Anda di halaman 1dari 10

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH Men sana in corpore sano, dalam tubuh yang kuat terdapat jiwa yang sehat. Mengandung arti bahwa untuk membentuk mental yang sehat dibutuhkan kondisi fisik atau raga yang kuat. Untuk mewujudkan kondisi tersebut tidaklah mudah, seseorang haruslah melakukan pola hidup sehat, salah satunya dengan cara berolahraga. Olahraga adalah aktifitas fisik yang memiliki tujuan tertentu dan dilakukan dengan aturan-aturan tertentu secara sistimatis seperti adanya aturan waktu, target denyut nadi, jumlah pengulangan gerakan dan lain-lain dilakukan dengan mengandung unsur rekreasi serta memiliki tujuan khusus tertentu. Memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat adalah slogan pemerintah yang dicanangkan dalam usahanya untuk menyehatkan sekaligus memicu dan meningkatkan prestasi olahraga di Indonesia. Daya pikir, kreativitas, dan inovasi bangsa akan terpacu bilamana prestasi olahraga kita juga tinggi, tetapi sayangnya saat ini masih belum menggembirakan. Prestasi olahraga kita diajang persaingan antar bangsa saat ini memang tidak terlalu menggembirakan. Bahkan sejumlah kalangan menyebutnya berada dalam kondisi kritis. Hal ini disebabkan banyak faktor diantaranya kurang tersedianya sarana dan prasarana olahraga dan kesehatan yang memadai bagi atlit. Selain itu beberapa faktor penentu pencapaian physical performance dalam olahraga pun harus memadai dan seimbang dimiliki oleh atlit demi tercapainya peningkatan prestasi, faktor-faktor tersebut diantaranya adalah kekuatan otot, power, daya tahan, kelenturan, kelincahan, dan keseimbangan. Namun di Indonesia faktor-faktor tersebut masih kurang dimiliki bagi sebagian atlit. Kekuatan otot merupakan salah satu faktor selain power dan daya koordinasi yang mempengaruhi kecepatan bergerak atlit sehingga akurasi dapat tercapai, karena semakin tinggi kekuatan otot dan power, kecepatan bergerak dan akurasi semakin meningkat. Cedera olahraga merupakan faktor utama yang mempengaruhi penurunan prestasi para atlit Indonesia pada saat melakukan aktifitas olahraga. Tidak ada yang paling ditakuti

oleh para atlit kecuali cedera, persiapan berbulan-bulan menjadi sia-sia jika cedera muncul menjelang dan disaat pertandingan. Cedera juga bisa membunuh karir seorang atlit dimana banyak atlit yang akhirnya mundur akibat cedera. Aktivitas atlit dalam berolahraga merupakan aktivitas yang berkaitan dengan beban lebih atau overload. Besarnya beban yang terjadi saat olahraga tersebut dapat memperbesar resiko cedera olahraga. Dengan demikian Golfres elbow merupakan suatu kondisi yang sangat kompleks sehingga dapat menghambat seseorang dalam melakukan aktivitasnya dan perlu dilakukan penanganan secara tepat, efektif dan efisien agar dapat mengembalikan kemampuan gerak fungsional. Oleh karena itu, fisioterapi sebagai tenaga kesehatan yang berkompeten dan profesional dalam memaksimalkan potensi gerak dan fungsi seseorang yang berhubungan dengan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, harus mampu memilih dan mengidentifikasi patologi yang terjadi, sesuai dengan gangguan gerak neuromusculo- sceletal-vegetative-mechanism (NMSVM) dan target jaringan spesifik, dengan melakukan pemeriksaan spesifik yang tepat dan menerapkan jenis treatmen sesuai dengan patologi yang terjadi. Sehingga peran fisioterapi yang bermanfaat untuk memulihkan, memelihara, dan meningkatkan kemampuan gerak fungsional individu pun dapat terwujud.

BAB II KAJIAN TEORI

A. ANATOMI ELBOW Pada daerah siku tediri dari tiga persendian utama yaitu humero ulnar joint, humero radial joint, dan proximal radio ulnar joint yang di inervasi oleh n. radialis yang berada disisi lateral, n. ulnaris disisi medial dan n. medianus disisi tengah siku. Selain itu pada siku juga terdapat ligamen yang berfungsi sebagai stabilisasi pasif yaitu ligamen collateral lateral, ligament collateral medial, ligamen anulare dan otot yang berfungsi sebagai stabilisai aktif yaitu m. biceps brachii, m. brachialis, m. brachioradialis, m. triceps brachii, m. pronator teres, m. ekstensor carpi radialis longus, m. ekstensor carpi radialis brevis, m. ekstensor carpi ulnaris, m. ekstensor digitorum komunis, m. fleksor carpi radialis. Karena penggunaannya yang terlalu berlebihan dan berulang-ulang terkadang penggunaan siku tidak terkontrol dan tidak menutup kemungkinan akan timbul cedera. Cedera dapat terjadi karena fungsi sendi siku sebagai penggerak dan stabilisasi. (4)

Gambar 1. Tulang Elbow

B. DEFENISI GOLFRES ELBOW Golfers elbow syndrome adalah suatu keadaan nyeri pada siku bagian dalam, tepatnya pada tendon otot flexor carpi radialis dan otot pronator teres, yang disebabkan karena gerakan flexi pergelangan tangan dan pronasi siku hentak dan berulang kali.

Keadaan ini semakin nyeri bila dipakai beraktifitas flexi pergelangan tangan disertai pronasi, seperti pada gerakan menggenggam atau memegang atau saat posisi tendon tersebut terulur. Nyeri pada sendi siku bagian dalan ini cukup mengganggu, karena gerakan sendi ini komplek dan didukung oleh beberapa sendi. (4)

Gambar 2. Golfres Elbow

1. Tanda dan Gejala Golfers Elbow :(4) a Nyeri pada tulang yang letaknya agak didalam pada sendi siku. b. Kelemahan pada otot-otot pergelangan tangan. c. Nyeri pada siku bagian dalam ketika menggenggam sesuatu yang keras d. Nyeri pada saat. dilakukan fleksi dengan diberikan tahanan e. Nyeri saat pronasi dengan 2. Penyebab golfers elbow syndrome disebabkan oleh beberapa aktifitas dan factor lain, di antaranya adalah : Mikro trauma berulang akibat gerak flexi pergelangan tangan dan/atau pronasi siku, sehingga mengakibatkan kerobekan (rupture) tendon otot flexor carpi radialis dan/atau pronator teres, Strain otot flexor carpi radialis dan pronator teres, Trauma langsung pada sendi siku bagian dalam, Degenerasi jaringan tendon karena trauma kecil yang berulang Inflamasi kronis pada tendon otot carpi radialis dan pronator teres.

3. Mekanisme penurunan nyeri pada golfers elbow syndrome. golfers elbow syndrome dengan menggunakan modalitas ultrasound bertujuan untuk memutus proses inflamasi pada tendon otot, sebab adanya inflamasi terjadi nyeri stress dan produksi zat-zat iritan. Arus yang dipilih adalah arus pulsa dengan tujuan untuk mengutamakan efek non thermal ultrasound untuk memutus siklus inflamasi dengan mengharapkan efek perpaduan antara cavitasi dan acoustic streaming (=radiasi) agar dapat diperoleh penarikan keluar sel mast dari macrophage dan calsium sehingga terjadi hiperemia kapiler dan meningkatkan aliran limfe sehingga terjadi penurunan ambang nyeri. Dan adanya efek microstreaming yang meng-iritasi serabut saraf ber-myelin, sehingga terjadi post excitatory depression pada saraf ortosimpatis agar terjadi relaksasi otot dan vasodilatasi pembuluh darah. Karena tujuan utama untuk menurunkan nyeri, tapi tak terelakkan pula untuk tujuan regenerasi jaringan/ tendon yang cidera, maka efek refleksi gelombang yaitu kompresi dan rarefraksi jaringan yang menimbulkan micromassage, tetap terjadi agar dapat diperoleh proses pemulihan kembali. C. PEMERIKSAAN SPESIFIK REGIO ELBOW (5) 1. Palpasi a. Bonny palpation Titik referensi epycondylus lateralis-medialis, olecranon, capitulum radii. b. Joint palpation Humeroulnar; humeroradial dan radioulnar joint c. Muscle palpation M. Extensor carpiradialis longus, M. Extensor carpiradialis brevis tendoperiosteal, M. Extensor carpiradialis brevis tendomuscular, M. Extensor carpiradialis brevis muscle belly, Common wrist flexor ms. 2. Tes Instabilitas Ligament Stabilisasi lengan pasien didaerah elbow oleh tangan pemeriksa, sedang tangan

lainnya diletakkan diatas wrist pasien, selanjutnya pasien memfleksikan elbownya sekitar 200-300 untuk memeriksa ligament collateral lateral berikan penekanan kearah

adduksi /varus dan penekanan kearah abduksi/valgus untuk memeriksa ligament collateral medial, penekanan ditingkatkan dan perhatikan ada tidak perubahan nyeri atau ROM. 3. Test Tinel (Tanda Tinel pada Elbow) Tempat dari nervus ulnaris didalam celah antara processusu olecranon dan

epicondylus medial. Apabila terdapat neuroma atau entrapment neuritis di sulkus n.ulnaris maka penekanan pada n. ulnaris ditemapat tersebut (sulkus n. ulnaris) akan menimbulkan nyeri yang dirasakan berpangkal pada tempat penekanqn dan menjalar sepanjang perjalanan n. ulnaris. 4. Tennis Elbow Test (Metode I) Stabilisasi dengan ibu jari pemeriksa, selanjutnya pasien diminta untuk melakukan gerakan pronasi lengan bawah, radial deviasi dan ekstensi Wrist sementara itu pemeriksa memberikan resisiten terhadap gerakan tersebut, tanda positif indikasi tiba-tiba timbul nyeri yang hebat di area epicondondylus leteral humeri. Epicondilus dapat juga dapat dipalpasi untuk menentukan tempat nyeri. Test ini dikenal dengan nama Cozens test. 5. Tennis Elbow Test (Metode II) Sambil mempalpasi epicondilus lateral pemeriksa mempronasikan lengan bawah pasien disertai fleksi Wrist dan ekstensi elbow. Jika tes ini positif indikasi timbul nyeri diatas epicondylus medial humeri. 6. Medial Epicondylistis Test (Golfers Elbow) Pemeriksa mempapasi epicondylus medial pasien selanjutnya pemeriksa

menggerakan lengan poasien kearah supinasi lengan bawah disertai ekstensi elbow dan wrist joint, tanda positif indikasi timbul nyeri diatas epicondylus medial humeri. 7. Fleksi Elbow Test Minta pasien untuk fleksi Elbow maksimal dan pertahankan posisi tersebut sampai 5 menit, tanda pisitif indikasi adanya rasa krtam atau paresthesia sepanjang distribusi syaraf ulnar dilengan bawah dan tangan. Tes ini membantu untuk mengetahui adanya cubital tunnel syndrom 8. Joint Play Movement a. Humerol Ulnar Joint

Traction: ulnae 450 dorsodistal Translation: ulnae 450 ventroproximal b. Humero Radial Joint Traction: Radius kedistal Translation: Flexi radius ke ventral; Extensi radius kedorsal c. Proximal Radio Ulnar Joint Translation: Pron caput radii kedorsal; Supin keventral

D. CEDERA OLARAGA (6) Cedera olahraga yang dimaksud ialah segala macam cedera yang timbul, baik pada waktu berlatih, saat pertandingan maupun sesudah pertandingan. Berdasarkan mekanisme kejadiannya cedera olahraga secara umum dapat diklasifikasikan kedalam dua kelompok yaitu traumatic injury dan repetitive injury. Traumatic injury merupakan cedera yang diketahui bagaimana mekanisme kejadiannya dimana terkait dengan trauma langsung misalnya benturan (contusion), patah (fracture), sprain dan lain-lain. Sedangkan repetitive injury adalah cedera tidak langsung dan berulang yang tidak diketahui bagaimana kejadiannya dimana identik dengan penggunaan yang berlebihan (overuse). Terjadinya cedera olahraga dapat disebabkan karena metode latihan yang salah, kelainan struktural yang menekan bagian tubuh tertentu lebih banyak dari pada bagian tubuh lainnya dan adanya kelemahan pada otot, tendon dan ligamen. Umumnya cedera yang tejadi disebabkan oleh penggunaan jangka panjang, dimana terjadi pergerakan berulang sehingga menekan jaringan yang peka. Saat aktivitas tersebut, resiko cedera bisa terjadi pada semua jenis olahraga, tidak terkecuali pada olahraga tenis yang umumnya terjadi pada daerah siku. E. PATOFISIOLOGI DAN CEDERA OLARAGA (7) Cedera olahraga adalah cedera pada sistem integumen, otot dan rangka tubuh yang disebabkan oleh kegiatan olah raga. Seorang pelatih dan atlet perlu memiliki pengetahuan tentang jenis cedera, penyebab cedera, pencegahan cedera dan prinsip penanganan cedera agar dapat melakukan penanganan awal dan proses pengawasan

cedera olahraga. Secara umum patofisiologi terjadinya cedera berawal dari ketika sel mengalami kerusakan, sel akan mengeluarkan mediator kimia yang merangsang terjadinya peradangan. Mediator tadi antara lain berupa histamin, bradikinin, prostaglandin dan leukotrien. Mediator kimiawi tersebut dapat menimbulkan vasodilatasi pembuluh darah serta penarikan populasi sel sel kekebalan pada lokasi cedera. Secara fisiologis respon tubuh tersebut dikenal sebagai proses peradangan. Proses peradangan ini kemudian berangsur-angsur akan menurun sejalan dengan terjadinya regenerasi proses kerusakan sel atau jaringan tersebut.

F. GEJALA CEDERA OLARAGA (7) Tanda akut cedera olahraga yang umumnya terjadi adalah tanda respon peradangan tubuh berupa tumor (pembengkakaan), kalor (peningkatan suhu), rubor (warna merah), dolor (nyeri) dan functio leissa (penurunan fungsi). Nyeri pertama kali muncul sesaat ketika serat-serat otot atau tendon mulai mengalami kerusakan yang kemudian terjadi iritasi syaraf. Apabila tanda peradangan awal cukup hebat, biasanya rasa nyeri masih dirasakan sampai beberapa hari setelah onset cedera. Kelemahan fungsi berupa penurunan kekuatan dan keterbatasan jangkauan gerak juga sering dijumpai. G. DIAGNOSTIK (7) Pemeriksaan diagnostik dilakukan untuk melengkapi informasi yang diperoleh dari anamnesis (wawancara dengan penderita) serta pemeriksaan fisik. Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan dapat berupa CT scan MRI, artroskopi, elektromyografi dan foto rontgen. Penanganan cedera tergantung pada jenis cedera dan tahap peradangan yang terjadi. Ketepatan diagnosis jenis cedera beserta tahap proses peradangan yang terjadi (akut, sub akut maupun kronis) merupakan hal yang sangat berpengaruh pada keberhasilan terapi.

H. PERAN DOKTER DAN FISIOTERAPI (7)

a. b. c. d. e.

Mengaplikasikan ultrasound atau laser Memberikan obat anti peradangan Penggunaan manual terapi dengan massage Penggunaan steroid jika diperlukan Istirahat adah komponen terpenting untuk recovery pada cidera ini. Proses recovery yang cepat bisa berlangsung selama 2 minggu tapi anda akan merasakan dampak nyeri tersebut yang agak relatif lama. Jika nyeri yang timbul intensitasnya rendah atau berkurang anda bisa melakukan program rehabilitasi dan penguatan otot-otot sendi siku dan mengikuti aturan main yang benar untuk menghindari cedera untuk yang kedua kalinya.

f. Ketika bermain pergunakan teknik yang benar g. Anjuran untuk memakaian brace jika otot lemah dan nyeri.

DAFTAR PUSTAKA 1. Fisioterapi olaraga. (20012).Jurnal Ikatan Fisioterapi Indonesia No. 02, Vol. 6/ Oktober / 2006, hal. 117. Diakses tanggal 11 november 2013 2. Reid David C. Sports injury assessment and rehabilitation. (USA : Churchill Livingstone Inc , 1992), Hlm.1017. Diakses tanggal 11 november 2013 3. Dunnitz Martin . Sports Injuries ( Their prevention and treatment ), (London : CIBA GEIGY,1990). Diakses tanggal 11 november 2013 4. Jowir .(20012) cedera pada pemain golf. Journal Physiotherapy Olahraga. Diakses tanggal 11 november 2013 5. Physio. akfar Muhammad. (20012).pemeriksaan spesifik region elbow.Diakses tanggal 11 november 2013. 6. Gardner, M. M., M. C. Robertson, et al. (2000). "Exercise in preventing falls and fall related injuries in older people: a review of randomised controlled trials." British journal of sports medicine 34(1): 7. Diakses tanggal 11 november 2013. 7. Milan, K. R. (1994). "Injury in ballet: a review of relevant topics for the physical therapist." The Journal of orthopaedic and sports physical therapy 19(2): 121. Diakses tanggal 11 november 2013.

Anda mungkin juga menyukai