Anda di halaman 1dari 9

Pro & Kontra FPI : Peta Pemikiran dan Gerakan Islam di Indonesia.

Jum'at, 25 Januari 2008 | 10:36 WIB Karakter Islam Indonesia, makalah dari Marzuki Wahid (Peneliti Fahmina Institute Cirebon), narasumber pada Workshop Islam dan Pluralisme V di Kantor The WAHID Institute Jl. Taman Amir Hamzah No. 8 Matraman Jakarta, Jumat (25/01/2008) malam. Islam di Indonesia pada dasarnya memiliki corak dan karakter yang beragam, baik dari sisi pemikiran maupun gerakan. Keragaman ini tercermin dari jumlah organisasi keislaman dan kelompok kepentingan atas nama Islam yang dari waktu ke waktu semakin bervariasi. Dari sisi gerakan dan organisasi massa, kita mengenal ada Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Persis, al-Washliyyah, al-Irsyad, Nahdlatul Wathan, Perti, DDI, al-Khairat, Ijabi, dan lain-lain. Dalam organisasi kepemudaan, ada PMII, HMI, IMM, Hima Persis, PII, KAMMI, dan sejenisnya. Sedangkan dalam kelompok kepentingan, ada Forum Komunikasi Ahlussunnah wal Jamaah (pimpinan Jafar Umar Thalib), DDII, FPI, Hizbut Tahrir, KISDI, Lasykar Jihad, PPMI, Ikhwanul Muslimin, Majlis Mujahidin, dan lain-lain. Dalam partai politik, ada PKB, PNU, PKNU, PKS, PPP, PSI, PMB, PAN, PBB, dan lain-lain. Sedangkan dari sisi pemikiran, kita mengenal ada sejumlah kategori yang biasa dilekatkan dalam pemikiran Islam di Indonesia, yakni Islam tradisionalis, Islam modernis, Islam neo-tradisionalis, Islam neo-modernis, Islam liberal, Islam post-tradisionalis, Islam radikal, Islam ekstrim, Islam moderat, Islam fundamentalis, Islam kanan, Islam kiri, dan sebagainya. Semua varian yang disebutkan di atas dalam sejarah keindonesiaan tidak jarang satu sama lain mengalami benturan, ketegangan, pergesekan, dan persaingan yang sangat dinamis. Dinamika itu terjadi didorong oleh banyak faktor. Di antara faktor yang dominan adalah perebutan kekuasaan (akses) politik dan ekonomi. Relasi antar organisasi ini juga tidak simetris atau paralel, tetapi seperti sarang laba-laba yang satu titik dengan titik lain bisa saling berhubungan. Jaring laba-laba ini bukan untuk memperkuat atau melemahkan, melainkan semata-mata untuk memperjuangkan kepentingan masing-masing. Tidak selalu orang NU memilih atau mendukung partai PKB, meski PKB secara resmi didirikan oleh orang-orang PBNU. Banyak orang NU yang mendukung PPP, Golkar, PDIP, bahkan PKS. Begitu juga orang Muhammadiyah tidak dapat diidentikkan dengan PAN atau PMB. Di beberapa daerah, seperti Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sumatera Barat, DI Aceh, Sumatera Utara, NTB, tidak sedikit orang NU adalah orang Perti, al-Washliyah, al-Khairat, DDI, Nahdlatul

Wathan. Satu orang aktif di dua organisasi sosial keagamaan sekaligus. Bahkan, ada orang NU yang menjadi aktivis Muhammadiyyah, Lasykar Jihad, FPI, dan Hizbut Tahrir. Ini betapa cair dan dinamisnya organisasi sosial keagamaan di Indonesia, yang sekaligus juga menandai betapa sulitnya membuat identifikasi dan kategorisasi berdasarkan organisasi keagamaan. Ragam gerakan dan pemikiran tersebut secara makro dan simplistis dapat dikategorikan menjadi dua saja, yakni, Pertama, Islam yang orientasi perjuangan dan cita-cita sosialnya menjunjung tinggi keluruhan Islam dan kaum muslimin (izzul Islm wal Muslimn), yakni Islam eksklusif. Dalam bacaan saya, masuk dalam kategori ini secara umum adalah organisasi DDII, LDII, FPI, MMI, HTI, HT, Persis, dan sebagian orang Muhammadiyyah. Kedua, Islam yang berorientasi pada kerahmatan semesta (rahmatan lil lamn), yakni Islam inklusif. Masuk dalam kategori inklusif secara umum adalah organisasi NU, orang-orang (bukan keorganisasiannya) Muhammadiyyah, al-Washliyyah, Perti, al-Kahirat, dan Nahdlatul Wathan. Dua kategori makro paradigmatik ini dapat diidentifikasi secara tipologis dan karakteristik sebagai berikut: Islam Izzul Islm wal Muslimn Islam Ra hmatan lil Alamn

A. Paradigma Pemahaman terhadap Kitab Suci 1. Al-Quran dan al-Sunnah hanya untuk umat Islam belaka Al-Quran dan al-Sunnah

diperuntukkan seluruh umat manusia, tidak terbatas pada umat Islam (petunjuk bagi manusia, hudan li an-nas) 2. Tekstualis (skripturalis): mengutamakan naql atau teks ketimbang konteks dan maqashid Kontekstualis: mengutamakan konteks dan maqashid ketimbang teks (naql),

yang tersurat 3. Keseluruhan body (mushhaf) al-Quran adalah wahyu yang sakral (menyentuhnya harus suci, tidak boleh ditempatkan pada posisi yang merendahkan, tidak boleh dibaca sembarang orang dan tempat) Penulisan dan pembukuan (teks dan mushhaf) al-Quran

adalah produk sejarah, sebagai bagian dari kebudayaan tulis manusia. Dimensi wahyu ada pada makna substantif dan gagasan yang terkandung di dalamnya 4. Menolak tawl (atau hermeneutika) Menggunakan tawl (atau hermeneutika)

5. Ayat yang turun belakangan dapat menghapus ayat sebelumnya, yakni ayat-ayat madaniyyah dapat menghapus (nsikh) ayat-ayat makkiyyah (mansukh) Ayat-ayat yang

universal dan prinsipal dapat menghapus ayat-ayat yang partikular dan kasuistik, yakni ayat-ayat makkiyyah dapat menghapus (nsikh) ayat-ayat madaniyyah (mansukh) 6. Al-Quran dan as-Sunnah adalah satu-satunya sumber utama ajaran Islam. Seluruh persoalan manusia harus dikembalikan pada dua sumber itu Al-Quran dan as-Sunnah

adalah sumber utama ajaran Islam, tetapi sumber ajaran Islam lebih besar dari sekadar teks al-Quran dan as-Sunnah. Ada banyak sumber ajaran Islam yang bisa digunakan, di antaranya adalah realitas kealaman dan realitas sosial B. Pandangan Politik

1. Mengidealisasi Piagam Madinah sebagai prototipe ideal negara Islam

Piagam Madinah

tidak lebih sebagai kreatifitas dan eksperimentasi politik Nabi Muhammad saat itu 2. Muhammad sebagai nabi merupakan pemimpin agama sekaligus pemimpin negara Muhammad sebagai nabi hanya pemimpin agama. Kepemimpinannya dalam politik tidak terkait dengan kenabian (nubuwwah) 3. Mendukung negara Islam karena keberadaanya wjib syariy. Setiap Muslim harus mendukung keberadaan Negara Islam konsep tunggal negara dalam Islam 4. Anti demokrasi, anti pluralisme, dan anti kesetaraan gender, karena semua itu produk Barat Demokrasi, pluralisme, dan kesetaraan gender tidak bertentangan dengan ajaran Menolak negara Islam karena tidak mengakui

Islam, bahkan selaras. Memperjuangkannya adalah ibadah 5. Perempuan tidak boleh menjadi kepala negara atau pemimpin politik Perempuan

sederajat dengan laki-laki berpeluang menjadi kepala negara atau pemimpin politik 6. Orang yang keluar dari Islam (murtad) harus dibunuh hak asasi manusia, tidak ada sangsi agama 7. Memperjuangkan formalisasi dan legislasi Syariat Islam ke dalam tubuh negara (menjadi hukum negara) Menolak formalisasi dan legislasi Syariat Islam ke dalam tubuh Keluar atau masuk Islam adalah

negara. Negara harus memilah urusan publik dan urusan privat. Agama adalah bagian dari urusan privat

8. Semua warga negara harus tunduk atau menghargai /menghormati hukum Islam (syariat) yang berlaku dalam kekuasaan negara Setiap warga negara berlaku hukum agamanya

masing-masing, tanpa ada paksaan atas hukum agama lain

C. Pandangan Kebudayaan

1. Senantiasa menjaga kemurnian dan keaslian Islam seperti pada masa Nabi Muhammad, sehingga menolak pergumulannya dengan kebudayaan lokal. Pergumulan Islam dengan kebudayaan lokal dianggap bidah, khurafat, dan tahayyul. perkembangan kebudayaan lokal 2. Anti multikulturalisme Sangat menghargai multikulturalisme Islam selaras dengan

3. Cenderung pada kebudayaan Arab (Arabisme). Kebudayaan Arab adalah Islam. Mengikutinya menjadi sunnah (berpahala) Cenderung pada kebudayaan lokal di mana

Islam berkembang (living). Kebudayaan Arab bukan bagian dari Islam, semata-mata ekspresi kebudayaan orang Arab 4. Cenderung berpandangan dan bersikap eksklusif (tertutup) atas realitas sosial Cenderung berpandangan dan bersikap inklusif (terbuka) atas realitas sosial 5. Mengakui kebenaran tunggal dan bersifat mutlak. Dirinya adalah satu-satunya yang benar. Yang lain adalah salah (sesat) dan harus diluruskan Mengakui ragam kebenaran dan kebenaran bersifat relatif. Dirinya benar, tetapi yang lain juga benar sesuai dengan ukuran dan pandangannnya masing-masing

D. Pandangan Sosial

1. Tidak mengakui pluralisme dan multikulturalisme Mendukung dan menghargai pluralisme dan multikulturalisme 2. Tidak toleran pada perbedaan Sangat menjunjung tinggi toleransi atas perbedaan

3. Sangat kuat menggunakan simbol dan slogan Islam (misalnya, ekonomi Islam, politik Islam, masyarakat Islam, negara Islam, dll) Islam daripada simbol dan slogan agama 4. Cenderung menolak segala sesuatu yang datang dan diproduksi oleh Barat, atau anti Barat Menerima hasil pemikiran dan peradaban dari manapun, termasuk dari Barat Lebih mementingkan substansi ajaran

atau Timur, asal tidak bertentangan dengan keadilan, kemaslahatan, kerahmatan

E. Pandangan Ekonomi

1. Memperjuangkan sistem ekonomi Islam, menolak kapitalisme, sosialisme, dan lain-lain Menerima sistem ekonomi apapun asalkan berorientasi pada keadilan sosial, kemaslahatan, dan kesejahteraan masyarakat 2. Mendukung ekonomi dan perbankan Islam dan anti perbankan konvensional mempersoalkan keberadaan dan fungsi perbankan konvensional Tidak

Membaca varian di atas dewasa ini, sulit bagi kita untuk menyebut kekhasan dari karakter Islam Indonesia. Tetapi, apabila kita membaca dari sisi waktu kemunculan, tampak bahwa Islam yang memiliki akar kuat dalam masyarakat Indonesia adalah Islam tradisional yang sejak awal bergumul dengan tradisi dan kebudayaan lokal dalam mereproduksi Islam Indonesia. Islam ini sering disebut Islam pribumi. Islam tradisional memiliki karakter: akrab dengan tradisi dan kebudayaan lokal, sinkretis, toleran, moderat, pluralis, dan kontekstual. Pada dasarnya jumlah penganut Islam tradisional ini mayoritas, tersebar di berbagai organisasi Islam besar di Indonesia, seperti NU, Perti, alWashliyah, Nahdlatul Wathan, DDI, al-Khairat, Mathlaul Anwar, yang umumnya bermadzhab Syafiiyyah dan berfaham Islam Ahlussunnah Wal Jamaah. Akan tetapi, pada umumnya mereka mayoritas-diam dan teguh dengan ritualisme, tidak agresif, ofensif, dan ekspansif sebagaimana kelompok Islam minoritas yang muncul belakangan seperti

FPI, KISDI, Lasykar Jihad (alm.), MMI, Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir, DDII, dan lain sebagainya. Akibatnya, karakter khas yang melekat pada Islam tradisional dewasa ini menjadi kabur ketika Islam radikal dan Islam ekstrimis yang cenderung fundamentalistik itu mulai memasuki wilayah pertarungan di panggung politik dan kebudayaan, terutama pasca runtuhnya rezim otoritarian Orde Baru. Mereka bersuara nyaring-keras (bila perlu dengan ancaman dan kekerasan), melakukan gerakan terbuka, menggunakan media massa sebagai sarana, dan memiliki kader-kader yang militan (siap mati dalam berjihad, memperjuangkan ideologi mereka). Kekuatan Baru NGOs Islam Organisasi sosial keislaman yang disebutkan di atas, meski memiliki pemikiran yang tipikal dan distingtif satu sama lain, tetapi secara dominan semangat politik mereka untuk berkuasa dan mendominasi di dalam tampuk kekuasaan negara sangat tinggi, ketimbang mengembangkan gerakan sosial kebudayaan dan pemikiran keislamannya. Di sinilah, peran dan fungsi NGOs sangat penting diperhatikan. Dalam lima tahun terakhir ini, dinamika pemikiran Islam di Indonesia hampir keseluruhannya dipimpin oleh NGOs Islam. Organisasi sosial keagamaan lebih sibuk memberikan reaksi dan responsi atas gerakan pemikiran kalangan NGOs Islam. Sebut saja misalnya LKiS dengan pemikiran kiri Islamnya; JIL (Jaringan Islam Liberal) yang menghebohkan wacana keislaman, dengan percikan-percikan gagasan liberalnya; P3M dengan pemikiran Islam pembebasannya (emansipatoris); The Wahid-institute dengan wacana pluralisme dan dialog-kerjasama antaragama dan keyakinan; Fahmina-institute dengan gagasan kesetaraan gender dalam Islam. (Ntah, masuk dalam kategori NGOs atau kelompok kepentingan Islam) yang tak kalah penting disebut dalam menggelegarkan wacana keislaman adalah HTI dengan perjuangan khilafah dan negara Islamnya, serta MMI dengan formalisasi syariat Islam ke dalam tubuh kekuasaan. Banyak kalangan NGOs Islam melontarkan bola pemikiran ke sidang publik, dan organisasi keislaman hanya memberikan reaksi dan responsi, kadang proporsional, kadang berlebihan. NGOs Islam adalah kekuatan baru yang layak diperhitungkan, karena gerakan pemikiran dan gerakan kebudayaannya kini menyentuh lapis masyarakat akar rumput. Pengorganisasian dan dialog-dialog praksisnya intensif dilakukan. Publikasi dan sosialisasi gagasannya merambah

hingga ke jantung masyarakat. Yang penting diperhatikan adalah advokasi (pembelaan) tehadap problem kemanusiaan dan persoalan nyata yang dihadapi masyarakat bawah. Dalam konteks ini, kita juga harus memberikan pengelompokkan secara cermat, baik dari sisi pandangan terhadap teks suci, pandangan politik, pandangan kebudayaan, pandangan sosial, dan pandangan ekonominya. Dengan dua kategori makro paradigmatik di atas, secara umum NGOs Islam, terutama yang dekat dengan kultur keagamaan NU dan Muhammadiyyah, masuk dalam kategori Islam rahmatan lil alamin. Islam izzul islam wal Muslimin pada umumnya tidak menggunakan NGOs sebagai pilihan wadah, mereka kebanyakan menggunakan organisasi massa dan media massa sebagai sarana perjuangannya.

Demikian. Jakarta, 25 Januari 2008

fpi.or.id

Menanggapi Pro-Kontra FPI: Waktunya FPI Instropeksi Diri!


Memang pembubaran FPI bukanlah solusi yang baik,bahkan semakin menambah semrawutnya berbagai masalah tersebut.Organisasi Front Pembela Islam(FPI) masih sangat di butuhkan oleh masyarakat Indonesia ketika para penegak hukum mandul dan aparat keamanan masih galau ,sehingga tidak mampu memberantas berbagai jenis kemaksiatan. Bahkan bukan rahasia lagi,bahwa justeru oknum aparat terlibat di belakang kemaksiatan tersebut. Dalam konteks inilah maka sering masyarakat melaporkannya kepada FPI ,yang segera di tindak lanjuti dan kelihatannya lebih efektif dan efisien .Namun demikian cara-cara pendekatannya perlu di rubah supaya lebih manusiawi,sehingga tidak terkesan premanisme yang meresahkan masyarakat.Tetapi sebaliknya yang perlu di lakukan oleh para elite FPI itu suatu inspeksi dan koreksi diri,supaya tidak menjadi peluang bagi penyusup untuk merongrong FPI sendiri. Bagi para penyusup sekarang ini dengan relatif amat mudah melakukan aktifitasnya dengan mengatas namakan FPI,apalagi anggota FPI tersebut terdiri dari berbagai orang dan beraneka ragam pula latar belakang status sosial pendidikan ,serta karakteristiknya.Hal ini bisa menyulitkan kordinasi internal FPI sendiri,sehingga kemungkinan terjadi penyusupan sangat besar. Bagi mereka yang merasa di rugikan karena aktifitas FPI tersebut,dengan mudah menyalahkan FPI sekiranya saja mereka melihat seseorang yang melakukan sesuatu kekerasan berseragam sama dengan FPI.Ini tidak mustahil terjadi dalam organisasi FPI yang semakin besar jumklah anggotanya itu. Bahkan banyak juga oknum atau orang orang yang menyamar sebagai anggota Polri-TNI gadungan dalam masyarakat ,yang berhasil mengibuli rakyat dengan berbagai modus operandinya. Jika hal itu bisa terjadi terhadap Polri -TNI ,maka sangat mudah juga hal serupa terjadi di tubuh FPI.Apakah selama ini dalam proses perekruitan anggota FPI lebih baik dari apa yang dilakukan Polri/TNI .Tentunya proses perekruitan anggota Polri/TNI lebih baik ,tetapi masih terdapat anggota masyarakat yang mengaku-ngaku anggota Polri/TNI. Apalagi FPI tentu saja lebih mudah dimanipulasi oleh para penyusup yang mengaku dirinya FPI. Kekerasan selama ini yang dilakukan oleh orang-orang yang beseragam FPI teresebut telah mencoreng muka organisasi FPI sendiri,karenanya perlu segera membenahi diri dan tidak sembarangan dalam merekruit anggota barunya sehingga bukan hanya terejadi peningkatan kwantitasnya tetapi juga kwalitasnya yang Islami.Dalam kunjunganya,Imam Mesjid New York Shamsi Ali mengecam kekerasan yang dilakukan oleh orang berseragam FPI,makanya untuk itu FPI perlu inspeksi diri .

FPI memang tujuannya baik untuk memberantas berbagai kemaksiatan,akan tetapi bukanlah berarti proses pemberantasannya itu juga dilakukan dengan kejahatan.Ini yang di kritik oleh Shamsi Ali yang memimpin beberapa komunitas keagaan yang ada di negara adi daya itu,termasuk Yahudi,Katolik,Protestan dan sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai