Anda di halaman 1dari 6

Pendahuluan

Ethanol merupakan salah satu energi alternatif untuk mengatasi krisis energi. Berbeda dengan bahan bakar fosil, ethanol merupakan sumber energi yang dapat diperbarui. Salah satu bahan baku potensial untuk pembuatan ethanol adalah Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS). Untuk mengkonversi cellulotic material menjadi bioethanol perlu dilakukan degradasi selulosa menjadi glukosa. Aspergillus niger merupakan salah satu jamur yang memiliki aktivitas spesifik cellulase tertinggi. Sedangkan Z. mobilis menunjukkan kelebihan atas yeast dalam proses fermentasi ethanol sehingga Z.mobilis dipertimbangkan sebagai suatu organisme alternatif dalam produksi bahan bakar bioetanol untuk skala besar. Tujuan dari penelitian ini adalah memanfaatkan Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) sebagai bahan baku pembuatan biethanol serta mendapatkan kondisi optimal untuk proses fungal treatment dengan fungi Aspergillus niger dan proses fermentasi dengan bakteri Zymomonas mobilis. Metode penelitian menggunakan tiga tahapan utama yaitu pretreatment TKKS, fungal pretreatment, dan fermentasi. TKKS didelignifikasi dengan penambahan larutan NaOH (1:5, 1:10 w TKKS/v NaOH). Bubur TKKS dibuat dengan penambahan air dengan rasio 1:8. Aspergillus niger dibiakkan dalam PDA selama 5 hari. Biakan Aspergillus niger dimasukkan ke dalam media dengan pH 5 kemudian dihomogenisasi. Konsentrasi fungi yang diperlukan adalah 5 x 106 spora/ml. Dilakukan fungal treatment oleh Aspergillus niger (20%, 30% v/v) dengan aerasi pada suhu 50C, pH 5 selama 9 hari. Setelah fungal treatment campuran disaring, filtratnya didinginkan hingga suhu 30C, ditambahkan starter Zymomonas mobilis (10%, 20% v/v) dan difermentasi selama 48 jam pada suhu 30C dan pH 5. Dari hasil percobaan diperoleh kadar dan yield gula reduksi tertinggi diperoleh pada fungal treatment dengan Pretreatment Larutan NaOH 1:5 (w TKKS/v NaOH) menggunakan penambahan suspensi Aspergillus niger 30% (v/v) dengan kadar gula reduksi 0,52 % dan yield 68,3 mg gula reduksi/g TKKS. Sedangkan kadar ethanol tertinggi diperoleh pada proses fermentasi dengan penambahan suspensi Zymomonas mobilis 10% (v/v) yaitu kadar ethanol 0,14 % dan yield 0,29 g ethanol/g gula reduksi.

MENGOLAH LIMBAH SAWIT MENJADI BIOETANOL DAN KOMPOS


l. MENGENAL LIMBAH SAWIT

Gundukan limbah sawit meninggi setiap hari. Limbah berupa cangkang, serat, pelepah sawit, dan batang sawit di lahan seluas lapangan bola dan juga mengeluarkan bau tidak sedap. Satu pabrik kelapa sawit dapat menghasilkan 100 ton limbah. Limbah sawit kaya akan selulosa dan hemiselulosa.

Tandan kosong kelapa sawit , masing-masing mengandung 45% selulosadan 26% hemiselulosa. Tingginya kadar selulosa pada polisakarida tersebut dapat dihidrolisis menjadi gula sederhana dan selanjutnya difermentasi menjadi etanol. Limbah kelapa sawit jumlahnya sangat melimpah. Pada sebuah pabrik kelapa sawit (PKS) berkapasitas 60 ton tandan/jam dapat menghasilkan limbah 100 ton/hari. ll. BAHAN BAKU PRODUKSI BIOETANOL DAN KOMPOS
Bahan Baku Produksi Bioetanol dan Kompos Bahan Baku Limbah Sawit Menjadi Etanol

Ada beberapa penelitian tentang sawit menjadi etanol, salah satunya Dr Ronny Purwadi (periset Departemen Teknologi Kimia, Institut Teknologi Bandung). Ia telah sukses mengolah limbah kelapa sawit menjadi bioetanol dengan cara mencacah tandan kosong kelapa sawit bersama limbah lain secara manual. Namun saat ini alatnya baru tersedia di Malaysia. Indonesia kaya dengan matahari dan air sehingga tanaman selulosa mudah tumbuh. Jika didukung dengan penelitian yang memadai produksi bioetanol selulosa efektif untuk dikembangkan.
Bahan Baku Limbah Sawit Menjadi Kompos

Selain menjadi bioetanol, tandan kosong kelapa sawit juga dapat diolah menjadi kompos. Tandan kosong kelapa sawit atau TKKS adalah limbah pabrik kelapa sawit yang jumlahnya sangat melimpah. Setiap pengolahan 1 ton TBS (Tandan Buah Segar) akan dihasilkan TKKS sebanyak 22-23 % atau sebanyak 220-230 kg TKKS. Apabila dalam sebuah pabrik dengan kapasitas pengolahan 100 ton/jam dengan waktu operasi selama jam, maka akan dihasilkan sebanyak ton TKKS.

Jumlah TKKS seluruh Indonesia pada tahun 2004 diperkirakan sebesar 18,2 juta ton. Maka akan sangat sayang jika tidak dimanfaatkan. Sejumlah pabrik kelapa sawit di Indonesia masih membakar TKKS, namun pemerintah saat ini melarang

pembakaran TKKS. Sehingga alternatif pengolahan lainnya adalah dengan menimbun (open dumping), dijadikan mulsa di perkebunan kelapa sawit, atau diolah menjadi kompos. Reduce, Produksi bioetanol dari limbah tidak perlu perluasan lahan dan penggunaan pupuk kimia. Selain itu, penggunaan limbah juga membantu mengatasi permasalahan lingkungan seperti polusi air, udara, dan tanah. Produksi kompos dari limbah dapat langsung diaplikasikan ke lapangan. Reuse, Tandan kosong kelapa sawit yang berasal dari limbah kelapa sawit dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol. Bioetanol ini dapat digunakan sebagai bahan bakar yang lebih ramah lingkungan dan dapat diperbaharui dengan cepat (Renewable). TKKS dapat digunakan sebagai bahan pembuat kompos. Dengan demikian tidak perlu membeli lagi pupuk dengan bahan kimia dan dapat menghemat pengeluaran. Serta penggunaan kompos dari bahan TKKS lebih ramah lingkungan pada pengaplikasiannya. lll. PROSES PEMBUATAN BIOETANOL DAN KOMPOS
Proses Pembuatan Bioetanol dan Kompos Pembuatan Bioetanol dari TKKS

1. Limbah kelapa sawit diberikan larutan asam sulfat encer berkonsentrasi 1%-3% sebagai bagian dari tahap hidrolisis. Proses pemanasan dalam hidrolisis terbagi dua yaitu pemisahan lignin dan pemisahan lignoselulosa untuk menghasilkan gula. 2. Untuk memecah lignin cacahan kelapa sawit dipanaskan pada suhu 120 MSDUoC 170 MDSUoC dengan tekanan 4 bar. Proses berlangsung 0,5 1 jam menggunakan perebus oktolaf. .Setelah selesai, hidrolisis berpindah ke oktolaf lain. Proses hidrolisis kedua, dengan suhu 240 MSDUoC selama 45 menit. Hasilnya berupa hidrolisat gula terpisah dari kotoran. 3. Proses selanjutnya merupakan proses fermentasi dengan menggunakan mikroba Sacharomycetes cereviceae. Fermentasi dalam fermentor pada pH 5 dan suuhu 30 MSDUoC selama 16-24 jam. Pengadukan dan pemanasan harus kontinu agar suhu dan pH stabil. Rendemen yang diperoleh yaitu sekitar 12%. Maka dari 1 ton limbah kelapa sawit dihasilkan 120 liter bioetanol.
Pembuatan Kompos dari TKK

1. Pencacahan adalah salah satu tahapan penting dalam pengomposan TKKS. Pencacahan ini bertujuan untuk memperkecil ukuran TKKS dan memperluas luas permukaan area TKKS. TKKS yang baru keluar dari pabrik pengolahan langsung dimasukkan ke mesin pencacah. Kapasitas mesin pencacah disesuaikan dengan volume TKKS yang dihasilkan pabrik. Mesin pencacah ini sebaiknya dapat memperkecil ukuran TKKS menjadi 5 cm. Mesin dirancang secara khusus yang disesuaikan dengan karakteristik TKKS yang berserat. Selain memperkecil ukuran, pencacahan juga akan mengurangi kadar air TKKS. Sebagian air akan menguap karena luas permukaan TKKS yang meningkat. 2. Inokulasi dengan aktivator pengomposan. Aktivator yang digunakan berbahan akitf mikroba dekomposer. Yang berperan aktif dalam mempercepat proses pengomposan.

Mikroba yang biasa digunakan yaitu, Fungi pelapuk putih (FPP) dan Trichordema sp. Mikroba ini menghasilkan enzim yang dapat mendegradasi senyawa lignoselulosa secara cepat. Kadar air yang optimal untuk pengomposan berkisar 60%. Kadar air TKKS diupayakan optimal agar proses pengomposan berjalan sempurna. Sehingga mikroba tidak kekurangan air. Apabila kadar air terlalu tinggi maka oksigen yang ada di dalam TKKS hanya sedikit, sehingga proses pengomposan akan berlangsung dalam kondisi anareob inkubasi. TKKS yang telah diinokulasi kemudian ditutup terpal plastik yang cukup tebal, tahan panas dan tahan matahari. Selama proses pengomposan suhu kompos akan meningkat yaitu sekkitar 70oC yang akan berlangsung sekitar 2-3 minggu. Suhu yang tinggi ini menandakan proses dekomposisi sedang berlangsung intensif. Setelah itu suhu akan menurun seperti suhu kompos sebelumnya. Hal ini berarti kompos sudah matang. 3. Inkubasi. Proses pengomposan akan berlangsung dalam waktu 1,5-3 bulan. Pengomposan TKKS dengan acticomp berlangsung dalam waktu 1,5bulan. Kompos yang sudah matang segera dipanen. Kompos tersebut diangkut ke lokasi pengemasan atau tempat penampungan sementara kompos, sebelum diaplikasikan ke lapang. Rendemen TKKS sebesar 60-65 % dari 1 ton TKKS dapat dihasilkan kompos sebanyak 600-650 kg kompos. Kadar air kompos juga masih cukup kurang lebih 59-60%. Apabila kompos terkena air hujan, kadar air ini bisa lebih tinggi lagi.

http://id.wikipedia.org/wiki/singkong http://id.shyoong.com/exact-sciences/1860341-mengenal-karakter-umbi/ http://www.iptek.net.id/ind/warintek/?mnu=6&ttg=6&doc=6b29

Membuat Bioethanol Sendiri di Rumah


Posted on December 18, 2008 | 43 Comments

Bioethanol yang dicampurkan dengan bensin sudah terbukti dapat meningkatkan nilai oktan bensin. Pencampuran bioethanol 10% saja dengan bensin nilai oktannya hampir sama dengan pertamax. Maanfaat bioethanol tidak hanya itu saja, ada banyak manfaat lain, seperti: pembakaran menjadi lebih sempurna, lebih irit, dan mengurangi emisi gas rumah kaca. Kalau anda penasaran dan ingin mencoba bioethanol bisa membuat sendiri lho. Baca juga artikel yang lebih lengkap: Membuat Bensin Sendiri Yuk..!!!!

Bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat bioethanol terutama adalah bahan-bahan yang banyak mengandung gula. Pilihan bahan yang bisa dipakai:

1. gula pasir atau gula jawa 2. sisa-sisa minum di rumah, terutama yang diberi gula. Dari pada dibuang sayang, kan. Mendingan dikumpulkan dan dibuat bioethanol. Minuman apa saja bisa, yang penting adalah mengandung gula. 3. sisa buah-buahan. Buah-buah yang hampir busuk/sudah busuk bisa dijadikan sebagai bahan baku pembuatan bioethanol. Buah-buah ini dihancurkan/diblender. Biji dan kulitnya jangan diikutkan. 4. Nira. Kalau di tempatmu banyak pohon kelapa atau pohon aren, niranya bisa disadap dan dijadikan sebagai bahan baku pembuatan bioethanol. Untuk fermentasi bisa menggunakan ragi roti yang banyak dijual di toko bahan kue atau di supermarket. Sediakan juga sedikit pupuk urea dan NPK. Cara pembuatan bioethanol bisa di lihat posting ini. Peralatan yang diperlukan adalah fermentor dan alat suling (distilator). Untuk fermentor bisa menggunakan jerigen atau galon air mineral. Sedangkan untuk penyulingan bisa menggunakan alat suling yang dibuat sendiri. Prinsipnya adalah bioethanol diuapkan pada suhu sekitar 80oC, dan selanjutnya uap ini diembunkan. Embun ini adalah ethanol yang sudah mencari kembali. Bioethanol ditampung di botol. Bioethanol yang dapat digunakan sebagai bahan bakar adalah ethanol yang tidak mengandung air atau istilahnya ethanol kering. Untuk membuat ethanol kering mungkin perlu dilakukan distilasi berulang-ulang. Apalagi alat distilator yang digunakan sangat sederhana. Dan pada distilasi terakhir ditambahkan kapur tohor (kapur bagunan) secukupnya. Ciri bioethanol kering adalah jika dicampur dengan bensin tidak terbentuk dua lapisan. Jika terbentuk dua lapisan, berarti masih ada campuran air.

Jika Anda membutuhkan mini distilator skala lab, silahkan klik di sini.

Anda mungkin juga menyukai