapkan dan memperlengkapi serta
melatih mereka. Gottfried Osei-Mensah berpendapat, Paulus adalah
pemimpin teladan dalam hal melatih pemimpin-pemimpin muda.
Rasul Paulus adalah teladan yang baik dari seorang pemimpin
yang, sambil melayani dengan rendah hati, terus-menerus membina
pemimpin-pemimpin baru yang lebih muda. Surat-suratnya penuh
dengan hunjukan kepada mereka yang disebutnya ‘teman sekerjaku’,
‘teman sepelayananku’ dan teman prajuritku’. 11
Bentuk atau metode pelatihan yang
digunakan Paulus mirip dengan yang di-
gunakan oleh Yesus, yaitu melalui peng­
ajaran formal dan melalui pengalaman-
pengalaman praktis dan keteladanan.
Di dalam suratnya kepada Timotius
mengenai petunjuk pelaksanaan peng­
angkatan pemimpin-pemimpin jemaat,
terdapat kesan mengenai adanya proses
persiapan atau pembelajaran sebelum se­
seorang diangkat menjadi penilik jemaat atau diaken. Beberapa
pernyataan di antaranya dapat dikemukakan di sini yaitu; untuk
posisi sebagai penilik jemaat Paulus mensyaratkan demikian:
11
G. O. Mensah, 77.

Suara EL-Asah Tahun II No. 8


Leadership 25

Jikalau seorang tidak tahu mengepalai keluarganya sendiri,


bagaimanakah ia dapat mengurus jemaat Allah? Janganlah ia
seorang yang baru bertobat, agar jangan ia menjadi sombong dan
kena hukuman Iblis. Hendaklah ia juga mempunyai nama baik di
luar jemaat, agar jangan ia digugat orang dan jatuh ke dalam jerat
Iblis. 12
Untuk para diaken rasul Paulus membuat ketetapan sebagai
berikut:
Demikian juga diaken-diaken haruslah orang terhormat, jangan
bercabang lidah, jangan penggemar anggur, jangan serakah,
melainkan orang yang memelihara rahasia iman dalam hati nurani
yang suci. Mereka juga harus diuji dahulu, baru ditetapkan dalam
pelayanan itu setelah ternyata mereka tak bercacat. 13
Para pemimpin jemaat lokal harus diuji lebih dahulu sebelum
mereka dilantik sebagai penilik jemaat atau sebagai diaken. Mereka
harus memiliki kemampuan dalam mengepalai atau memimpin
rumah tangganya, dan harus memiliki kemampuan dalam
mengelola atau memimpin diri sendiri. Jika ada proses pengujian,
itu berarti ada proses pembelajaran atau persiapan sebelumnya.
Artinya, Paulus mengharuskan adanya suatu proses
pembekalan, pembelajaran, atau pelatihan sebagai persiapan,
sebelum seseorang melakukan tugas-tugas kepemimpinan dalam
jemaat. Warren W. Wiersbe dan Howard F. Sugden mengungkapkan
secara tepat asumsi adanya pelatihan ini dengan menggunakan
istilah pemuridan:
Rasul Paulus dan rekannya yang muda, Timotius, menggunakan
proses pemuridan yang mirip dengan sistem magang (2 Timotius
2:2). Sistem itu masih tetap berguna hingga kini. Pilihlah seorang

12
I Timotius 3:5-7
13
I Timotius 3:8-10.

Suara EL-Asah Tahun II No. 8


26 Leadership

pemuda dari para anggota gereja, dan ajaklah dia terjun ke dalam
kehidupan dan pelayanan Saudara. Binalah dia dengan cara
pemuridan. Jika ia sudah mahir, ia pun akan dapat membina orang
lain. 14
Selanjutnya, Warren W. Wiersbe dan Howard, F. Sugden
menjelaskan bahwa mewartakan firman Allah dengan setia
adalah salah satu cara untuk memperlengkapi pemimpin jemaat.
Pada waktu menjawab sebuah pertanyaan tentang bagaimana
menemukan dan menatar calon-calon pemimpin gereja, Warren W.
Wiersbe dan Howard F. Sugden menjawab demikian:
Mula-mula sampaikanlah firman Allah dengan setia. Firman Allah
itulah yang memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan
pelayanan (Efesus 4:11-12), sehingga mereka “diperlengkapi
untuk setiap perbuatan baik” (2 Timotius 3:16-17). Firman Allah
yang disampaikan dengan setia itupun akan menyisihkan anggota-
anggota gereja yang tidak bersungguh-sungguh, yang hanya mau
bermalas-malasan saja. 15
Rasul Paulus juga mempersiapkan dan melengkapi para calon
pemimpin jemaat dengan cara memberi keteladan dari hidupnya
sendiri sebagai pemimpin. Ia menasehati mereka supaya belajar
dan mengikuti jejak dan cara hidupnya. David Hocking merujuk
secara khusus pada nasehat kepada pemimpin-pemimpin jemaat
di Efesus sebagai salah satu contoh teladan kepemimpinan Rasul
Paulus. Dijelaskan demikian:
Sebuah contoh klasik nasihat Paulus kepada para pemimpin dapat
ditemukan di dalam Kisah Pada Rasul 20. Ia memanggil para
penatua gereja di Efesus untuk bertemu dengan dia di sebuah
tempat di Miletus. Dalam pembicaraan yang menarik itu, ia selalu

14
Warren W. Wiersbe & Howard F. Sugden, Memimpin Gereja Secara Mantap (Bandung:
Lembaga Literatur Baptis, 2003), 61.
15
Warren W. Wiersbe & Howard F. Sugden, 60.

Suara EL-Asah Tahun II No. 8


Leadership 27

mengingatkan mereka tentang contoh kepemimpinannya sendiri.


Ia menginginkan mereka supaya mengikuti jejak-jejaknya, supaya
melakukan dan hidup seperti yang telah dicontohkannya di tengah
mereka. Itulah rahasia kepemimpianan yang baik, mengilhami orang
lain supaya mengikuti contoh Anda. 16
Mempersiapkan dan melatih para calon pemimpin jemaat
dengan cara memberikan keteladanan atau contoh-contoh secara
konkrit, merupakan bagian terpenting dalam program persiapan
bagi para pemimpin jemaat yang dilakukan oleh Rasul Paulus.
Dengan mengacu kepada Surat Paulus untuk jemaat di Filipi, David
Hocking menjelaskan pentingnya prinsip keteladanan dalam pola
pelatihan kepemimpinan Paulus;
Rasul Paulus menyadari pentingnya keteladanan pemimpin. Ia
mengatakan, “Dan apa yang telah kamu pelajari dan apa yang
telah kamu terima, dan apa yang telah kamu dengar dan apa yang
telah kamu lihat padaku, lakukanlah itu. Maka Allah sumber damai
sejahtera akan menyertai kamu” (Filipi.4:9). Dan dalam Surat Ibrani
3:7, ditulis: “Ingatlah akan pemimpin-pemimpin kamu, yang telah
menyampaikan firman Allah kepadamu. Perhatikanlah akhir hidup
mereka dan contohlah iman mereka”. 17
Rasul Paulus tidak hanya sebatas menyadari pentingnya
membina dan mempersiapkan pemimpin-pemimpin yang akan
membantunya, tetapi juga mendesak anak binaannya untuk juga
melakukan pembinaan atau pelatihan kepada orang lain. Tentu
dengan pertimbangan agar proses peralihan kepemimpinan jemaat
dari satu periode ke periode berikutnya tidak terkendala hanya
oleh karena tidak adanya pemimpin yang dipersiapkan.
Menurut Gottfried Osei-Mensah, Rasul Paulus menulis surat
kepada Timotius untuk menyuruh dia mengkuti pola Paulus dalam

Suara EL-Asah Tahun II No. 8


28 Leadership

membina dan mempersiapkan pemimpin-pemimpin baru. Hal ini


dijelaskan secara terperinci demikian:
Di kemudian hari Paulus dapat menulis kepada Timotius, ‘Engkau
telah mengikuti ajaranku, cara hidupku, pendirianku, imanku,
kesabaranku, kasihku dan ketekunanku. Apa yang telah engkau
dengar daripadaku di depan banyak saksi, percayakanlah itu kepada
orang-orang yang dapat dipercaya, yang juga cakap mengajar orang
lain, (2 Tim.3:10;2:2). Bagi Paulus begitulah caranya melatih calon-
calon pemimpin untuk gereja Yesus Kristus.Pemimpin-pemimpin
yang berpengalaman melakukan pengkaderan atas mereka yang
lebih muda, dengan cara membangkitkan semangat mereka,
mempercayakan kepada mereka tanggung jawab, memberikan
penyuluhan kepada mereka, mengunjungi mereka, dan menyurati
mereka. 18
Baik Tuhan Yesus maupun Rasul Paulus, sama-sama melaku-
kan program pelatihan dengan cara memaparkan konsep kepe-
mimpinan dan memberikan keteladanan dari cara hidup mas-
ing-masing. Keduanya juga menganjurkan kepada para pengikut
mereka untuk mengikuti jejak dan contoh kepemimpinan mereka.
Dari penelusuran Alkitab tersebut di atas, muncul fakta dan
contoh yang menunjukkan adanya berbagai proses persiapan dan
pelatihan yang harus dilalui sebelum seseorang menjadi pemimpin.
Bentuk-bentuk proses tersebut sangat bervariasi seperti; pendidikan
formal, pendidikan praktikal yaitu; pengalaman berbagai situasi
dan kondisi serta peristiwa, dan belajar dari pola kepemimpinan
orang lain.
Apapun bentuk dan metodenya, tetapi pada prinsipnya semua
proses tersebut mengandung tujuan serta makna yang sama yaitu
untuk mempersiapkan, melatih, dan membekali yang bersangkutan
menjadi pemimpin umat Allah yang berkualitas. Selain dari pada

18
Gottfried Osei-Mensah, 78

Suara EL-Asah Tahun II No. 8


Leadership 29

itu, penjelasan Alkitab tersebut di atas juga menunjukkan bahwa


Alkitab mengajarkan dan memberikan contoh-contoh historis
tentang adanya serta pentingnya proses persiapan, proses pelatihan,
atau proses pendidikan dan pembekalan bagi para calon pemimpin
umat Allah, bahkan ketika mereka sudah dalam posisi sebagai
pemimpin.

KESIMPULAN
Berangkat dari penjelasan-penjelasan di atas, baik yang
berdasarkan Alkitab maupun yang berupa kajian-kajian ilmiah, kita
menemukan fakta-fakta yang berbentuk konsep yang menunjukkan
adanya hubungan yang sangat erat antara keberhasilan dalam
kepemimpinan dengan proses pelatihan atau pendidikan. Dan
idealnya konsep tersebut menjadi suatu prinsip yang diberlakukan
di dalam semua bidang kepemimpinan, baik kepemimpinan
spiritual, maupun dalam kepemimpinan sekuler. Atau dengan
pengertian lain, pernyataan dan prinsip bahwa pelatihan,
pendidikan, persiapan, dan pembekalan diri adalah unsur yang
sangat menentukan keberhasilan bagi seorang pemimpin, tidak
hanya bersifat asumsi, juga tidak sekedar hipotesa ilmiah, tetapi
sudah merupakan pengalaman empiris dan fakta historis sepanjang
sejarah kepemimpinan
Seseorang atau beberapa orang mungkin saja bisa atau
berhasil meraih posisi kepemimpinan dalam sebuah organisasi
tanpa melalui proses persiapan atau pembekalan diri, dan memang
ada banyak pemimpin yang demikian. Akan tetapi ada banyak
fakta yang menunjukkan bahwa seseorang yang menjadi pemimpin
tanpa didukung oleh pengetahuan tentang leadership dan
manejemen, biasanya – dan pada umumnya demikian – cenderung
bersifat otoriter, diktator, memaksakan kehendak, dan sulit untuk
menerima pendapat orang lain. Dan karena kurang atau tidak
memiliki pengetahuan ideal tentang teknik-teknik memimpin dan
metode-metode solusi dalam masalah-masalah yang muncul, maka

Suara EL-Asah Tahun II No. 8


30 Leadership

pemimpin yang demikian pada umumnya akan menggunakan


kekuasaan dan jabatannya dangan sewenang-wenang. Pemimpin
tanpa pembekalan pengetahuan pada umumnya menjadikan jabatan
dan otoritasnya sebagai alat untuk mengintimidasi bawahannya.
Akibatnya, bawahan melakukan perintah atau instruksi dalam
keadaan terpaksa, yaitu hanya karena merasa takut untuk disanksi.
Secara ekstrim dapat dikatakan bahwa pemimpin yang demikian
lebih tepat disebut sebagai penjajah dan bukan pemimpin.
Akan sangat berbeda dalam banyak aspek, jika seseorang
menjadi pemimpin karena ia memang telah mempersiapkan atau
membekali diri dengan pengetahuan tentang berbagai ilmu, konsep,
metode, atau karakteristik kepemimpinan. Pemimpin-pemimpin
yang dipersiapkan pada umumnya akan memimpin dengan ber-
orientasi pada manusia, artinya, ia lebih mengutamakan kebutuhan
atau kesejahteraan bawahannya atau umatnya dari pada kebutuhan
dirinya sendiri. Ia akan mengukur keberhasilan kepemimpinannya
bukan dari seberapa besar keuntungan atau hasil yang dia capai
untuk dirinya, tetapi seberapa banyak manfaat, keuntungan yang
diperoleh atau dinikmati orang lain (umat) melalui kepemimpin­
annya. Singkatnya, pemimpin yang dipersiapkan biasanya tidak
berorientasi pada dirinya, tetapi pada orang-orang yang dipimpin-
nya.
Perhatikanlah prinsip dan komitmen kepemimpinan Musa
ketika umatnya sedang mengalami situasi yang sulit. Ia rela
kehilangan hak dan posisi di dalam surga demi membela dan
memperjuangkan keselamatan dan kesejahteraan Israel:
Lalu kembalilah Musa menghadap TUHAN dan berkata: “Ah, bangsa
ini telah berbuat dosa besar, sebab mereka telah membuat allah
emas bagi mereka. Tetapi sekarang, kiranya Engkau mengampuni
dosa mereka itu--dan jika tidak, hapuskanlah kiranya namaku dari
dalam kitab yang telah Kautulis.” ( Keluaran 32:31-32)

Suara EL-Asah Tahun II No. 8


Leadership 31

Paulus rela melepaskan keselamatannya, terbuang, dan


bahkan terkutuk jika hal itu bisa menyelamatkan bangsanya:
Aku mengatakan kebenaran dalam Kristus, aku tidak berdusta.
Suara hatiku turut bersaksi dalam Roh Kudus, bahwa aku sangat
berdukacita dan selalu bersedih hati. Bahkan, aku mau terkutuk dan
terpisah dari Kristus demi saudara-saudaraku, kaum sebangsaku
secara jasmani (Roma 9:1-3)
Singkatnya, pemimpin yang memiliki pengetahuan yang
memadai tentang kepemimpinan, akan mengelola organisasi, dan
menjalankan kepemimpinan bukan untuk kepentingan dirinya
– mendapatkan keuntungan-keuntungan pribadi – juga bukan un-
tuk membangun kekuatan demi mempertahankan posisinya, tetapi
sebagai suatu pengabdian dan pelayanan untuk meningkatkan ke-
sejahteraan dan mangangkat nilai martabat umat atau bawahan.
Secara khusus dalam hal ini, para pemimpin Kristen seharusnya
sudah menyadari bahwa ketika ia menjadi pemimpin, ia juga siap
untuk berkorban dan membayar harganya, persis sama seperti
yang dikatakan dan dilakukan oleh Yesus:
Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan
untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan
bagi banyak orang. (Markus 10:45)
Ingat : Tidak ada jalan pintas! Persiapkan diri anda dari se­
karang! Gagal mempersiapkan diri adalah persiapan
untuk kegagalan yang lebih besar.
Renungkan : Begitu anda berhenti belajar, Anda tidak lagi me-
mimpin (John Maxwell)

(Bersambung ke edisi mendatang)

Suara EL-Asah Tahun II No. 8


32 Tips untuk Pelayanan Anda

MENJENGUK SESEORANG
DI RUMAH SAKIT

A
nda berencana menjenguk
seorang teman di rumah sakit.
Sesudah terjebak ke­
macetan, membeli rangkaian bunga,
dan bergegas menuju elevator, akhir­
nya Anda menemukan ruangan teman
Anda itu…’ namun ternyata si pasien
sudah tidak ada lagi di situ. Apa yang
akan Anda lakukan? Bob Treichler,
yang telah 22 tahun menjabat sebagai
Direktur Unit Sosial Klinik di Rumah
Sakit Rhode Island, memberikan beberapa tips sederhana namun
berguna untuk kita perhatikan. Pertama-tama. Teleponlah orang
yang akan dijenguk atau pihak rumah sakit. Mungkin hal ini biasa
kita lakukan bila kita hendak berkunjung ke rumah seseorang, na-
mun seringkali kita abaikan bila kita ingin menjenguk seseorang di
rumah sakit
Bila Anda menelepon, selain memberikan kepastian kepada
Anda, juga hal itu akan memberikan “kekuatan baru” kepada si
pasien, yang mungkin merasa terlalu lemah atau lelah di hari
itu. Atau mungkin mereka tidak tahu berapa lama mereka harus
dirawat di rumah sakit, maka Anda pun tidak akan melewati
waktu dengan sia-sia. Hal lain mengapa penting bagi Anda untuk
menelepon terlebih dahulu, adalah untuk menyiapkan si pasien

Suara EL-Asah Tahun II No. 8


Tips untuk Pelayanan Anda 33

dalam menyambut Anda, mungkin dengan mengenakan mantel


hangat, atau sekedar selimut.
Dan berikut ini sesuatu yang tidak pernah terpikir oleh
kebanyakan orang. Bila Anda tiba di rumah sakit, datangilah
sebentar ruang informasi. Staf medis biasanya tahu kapan pasien
boleh dikunjungi, kapan ia tidur, atau kapan akan dilakukan terapi.
Mungkin Anda akan mendapati teman Anda itu tertidur, jangan
ganggu dia! Ini adalah rumah sakit, bukan hotel, dan orang dibawa
ke situ untuk disembuhkan dan beristirahat. Tinggalkanlah catatan
yang memberitahukan bahwa tadi Anda ada di situ (baik ketika
ia sedang tertidur ataupun ketika sedang menjalani cek medis).
Jangan lupa tuliskan juga kata-kata yang hangat misalnya, “Aku
akan terus mendoakanmu.”
Dr. Bob juga memberikan jawaban praktis untuk pertanyaan-
pertanyaan lain yang seringkali kita tanyakan.
 Bila pintu tertutup, apakah saya boleh masuk?
Periksalah tanda “Jam Kunjungan”. Jika waktu kunjungan tidak
dibatasi, ketuklah pintu dan tunggulah si pasien untuk memper-
silakan Anda masuk. Bila kebiasaan ini berlaku di tempat lain,
tentu juga berlaku di rumah sakit.
 Berapa lama saya boleh berada di kamar pasien?
Tergantung pada situasi dan hubungan. Namun pada umumnya,
waktu yang disediakan singkat saja. Sayangnya, banyak pasien
merasa bahwa mereka harus memberikan yang terbaik kepada
orang-orang yang mengunjungi mereka. Jadi, sebaiknya Anda
sudah membuat rencana untuk berada di situ hanya beberapa
menit, kecuali si pasien memaksa Anda untuk tinggal. Kemu-
dian perhatikan juga tanda kepenatan dari wajah si pasien. Bila
Anda melihat tanda itu, itu artinya Anda harus segera permisi
pulang.

Suara EL-Asah Tahun II No. 8


34 Tips untuk Pelayanan Anda

 Di mana sebaiknya saya duduk bila tidak tersedia kursi?


Bila kamar si pasien memiliki bangku ekstra, Anda dapat memin-
jamnya untuk sementara waktu. Tetapi jangan lupa mengemba-
likan setelah Anda selesai, atau bila ada tamu lain. Satu hal yang
perlu diingat: jangan duduk di tempat tidur pasien.
 Bagaimana bila ada yang menelepon atau mengunjungi si
pasien? Anda harus mempersilakannya. Apalagi bila yang mun-
cul adalah dokter, maka Anda harus segera memberi tempat.
 Dan bila makanan tiba, tanyakanlah kepada si pasien apakah
ia ingin makan saat itu, dan mintalah agar ia menjawab dengan
jujur. Seringkali orang merasa enggan untuk makan di depan
tamunya, sehingga ia akan menunda sampai semua orang
pulang. Ingatlah bahwa nutrisi sangat penting dalam proses
penyembuhan, dan makanan akan lebih mengundang selera
manakala disantap dalam keadaan hangat. Jadi, Anda harus
peka terhadap tanda-tanda si pasien. Anda bisa pergi sebentar
dan kembali lagi bila waktu makan sudah habis.
 Apa yang sebaiknya saya bicarakan? Jangan bercerita tentang
operasi yang pernah Anda alami! Biarkanlah si pasien mene-
tapkan agendanya sendiri. Tanyakanlah kepada si pasien apa
yang dapat Anda lakukan, atau tawarkanlah bantuan yang Anda
tahu akan bermanfaat. Seorang sahabat akan bertanya apa yang
sedang dirasakan sahabatnya, namun dengan kepekaan dan
berdasarkan pimpinan Roh Kudus.
 Apakah saya boleh merangkul? Boleh tidaknya kontak fisik ber-
gantung pada tingkat kenyamanan Anda dan si pasien, namun
berhati-hatilah terhadap infeksi dan kuman. Sangat baik bila
kita mencuci tangan sebelum memasuki rumah sakit dan juga
sesudah meninggalkannya. Sayang sekali sedikit saja orang yang
mempraktikkan hal yang baik ini.
 Apakah saya harus membawa bingkisan? Mungkin ada batasan-
batasan tentang makanan yang dapat diberikan, namun untuk
bunga, buku dan bingkisan lainnya dapat membantu pasien

Suara EL-Asah Tahun II No. 8


Tips untuk Pelayanan Anda 35

untuk mengobati kejenuhan, selain juga untuk mengingatkan-


nya akan kunjungan Anda. Bacaan rohani mungkin baik untuk
diberikan, selama hal itu diberikan dengan cara yang tidak me-
maksa, misalnya, “Mungkin kau ingin membacanya nanti.”

 Bila saya melihat suatu kebutuhan bagi si pasien, dapatkah


saya mendoakan kebutuhan itu bersama anggota gereja saya?
Yang terbaik adalah menanyakan kesediaan si pasien sebelum
membagikan permohonan doa di depan umum. Jagalah setiap
rahasia dengan penuh tanggung jawab, supaya jangan berkem-
bang menjadi gosip.
Bila Anda agak sungkan berkunjung sendirian, ajaklah orang
lain. Yang penting Anda merasa lebih nyaman. Jangan biarkan
ketidaknyamanan menahan Anda untuk tidak pergi. Yesus sangat
menghargai pelayanan Anda bagi orang sakit, bahkan menyamak-
annya dengan pelayanan kepada-Nya (Matius 25:25-40).
-Sandy Feit (www.intouch.com)

Suara EL-Asah Tahun II No. 8


36 Keluarga

SARANG YANG KOSONG

D
i dalam bukunya, ‘Turning Hearts Toward Home’ sebuah
biografi tentang kehidupan dan pelayanan Dr. James
Dobson, Rolf Zettersten menuliskan perjumpaannya
dengan Dr. Dobson di kantornya pada 1989. Dia menemukan Dr.
Dobson sedang terduduk dengan mata merah dan pipi yang basah
dengan air mata. Sehari sebelumnya, Dr. Dobson baru saja melepas
putra bungsunya, Ryan, untuk kuliah di negara bagian lain sehingga
kepergian anaknya ini mengawali fase ‘sarang yang kosong’ dalam
keluarga Dr. Dobson. Di dalam surat yang ditulisnya sendiri untuk
melukiskan perasaan kehilangannya itu, Dr. Dobson menggambar-
kan rumahnya setelah ditinggal oleh putra-putrinya sepeti sebuah
biara yang sepi dan sepeti sebuah kuburan. Dr. Dobson menggam-
barkan masa ‘sarang yang kosong’ itu sebagai waktu di mana ban
sepeda anaknya akan kempes dan dibiarkan demikian saja, skate-
board menjadi bengkok dan tergeletak begitu saja di garasi, serta
ayunan yang kosong dihembus angin, dan ranjang yang kosong
karena ditinggal penghuninya.
Sarang yang kosong merupakan istilah yang melukiskan
periode di mana orangtua akan tinggal sendiri lagi tanpa anak
yang telah akil balig. Ibarat induk burung yang membesarkan
anaknya dalam sarang, pada suatu ketika ia harus membiarkan
anaknya terbang meninggalkan sarang untuk selamanya. Saya

Suara EL-Asah Tahun II No. 8


Keluarga 37

belum memasuki fase itu dan tidak bisa berkata banyak tentang
masa yang belum saya lalui. Namun, dalam kurun 3 tahun, jika
Tuhan kehendaki, saya dan istri saya akan mulai harus melepas
anak pertama kami. Kadang, meski belum mengalaminya secara
langsung, pemikiran bahwa saya akan berpisah dengan anak-anak
sudah cukup meresahkan dan membawa kesedihan yang dalam.
Seperti keluarga lainnya, setiap hari kami melakukan hal-
hal yang rutin: bangun tidur, menyediakan air untuk anak mandi,
istri saya menyiapkan sarapan untuk kami semua, anak-anak pergi
ke sekolah dan akhirnya pulang dari sekolah, menonton kartun,
belajar, latihan piano, menonton televisi lagi, saat teduh, dan tidur.
Namun dalam kerutinan itulah terletak ikatan batiniah dan tradisi
kebersamaan dalam keluarga.
Gordon Allport mengemukakan bahwa diri manusia
terbangun dari kepingan-kepingan psikofisik yang disatukan oleh
tujuan atau arah hidup. Psikofisik menandakan bahwa pribadi
manusia merupakan kombinasi dari pengalaman atau bentukan
yang bersifat psikologis dan bawaan yang berkodrat biologis.
Semua itu bercampur menjadi diri dan diri itu menjadi utuh oleh
karena adanya tujuan hidup yang mengarah ke masa depan.
Kehadiran anak dan pengalaman hidup bersamanya hari
lepas hari sudah tentu merupakan kontribusi terhadap diri kita dan
membentuk diri kita. Keberadaan anak juga merupakan bagian
dari arah hidup yang membuat kita melangkah ke depan dalam
kepastian. Kepergian anak menuntut kita untuk menciptakan arah
hidup yang baru. Anak-anak yang telah menjadi bagian diri kita
sekarang akan memiliki arah hidup mereka sendiri setelah mereka
terbang meninggalkan sarangnya dan sesuatu pada diri kita akan
turut terbang pula bersamanya. Ikatan itu akan lepas, segalanya
yang begitu dikenal dan terbiasa akan berubah menjadi asing.

Suara EL-Asah Tahun II No. 8


38 Keluarga

Saya tidak sedang membicarakan pengalaman pribadi mele-


wati sarang yang kosong karena saya belum mencapainya. Tetapi
sekarang ini saya ingin membagikan pengalaman yang dibayang-
bayangi oleh gambaran terbangnya anak kami satu per satu. Buat
sebagian saudara, saya mungkin terlalu sentimental; buat saya
sendiri, saya hancur dan sedih melewati batas sentimental. Belasan
tahun saya membagi hidup dengan mereka dan sekarang keper-
gian yang tadinya nun jauh di sana mulai tampak. Bagaimanakah
saya dapat hidup tanpa mendengar derai tawa anak-anak, meme-
gang tangan mereka, mengecup pipi mereka sebelum tidur, dan
memeluk mereka.
Beberapa waktu yang lalu di tengah malam buta, kami
dikejutkan oleh suara panggilan salah seorang anak kami. Rupanya
ia terjaga karena sakit kepala dan saya langsung memapahnya ke
kamar mandi serta menolongnya untuk muntah. Setelah itu istri saya
membawakan minyak kayu putih yang langsung saya oleskan pada
tubuhnya. Dalam waktu sekejap, ia pun terlelap kembali. Malam
itu saya tidur di sampingnya dan untuk sejenak saya merenungkan
peristiwa yang baru saja terjadi. Saya hanya bisa bersyukur masih
memiliki sedikit waktu untuk kebersamaan yang masih kami miliki
sebelum ia meninggalkan kami sebagai orang-orang dewasa.
Saya ingin bersamanya sewaktu ia muntah, sebuah permintaan
yang musykil dan lebih merupakan sebuah protes terhadap kodrat
alamiah yang telah Tuhan tetapkan. Kepingan itu harus lepas
dengan bebas; tatapan ke masa depan itu mesti berganti arah walau
dengan berat hati. Saya tidak boleh turut terbang meninggalkan
sarang yang kosong itu. Sarang yang kosong itu untuk saya.
Sayup-sayup saya mendengar, Ada waktu untuk memeluk,
ada waktu untuk menahan diri dari memeluk. Betapa susahnya!
(Sumber: Parakaleo Penulis: Pdt. Dr. Paul Gunadi)

Suara EL-Asah Tahun II No. 8


40 Dari Anda untuk Anda

Dari Anda Untuk Anda

Pemabaca yang terhormat!


Kami merasa sangat berbahagia mendapatkan kesempatan untuk
melayani Anda melalui buletin Suara El-Asah. Kami akan
ber­usaha semaksimal mungkin untuk selalu menyajikan yang terbaik
demi meningkatkan kapasitas pengetahuan teologia dan mutu spiritu-
alitas Anda.
Misi Suara EL-Asah adalah: Mencerahkan,
Mencerdaskan, dan Membebaskan. Dengan misi tesebut, kami ingin
meningkatkan daya kritis jemaat terhadap berbagai fenomena zaman
yang muncul dengan mengatasnamakan Kristen dan Tuhan, tetapi tidak
alkitabiah.
Suara EL-Asah tidak dijual! Kami berharap Anda
menilai Suara El-Asah tidak dari bahan materialnya, tetapi dari bobot
isinya. Dan jika anda mendapatkan berkat dari isinya, kami yakin anda
tidak akan keberatan memberi persembahan untuk biaya pengiriman edisi
berikutnya. Anda dapat mengirimkan Persembahan lewat:
 BRI, Cik Ditiro, Yogyakarta No. Rek. 0029-01-066220-50-7 a. n.
Samuel Tandiassa. (bebas biaya pengiriman)
 BNI UGM Yogya, No. Rek. 0038671590, a.n. Samuel Tandiassa.
(ada biaya pengiriman)
 Bank Mandiri Sudirman, Yogyakarta No. Rek. 137-00-0005211-4,
a.n. Siany Irawati. (ada biaya pengiriman)
Persembahan Anda akan kami gunakan kembali untuk mengirim
Suara El-Asah kepada Anda! Dari Anda untuk Anda!.
NB: Kami sangat menghargai bila Anda bersedia memberi informasi melalui
SMS ke no 0813 280 27900, setelah Anda mengirimkan Persembahan,
dengan mencantumkan nama, alamat, tanggal, dan jumlah.

Terima kasih, Tuhan memberkati. Doa kami mengiringi Anda.

Suara EL-Asah Tahun II No. 8

Anda mungkin juga menyukai