Anda di halaman 1dari 44

Redaksi

PIMPINAN:
Pdt. Dr. S. Tandiassa, M.A.
REDAKSI:
Sianny Irawati, S.Pd.,M.A.
PENERBIT: Salam dalam kasih Yesus,
EL-Asah MINISTRY
PERCETAKAN: Segala puji syukur tak henti-hentinya
Semesta Kreatif Printama kami naikkan kepada Tuhan, karena
pada tahun ini, tepatnya bulan Agus-
DISTRIBUSI:
tus 2008 yang lalu EL-Asah Ministry,
 M. KABANGA-08124159088-MAKALE
 PDT. P. LIMUS-08525592319-LUWU
tempat pelayanan Bp. Pdt. Dr. Samuel
TIMUR-SULSEL Tandiassa, M.A. telah memasuki usia
 PDT. PAMILANGAN-081342281432-MAMASA- yang ke 28 th. Pelayanan beliau di kota
SULBAR
 PDT. S. GERADUS-081367634067-BENGKULU Jogjakarta dimulai dari th 1979 sebagai
 PDT. Y. TANDIASSA-081355384317-LUWU pengerja di bawah bimbingan Bp. Pdt.
UTARA-SULSEL
 PDT. F. BATAN-081342760741-RANTEPAO-
R. Gideon Sutrisno. Kemudian pada th
SULSEL 1980, membuka ladang-ladang baru.
 PDT. S.PALESE-081349030409-
PANGKALANBUN-KALTENG
Sejak 1980, beliau memimpin jemaat
 PDT. D.A. UNJUNG-081521629540- GPdI EL-Asah di Condong Catur dan
PULANGPISAU-KALTENG Cokrodipuran (Pringgokusuman) sam-
 YOHAN BAKA-081354865538-PALOPO
 S. PATABANG-085299482278-MAKASSAR pai sekarang.
 LINA PAOTONAN-085242442249-MAKASSAR
 A. SALU-081343650565-LUWU UTARA EL-Asah Ministry semakin berkem-
 Dr. S. HUTABARAT 08117302871-BENGKULU bang dengan hadirnya majalah Suara
UTARA
 PDT. SUHARDI- 05617070089- PONTIANAK
EL-Asah, media website, dan Moriel Pu­
 PDT. WILLYKINSI, STh.085245917394 KAYAN blishing House yang menerbitkan buku-
KAB SINTANG KALBAR buku rohani. Kami sangat menyadari
 PB. PARANGAN 0811490975 JAYAPURA
 PDT. B. KADDANG Sth. 08124257951 bahwa keberadaan pelayanan EL-Asah
RANTEPAO adalah karena berkat Tuhan serta du-
 GPdI MATARAM- LOMBOK
 GPdI EL-Asah - JOGJAKARTA kungan para pembaca dan jemaat.
Tentu kami tetap mengharapkan du-
ALAMAT REDAKSI: kungan doa dan partisipasi Anda agar
EL-ASAH MINISTRY
JL. CANDI GEBANG 52
EL-Asah Ministry - Khususnya Suara
CONDONG CATUR EL-Asah - tetap eksis dan menjadi ber-
JOGJAKARTA 55283 kat bagi banyak orang. Selamat menik-
TEL/FAX 0274 880868 mati edisi ini. Tuhan memberkati.
E-MAIL: stanssa@yahoo.com

Suara EL-Asah Tahun II No. 9


 Mimbar El-Asah

FANTASI-FANTASI DALAM DOA

Oleh: Dr. S. Tandiassa, M.A

S
alam sejahtera bagi Anda sekalian! Bagaimana kabar Anda? Harapan saya
semoga Anda tetap berada dalam keadaan sehat, sejahtera, bahagia, dan diber-
kati. Saya selalu berdoa kiranya Tuhan membuat Anda lebih berhasil pada waktu-
waktu yang akan datang. Dan jangan lupa, sampaikan salam hangat saya kepada
semua anggota keluarga Anda. Haleluya!
Apakah Anda masih ingat khotbah saya dalam Suara EL-Asah pada
edisi-edisi sebelumnya tentang: Mitos-mitos Doa, Ritual-ritual Doa, Arogansi-
arogansi Doa, dan Sensasi-sensasi Doa? Kali ini saya mengajak Anda sekalian
mempersiapkan hati dan pikiran untuk merenungkan tentang: Fantasi-fantasi
dalam Doa.
Adalah baik di mata Tuhan jika umat-Nya selalu berdoa dalam iman dan
pengharapan. Adalah baik di pemandangan Tuhan bila anak-anak-Nya berdoa
dengan setia dan terus-menerus. Dan akan menjadi lebih indah lagi jika orang-
orang beriman mau berdoa sesuai dengan prinsip-prinsip Firman Allah. Jika setiap
doa dinaikkan kepada Tuhan dengan cara yang demikian – dan tentu banyak di
antara Anda yang telah berdoa demikian - Allah berjanji untuk mengabulkannya
tanpa menunda-nunda waktu.
Akan tetapi Firman Allah menyatakan bahwa ada banyak doa yang tidak
pernah dijawab atau ada banyak orang beriman yang berdoa tetapi tidak pernah

Suara EL-Asah Tahun II No. 9


Mimbar El-Asah 

menerima apa-apa karena cara berdoanya salah. Yakobus mengatakan demikian:


Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah
berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan
hawa nafsumu – Yakobus 4:3.
Salah satu cara berdoa yang salah dan yang paling sering dilakukan oleh
sebagian orang Kristen adalah berdoa dengan cara berfantasi yaitu: berdoa sambil
membayangkan atau mengkhayalkan sesuatu, berdoa sambil menggambarkan
dengan daya imajinasi apa yang menjadi permintaan di dalam doa, atau berdoa
dengan berfantasi. Para penganut pola berdoa ini menganggap bahwa berdoa
yang dimaksud berdoa dengan iman adalah berdoa sambil membayangkan, atau
mengkhayalkan, atau menggambarkan dalam imajinasi, atau melihat dengan
fantasi apa yang menjadi permohonan kita.
Tetapi persoalannya yaitu bahwa semua manusia memiliki pikiran
yang di dalamnya terdapat daya imajinasi yang kreatif untuk membayangkan,
mengkhayalkan, menggambarkan, dan berfantasi tentang apa saja, bahkan untuk
hal-hal yang tidak mungkin terjadi di alam nyata sekalipun. Jika berdoa sambil
membayangkan atau berfantasi tentang sesuatu yang diminta sama dengan berdoa
dalam iman, maka orang-orang yang tidak beragama atau yang tidak percaya
Tuhan pun dapat berdoa dengan iman, yaitu dengan menggunakan daya fantasi
atau imajinasi mereka.
Saudara-saudara sekalian! Coba Anda perhatikan, di sekeliling Anda
terdapat banyak orang yang berusaha menarik perhatian lalu menciptakan konsep-
konsep dan ajaran-ajaran doa yang sensasional. Setiap saat ada banyak gerakan
doa yang berusaha mencari pengikut atau mengumpulkan anggota-anggota dengan
cara menciptakan pola-pola atau gaya-gaya berdoa yang fantastik dan sensasional,
tetapi mengabaikan prinsip-prinsip Alkitab. Di sana sini bermunculan pertunjukan-
pertunjukan atau praktek-praktek berdoa yang lebih mengejar kepuasan-kepuasan
emosional dari pada memuaskan hati Tuhan.
Fenomena-fenomena dan praktek-praktek seperti itu sebenarnya sudah
ada sejak zaman Yesus. Oleh karena itu ketika Yesus mengajar murid-murid-Nya
bagaimana berdoa, Ia mengingatkan mereka supaya mereka jangan mengikuti
pola-pola berdoa dari orang-orang munafik, atau orang-orang yang tidak mengenal
Allah: Dan apabila kamu berdoa, janganlah berdoa seperti orang munafik.
Mereka suka mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat

Suara EL-Asah Tahun II No. 9


 Mimbar El-Asah
dan pada tikungan-tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang. Aku berkata
kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. – Matius 6:5.

I. SUMBER AJARAN FANTASI-FANTASI DALAM DOA


Pertanyaan sekarang adalah: Mengapa berdoa sambil membayangkan,
menggambarkan, melihat dengan daya imajinasi tentang sesuatu yang diminta
disebut sebagai fantasi-fantasi dalam doa? Dari mana sumber ajaran tentang
berdoa sambil mebayangkan atau menggambarkan dalam imajinasi yang kemudian
menjadi fantasi-fantasi dalam doa? Dan apakah salah jika seseorang berdoa sambil
membayangkan atau menggambarkan dalam imaginasinya mengenai sesuatu yang
diminta atau yang diharapkan?

1. Manipulasi Ayat
Hampir semua orang Kristen – hamba Tuhan – yang mengajarkan tentang
bagaimana berdoa dengan iman mengutip ayat populer yang terdapat di dalam Injil
Markus 11:24: Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan
doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan
kepadamu. Coba Anda memperhatikan kalimat: percayalah bahwa kamu telah
menerimanya.
Sebagian orang Kristen – juga hamba-hamba Tuhan – menafsirkan ayat ini
dengan cara memanipulasi. Hasil penafsiran itu manipulasi menghasilkan konsep,
ajaran atau penjabaran yang mengandung makna berfantasi, misalnya:
a) Ada yang mengartikan – memanipulasi - bahwa kalau Anda berdoa, Anda harus
bisa membayangkan – tentu dengan daya fantasi - apa yang Anda minta itu
sudah ada dan sudah terwujud. Misalnya kalau Anda berdoa meminta sebuah
rumah, Anda harus bisa membayangkan – melihat dalam pikiran - rumah itu
sudah ada di suatu tempat.
b) Ada yang menjelaskan secara manipulatif bahwa kalimat: percayalah bahwa
kamu telah menerimanya, maksudnya kalau Anda berdoa, Anda harus sudah
bisa menggambarkan di dalam pikiran Anda menganai bentuk lengkap dari
apa yang Anda minta. Kalau Anda minta sebuah sepeda motor, Anda harus
bisa menggambarkan secara rinci dalam pikiran Anda – dengan daya fantasi
- segala sesuatu tentang sepeda motor itu, antara lain: mereknya, modelnya,
warnanya, tahun pembuatannya, dan lain-lain.
c) Ada pula yang mengajarkan bahwa maksud kalimat tersebut ialah: kalau Anda

Suara EL-Asah Tahun II No. 9


Mimbar El-Asah 

berdoa, Anda harus bisa melihat contoh dari apa yang Anda minta, misalnya:
kalau Anda membutuhkan sebuah mobil atau sebuah rumah, kemudian Anda
berjalan-jalan dan melewati sebuah mobil atau sebuah rumah, dan Anda ingin
memiliki rumah atau mobil yang seperti itu, Anda harus bisa membayangkan
di dalam doa-doa Anda – dengan berfantasi - bahwa mobil atau rumah seperti
itulah yang Anda inginkan.
Coba Anda perhatikan, semua penjelasan tersebut di atas memanipulasi
kata percayalah menjadi bayangkanlah, lihatlah dalam dengan pikiran Anda,
gambarkanlah dalam pikiran, dan lihatlah contoh-contoh yang bisa dikhayalkan
dalam doa. Jika Anda memahami dengan baik bahasa Indonesia, Anda pasti
setuju bahwa semua pengertian tersebut mengajak Anda untuk berfantasi, atau
mengkhayal di dalam doa.

2. Teori Dimensi ke Empat


Apakah Anda pernah membaca sebuah buku atau mendengar ajaran
tentang ‘Dimensi ke-Empat’? Penemu dan penulis teori Dimensi ke-Empat itu
menjelaskan bahwa kalau kita berdoa meminta sesuatu kepada Tuhan, kita
harus bisa menggunakan dimensi keempat, yaitu kemampuan untuk melihat
dengan pikiran kita – membayangkan – secara utuh apa yang kita minta kepada
Tuhan. Selanjutnya dijelaskan bahwa orang yang berdoa dengan daya dimensi
keempat, sama seperti seorang ibu yang sedang mengandung bayi. Walaupun usia
kandungannya baru satu atau dua bulan, tetapi sang ibu sudah bisa melihat dengan
jelas melalui pikirannya bayi yang ada dalam kandungannya, bahkan sang ibu
juga sudah menyediakan nama dan pakaian untuk bayinya.
Dengan dasar teori dimensi keempat juga sang penemu mengajarkan cara
bagaimana menjadi pendeta yang berhasil dengan dengan jumlah jemaat yang
besar. Menurutnya, kalau gembala jemaat di suatu daerah berdoa meminta jiwa-
jiwa, pertama-tama gembala jemaat harus menentukan target berapa jumlah jemaat
yang diinginkan. Jika gembala berdoa meminta 1000 jiwa, ia sudah harus bisa
melihat dengan daya dimensi keempat - membayangkan – suatu kumpulan umat
- 1000 orang, suasana ibadah yang terdiri dari 1000 jemaat, sebuah gedung gereja
yang menampung 1000 orang, halaman parkir kendaraan bagi 1000 pengunjung,
dan juga gembala jemaat harus bisa membayangkan – melihat dalam khayalan -
dirinya sedang berdiri di mimbar berkhotbah kepada 1000 orang.

Suara EL-Asah Tahun II No. 9


 Mimbar El-Asah

Sepintas teori ini memberi semangat dan motivasi yang tinggi, dan sudah
barang tentu sangat menyenangkan jika kita mempraktekkannya. Akan tetapi
jika Anda bersikap kritis, sekali lagi Anda akan menemukan kenyataan bahwa
teori dimensi keempat mengajak Anda untuk menggunakan daya imajinasi, daya
khayal, daya membayangkan, atau daya berfantasi, dan bukan daya iman. Dan jika
Anda mau bersikap jujur terhadap Alkitab, Anda juga pasti menemukan kebenaran
bahwa berdoa dalam iman sangat berbeda dari berdoa sambil membayangkan,
mengkhayalkan, atau melihat dengan pikiran.

3. Teori Doa Peperangan


Pernakah Anda mendengar atau pun membaca tentang doa-doa peperangan
rohani? Kelompok-kelompok pendoa peperangan rohani biasanya – dan pada
umumnya - aktif melakukan doa-doa peperangan
mengusir setan-setan dari suatu lokasi atau dari suatu
daerah. Jika Anda melihatnya secara kristis Anda pasti
terkejut karena ternyata aksi-aksi doa peperangan
hanya didasarkan atas hasil-hasil imajinasi, daya
khayal, atau hasil fantasi tentang keberadaan setan di
suatu lokasi – mereka menyebutnya setan teritorial. Sebagai contoh, coba Anda
simak salah satu kesaksian mereka ini:
Pada saat itu Tuhan memerintahkan kepada kami untuk mengadakan
doa peperangan di Gunung Kidul. Kami mengadakan pegintaian dan pemetaan
rohani, melakukan analisis. Pada umumnya sepanjang pantai selatan mempunyai
kekuatan mistis yang yang sangat kuat. Di tempat-tempat sumber air biasanya
dikeramatkan penduduk, dan di situ pula menjadi tempat tinggal bagi roh-roh
jahat. Lalu kami menentukan bahwa di seluruh Gunung Kidul ada 6 tempat yang
harus diperangi secara khusus. Lalu kelompok-kelompok yang sudah ditentukan
mulai berangkat ke tempat-tempat yang harus diperangi dan dilumpuhkan –
(dikutip dari buku School 0f Prayer)
Apakah yang Anda bisa tangkap dari kesaksian tentang aksi doa peperangan
ini? Sebenarnya kelompok pendoa peperangan ini menggunakan daya imajinasi
untuk membayangkan, menggambarkan, atau berfantasi tentang keberadaan roh-
roh setan di 6 tempat. Penggambaran, khayalan, atau fantasi tentang setan-setan
di tempat-tempat itu didasarkan atas mitos-mitos dan kepercayaan masyarakat
setempat. Selanjutnya, mereka melakukan aksi peperangan terhadap setan-setan

Suara EL-Asah Tahun II No. 9


Mimbar El-Asah 

yang digambarkan atau dibayangkan sendiri dalam imajinasi. Setelah mereka


melakukan doa peperangan atau serbuan ke basis-basis setan-setan itu, mereka
juga membayangkan – dengan daya fantasi tentunya – setan-setan telah tergusur
dari tempat-tempat keramat itu.

II. PANDANGAN ALKITAB


Setelah kita membahas soal praktek-prakteks atau
fenomena-fenomena berfantasi – menghayal - dalam doa,
pertanyaannya sekarang adalah: bagaimana pandanganan dan
reaksi Alkitab terhadap fenomena-fenomena dan praktek-
praktek membayangkan atau berfantasi di dalam doa?
Alkitab Anda memberi penjelasan yang sangat tegas tentang bahaya di balik
membayangkan, menggambarkan, menghayalkan, berimajinasi, atau berfantasi
dalam doa. Singkatnya, berfantasi atau mengkhayalkan sesuatu di dalam doa
adalah jebakan dari dalam diri sendiri yang bisa menghancurkan hidup seseorang.
Alkitab Anda memberikan banyak contoh tentang peristiwa-peristiwa historis
mengenai akibat-akibat tragis dari sikap membayangkan atau berfantasi tentang
apa yang diinginkan atau diharapkan.

1. Sang Bintang Timur


Ingatkah Anda bahwa korban pertama dari pola membayangkan atau
berfantasi adalah Sang Bintang Timur, atau putra Fajar? Silahkan Anda baca
Yesaya 14:13-15:
Wah, engkau sudah jatuh dari langit, hai Bintang Timur, putera Fajar,
engkau sudah dipecahkan dan jatuh ke bumi, hai yang mengalahkan bangsa-
bangsa! Engkau yang tadinya berkata dalam hatimu: Aku hendak naik ke langit,
aku hendak mendirikan takhtaku mengatasi bintang-bintang Allah, dan aku hendak
duduk di atas bukit pertemuan, jauh di sebelah utara. Aku hendak naik mengatasi
ketinggian awan-awan, hendak menyamai Yang Mahatinggi! Sebaliknya, ke
dalam dunia orang mati engkau diturunkan, ke tempat yang paling dalam di liang
kubur.
Semua orang Kristen mengetahui bahwa yang disebut Bintang Timur, putra
Fajar di dalam ayat-ayat ini adalah penghulu atau panglima malaikat Allah. Allah
memberi posisi dan kekuasaan yang tertinggi di antara semua malaikat. Tetapi

Suara EL-Asah Tahun II No. 9


 Mimbar El-Asah

Sang Bintang Timur tidak puas dengan status dan otoritas yang sudah ada padanya.
Sang Bintang Timur ingin yang lebih besar, yang lebih tinggi, dan yang lebih
populer. Sang Bintang lalu mencoba membayangkan, mengkhayalkan, berangan-
angan, dan berfantasi untuk meraih posisi yang lebih tinggi, bahkan berfantasi
untuk menyamai Allah. Simak caranya berfantasi: Aku hendak naik ke langit, aku
hendak mendirikan takhtaku mengatasi bintang-bintang Allah, dan aku hendak
duduk di atas bukit pertemuan, jauh di sebelah utara. Aku hendak naik mengatasi
ketinggian awan-awan, hendak menyamai Yang Mahatinggi!
Tetapi tahukah Anda apa yang didapatkan Sang Bintang Timur? Allah
bukannya mengabulkan keinginan, harapan-harapan, dan cita-cita yang sudah
digambarkan dalam pikiran, dibayangkan, dan difantasikan, tetapi mencampakkan
ke bawah, dan melucuti semua otoritas dan kemuliaannya: ke dalam dunia orang
mati engkau diturunkan, ke tempat yang paling dalam di liang kubur. Wah, engkau
sudah jatuh dari langit, hai Bintang Timur, putera Fajar, engkau sudah dipecahkan
dan jatuh ke bumi… Sang bintang Timur terjebak dan dihancurkan oleh keinginan,
harapan, dan cita-cita yang sudah dibayangkan, sudah dilihat dalam imajinasi, atau
digambarkan dalam fantasi.

2. Tragedi Taman Eden


Kejatuhan Adam dan Hawa dapat digolongkan sebagai tragedi kemanusiaan
terbesar yang pernah terjadi di bawah kolong langit, karena dampaknya merusak dan
bahkan menghancurkan seluruh keindahan, dan keabadian alam semeta. Tragedi
Taman Eden sebetulnya berawal dari seseuatu yang kelihatannya sederhana, hanya
soal fantasi atau membayangkan sesuatu – renungkan Kejadian 3:4-6:
Tetapi ular itu berkata kepada perempuan itu: “Sekali-kali kamu tidak akan
mati, tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan
terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang
jahat.” Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan
sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian.
Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada
suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminyapun memakannya.
Apakah yang dilakukan Hawa? Ia melihat buah pohon larangan itu dan
mulai membayangkan, menggambarkan dalam imajinasinya, atau berfantasi
tentang memiliki pengetahuan dan menjadi seperti Allah. Fantasi atau khayalannya

Suara EL-Asah Tahun II No. 9


Mimbar El-Asah 

itu memotivasi atau memberi spirit kepada Hawa untuk makan buah terlarang.
Dan ia ingin segera mewujudkan apa yang sudah dilihat dalam imajinasinya. Anda
tahu akibat fantasi Hawa? Tragedi! Menghacurkan seluruh keindahan kehidupan
di alam raya ini. Bacalah reaksi Allah - Kejadian 3:17-19:
Lalu firman-Nya kepada manusia itu: “Karena engkau mendengarkan
perkataan isterimu dan memakan dari buah pohon, yang telah Kuperintahkan
kepadamu: Jangan makan dari padanya, maka terkutuklah tanah karena engkau;
dengan bersusah payah engkau akan mencari rezekimu dari tanah seumur
hidupmu: semak duri dan rumput duri yang akan dihasilkannya bagimu, dan
tumbuh-tumbuhan di padang akan menjadi makananmu; dengan berpeluh engkau
akan mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi tanah, karena
dari situlah engkau diambil; sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi
debu.”
Andai saja Adam dan Hawa tidak
berkhayal, tidak menggunakan daya imajinasi-
nya membayangkan sesuatu, dan tidak
berfantasi untuk meraih hidup sama seperti
Allah, tentu tidak akan pernah ada tragedi
kejatuhan manusia di Eden, yang akibatnya
buruknya bersifat global. Dalam hal ini sekali
lagi kita melihat fakta bahwa mengkhayal,
membayangkan, berimajinasi, atau berfantasi
tentang sesuatu yang diharapkan, diinginkan,
dan diminta, bisa menjadi jebakan yang
justru bisa mengakibatkan tragedi-tragedi
kehidupan.
Bapak Ibu dan saudara-saudara sekalian! Saya mengajak Anda sekalian
untuk selalu menggunakan Alkitab dalam mengontrol atau menguji keinginan,
harapan- harapan, dan cita-cita yang Anda bayangkan, atau yang Anda gambarkan
dalam fantasi Anda. Alkitab tidak pernah sekalipun menyatakan bahwa kita harus
bisa membayangkan, mengggambarkan, atau berfantasi tentang apa saja yang
kita minta. Alkitab yang kita percayai sebagai Firman Allah hanya mengatakan:
percayalah bahwa kamu telah menrimanya, dan tidak pernah mengatakan:
bayangkanlah, gambarkanlah, atau lihatlah dengan pikiranmu.

Suara EL-Asah Tahun II No. 9


10 Mimbar El-Asah

3. Ambisi
Ada yang mengajarkan bahwa kalau kita berdoa, kita harus
mempunyai visi. Atau kita harus bisa melihat dan memiliki gambaran
tentang apa yang kita minta kepada Tuhan. Tetapi Anda harus berhati-
hati, karena batas antara visi dengan ambisi rohani sangat tipis, bahkan
sangat kadang sulit untuk dibedakan. Coba Anda baca Matius 20:21-23
Maka datanglah ibu anak-anak Zebedeus serta anak-anaknya itu kepada
Yesus, lalu sujud di hadapan-Nya untuk meminta sesuatu kepada-Nya. Kata
Yesus: “Apa yang kaukehendaki?” Jawabnya: “Berilah perintah, supaya kedua
anakku ini boleh duduk kelak di dalam Kerajaan-Mu, yang seorang di sebelah
kanan-Mu dan yang seorang lagi di sebelah kiri-Mu.” Tetapi Yesus menjawab,
kata-Nya: “Kamu tidak tahu, apa yang kamu minta. Dapatkah kamu meminum
cawan, yang harus Kuminum?” Kata mereka kepada-Nya: “Kami dapat.”
Jesus berkata kepada mereka: “Cawan-Ku memang akan kamu minum,
tetapi hal duduk di sebelah kanan-Ku atau di sebelah kiri-Ku, Aku tidak berhak
memberikannya. Itu akan diberikan kepada orang-orang bagi siapa Bapa-Ku telah
menyediakannya.”
Perhatikan! Sang ibu anak-anak Zebedius meminta – berdoa –
sambil membayangkan – dalam fantasi tentunya - kedua anaknya duduk
di sebelah kanan dan kiri Yesus. Perhatikan pula, bahwa permintaan – doa
– itu diungkapkan langsung kepada Yesus, face to face, dan secara logika,
seharusnya berhasil. Tetapi bacalah bagaimana reaksi Yesus: “Kamu tidak
tahu, apa yang kamu minta. Dapatkah kamu meminum cawan, yang harus
Kuminum?” Hal duduk di sebelah kanan-Ku atau di sebelah kiri-Ku, Aku
tidak berhak memberikannya. Itu akan diberikan kepada orang-orang
bagi siapa Bapa-Ku telah menyediakannya.”
Ibu Zebedius tentu berkeyakinan bahwa apa yang dia bayangkan
atau yang dia gambarkan dalam pikirannya saat berdoa, adalah visi masa
depan tentang pelayanan kedua anaknya. Tetapi di dalam pemandangan
Yesus, itu bukan visi tetapi ambisi. Dan coba Anda simak, betapa keras dan
kasarnya jawaban atau rekasi Yesus terhadap orang yang mengungkapkan
doa-doa yang ambisius dan fantastik: Kamu tidak tahu apa yang kamu
minta! Aku tidak berhak memberikannya!

Suara EL-Asah Tahun II No. 9


Mimbar El-Asah 11

Sekali lagi kita menemukan kenyataan pahit, doa seorang ibu


ditolak secara terang-terangan oleh Yesus. Ibu Zebedius terjebak oleh
istilah indah – visi rohani – tanpa menyadari bahwa yang dia lakukan
adalah ambisi rohani. Akibat ambisi rohani itu, timbullah pertengkaran
atau konflik-konflik internal murid-murid.
Saudara-saudara! Waspadalah terhadap ambisi-ambisi rohani, sebab
hal itu jutru bisa menodai hatimu, menghambat doa-doamu, dan bahkan
bisa menjadi hambatan besar dalam hubungan Anda dengan Yesus.

III. DILARANG BERFANTASI


Hal berdoa sambil berfantasi – membayangkan atau menggambarkan
dengan daya imajinasi - bukan hanya tidak terdapat di dalam Alkitab,
akan tetapi lebih dari pada itu, dilarang oleh Tuhan. Ketika untuk pertama
kalinya Tuhan memberikan Firman atau Hukum tertulis kepada umat-
Nya, salah satu dari sepuluh Firman atau Hukum itu adalah larangang
untuk menggunakan daya fantasi ketika menyembah atau berdoa kepada
Tuhan – Keluaran 20:3-5
Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku. Jangan membuat bagimu
patung yang menyerupai apapun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi
di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi. jangan sujud menyembah
kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, adalah Allah
yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada
keturunan yang ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku,
Coba Anda renungkan baik-baik kalimat-kalimat di dalam hukum
tersebut: jangan membuat patung bagimu yang menyerupai apapun yang
ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di
dalam air di bawah bumi.

1. Allah Fantasi
Allah melarang umat-Nya menggunakan daya imajinasi untuk
membayangkan, atau berkhayal, atau berfantasi lalu membuat patung yang
menyerupai apapun. Sudah barang tentu termasuk larangan membuat
patung yang menggambarkan atau yang menyerupai Allah. Sebab jika
mereka membuat patung yang menyerupai Allah, maka Allah hanyalah

Suara EL-Asah Tahun II No. 9


12 Mimbar El-Asah

sebuah fantasi, bukan suatu kenyataan, karena semua yang disebut patung,
adalah hasil fantasi pikiran manusia. Jika mereka membuat patung yang
menyerupai Allah, maka akan muncul berbagai macam model atau rupa
tentang Allah, karena setiap pembuat patung memiliki daya fantasi dan
selera seni yang berbeda-beda.

2. Berhala
Selanjutnya, Allah melarang umat-Nya menyembah atau berdoa
kepada patung yang dianggap menyerupai Allah: Dan jangan menyembah
atau beribadah kepadanya. Larangan ini sangat tegas dan keras. Sebab jika
mereka sampai menyembah kepada patung yang merupakan proyeksi
dari bayangan mereka tentang Allah, maka sebenarnya yang mereka
sembah bukan lagi Allah melainkan bayang-bayang tentang Allah. Jika
mereka menyembah patung yang merupakan wujud dari fantasi mereka,
maka yang mereka sembah adalah imajinasi – fantasi - mereka sendiri,
dan bukan Allah, karena patung adalah proyeksi daya imajinasi manusia
– atau hasil fantasi manusia. Jika mereka menyembah allah yang adalah
hasil fantasi mereka, maka sesungguhnya mereka menyembah diri mereka
sendiri. Dan akhirnya, jika mereka menyembah kepada hasil proyeksi
imajinasi, itu berarti mereka menyembah tidak atas dasar iman, melainkan
atas dasar fantasi. Inilah yang disebut berhala, atau menyembah berhala.
Saudara-saudara sekalian! Jangan pernah menciptakan atau
mengkhayalkan sesuatu di dalam imajinasi Anda tentang apa pun yang
Anda inginkan atau yang Anda doakan, karena jika Anda melakukan
demikian, Anda sedang mengharapkan sesuatu yang hanya ada di dalam
fantasi atau khayalan Anda. Jangan pernah pernah berdoa dan menuntut
Allah mengabulkan doa Anda sesuai dengan apa yang Anda bayangkan
atau yang Anda gambarkan dalam pikiran, karena kalau Anda melakukan
demikian, Anda tidak berbeda dari orang yang mengejar bayang-bayang.

3. Kejahatan
Berfantasi tentang Allah – dengan cara membuat patung – dikategori­
kan sebagai sebuah kejahatan yang sangat keji, dan akibatnya seseorang
yang melakukannya akan dihukum sampai pada keturunan keempat:
Sebab Aku, TUHAN, Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan

Suara EL-Asah Tahun II No. 9


Mimbar El-Asah 13

kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat
dari orang-orang yang membenci Aku.
Allah mengancam untuk menghukum secara turun-temurun –
sampai keturunan keempat – orang yang melakukan kesalahan dengan
cara membuat patung yang menyerupai atau yang dianggap Allah.
Semua yang disebut patung – bahkan jika ada patung yang menyerupai
Allah - adalah hasil imajinasi dan fantasi manusia. Allah menkatagorikan
kesalahan ini sebagai suatu kejahatan yang harus dihukum berat sampai
keturunan keempat. Di kategorikan sebagai kejahatan dengan beberapa
alasan:
1) Berfantasi tentang Allah sama dengan memanipulasi rupa,
wujud, bentuk, dan karakter Allah. 2) Menciptakan fantasi tentang Tuhan
Allah sama dengan menurunkan derajat Ilahi dari yang Mahasempurna,
tak terbatas, dan tak terduga menjadi makhluk yang penuh cacat dan
terbatas. 3) Berfantasi tentang Allah sama dengan tindakan mengganti
Allah dengan diri kita sendiri. 4) Berfantasi tentang wujud dan rupa Allah
sama dengan menipu diri sendiri dan orang lain.
Saudara-saudara sekalian! Saya ingin Anda menyadari dan
memahami bahwa Tuhan yang kepada-Nya Anda berdoa memiliki
segala sifat kemahaan, sehingga adalah sangat mustahil untuk bisa
membayangkan atau berimajinasi tentang Dia. Allah sendiri tidak pernah
berharap atau menginginkan Anda – atau siapa pun - untuk mambawa
Dia ke dalam bayangan atau imajinasi Anda.
Yang dituntut oleh Allah dari kita pada saat kita berdoa, atau
beribadah adalah mempercayai atau mengimani keberadaan dan segala
kebesaran-Nya. Bacalah Alkitab Anda: Ibrani 11:6 – Tetapi tanpa iman tidak
mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah,
ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang
yang sungguh-sungguh mencari Dia.
Bahkan Alkitab kita juga menegaskan bahwa Allah mampu
memberikan apa yang tidak pernah kita bayangkan: 1 Korintus 2:9 - Tetapi
seperti ada tertulis: “Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah
didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua
yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia.”
Suara EL-Asah Tahun II No. 9
14 Mimbar El-Asah

Lebih baik Anda mempercayai saja Firman yang ditulis di dalam


Alkitab dari pada Anda dianggap berdosa oleh Tuhan karena berfantasi
– menggambarkan dalam imajinasi - tentang apa yang Anda minta di
dalam doa. Lebih baik Anda mempercayai saja bahwa Allah mahakuasa,
mahabesar, dan mahatahu, dari pada Anda bersalah atau berdosa di mata
Tuhan karena Anda berdoa dan mengharapkan jawaban yang hanya ada
dalam fantasi Anda, atau berdoa dan hanya mengejar bayang-bayang.

IV. BERDOA SEPERTI YESUS


Untuk mengakhiri renungan ini, saya mengajak
Anda sekalian untuk kembali kepada Alkitab dan
melihat serta belajar kembali bagaimana Yesus
berdoa. Jika
�������������������������������������������
Anda melakukan kegiatan berdoa dengan
berpedoman pada Firman yang tertulis di dalam
Alkitab, serta melihat pola Yesus berdoa, Anda tidak
akan pernah salah dalam berdoa.

1. Jadilah Kehendak-Mu
Di dalam doa yang diajarkan oleh Yesus, terdapat banyak per­
mohon­an kepada Bapa di Surga antara lain: datangnya Kerajaan Allah,
kecukupan roti, dijauhkan dari cobaan, pengampunan, dll (Matius 6:6-
13). Tetapi di antara semua permohonan itu terdapat kalimat-kalimat ini:
jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga. Karena Engkaulah yang empunya
Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin.
Maksud Yesus meletakkan kalimat-kalimat ini adalah, bahwa kalau
kita berdoa memohon; Kerajaan Allah, roti, dijauhkan dari cobaan, dsb..
jangan kita mendahului Tuhan dengan menggambarkan, membayangkan,
atau berfantasi soal bagaimana Bapa akan menjawabnya. Sebaliknya
kita harus mengembalikan kepada-Nya: “Jadilah kehendak-Mu.” Sebab
hak dan kuasa menjawab ada pada Bapa: Engkaulah yang empunya kuasa
selamanya…

2. Bukan Kehendak-Ku
Sekarang, marilah kita pergi ke taman Getsemani untuk melihat
dan mendengat bagimana Yesus berdoa: “Ya Abba, ya Bapa, tidak ada yang

Suara EL-Asah Tahun II No. 9


Mimbar El-Asah 15

mustahil bagi-Mu, ambillah cawan ini dari pada-Ku, tetapi janganlah apa yang
Aku kehendaki, melainkan apa yang Engkau kehendaki - Markus14:36.
Perhatikan! Yesus sangat menyadari bahwa tidak ada yang mustahil
bagi Bapa-Nya: tidak ada yang mustahil bagi-Mu. dan Yesus sendiri juga
mampu melakukan segala sesuatu karena Dia adalah Anak Allah. Akan
tetapi ketika Yesus berada dalam posisi berdoa, Ia tidak menggambarkan
lebih dahulu di dalam pikiran atau dalam imajinasi-Nya jawaban-
jawaban yang diinginkan-Nya. Ia juga tidak meminta jawaban-jawaban
sesuai dengan apa yang sudah dibayangkan – difantasikan – sebelumnya.
Sebaliknya Ia berkata: tetapi janganlah apa yang Aku kehendaki, melainkan apa
yang Engkau kehendaki.
Saudara-saudara sekalian! Ubahlah dan hentikanlah doa-doa
berfantasi, jika Anda tidak ingin terjebak oleh diri sendiri seperti sang
Bintang Timut alias Lucifer, atau seperti Adam dan Hawa. Jebakan diri
sendiri telah menghancurkan hidup mereka.
Ubahlah dan hentikanlah doa-doa yang menggunakan daya
imajinasi, jika Anda tidak ingin melanggar hukum Allah, lalu terjerumus
ke dalam penyembahan berhala atau penyembahan pada diri sendiri.
Dan berhentilah beroda dengan teori dimensi keempat, atau dengan
teori Doa Peperangan, karena doa-doa teori dimensi keempat hanya
akan membuat Anda mengkhayal sepanjang hidup dan mengharapkan
bayang-bayang. Sedangkan teori doa peperangan akan membuat Anda
mengalami kelelahan karena membuang-buang energi rohani hanya
untuk memerangi bayangan-bayangan dalam pikiran Anda, atau setan-
setan yang Anda fantasikan.
Mengapa Anda mempersulit diri sendiri dengan cara menggunakan
teori-teori berdoa yang akhirnya justru akan menghambat doa-doa Anda?
Mengapa Anda tidak mengikuti saja pola-pola berdoa yang tertulis di
Alkitab Anda, dan yang diajarkan oleh Yesus?
Renungkan ini: Kebenaran sebuah doa diukur dari kesesuaiannya
dengan Alkitab, dan Keberhasilan sebuah doa bergantung pada kehendak
Bapa.

***
Suara EL-Asah Tahun II No. 9
16 Teologia

TEOLOGIA:

SOTERIOLOGI OLEH:
DR. S. TANDIASSA, M.A.

Bab VIII
DIMENSI-DIMENSI KESELAMATAN

A
llah menyelamatkan manusia secara utuh, artinya keselamatan
yang diberikan kepada manusia mencakup seluruh dimensi di
dalam hidup orang-orang beriman secara eksistensial. Dalam
hal ini ada dua aspek eksistensi manusia yang perlu diperhatikan,
yaitu eksistensi secara individual, dan eksistensi di dalam ruang
dan waktu.

DIMENSI-DIMENSI INDIVIDUAL
Manusia terdiri dari dua unsur, yaitu unsur jasmaniah dan unsur
spiritual, atau unsur badaniah dan unsur rohaniah. Dosa telah merusak

Suara EL-Asah Tahun II No. 9


Teologia 17

semua unsur di dalam hidup manusia. Dalam Teologia Calvin kondisi


kerusakan manusia akibat dosa digunakan istilah total depravity, atau
kerusakan total. Unsur jasmani telah rusak total sehingga manusia
mengalami berbagai penderitaan secara fisik, yang mencapai puncaknya
pada kematian; Kej. 3:17-19. Unsur spiritual manusia juga telah rusak
sehingga moralitas, mentalitas, dan intelektualitas manusia menjadi
buruk; Roma 1:21.
Karya keselamatan yang dianugerahkan Allah melalui peristiwa
kematian Yesus di salib, mancakup seluruh dimensi hidup manusia, yaitu
fisikal dan spiritual. Artinya, pada saat seseorang menerima anugerah
keselamatan ia juga mendapatkan jaminan keselamatan secara jasmani
dan keselamatan secara jiwani.

1. Dimensi Jasmani
Pada bagian definisi telah dijelaskan bahwa keselamatan adalah
kebebasan dari keadaan yang menindas, atau yang membelenggu.
Pengalaman keselamatan digambarkan melalui pembebasan Israel dari
berbagai penderitaan di tanah Mesir, dan selanjutnya mereka dibawa ke
tanah Perjanjian; Kel. 3: 7-10. Selanjutnya, di dalam Perjanjian Baru, Yesus
menyatakan bahwa kabar baik yang disampaikan adalah kabar tentang
pembebasan dari berbagai penderitaan secara jasmani yaitu; kemiskinan,
ketertindasan, ketidak adilan, dan sakit penyakit; Luk. 4:18-19. Rasul
Paulus melihat kerelaan Yesus untuk menjadi miskin sebagai cara untuk
mengentaskan – menyelamatkan – manusia dari kemiskinan dan dari
penderitaan secara secara jasmani; 1 Kor. 8:9.
Nabi Yesaya menubuatkan bahwa kematian Yesus Kristus, se-
lain untuk mengadakan pendamaian atau penebusan dosa, juga ber-
tujuan menyelamatkan manusia dari penderitaan-penderitaan badani
yaitu me­nyembuhkan dari berbagai sakit penyakit dan melepaskan dar
segala ke­sengsaraan hidup; Yes. 53:4-5. Sesudah Kristus disalibkan, Ra-
sul Petrus menegaskan kembali peran penderitaan Yesus, yaitu untuk me­
nyembuhkan; 1 Pet. 2:24. Selanjutnya, Rasul Paulus mengatakan bahwa
peristiwa kematian Yesus di kayu salib mengangkat segala kutuk; Kol.
2:13-15. Tragedi tama Eden – kejatuhan Adam - menyebabkan kutuk
datang atas tanah, dan kutuk itu telah mengakibatkan penderitaan dan

Suara EL-Asah Tahun II No. 9


18 Teologia

kesengsaraan manusia secara jasmani berupa kelaparan dan sakit penya-


kit, seperti yang dialami Adam; Kej. 3:17-19.
Di dalam kaitannya dengan keselamatan jasmani itu Yesus menja-
min anak-anak Allah tidak akan mati akibat kelaparan atau kedinginan,
sebab Bapa di surga sudah menyediakan apa yang menjadi kebutuhan
hidup sehari-hari orang-orang beriman; Mat. 6:25-34. Puncak dari kese-
lamatan jasmani adalah kebangkitan tubuh jasmani dari kematian, pada
hari kedatangan Yesus yang kedua kali. Ketika itu Firman Allah tentang
‘maut telah dikalahkan’ baru akan menjadi suatu pengalaman nyata, kare-
na kematian tidak akan berkuasa lagi atas manusia; 1 Kor.15: 44; Fil. 3:21;
Roma 8:23.

2. Dimensi Spiritual
Sudah dijelaskan di atas bahwa – total depravity, atau kerusakan
total akibat dosa, menjangkau seluruh dimensi spiritual manusia yaitu
jiwa, roh, mental, dan intelektual. Kerusakan pada unsur spiritual
tersebut pertama-tama adalah keterpisahan manusia dari Pencipta-Nya.
Hubungan dan komunikasi yang harmonis, berubah menjadi hubungan
yang penuh dengan ketegangan. Adam dan Hawa melihat Tuhan bukan
lagi sebagai Pencipta dan Bapa yang penuh kasih, tetapi sebagai Allah
yang mengancam, menghakimi, dan yang selalu siap untuk menghukum,
sehingga Adam harus lari bersembunyi dari hadapan Penciptanya; Kej.
3:10. Manusia dalam hatinya bersikap memusuhi Allah; Roma 5:10, dan
tidak mampu mengenal apa yang benar dan baik; Roma 10:3; 1 Kor. 1:21.
Karya keselamatan dari Allah mencakup keselamatan spiritual
secara utuh. Pertama-tama, keselamatan spiritual berupa ‘shalom’ atau
keadaan damai dan tenang di dalam jiwa seseorang. Yesus mengundang
manusia yang jiwanya lelah dalam keberdosaan untuk datang kepada-
Nya menikmati keselamatan jiwa yaitu kelegaan jiwa; Mat. 11:28.
Keselamatan unsur spiritual telah tercapai saat seseorang beriman kepada
Yesus; 1 Pet. 1:9. Pewartaan Injil keseluruh dunia adalah cara Allah untuk
menumbuhkan iman di dalam diri manusia untuk percaya kepada Yesus,
agar mereka memperoleh anugerah keselamatan; Mark. 16:15-16.
Pada saat seseorang beriman kepada Yesus, pada saat itu juga ia telah
memperoleh dan memiliki hidup yang kekal di dalam dirinya; Yoh. 3:16.

Suara EL-Asah Tahun II No. 9


Teologia 19

Hidup yang kekal adalah kualitas kehidupan Allah, atau natur kekekalan
dan keabadian Allah – sebab Allah itu kekal. Natur kekekalan hidup Allah
hilang ketika manusia jatuh ke dalam dosa, atau tepat pada saat manusia
melanggar larangan ‘jangan’ makan buah pohon pengetahuan baik dan
jahat; Kej. 3:7, 17-19. Gambar dan rupa Allah yang hilang dari manusia
adalah sifat kekekalan, atau hidup yang kekal. Adam dan Hawa kemudian
mati. Melalui karya Yesus di kayu salib, dan dengan keterbukaan manusia
untuk menerima Yesus sebagai Juruselamat, natur Allah, yaitu kehidupan
kekal, keabadian, atau keselamatan, dikembalikan kepada manusia.

DIMENSI-DIMENSI WAKTU
Dari sisi waktu, Alkitab menjelaskan bahwa
pengalaman keselamat­an yang dianugerahkan Allah
kepada manusia meliputi tiga dimensi waktu yaitu:

1. MASA LAMPAU
Bila dilihat dari segi sejarah rencana penye­
lamatan, ada dua kategori masa lampau yang di dalam-
nya Allah melakukan karya penyelamtan bagi manusia:
Pertama; Kategori masa lampau dalam perspektif Allah. Yang
dimaksud dengan masa lampau dalam perspektif Allah, yaitu waktu atau
masa kekal lampau yang di dalamnya hanya ada Allah, atau masa sebelum
Allah menciptakan alam semesta. Di dalam masa sebelum dunia dijadikan,
Allah telah melakukan dan bahkan telah menyelesaikan sebagian dari
karya penyelamatan.
Firman Allah menegaskan bahwa Allah sudah menetapkan Sang
Penyelamat sebelum Ia menciptakan segala sesuatu, tetapi Sang Penye­
lamat itu baru dinyatakan pada akhir zaman; 1 Pet. 1:20; Kis. 2:22. Selan-
jutnya, Alkitab menyatakan bahwa Allah juga telah memilih dan mene-
tapkan orang-orang yang akan diselamatkan sebelum dunia dijadikan;
Ef. 1:4-5. Atau dengan pengertian lain, dalam perspektif Allah, semua orang
yang diselamatkan di sepanjang sejarah keselamatan - mulai dari Adam
sampai kedatangan Yesus nanti - sudah diselamatkan sebelum mereka ha-
dir di dalam dunia.

Suara EL-Asah Tahun II No. 9


20 Teologia

Jika demikian, maka berarti dalam perspektif Allah, gagasan atau


program penyelamatan dengan segala aspeknya, bukan baru dimulai
ketika terjadi tragedi kejatuhan Adam dan Hawa di Taman Eden. Sang
Penyelamat, proses penyelamatan, keputusan untuk menyelamatkan, dan
obyek penyelamatan, semuanya telah ditetapkan oleh Allah dalam masa
kekal lampau, sebelum segala alam semesta diciptakan.
Kedua; Kategori masa lampau dalam perspektif kita. Pada waktu
kita menerima atau beriman kepada Yesus – pada masa lampau dari
keberadaan kita sekarang - kita sudah memperoleh hidup kekal. Hal ini
ditegaskan oleh Yesus bahwa pada saat sesorang percaya kepada-Nya,
pada saat itu juga orang tersebut telah memperoleh hidup yang kekal;
Yoh. 3:16. Prinsip ini ditegaskan kembali oleh Rasul Paulus dengan
mengacu pada masa lampau jemaat di Efesus. Paulus mengungkapkan:
‘ketika kamu percaya, pada waktu itu juga kamu telah dimeteraikan oleh
Roh Kudus menjadi milik Tuhan, atau sebagai orang-orang yang telah
diselamatkan; Ef. 1:13-14; Titus 3:5.
Penting untuk diperhatikan bahwa metarai Roh Kudus pada orang-
orang beriman berfungsi ganda; pertama, sebagai tanda kepemilikan
Allah atas orang-orang beriman, dan kedua, sebagai tanda pengesahan
keselamatan sebagai milik orang-orang beriman. Dengan meterai Roh
Kudus itu, orang-orang beriman sudah disahkan menjadi milik Allah, dan
keselamatan disahkan menjadi milik orang-orang beriman; 2 Kor. 1:21-22.
Rasul Paulus, dengan pemahaman yuridis yang sangat kuat, menegaskan
bahwa di dalam posisi saling memiliki tersebut, tidak ada otoritas yang
dapat menggugat posisi orang-orang pilihan untuk mengambil keselamatan
darinya, bahkan Allah sendiri pun, tidak mungkin melakukannya; Roma
8:33-39.

2. MASA KINI
Orang-orang telah yang menerima Yesus, sekarang berada dalam
posisi ‘telah memiliki keselamatan’ atau telah memperoleh hidup kekal
di dalam dirinya, dan sudah menjadi anak-anak Allah; Yoh.1:12. Mereka
bahkan sudah dipindahkan dari kerajaan maut ke dalam Kerajaan Allah,
atau dipindahkan dari neraka ke Surga; Kol. 1:12-13.

Suara EL-Asah Tahun II No. 9


Teologia 21

Akan tetapi dalam posisi sebagai orang-orang yang telah diselamat­


kan, atau sebagai orang-orang yang sudah memiliki hidup kekal, masih
ada pergumulan-pergumulan hidup yang harus dihadapi. Rasul Paulus
menggambarkan pergumulan hidup sebagai adanya dua kekuatan yang
saling tarik menarik di dalam dirinya yaitu; keinginan yang jahat, dan
keinginan yang baik, atau kehendak Roh, dan keinginan daging, atau
Roh Kudus dan roh setan; Roma 7:18-25; 8:6-8. Paulus menggambarkan
pergumulan orang-orang beriman sebagai peperangan melawan segala
penguasa-penguasa, pemerintah-pemerintah, dan penghulu-penghulu
gelap di udara; Ef. 6:12. Yesus sendiri juga menyatakan bahwa iblis
akan terus berupaya dengan segala tipu daya muslihatnya, menampi
untuk menjatuhkan serta menghancurkan iman orang-orang yang telah
diselamatkan; Mat. 24:4-5, 11, 24.
Akan tetapi dalam menghadapi
semua pergumulan atau peperang­an
rohani itu, Allah berjanji untuk terus
menggendong, menanggung, dan
memikul umat-Nya sampai masa
tua atau sampai akhir hayat; Yes.
46:3-4. Rasul Paulus memberi jami-
nan bahwa Allah akan meneguhkan
– memelihara – jemaat sampai pada
kesudahan, yaitu sampai hari Tuhan;
1Kor.1:8. Yesus juga berjanji kepada Petrus bahwa Ia akan berdoa supaya
iman mereka tidak gugur pada saat-saat menghadapi tantangan dari iblis;
Lukas 22:31-32.
Selanjutnya, Yesus menjamin bahwa domba-domba-Nya akan
dipelihara dengan cara menggenggam mereka di dalam tangan-Nya dan
tangan Bapa-Nya, sehingga tidak akan binasa sampai selama-lamanya,
dan tidak ada kuasa yang dapat merebut mereka dari tangan Yesus dan
Bapa; Yoh. 10:28-29. Jika pada suatu ketika dalam pergumulan itu, anak-
anak Tuhan jatuh ke dalam dosa, Allah telah menyediakan solusinya, yaitu
seorang Imam Besar yang akan mengampuni segala kesalahan dan dosa
anak-anak-Nya; 1 Yoh. 2:1-2. Keselamatan masa kini adalah pemeliharaan

Suara EL-Asah Tahun II No. 9


22 Teologia

Allah atas orang-orang yang sudah dipilih, yang sudah ditebus, atau
yang orang-orang yang sudah dianugerahi keselamatan. Allah, yang
merencanakan dan melaksanakan karya penyelamatan itu, pada satu sisi
sudah tentu tidak akan membiarkan rencana keselamatan-Nya gagal, dan
pada sisi yang lain, tidak akan membiarkan suatu pun kekuatan untuk
menghancurkan hidup anak-anak-Nya. Allah telah melakukan investasi
yang sangat besar di dalam proyek keselamatan, yaitu membeli orang-
orang berdoa dengan cara mengorbankan Anak-Nya: 1 Petrus 1:18-19.
Karya penyelamatan Allah di dalam hidup orang-orang beriman,
tetap berlangsung sampai saat ini, dalam bentuk pemeliharaan,
perlindungan, dan pembelaan Allah; Roma 8:35-39. Karya penyelamatan
Allah belum selesai ketika keselamatan dianugerahkan dan dimeteraikan
dalam hidup seseorang. Allah masih terus berkarya menyelamatkan
dengan cara memelihara, menjaga, melindungi, meneguhkan orang-orang
beriman sehingga tidak ada yang terhilang dan binasa. Ada sejumlah
besar pernyataan Allah di dalam Alkitab yang mengungkapkan bahwa Ia
memelihara orang-orang yang telah diselamatkan sampai pada akhirnya.

3. MASA YANG AKAN DATANG


Tujuan akhir dari rencana dan karya penyelamatan Allah adalah
persekutuan atau penyatuan orang-orang beriman dengan Allah dalam
kekekalan. Paulus mlihat tujuan akhir tersebut sebagai panggilan Surgawi,
yang akan membuat setiap orang dapat melupakan semua keindahan,
kemewahan, ataupun kepedihan masa lalu; Fil. 3:12-16. Sementara Yohanes
memandangnya sebagai saat berkumpulnya semua bangsa, bahasa, dan
suku di hadapan Allah. Suatu masa depan alam yang di dalamnya orang-
orang yang diselamatkan tidak lagi menalami derita, dan kesedihan seperti
sekarang ini; Wah. 7:13-17.
Mungkin timbul pertanyaan: apakah ada jaminan bahwa semua
orang yang sudah menerima keselamatan, dan yang sekarang sedang
hidup dalam pemeliharaan Allah, dijamin akan tetap selamat sampai pada
hari Tuhan? Pertanyaan ini cukup sederhana tetapi menimbulkan banyak
interpretasi, bahkan sampai pada tingkat konflik teologis. Tetapi di sini
tidak akan dibahas mengenai interpretasi dan konflik tersebut.

Suara EL-Asah Tahun II No. 9


Teologia 23

Sebenarnya, jika konsep Alkitab tentang pemeliharaan Allah


– keselamatan masa kini – diterima, dan dipahami sebagaimana adanya,
pertanyaan-pertanyaan, interpretasi, dan konflik-konflik tersebut tidak
perlu muncul. Kecuali jika pembaca – orang-orang beriman - meragukan
kebenaran atau pun otoritas dari sebagian isi Alkitab, khususnya yang
berbicara mengenai pemeliharaan kekal Allah.
Jika Allah sudah berkarya menyediakan semua sarana dan proses
penyelamatan, dan selanjutnya Allah terus berkarya memelihara orang-
orang beriman sampai sekarang, maka sudah tentu bahwa Allah pasti
akan melakukan pemeliharaan-Nya sampai Ia mencapai tujuan rencana-
Nya. Dalam hal ini sangat penting untuk direnugkan bahwa Allah
tidak pernah gagal mencapai atau mewujudkan apapun yang pernah
direncanakan melalui dan untuk sesorang, bahkan untuk hal-hal yang
kecil dan sederhana sekalipun, terlebih lebih lagi untuk rencana dan karya
agung-Nya yaitu keselamatan.
Allah sudah memeteraikan orang-orang beriman dengan Roh
Kudus, sebagai jaminan untuk memperoleh semuanya pada waktu yang
akan datang; Ef. 1:13-14. Meterai Roh Kudus itu adalah jaminan kepastian,
bahwa keselamatan masa depan sudah menjadi milik orang-orang ber­
iman; 2 Kor. 1:21-22. Sebab jika Allah yang telah memulai, dan yang sedang
melakukannya di dalam diri orang-orang beriman, maka Ia juga yang akan
menyelesaikan semuanya sampai pada hari Kristus - Filipi. 1:6.
Orang-orang yang telah dipilih, lalu dibenarkan, kemudian di-
pelihara, pada akhirnya – masa yang akan datang - mereka juga yang
akan diangkat, atau dimuliakan oleh Allah; Rom. 8:29-30. Ayat-ayat ini
memberi pesan yang jelas bahwa keselamatan yang Allah anugerahkan
kepada orang-orang pilihan-Nya, tidak pernah diambil, atau dibatalkan
oleh Allah, sebab Allah tidak pernah menyesal memberi anugerah pada
umat-Nya; Roma 11:29. Akhirnya, Rasul Paulus menjelaskan bahwa ke­
selamatan masa depan adalah kelepasan dari murka Allah; Roma 5:9-10.
Dari uraian tersebut di atas, menjadi jelas bahwa keselamatan yang
dianugerahkan Allah kepada orang-orang beriman telah menjangkau
seluruh dimensi dalam diri manusia, dan mencakup segala waktu dalam
perjalanan hidup manusia. Ini berarti bahwa keselamatan di dalam Yesus

Suara EL-Asah Tahun II No. 9


24 Teologia

bukan lagi sesuatu yang masih berupa janji, dan yang realisasinya masih
diharapkan, atau ditunggu-tunggu. Keselamatan itu sudah dimiliki,
dan sedang dijalani, dan akan mencapai klimaksnya – kelengkapannya
– pada masa yang akan datang. Singkatnya, kita sudah diselamatkan,
sekarang kita sedang hidup dalam keselamatan, dan di kemudian hari,
kita akan diselamatkan dari kebinasaan. Keselamatan dalam tiga dimensi
waktu tersebut adalah karya Allah sepenuhnya, sebab Dia yang telah
memulai pekerjaan yang baik di dalam umat-Nya, Dia juga yang akan
menyempurnakannya; Fil. 1:6.

Suara EL-Asah Tahun II No. 9


Leadership 25

Pelatihan Pemimpin Kristen

DR. S. TANDIASSA M.A

KATA PENGANTAR

P ada Edisi yang lalu penulis menampilkan dua tokoh di dalam


Perjanjian Baru – Yesus dan Paulus – sebagai contoh orang-orang
dipersiapkan dan diperlengkapi untuk menjadi pemimpin yang
baik. Pada edisi ini penulis akan membahas mengenai pentingnya
proses pelatihan bagi para pemimpin dan calon pemimpin Kristen.
Pembahasan ini didasarkan atas pengalaman-pengalaman historis
para ahli leadership.
Masalah pelatihan kepemimpinan dalam rangka mempersiapkan
pemimpin-pemimpin Kristen, telah lama mendapat perhatian dari banyak
pihak, khususnya dalam hal ini, dari mereka yang memiliki kepedulian
terhadap pelayanan-pelayanan gerejawi. Dokumen-dokumen atau buku-
buku yang menguraikan tentang adanya dan pentingnya sebuah proses
pelatihan kepemimpinan, dapat ditemukan dengan mudah, baik di
perpustakaan-perpustakaan Kristen maupun di toko-toko buku Kristen.
Beberapa ahli di bidang kepemimpinan – khususnya dalam hal ini
bidang Kepemimpinan Kristen – sependapat dalam hal pentingnya proses
atau tahapan yang bersifat pelatihan atau pendidikan untuk melengkapi
para calon pemimpin Kristen. Proses atau tahapan pelatihan ini tentu saja
tidak dimaksudkan sikap mengesampingkan adanya karunia kepemimpin­
an dari Tuhan. Sebaliknya dalam pandangan para ahli, proses pelatihan
justru dimaksudkan untuk lebih memperjelas, dan memperluas wawasan
peserta pelatihan tentang fungsi atau ruang lingkup kepemimpinan Kris-
ten, serta mempertajam keterampilan para calon pemimpin Kristen dalam
menjalankan peran mereka sebagai pemimpin umat.

Suara EL-Asah Tahun II No. 9


26 Leadership

J. Marvin Leech menganggap bahwa pelatihan atau pendidikan


bagi para calon pemimpin Kristen tidak bisa tidak, harus dilakukan. Atas
pertimbangan itu Leech mengarang sebuah buku yang khusus digunakan
untuk program pelatihan Kepemimpinan Kristen yang berjudul: ‘Maju
Dalam Pengelolaan dan Kepemimpinan Kristen’. Selanjutnya, Leech
menekankan pentingnya proses pelatihan bagi para calon pemimpin
Kristen. Tetapi pelatihan yang dimaksud bukan pelatihan yang hanya
berorientasi pada teori-teori kepemimpinan, melainkan pelatihan yang
memungkinkan peserta pelatihan dapat melakukan sesuatu, atau pelatihan
yang dapat memberikan keterampilan kepada peserta untuk memimpin.
Secara rinci Leech menguraikan demikian:
Latihan adalah satu bagian yang penting sekali dalam organisasi. Melatih
berarti mengajar seseorang melakukan sesuatu, bukan hanya memberi
orientasi/pengetahuan. Suatu program latihan haruslah memungkinkan
orang dapat melakukan sesuatu yang dahulu tidak dapat dilakukan. Setiap
pemimpin yang baik mengetahui, bahwa latihan berujung menghasilkan
kesanggupan atau kemampuan, dan tak satu organisasipun yang dapat
maju tanpa kemampuan tersebut.1
Secara keseluruhan konsep Marvin Leech dalam buku “Maju Dalam
Pengelolaan dan Kepemimpinan Kristen” tentang pelatihan kepemimpinan
Kristen berfokus pada usaha untuk membangun kemampuan (calon)
pemimpin Kristen dalam dua hal yaitu, kemampuan pengelolaan hidup
dan kemampuan pengelolaan organisasi.
Pertama, kemampuan dalam pengelolaan hidup pemimpin. Sebagai
individu, seorang pemimpin Kristen harus memiliki kemampuan atau
kecakapan dalam mengelola seluruh aspek kehidupannya. Selanjutnya
Leech menegaskan bahwa pemimpin harus memahami dua hal penting:
‘1) mengenal diri sendiri, asal-usulnya serta kewajiban-kewajibannya
sekarang ini, dan 2) memiliki gambaran yang jelas tentang keyakinannya
ke mana Tuhan menghendaki dia harus bergerak’.2

1. J. Marvin Leech, II-8


2. Ibid, I-9

Suara EL-Asah Tahun II No. 9


Leadership 27

Berangkat dari penjelasan tersebut di atas, Leech membuat konsep


tentang pengelolaan hidup pemimpin Kristen. Di dalam konsep tersebut
terdapat empat aspek yang menurut Leech, harus dipahami dan dikuasai
oleh pemimpin Kristen.
1. Aspek Hidup, yang meliputi empat segi yaitu: 1) Latar belakang. 2)
Situasi sekarang, 3) Ikatan-ikatan, dan 4) Gol-gol.
2. Aspek Gol-gol Hidup, yang meliputi tiga unsur yaitu: 1) Arti Tujuan
dan Gol, 2) Gol sebagai tujuan yang dapat diukur, 3) Tujuan.
3. Aspek Prioritas-prioritas, yang berbicara mengenai tiga prioritas
dalam penggunaan waktu yaitu: 1) Waktu untuk Tuhan, 2) waktu un-
tuk tubuh Kristus, dan 3) waktu untuk keperluan-keperluan lain.
4. Aspek Perencanaan. Di dalam membuat perencanaan, pemimpin
disarankan untuk melakukan tujuh langkah yaitu: 1) mengenal tu-
juan-tujuan hidup, 2) Menggambarkan situasinya, 3) menentukan
gol-gol jangka panjang, 4) menentukan gol-gol jangka pendek, 5)
bertindak, 6) berbuat seakan-akan kita sudah benar-benar menuju
ke arah gol, 7) mendoakan gol-gol.
Kedua, kemampuan atau keterampilan pemimpin dalam mengelola
organisasi. Seorang pemimpin Kristen harus memiliki kemampuan atau
keterampilan dalam mengelola organisasi gereja. Leech menjelaskan
bahwa ada empat unsur dalam pola kepemimpinan Kristen yang terjadi
di dalam empat tahap. Secara lengkap dijelaskan demikian:
Pola kepemimpinan Kristen terjadi dalam empat tahap yang dapat diringkas
salam satu kalimat: Merencanakan Program Kerja, menyusun struktur
organisasi, mengarahkan tenaga, dan melakukan pengawasan untuk
menjamin hasil yang sesuai dengan tujuan program semula. 3

Tahap-tahap tersebut di atas dijelaskan secara ringkas


1. Perencanaan, mencakup penentuan tujuan-tujuan dan gol-gol dari
organisasi, dan pedoman-pedoman kerja untuk melaksanakan tujuan-
tujuan dan gol-gol.
2. Peyusunan, yaitu pengorganisasian yang meliputi pengumpulan
sumber daya manusia, modal dan perlengkapan, demi mencapai
gol-gol tersebut.

3. Ibid, I-29

Suara EL-Asah Tahun II No. 9


28 Leadership

3. Pengarahan, meliputi pemilihan tenaga kerja,


4. Penyerahan tugas, komunikasi, pengambilan keputusan.
5. Pengawasan, bertujuan untuk menjamin hasil yang sesuai dengan
tujuan dan rencana organisasi.
Mengenai pengelolaan hidup dan pengelolaan organisasi, akan
dijelaskan kembali dalam Bab IV, pada bagian pelaksanaan proyek.
Untuk memperoleh pemahaman yang komprehensip mengenai
konsep kepemimpinan, serta memiliki keterampilan atau kemampuan
dalam menjalankan fungsi kepemimpinan dengan efektif, seperti yang
dimaksud oleh Leech, seorang pemimin tentu harus melewati suatu proses
pendidikan atau pelatihan.
Para penulis dalam bidang kepemimpinan Kristen berpendapat
bahwa gereja masa kini dan masa depan membutuhkan pemimpin Kristen
yang memiliki kemampuan dan keterampilan dalam mengelola organisasi
gereja. Mereka juga sependapat akan pentingnya suatu proses pelatihan
atau pendidikan kepemiminan untuk menghasilkan pemimpin-pemimpin
Kristen yang demikian.
E. Martasujita tidak sependapat dengan anggapan dari sebagian
masyarakat Kristen selama ini bahwa kepemimpinan adalah suatu sifat
atau bakat alami (karunia), yang dibawa atau sudah dimiliki sejak lahir.
Martasudjita berpendapat bahwa anggapan atau paham seperti ini sudah
tidak dapat dipertahankan lagi untuk masa sekarang. Selanjutnya ia
mengungkapkan anggapan tersebut demikian:
Lama sekali orang berpendapat bahwa kemampuan memimpin itu adalah
suatu bakat alam atau pembawaan sejak lahir. Seolah-olah bakat memimpin
itu sudah dari sononya. Dengan kata lain, banyak orang berpandangan
bahwa kepemimpinan merupakan sifat yang dimiliki seseorang sebagai
anugerah alam atau anugerah Allah sejak lahir. Pandangan ini juga melihat
bahwa orang yang berbakat memimpin akan dapat memimpin kelompok
dalam segala situasi dan kondisi.4

4. E. Martasudjita, Pr. Kepemimpinan Transformatif, (Jogjakarta, Kanisius, 2001), 13

Suara EL-Asah Tahun II No. 9


Leadership 29

Martasudjita menegaskan bahwa paham seperti itu sudah lama


ditinggalkan. Dengan pernyataan itu Martasudjita secara implisit mau
mengatakan bahwa kemampuan dan keahlian seseorang dalam bidang
kepemimpinan harus melalui sebuah proses, sebuah pendidikan, atau
suatu pelatihan, dan tidak boleh hanya mengandalkan sifat-sifat atau
bakat-bakat alami. Selanjutnya Marsudjita menyatakan demikian:
Sekarang diyakini bahwa kepemimpinan itu pertama-tama suatu proses
yang berlangsung dalam suatu kelompok. Kepemimpinan adalah suatu
transaksi sosial. Kepemimpinan adalah kegiatan suatu kelompok untuk
memungkinkan para anggotanya menggalang kekuatannya demi mencapai
tujuan bersama.5
Dalam pengertian lain, pengetahuan dan kemampuan memimpin
itu berkembang melalui suatu proses waktu, dan merupakan hasil dari
proses interaksi antar manusia. Dalam hal ini masalah proses waktu dan
masalah interaksi antar manusia mengacu kepada proses pendidikan atau
pelatihan.
Bill Perkins memiliki pendapat yang sama dengan Martasudjita
bahwa pemimpin itu diciptakan dan bukan dilahirkan. Dengan pengertian
lain, pemimpin yang efektif dan berkualitas dihasilkan melalui suatu
proses belajar, dan bukan disebabkan oleh kualitas keturunan yang bagus.
Selanjutnya, Bill Perkins menguraikan demikian:
Karena kepemimpinan adalah sebuah seni, kepemimpinan yang efektif
adalah hasil dari sebuah kerja keras – bukan gen yang bagus. Jadi tidak
peduli apakah Anda baru saja masuk ke dalam peran kepemimpinan dan
merasa tidak pada tempatnya, seperti seekor kura-kura dalam sebuah
pertandingan balap, atau Anda sedang memimpin salah satu perusahaan
yang masuk peringkat Fortune 500, ada hal-hal tertentu yang harus anda
lakukan untuk mengasah keterampilan kepemimpinan Anda.6
Faktor bakat alami, pada satu sisi tentu tidak boleh dikesampingkan,
akan tetapi pada sisi yang lain juga tidak boleh diandalkan sehingga
seseorang menganggap tidak lagi penting untuk belajar teknik-teknik

5. Ibid, 15
6. Bill Perkins, 10

Suara EL-Asah Tahun II No. 9


30 Leadership

dan ilmu kepemimpinan. Menurut Bill Perkins, orang yang memiliki


bakat alami sekalipun, tetap harus bekerja keras dalam mempelajari ke­
pemimpinan. Sebaliknya, orang yang tidak memiliki bakat dapat berhasil
sebagai pemimpin jika ia mau belajar.
Sama halnya dengan pria atau wanita yang memiliki bakat alami akan
kepemimpinan, mereka juga harus mempelajari seni kepemimpinan dan
berusaha keras untuk menguasai hal-hal yang mendasar. Orang-orang
yang tidak begitu memiliki bakat masih memiliki kesempatan untuk berhasil
sebagai pemimpin jika mereka mau mempelajari prinsip-prinsip dasarnya
dan mempraktikkannya.7
Oswald J Sanders, dalam buku ‘Kepemimpinan Rohani’ menekankan
kewajiban gereja masa kini untuk mempersiapkan pemimpin-pemimpin
gereja masa depan. Sanders seperti telah melihat situasi dan kondisi gereja
masa depan, lalu ia memprediksi apa yang kemungkinan menjadi masalah
yang akan dihadapi oleh gereja. Dalam kapasitasnya sebagai seorang
penulis ilmu kepemimpin rohani, Oswald dengan tegas dan penuh
keyakinan meramalkan bahwa kebutuhan gereja yang paling mendesak
pada waktu-waktu yang akan datang adalah pemimpin-pemimpin rohani
yang potensial. Ia menjelaskan hal ini demikian:
Jika gereja ingin memenuhi kewajibannya terhadap generasi yang akan
datang, maka kebutuhannya yang sangat mendesak ialah kebutuhan
akan seorang pemimpin yang berwibawa, yang rohani dan yang rela
berkorban.8
Meskipun di sini Oswald tidak mengungkapkan secara eksplisit
tentang pelatihan sebagai persiapan dan tugas gereja, akan tetapi secara
logis dapat dipahami bahwa pernyataan itu secara tersirat menekankan
pentingnya mempersiapkan pemimpin-pemimpin gereja masa depan
melalui suatu proses pelatihan atau pendidikan. Sebab dengan dan melalui
apakah gereja dapat mempersiapkan dan melengkapi atau menghasilkan
pemimpin-pemimpin yang potensial dan berwibawa jika bukan melalui
proses pendidikan atau pelatihan? Hanya pemimpin-pemimpin yang telah

7. Ibid
8. J. Oswald Sanders, 17

Suara EL-Asah Tahun II No. 9


Leadership 31

dipersiapkan sedemikian rupa melalui pendidikan, yang memiliki tingkat


pengetahuan mengenai tugas-tugas kepemimpinan dan dengan demikian
juga memiliki kemampuan untuk menggerakkan dan mempengaruhi
orang lain.
Bob Gordon, dalam bukunya ‘Motivasi Seorang Pemimpin’ berpen­
dapat bahwa di dalam kepemimpinan Kristen harus ada keseimbangan
antara keterampilan, karunia Allah, dan sikap. Keterampilan didefinisikan
sebagai memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk melakukan dengan
baik tugas-tugas kepemimpinan. Keterampilan dibutuhkan untuk dapat
menangani semua pekerjaan dan tugas kepemimpinan dengan berhasil.
Selengkapnya Gordon menjelaskan demikian:
Hasil kerja yang terbaik kita sebagai orang Kristen adalah kombinasi antara
keterampilan, karunia Allah dan sikap. Keterampilan dapat didefinisikan
sebagai memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk melakukan
sesuatu. Seperti sebuah aturan, keterampilan dibutuhkan agar kita dapat
mengangani semua pekerjaan dengan berhasil.9
Keterampilan dan sikap menyangkut pengetahuan. Artinya, se­
se­orang dapat memiliki keterampilan kepemimpinan, dan mampu
membangun sikap sesuai sebagai seorang pemimpin karena ia memiliki
pengetahuan. Sementara untuk mendapatkan pengetahuan tentang
keterampilan dan sikap, diperlukan suatu proses pendidikan atau pelatihan.
Dalam pengertian lain, tanpa sebuah proses pelatihan atau pendidikan,
sulit untuk menghasilkan pemimpin-pemimpin yang potenisal, terampil,
berwawasan luas, efektif, dan kreatif.
Selanjutnya, Gordon memberikan tekanan pada aspek sikap
dengan mengatakan bahwa sikap adalah hal yang paling menentukan
dan membedakan antara orang yang benar-benar sukses dan yang hanya
sekedar memadai. Apa yang dimaksud oleh Gordon dengan sikap di sini
tidak hanya sebatas pengetian ‘bagaimana cara’ tetapi lebih mengacu
kepada tingkat atau bobot pengetahuan atau pemahaman seorang
pemimpin. Hal ini dijelaskan oleh Gordon demikian:

9. Bob Gordon, Motivasi Seorang Pemimpin (Jakarta: Nafiri Gabriel, 2000), 27.

Suara EL-Asah Tahun II No. 9


32 Leadership

Sikap dapat didefinisikan sebagai pemikiran, cara pandang, atau perspektif


yang mendorong atau mempersiapkan kita untuk bertindak dengan cara
tertentu. Tidak banyak orang yang dapat mengendalikan dan menyesuaikan
sikapnya secara efektif. Sikap kitalah yang menentukan bagaimana kita
dapat menggunakan keterampilan dan karunia Allah. Bahkan sikap kita
juga menentukan bagaimana kita mengekspresikan atau menggunakan
apa yang kita ketahui sacara intelek.10
Pada satu sisi harus diakui adanya unsur karunia Allah dalam
bidang kepemimpinan, akan tetapi hal ini tentu tidak dapat dijadikan
alasan untuk meniadakan atau mengurangi arti dan pentingnya suatu
proses atau suatu tahapan pelatihan atau pendidikan kepemimpinan yang
harus dilalui oleh para calon pemimpin Kristen. Seseorang yang memiliki
karunia kepemimpinan tetap membutuhkan pengertian-pengertian dan
wawasan berkaitan dengan konsep-konsep serta tugas-tugas seorang
pemimpin.
Frank Damazio, melalui tulisannya, Memimpin Dengan Roh,
menekankan perlunya semua orang yang berfungsi dalam peran
kepemimpinan gereja lokal untuk dilengkapi dengan pemahaman atau
pengetahuan yang berkaitan dengan doktrin, filsafat, dan visi yang
dimiliki oleh gereja lokal. Damazio menjelaskan demikian:
Semua orang yang berfungsi dalam tim tersebut dipanggil oleh Tuhan
dan diperlengkapi dengan doktrin, filsafat, dan visi dari rumah Allah itu.
Para anggota tim harus memiliki keyakinan yang memungkinkan mereka
berfungsi secara tepat dan kreatif.11
Melalui ungkapan ‘diperlengkapi dengan doktrin, filsafat, dan
visi’ Damazio secara eksplisit mengacu kepada proses pendidikan atau
pelatihan. Sebab hanya melalui proses ini seseorang akan mendapatkan
pengetahuan mengenai doktrin, filsafat, dan visi tentang pelayanan dan
kepemimpinan di sebuah gereja lokal.
Bahwa seseorang harus diperlengkapi melalui proses pendidikan atau
pelatihan, prinsip ini diungkapkan kembali oleh Damazio di dalam Bab

10. Bob Gordon, 28


11. F. Darmazio, 44

Suara EL-Asah Tahun II No. 9


Leadership 33

berikutnya demikian: ‘Sebelum menggerakkan dan mendorong umat untuk


maju, orang yang ditetapkan terlebih dahulu belajar menetapkan jalan,
membuat peta perjalanan’.12
Kemampuan untuk melihat dan menetapkan jalan, atau membuat
peta perjalanan harus didahului dengan proses belajar. Dengan kata
lain, faktor belajar atau pelatihan sangat mempengaruhi tingkat
kemampuan seorang pemimpin dalam membuat strategi untuk mecapai
atau merealisasikan visi dari organisasi atau kelompok orang yang
dipimpinnya.
Hal pentingnya para pemimpin – tidak terkecuali pemimpin Kristen
– untuk belajar secara terus menerus ditegaskan oleh John Maxwell dalam
bukunya: ‘Kekuatan Kepemimpinan’ demikian:
Begitu anda berhenti belajar, anda tidak lagi memimpin. Pemimpin adalah
orang yang mau belajar. Begitu seseorang merasa telah menguasai
semua jawabannya, ia takkan mau lagi diajar dan akan segera kehilangan
kepemimpinannya. Pemikiran serta metodenya akan ketinggalan, dan
akhirnya basi. Pemimpin yang baik haus akan pembelajaran, terus sampai
ke liang kubur. 13
Melalui pelatihan seseorang dipersiapkan untuk menjadi pemimpin
yang berkualitas, dan dengan belajar secara terus menerus, pemimpin
mampu mengimbangi perkembangan dan perubahan, serta tuntutan-
tuntutan zaman. Atau dalam pengertian lain, proses pelatihan dan belajar
secara kontinu akan menghasilkan pemimpin-pemimpin Kristen yang
memiliki pola atau strategi kepemimpinan yang selalu relevan dengan
situasi dan kebutuhan zaman.
Penelusuran historis tersebut di atas menunjukkan fakta-fakta
berupa pernyataan-pernyataan yang menegaskan bahwa para pakar
dalam bidang ilmu kepemimpinan Kristen sepakat dalam hal pentingnya
pelatihan atau proses belajar baik bagi calon pemimpin maupun bagi
pemimpin Kristen itu sendiri. Secara implisit, mereka juga sepakat

12. Ibid, 74
13. John Maxwell, Kekuatan Kepemimpinan (Batam: Interaksara, 2002), 56.

Suara EL-Asah Tahun II No. 9


34 Leadership

menyarankan supaya pemimpin-pemimpin Kristen sebaiknya jangan


hanya mengandalkan bakat alami atau karunia kepemimpinan dalam
memimpin atau mengelola organisasi gereja, walaupun aspek karunia
atau bakat alami tidak dikesampingkan. Sebab kepemimpinan yang
efektif merupakan hasil dari kerja keras pemimpin dalam mengasah
keterampilan melalui berbagai proses pelatihan atau pendidikan. Para
ahli juga sepakat bahwa usaha yang serius dalam belajar akan prinsip-
prinsip, doktrin, dan filsafat kepemimpinan akan memberi kesempatan
kepada setiap pemimpin untuk berhasil.
Berangkat dari penelusuran biblikal dan penelusuran historis,
seperti yang telah diuraikan di atas, akhirnya tidak dapat dihindari untuk
menerima asumsi bahwa pelatihan atau pembelajaran bagi calon pemimpin
Kristen harus dilakukan jika gereja mengharapkan munculnya pemimpin-
pemimpin gereja yang handal dan berkualitas. Dan perlu ditegaskan juga
bahwa proses pembelajaran atau pelatihan perlu dilakukan tidak hanya
sebelum seseorang menduduki posisi sebagai pemimpin, akan tetapi
harus berlangsung secara terus menerus sepanjang hidup pemimpin yang
bersangkutan. Hal itu diperlukan agar pemimpin Kristen selalu bersikap
inovatif, kreatif, serta mampu beradaptasi dengan perkembangan dan
tuntutan zaman.

(Bersambung ke edisi mendatang)

Suara EL-Asah Tahun II No. 9


Keluarga 35

KETIKA ANAK REMAJA KITA


MEMBERONTAK

Amsal 22:6. Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka
pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu.

A khir-akhir ini ada banyak sinetron di acara-acara TV yang


bertemakan kehidupan remaja. Bila para orang tua menyimak
acara-acara sinetron ini mereka bisa terkaget-kaget melihat gambar­
an-gambaran ulah dari remaja jaman sekarang yang ditayangkan
dalam sinetron-sinetron tersebut. Ada kebrutalan, tantangan dalam
pergaulan, narkoba, kebencian yang mendalam, perkelahian, per-
saingan yang tidak sehat, perbedaan kelas sosial, fitnah, dan saling
menjebak untuk menjatuhkan harga diri seorang teman sekolah, dan
banyak lagi di dalam dunia remaja itu.
Kita memang tidak bisa menutup mata atas kehidupan anak-anak
remaja yang digambarkan di sinetron-sinetron itu. Kita mungkin berpikir
bahwa hal-hal berbahaya dalam kehidupan remaja itu hanya terjadi di kota
besar. Tetapi anak-anak remaja kita bisa dengan cepat meniru apa yang
mereka lihat dan bahaya akan mengancam mereka karena dunia televisi
yang sudah menjadi bagian dalam setiap kehidupan remaja di negara kita.
Kita mungkin berpikir bahwa remaja kita tidak mungkin sebejat remaja
yang digambarkan di sinetron tetapi ingat pencegahan lebih baik daripada
keterlambatan.
Tugas para orang tua adalah mendidik anak-anak mereka sampai
mereka bisa menemukan eksistensi diri mereka dalam keluarga dan ma-
syarakat dan memandirikan mereka sampai benar-benar tidak tergantung
secara finansial kepada orang tua. Di dalam menemukan eksistensi diri
inilah banyak remaja kita menjadi pemberontak karena mereka ingin ke-

Suara EL-Asah Tahun II No. 9


36 Keluarga

luar dari bayang-bayang orang tua mereka dan menemukan jati diri prib-
adi mereka. Oleh sebab itu dalam mendidik anak ingatlah akan 4 prinsip
berikut:

1. Anak-anak memiliki dosa warisan

Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu
orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar
kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa
(Roma 5:12)
Setiap orang yang lahir di dunia ini dilahirkan dalam keadaan
berdosa di hadapan Allah karena dosa Adam yang diwariskan dari
generasi ke generasi sejak Adan dan Hawa sampai kepada diri kita dan
anak-anak kita. Bahkan Paulus juga menyatakan bahwa sebagai orang
berdosa tidak ada sesuatu pun yang baik. Tetapi syukur kepada Tuhan
karena penebusan Yesus maka kita dimerdekakan dari dosa.
Dengan menyadari bahwa anak-anak memiliki bibit dosa, bibit untuk
memberontak di hadapan Tuhan, maka para orang tua memiliki tugas,
tidak saja yang menyangkut hal-hal yang fisikal di dalam membesarkan
anak-anak mereka tetapi juga, dalam hal yang rohani dengan memberikan
dan menamamkan kebenaran firman Tuhan kepada diri mereka bahwa
Yesus adalah Penebus yang kepada-Nya kita harus percaya bahwa Ia
membebaskan kita dari dosa (Roma 6:18; 8:1; Galatia 5:54). Dan adanya
pergumulan akan hawa nafsu yang bisa dimenangkan oleh setiap anak
kita ketika menghadapi ajakan-ajakan atau godaan-godaan perbuatan dosa
melalui Roh Kudus yang menuntun kepada kebenaran dan kemenangan.

2. Para Orang Tua Harus Mengajarkan Rasa Hormat


Rasa hormat semakin sulit kita temukan dalam masyarakat kita.
Di kereta api atau di bus ketika seorang wanita tua mencari tempat duduk
maka jarang sekali terlihat orang-orang muda yang mau memberikan
tempat duduk mereka. Di jalanan, para pengendara dengan seenak
mereka menyerobot pengendara lain. Asap knalpot tebal mereka biarkan
dan tidak peduli dengan pengendara-pengendara lain yang terganggu.

Suara EL-Asah Tahun II No. 9


Keluarga 37

Di dalam keluarga, kita bisa melihat anak-anak yang berteriak-teriak kepada


orang tuanya ketika menginginkan sesuatu dan tidak dikabulkan.
Rasa hormat sulit kita temukan karena orang tua lupa mengajarkan
anak-anak mereka respek terhadap diri mereka sebagai orang tua, respek
kepada otoritas dalam masyarakat, dan respek kepada para pemimpin
di dalam sekolah dan gereja. Pengajaran respek ini perlu dilatihkan
secara terus menerus terhadap diri anak-anak sejak dini dan mereka
juga perlu teladan yang jelas tentang respek dari orang tua mereka.
Untuk memperbaiki tindakan yang salah harus orang tua harus segera
mengoreksi dan bila perlu memberikan hukuman terhadap diri anak-anak.
Sebaliknya bila anak-anak telah melakukan tindak-tindakan yang penuh
rasa hormat kepada orang-orang lain, orang tua juga patut memberikan
pujian sehingga mereka selalu bersemangat untuk melakukan tindakan-
tindakan yang penuh rasa hormat itu.

3. Jangan Melepas Tugas sebagai Orang Tua sampai Remaja kita


Mandiri
Orang tua cenderung untuk berhenti mendidik anak-anak mereka
sampai usia sekolah dan berpikir bahwa tugas guru-guru di sekolah anak-
anak merekalah yang mendidik anak-anak. Hal ini merupakan kesalahan
besar karena anak-anak tetap memerlukan pendidikan dari orang tua
sampai anak-anak secara mandiri secara finansial. Orang tua tetap
memiliki tugas mendidik anak-anak mereka agar anak-anak menemukan
dan mengembangkan karakter-karakter yang bermoralitas. Orang tua
harus menolong anak-anak mereka untuk berkembang secara maksimal
sampai mereka sungguh-sungguh menemukan pribadi mereka di tengah-
tengah keluarga, sekolah, dan masyarakat. Beban bagi orang tua adalah
membentuk moralitas anak-anak mereka untuk menjadi anak-anak yang
takut akan Tuhan dan mengenal Tuhan secara pribadi. Hal ini bisa terjadi
melalui contoh yang hidup atau teladan yang hidup melalui keluarga
masing-masing di mana anak-anak ini tumbuh dan berkembang. Oleh
sebab itu, tugas orang tua bukanlah tugas yang ringan untuk secara terus
menerus menghidupkan karakter Yesus di dalam diri mereka sendiri dan
membuat menjadikan keluarga mereka sebagai keluarga yang tinggal
dalam suasana kasih Kristus.

Suara EL-Asah Tahun II No. 9


38 Keluarga

Orang tua harus ingat bahwa anak remaja mereka akan mandiri
dan tugas orang tua harus mempersiapkan fondasi yang kuat pada
firman Allah dan mengajar serta membawa mereka kepada Tuhan yang
kita imani. Anak-anak belajar banyak tentang karakter kekristenan dari
lingkungan yang paling dekat dengan diri mereka yaitu orang tua. Paulus
menyatakan: “Jadi iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh Firman
Kristus” (Roma 10:17). Firman Kristus akan hidup melalui diri Anda
sebagai orang tua dalam keluarga Anda masing-masing.
Tugas orang tua mendidik tidak berhenti sampai anak-anak
bersekolah tetapi terus menerus dan tekun dikerjakan sampai anak-anak
itu mandiri secara finansial. Dan di masa-masa sebelum mereka mandiri
ini orang tua harus menciptakan suasana rumah/ keluarga yang terjalin
dengan rasa kasih, komunikasi yang baik, dan persekutuan yang erat.
Setiap kegiatan dalam rumah tangga apakah itu nonton sepak bola,
memancing, memasak, makan, belajar, dll merupakan cara yang efektif
untuk selalu mengenalkan Tuhan dalam kehidupan anak-anak.

4. Apa yang harus dikerjakan oleh orang tua bila anak remaja
mereka telah menjadi pemberontak?
Tidak ada kata terlambat untuk menolong anak-anak remaja kita
yang sudah menjadi pemberontak-pemberontak di dalam keluarga ktia.
Masih ada kesempatan yang bisa kita lakukan dengan kerja keras dan doa
untuk menolong mereka.
Yang pertama yang harus kita lakukan adalah meminta kepada hik-
mat Tuhan karena kita sungguh-sungguh akan memerlukan pertolongan
ilahi untuk mengubahkan anak remaja yang telah menjadi pemberontak
serta kesadaran dari orang tua bahwa dirinya sendiri tidak mungkin men-
gubahkan anak-anaknya kecuali Tuhan sendiri.
Setelah itu, orang tua harus berbicara hati ke hati dengan sang anak
remaja dan bertobat. Dari pembicaraan ini para orang tua dan remaja
akan tahu kesalahan-kesalahan dan hal-hal yang perlu mereka perbaiki
bersama-sama. Orang tua perlu mengakui kesalahan-kesalahannya dan
menyatakan bahwa dirinya menyesal sehingga menyebabkan anak-
anaknya akhirnya menjadi pemberontak. Orang tua memang tidak bisa

Suara EL-Asah Tahun II No. 9


Keluarga 39

menyalahkan diri anak-anak yang memberontak karena mereka menjadi


demikian juga karena orang tua yang telah berbuat kesalahan di hadapan
anak-anak. Mungkin mereka tidak menjadi orang tua yang baik, yang
penuh perhatian dan memiliki waktu yang cukup untuk anak-anak.
Mereka tidak bisa memimpin anak-anak dan menjadi teladan yang jelas
bagi anak-anak mereka.
Dari pembicaran dengan anak-anak ini orang tua dan anak harus
sama-sama mengambil sikap untuk berubah menjadi baik dan perubahan
ini harus dijalani dengan sungguh-sungguh.
Dalam perubahan ini yang perlu diingat oleh para orang tua adalah
diri merekalah yang memimpin sebuah rumah tangga dan bukan anak-
anak itu. Keputusan dan kendali kepemimpinan yang final dalam keluarga
adalah orang tua walaupun untuk mencapai kesepakatan itu orang tua
dan anak-anak bisa membicarakan yang terbaik bagi mereka semua tetapi
orang tua yang harus memimpin keluarga.
Dalam tugas memimpin anak-anak remaja, para orang tua
harus bisa mengkomunikasikan aturan-aturan yang harus dijalankan
dan konsekuensi-konsekuensinya dengan jelas sehingga tidak timbul
kebingungan dalam diri mereka. Tugas orang tua membuat aturan ini
berjalan dengan baik dan yang harus diingat juga adalah para orang tua
harus tunduk pada aturan-aturan tersebut. Orang tua harus memiliki
konsistensi dan keberanian untuk menjalankan dan mengikuti aturan-
aturan dalam rumah tangganya sendiri.
Akhirnya, tugas orang tua bukanlah tugas yang mudah karena
anak-anak adalah titipan Tuhan yang harus dididik supaya mandiri
dalam segala hal tetapi yang terutama adalah mengengalkan mereka dan
menjadikan mereka sebagai manusia-manusia yang mengengal Yesus
sebagai Juruselamat mereka secara pribadi dan menjalani kehidupan yang
sesuai dengan kebenaran firman Tuhan. (SI)

Suara EL-Asah Tahun II No. 9


40 Berita

28 TAHUN EL-ASAH

G ereja Pantekosta EL-Asah selama 28 tahun ini telah melakukan


perjalanan yang tidak mudah. Ada banyak tantangan, pergumu-
lan, sandungan, air mata, yang membutuhkan perjuangan berat bagi
jemaat dan pimpinan jemaat untuk tetap bisa bertahan dan kokoh
sampai sekarang ini. Keberadaan EL-Asah sepanjang 28 tahun ini
tentu tidak lepas dari rahmat dan anugerah Tuhan yang melimpah
dalam berbagai situasi yang harus di hadapi.
Ucapan syukur kepada Tuhan dilakukan oleh jemaat dengan men-
gadakan kegiatan Pengobatan Gratis dan Pasar Murah yang merupakan
wujud dari kepedulian sosial jemaat bagi masyarakat sekitar gereja agar
mereka juga menikmati berkat Tuhan. Kegiatan ini telah dilakukan pada
tgl 15 Agustus 2008 yang lalu dan disambut dengan antusias oleh warga
sekitar. Ucapan syukur juga diwujudkan dalam bentuk ibadah kepada
Tuhan dan telah diselenggarakan pada tgl 21 Agustus 2008 dengan tema:
“MENGUCAP SYUKUR DALAM MASA KRISIS (1 TES. 5:18).” Firman
Tuhan dilayani oleh Bp Pdt. Bambang Subagiyo dari GKJ Ambarukmo
Jogjakarta.

Suara EL-Asah Tahun II No. 9


Dari Anda untuk Anda 41

Dari Anda Untuk Anda

Pemabaca yang terhormat!


Kami merasa sangat berbahagia mendapatkan kesempatan untuk
melayani Anda melalui buletin Suara El-Asah. Kami akan ber­
usaha semaksimal mungkin untuk selalu menyajikan yang terbaik demi
meningkatkan kapasitas pengetahuan teologia dan mutu spiritualitas
Anda.
MisiSuaraEL-Asahadalah:Mencerahkan,Mencerdaskan,
dan Membebaskan. Dengan misi tesebut, kami ingin meningkatkan daya
kritis jemaat terhadap berbagai fenomena atau gerakan yang muncul
dengan mengatasnamakan Tuhan, tetapi tidak alkitabiah.
SuaraEL-Asahtidakdijual! KamiberharapAndamenilai
Suara El-Asah tidak dari nilai bahan materialnya, tetapi dari bobot isinya.
Jika anda mendapatkan berkat dari isinya, kami yakin anda tidak akan
keberatan memberi persembahan untuk membantu biaya pengiriman
sampai ke tangan Anda. Anda dapat mengirimkan Persembahan lewat:
 BRI, Cik Ditiro, Yogyakarta No. Rek. 0029-01-066220-50-7 a. n.
Samuel Tandiassa. (bebas biaya pengiriman)
 BNI UGM Yogya, No. Rek. 0038671590, a.n. Samuel Tandiassa.
(ada biaya pengiriman)
 Bank Mandiri Sudirman, Yogyakarta No. Rek. 137-00-0005211-4,
a.n. Siany Irawati. (ada biaya pengiriman)
Persembahan Anda akan kami gunakan kembali untuk mengirim
Suara El-Asah kepada Anda! Dari Anda untuk Anda!.
NB: Kami sangat menghargai bila Anda bersedia memberi informasi melalui
SMS ke no 0813 280 27900, setelah Anda mengirimkan Persembahan,
dengan mencantumkan nama, alamat, tanggal, dan jumlah.

Terima kasih, Tuhan memberkati. Doa kami mengiringi Anda.

Suara EL-Asah Tahun II No. 9


42 Dari Anda untuk Anda

Suara EL-Asah Tahun II No. 9


Dari Anda untuk Anda 43

Suara EL-Asah Tahun II No. 9


44 Dari Anda untuk Anda

Suara EL-Asah Tahun II No. 9

Anda mungkin juga menyukai