Anda di halaman 1dari 30

Meluruskan Tata Cara Wudhu Sesuai Petunjuk Nabi

Apr 06, 2010Muhammad Abduh Tuasikal, MScThoharoh65


Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam.
Shalawat dan salam kepada Nabi
kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.
S etelah kita mempelajari berbagai macam najis,
selanjutnya kita akan mengenal bagaimanakah
tata cara wudhu yang benar yang sesuai
petunjuk Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
Semoga dengan pembahasan ini pula dapat
meluruskan kesalahan-kesalahan yang selama ini
ada. Hanya Allah yang beri taufik.
Shalat Tidak Sah Tanpa Berwudhu
Dari Ibnu Umar radhiyallahu anhuma-, beliau
berkata, Saya mendengar Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam bersabda,




Tidak ada shalat kecuali dengan thoharoh. Tidak
ada sedekah dari hasil pengkhianatan.[1]
An Nawawi rahimahullah- mengatakan, Hadits
ini adalah nash[2] mengenai wajibnya thoharoh
untuk shalat.Kaum muslimin telah bersepakat
bahwa thoharoh merupakan syarat sah
shalat. [3]
Abu Hurairah mengatakan bahwa
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,


Shalat salah seorang di antara kalian tidak akan
diterima -ketika masih berhadatssampai dia berwudhu.[4]
Tata Cara Wudhu

Mengenai tata cara berwudhu diterangkan dalam


hadits berikut:












- -



- -


Humran pembantu Utsman menceritakan bahwa
Utsman bin Affan radhiallahu anhu pernah
meminta airuntuk wudhu kemudian dia ingin
berwudhu. Beliau membasuh kedua telapak
tangannya 3 kali, kemudian berkumur-kumur
diiringi memasukkan air ke hidung, kemudian
membasuh mukanya 3 kali, kemudian membasuh
tangan kanan sampai ke siku tiga kali, kemudian
mencuci tangan yang kiri seperti itu juga,
kemudian mengusap kepala, kemudian
membasuh kaki kanan sampai mata kaki tiga
kali, kemudian kaki yang kiri seperti itu juga.
Kemudian Utsman berkata, Aku melihat
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah
berwudhu seperti wudhuku ini, kemudian beliau
bersabda, Barangsiapa berwudhu seperti
wudhuku ini kemudian dia shalat dua rakaat
dengan khusyuk (tidak memikirkan urusan dunia
dan yang tidak punya kaitan dengan
shalat[5]), maka Allah akan mengampuni dosadosanya yang telah lalu. Ibnu Syihab berkata,
Ulama kita mengatakan bahwa wudhu seperti

ini adalah contoh wudhu yang paling sempurna


yang dilakukan seorang hamba untuk shalat.[6]
Dari hadits ini dan hadits lainnya, kita dapat
meringkas tata cara wudhu Nabi shallallahu
alaihi wa sallamsebagai berikut.
1. Berniat dalam hati- untuk menghilangkan
hadats.
2. Membaca basmalah: bismillah.
3. Membasuh kedua telapak tangan sebanyak
tiga kali.
4. Mengambil air dengan tangan kanan, lalu
dimasukkan dalam mulut (berkumur-kumur
atau madmadho) dan dimasukkan dalam
hidung (istinsyaq) sekaligus melalui satu
cidukan-. Kemudian air tersebut dikeluarkan
(istintsar) dengan tangan kiri. Hal ini dilakukan
sebanyak tiga kali.
5. Membasuh seluruh wajah sebanyak tiga kali
dan menyela-nyela jenggot.
6. Membasuh tangan kanan kemudian kirihingga siku dan sambil menyela-nyela jarijemari.
7. Membasuh kepala 1 kali dan termasuk di
dalamnya telinga. Rasulullah shallallahu alaihi
wa sallambersabda, Kedua telinga termasuk
bagian dari kepala (HR Ibnu Majah, disahihkan
oleh Al Albani). Tatacara membasuh kepala ini
adalah sebagai berikut, kedua telapak tangan
dibasahi dengan air. Kemudian kepala bagian
depan dibasahi lalu menarik tangan hingga
kepala bagian belakang, kemudian menarik
tangan kembali hingga kepala bagian depan.

Setelah itu langsung dilanjutkan dengan


memasukkan jari telunjuk ke lubang telinga,
sedangkan ibu jari menggosok telinga bagian
luar.
8. Membasuh kaki 3 kali hingga ke mata kaki
dengan mendahulukan kaki kanan sambil
membersihkan sela-sela jemari kaki.
Berikut catatan penting yang perlu diperhatikan
dalam tata cara wudhu di atas.
Niat Cukup dalam Hati
Yang dimaksud niat adalah al qosd (keinginan)
dan al irodah (kehendak).[7] Sedangkan yang
namanya keinginan dan kehendak pastilah dalam
hati, sehingga niat pun letaknya dalam hati.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah -rahimahullahmengatakan, Letak niat adalah di hati bukan di
lisan. Hal ini berdasarkan kesepakatan para
ulama kaum muslimin dalam segala macam
ibadah termasuk shalat, thoharoh, zakat, haji,
puasa, memerdekakan budak, jihad dan
lainnya.[8]
Ibnul Qayim -rahimahullah- mengatakan,
Nabi shallallahu alaihi wa sallam di awal
wudhu- tidak pernah mengucapkan nawaitu
rofal hadatsi (aku berniat untuk menghilangkan
hadats ). Beliau pun tidak menganjurkannya.
Begitu pula tidak ada seorang sahabat pun yang
mengajarkannya. Tidak pula terdapat satu
riwayat baik dengan sanad yang shahih maupun
dhoif (lemah)- yang menyebutkan bahwa beliau
mengucapkan bacaan tadi.[9]

Berkumur-kumur dan Memasukkan Air


dalam Hidung Dilakukan Sekaligus Melalui
Satu Cidukan Tangan
Ibnul Qayyim menyebutkan,
Ketika berkumur-kumur dan memasukkan air
dalam hidung (istinsyaq), terkadang
Nabi shallallahu alaihi wa sallam menggunakan
satu cidukan tangan, terkadang dengan dua kali
cidukan dan terkadang pula dengan tiga kali
cidukan. Namun beliau menyambungkan (tidak
memisah) antara kumur-kumur
dan istinsyaq. Beliau menggunakan separuh
cidukan tangan untuk mulut dan separuhnya lagi
untuk hidung. Ketika suatu saat beliau berkumurkumur dan istinsyaq dengan satu cidukan maka
kemungkinan cuma dilakukan seperti ini yaitu
kumur-kumur dan istinsyaq disambung (bukan
dipisah).
Adapun ketika beliau berkumur-kumur
dan istinsyaq dengan dua atau tiga cidukan,
maka di sini baru kemungkinan berkumur-kumur
dan beristinsyaq bisa dipisah. Akan tetapi, yang
Nabi shallallahu alaihi wa sallam contohkan
adalah memisahkan antara berkumur-kumur
dan istinsyaq. Sebagaimana disebutkan
dalam shahihain[10] dari Abdullah bin Zaid
bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
tamadh-madho(berkumur-kumur)
dan istinsyaq (memasukkan air dalam hidung)
melalui air satu telapak tangan dan seperti ini
dilakukan tiga kali. Dalam lafazh yang lain
disebutkan bahwa tamadh-madho (berkumurkumur) danistinsyaq (memasukkan air dalam

hidung) melalui tiga kali cidukan. Inilah riwayat


yang lebih shahih dalam masalah kumur-kumur
dan istinsyaq (memasukkan air dalam hidung).
Tidak ada satu hadits shahih pun yang
menyatakan bahwa kumur-kumur
dan istinsyaq dipisah. Kecuali ada riwayat dari
Tholhah bin Mushorrif dari ayahnya dari
kakeknya yang mengatakan bahwa dia melihat
Nabishallallahu alaihi wa sallam memisah antara
kumur-kumur dan istinsyaq[11]. Dan riwayat
tersebut hanyalah berasal dari Tholhah dari
ayahnya, dari kakeknya. Padahal kakekanya tidak
dikenal sebagai seorang sahabat.[12]
Membasuh Kepala Cukup Sekali
Ibnul Qayyim menjelaskan,
Nabi shallallahu alaihi wa sallam biasa
membasuh kepalanya seluruh dan terkadang
beliau membasuh ke depan kemudian ke
belakang. Sehingga dari sini sebagian orang
mengatakan bahwa membasuh kepala itu dua
kali. Akan tetapi yang tepat adalah membasuh
kepala cukup sekali (tanpa diulang). Untuk
anggota wudhu lain biasa diulang. Namun untuk
kepala, cukup dibasuh sekali. Inilah pendapat
yang lebih tegas dan Nabishallallahu alaihi wa
sallam tidak pernah berbeda dengan cara ini.
Adapun hadits yang membicarakan beliau
membasuh kepala lebih dari sekali, terkadang
haditsnya shahih, namun tidak tegas. Seperti
perkataan sahabat yang menyatakan bahwa
Nabi shallallahu alaihi wa sallamberwudhu
dengan mengusap tiga kali tiga kali. Seperti pula
perkataan bahwa Nabi shallallahu alaihi wa

sallam membasuh kepala dua kali. Terkadang


pula haditsnya tegas, namun tidak shahih.
Seperti hadits Ibnu Al Bailamani dari ayahnya
dari Umar bahwa Nabi shallallahu alaihi wa
sallam mengusap tangannya tiga kali dan
membasuh kepala juga tiga kali. Namun perlu
diketahui bahwa Ibnu Al Bailamani dan ayahnya
adalah periwayat yang lemah.[13]
Kepala Sekaligus Diusap dengan Telinga
Telinga hendaknya diusap berbarengan setelah
kepala karena telinga adalah bagian dari kepala.
Sebagaimana Nabi shallallahu alaihi wa
sallam bersabda,


Dua telinga adalah bagian dari
kepala. [14] Hadits ini adalah hadits yang lemah
jika marfu (dianggap ucapan Nabi shallallahu
alaihi wa sallam). Akan tetapi hadits di atas
dikatakan oleh beberapa ulama salaf di
antaranya adalah Ibnu Umar.[15]
Ash Shonani menjelaskan,
Walaupun sanad hadits ini dikritik, akan tetapi
ada berbagai riwayat yang menguatkan satu
sama lain. Sebagai penguat hadits tersebut
adalah hadits yang mengatakan bahwa
membasuh dua telinga adalah sekaligus dengan
kepala sebanyak sekali. Hadits yang
menyebutkan seperti ini amatlah banyak, ada
dari Ali, Ibnu Abbas, Ar Robi dan Utsman.
Semua hadits tersebut bersepakat bahwa
membasuh kedua telinga sekaligus bersama
kepala dengan melalui satu cidukan air,
sebagaimana hal ini adalah

makna zhohir(tekstual) dari kata marroh (yang


artinya: sekali). Jika untuk membasuh kedua
telinga digunakan air yang baru, tentu tidak
dikatakan, Membasuh kepala dan telinga sekali
saja. Jika ada yang memaksudkan bahwa beliau
tidaklah mengulangi membasuh kepala dan
telinga, akan tetapi yang dimaksudkan adalah
mengambil air yang baru, maka ini pemahaman
yang jelas keliru.
Adapun riwayat yang menyatakan bahwa air
yang digunakan untuk membasuh kedua telinga
berbeda dengan kepala, itu bisa dipahami kalau
air yang ada di tangan ketika membasuh kepala
sudah kering, sehingga untuk membasuh telinga
digunakan air yang baru.[16]
Seluruh Kepala Dibasuh, Bukan Hanya
Ubun-Ubun Saja
Allah Taala berfirman,

Dan basuhlah kepala kalian. (QS. Al Maidah: 6)
Fungsi huruf baa dalam ayat di atas adalah lil
ilsoq artinya melekatkan dan bukan li
tabidh (menyebutkan sebagian). Maknanya
sama dengan membasuh wajah ketika tayamum,
sebagaimana dalam ayat,

Dan basuhlah wajah kalian. (QS. Al Maidah: 6).
Dua dalil di atas masih berada dalam konteks
ayat yang sama. Mengusap wajah pada tayamum
bukan hanya sebagian (namun seluruhnya)
sehingga yang dimaksudkan dengan mengusap
kepala adalah mengusap seluruh kepala.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan,

Apabila ayat yang membicarakan tentang


tayamum tidak mengatakan
bahwa mash (membasuh) wajah hanya sebagian
padahal tayamum adalah pengganti wudhu dan
tayamum jarang-jarang dilakukan, bagaimana
bisa ayat wudhu yang
menjelaskan mash (membasuh) kepala cuma
dikatakan sebagian saja yang dibasuh padahal
wudhu sendiri adalah hukum asal dalam
berthoharoh dan sering berulang-ulang
dilakukan?! Tentu yang mengiyakan hal ini tidak
dikatakan oleh orang yang berakal.[17]
Begitu pula terdapat dalam hadits lain dijelaskan
bahwa membasuh kepala adalah seluruhnya dan
bukan sebagian. Dalilnya,






Dari Abdullah bin Zaid, ia berkata,
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam datang,
lalu kami mengeluarkan untuknya air dalam
bejana dari kuningan, kemudian akhirnya beliau
berwudhu. Beliau mengusap wajahnya tiga kali,
mengusap tangannya dua kali dan membasuh
kepalanya, dia menarik ke depan kemudian
ditarik ke belakang, kemudian terakhir beliau
mengusap kedua kakinya.[18]
Dalam riwayat lain dikatakan,

Beliau membasuh seluruh kepalanya.[19]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan, Tidak
ada satu pun sahabat yang menceritakan tata
cara wudhu Nabi yang mengatakan bahwa

Nabi shallallahu alaihi wa sallam hanya


mencukupkan dengan membasuh sebagian
kepala saja.[20] Namun ketika Nabi shallallahu
alaihi wa sallam membasuh ubun-ubun, beliau
juga sekaligus membasuh imamahnya.[21]
Sedangkan untuk wanita muslimah tata cara
membasuh kepala tidak dibedakan dengan pria.
Akan tetapi, boleh bagi wanita untuk membasuh
khimarnya saja. Akan tetapi, jika ia membasuh
bagian depan kepalanya disertai dengan
khimarnya, maka itu lebih bagus agar terlepas
dari perselisihan para ulama. Wallahu alam.[22]
Semoga bermanfaat.
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel http://rumaysho.com

[1] HR. Muslim no. 224.


[2] Nash adalah dalil tegas yang tidak
mengandung kemungkinan makna kecuali itu
saja.
[3] Syarh Muslim, An Nawawi, 3/102, Dar Ihya At
Turots Al Arobi, Beirut
[4] HR. Bukhari no. 6954 dan Muslim no. 225.
[5] Lihat maksud hadits laa yuhadditsu bihi
nafsuhu Syarh An Nawawi ala Muslim, 3/108
dan Syarh Sunan Abi Daud, Syaikh Abdul Muhsin
Al Abbad Al Badr, 1/371, Asy Syamilah
[6] HR. Bukhari dan Muslim.
[7] Lihat Majmu Al Fatawa, Ibnu Taimiyah,
22/242, Darul Wafa, cetakan ketiga, 1426 H.

[8] Al Fatawa Al Kubro, Ibnu Taimiyah, 2/87, Darul


Marifah Beirut, cetakan pertama, 1386.
[9] Zaadul Maad fii Hadyi Khoiril Ibad, Ibnu
Qayyim Al Jauziyah, 1/196, Tahqiq: Syuaib Al
Arnauth dan Abudl Qodir Al Arnauth, Muassasah
Ar Risalah, cetakan ke-17, tahun 1415 H
[10] Bukhari dan Muslim, sebagaimana dikatakan
oleh pentahqiq Zaadul Maad.
[11] Dikeluarkan oleh Abu Daud. Namun terdapat
seorang periwayat yang dhoif dan Mushorrif
ayah Tholhah- itu majhul. Lihat catatan
kaki Zaadul Maad, hal. 192.
[12] Zaadul Maad, 1/192-193.
[13] Zaadul Maad, 1/193.
[14] HR. Abu Daud no. 134, At Tirmidzi no. 37,
Ibnu Majah no. 443, dan Ahmad (5/264).
[15] Lihat Shahih Fiqh Sunnah, Abu Malik, 1/118,
Al Maktabah At Taufiqiyah.
[16] Subulus Salam, Ash Shonani, 1/136-137,
Mawqi Al Islam.
[17] Majmu Al Fatawa, 21/123
[18] HR. Bukhari no. 197.
[19] HR. Ibnu Khuzaimah (1/81). Al Azhomi
mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih.
[20] Majmu Al Fatawa, 21/122.
[21] Shahih Fiqh Sunnah, Abu Malik, 1/118, Al
Maktabah At Taufiqiyah.
[22] Idem

CARA MENGUSAP KEPALA BAGI WANITA


SAAT BERWUDU
enar
Bagaimana cara mengusap kepala bagi wanita saat
berwudu?

Alhamdulillah
Cara mengusap kepala bagi wanita saat berwudu bagi
mereka yang rambutnya panjang melebih orang laki,
yaitu sebagaimana terdapat dalam hadits ArRubai' binMi'waz radhiallahu anha, sebagaimana
diriwayatkan Ahmad, no. 26484, dan Abu Daud, no. 128,
bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berwudu
di hadapannya, lalu dia mengusap seluruh kepala qarn
asy-sya'r, ke semua bagian tempat tumbuhnya rambut
dan tidak menggerakkan posisi rambut semula. (AlAlbany menyatakan bahwa hadits ini hasan dalam
Shahih Abu Daud. Yang dimaksud Qarn Asy-Sya'r
adalah bagian atas kepala, maksudnya beliau memulai
usapan dari atas ke bawah. Al-Iraqi berkata, 'Maknanya
adalah bahwa beliau memulai dari atas kepala dan
berakhir hingga ke bawah kepala, hal itu beliau lakukan
di semua bagian kepala.' Demikian sebagaimana dikutip
dari kitab 'Aunul Ma'bud' .

Terdapat juga cara lain dalam mengusap kepala yang


cukup terkenal. Yaitu dengan seseorang mengusap
rambutnya dengan kedua tangannya dari depan kepala
hingga tengkuknya, kemudian dibalikkan lagi ke tempat
semula. Akan tetapi cara ini menyebabkan rambut
menjadi tidak teratur. Maka pilihan yang baik bagi wanita
adalah mengusap dengan cara pertama, atau
mengusap dari depan kepala hingga akhir dan tidak
dikembalikan lagi. Ini merupakan cara lain dari
pemahaman hadits Ar-Rabi. Lihat pula jawaban soal
no. 45867
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata dalam kitab AlMughni, 1/87, apabila diamemiliki rambut yang dia
khawatirkan menjadi tidak teratur jika usapan kedua
tangannya dikembalikan, maka dia tidak usah
mengembalikan keduanya. Hal ini dikatakan oleh Imam
Ahmad. Ada yang bertanya kepada beliau, jika
seseorang berambut hingga sebahu, bagaimana dia
mengusapnya saat berwudu? Maka Imam Ahmad
mengusap kedua tangannya di kepalanya dari depan
sekali, lalu berkata, 'Demikianlah jika dia khawatir
rambutnya tidak teratur' Maksudnya dia mengusap
hingga tengkuknya dan tidak mengembalikan kedua
tangannya (mengusap ke tempat semula).
Jika dia mau dia dapat mengusapnya, sebagaimana
diriwayatkan dari Ar-Rabi, sesungguhnya Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam berwudu di hadapannya,
lalu beliau mengusap kepalanya dari atas kepalanya lalu
ke seluruh tempat tumbuhnya rambut, beliau tidak
menggerakkan rambutnya dari bentuk asalnya.' (HR.
Abu Daud). Ahmad ditanya bagaimana seorang wanita
mengusap rambutnya? Beliau berkata, 'Demikian' lalu

beliau meletakkan tangannya di tengah kepalanya,


kemudian menariknya ke depan, kemudian
mengangkatnya lagi dan meletakkan ke tempat semula
lalu menariknya ke belakan, bagaimana pun caranya dia
mengusap, apabila telah mengusap seukuran yang
diwajibkan maka dia dianggapsah."
Wallahua'lam.
Cara Mengusap Kepala bagi Wanita yang
Memiliki Rambut Panjang di saat Berwudhu..
Written By Khandar Al Laitsy on Monday, 7 April 2014 | Monday, April 07, 2014

Semalam Syaikh Abdulmuhsin Al Abbad Al Badr


-hafidzohullah- dalam majelis Syarh
Shahih Muslim beliau di masjid Nabawi
menjelaskan sebuah hadits tentang tatacara
mengusap kepala di saat berwudhu :

.
" Beliau ( Shallallahualaihiwasallam) memulai
dengan (mengusap) bagian depan kepalanya
hingga ke bagian tengkuk. Lalu mengembalikan

kedua tangannya ke tempat dimana beliau


memulai (mengusap)." [Hadits ini terdapat dalam
Shahih Muslim, no. 557]
Lalu bagaimana dengan wanita yang berambut
panjang?
Beliau menjelaskan bahwa bagi muslimah yang
memiliki rambut panjang, mereka cukup
mengusap bagian kepalanya saja, bukan
sepanjang rambut sampai keujung-ujungnnya.
Jadi cukup mengusap seukuran kepalanya saja,
yaitu sampai tengkuk. Sebagaimana yang
dilakukan oleh yang berambut pendek.
Hal yang senada juga telah dijelaskan oleh
Sa'id bin Muyyib (seorang Tabi'in Senior)
Rahimahullah dalam salah satu fatwa beliau,
:
Sa'id bin Musayyib mengatakan, " Dalam
mengusap kepala ketika berwudhu, wanita cukup
mengusap bagian kepalanya saja, sebagaimana
laki-laki."
Perkataan di atas dijelaskan oleh Syaikh
Abdurrahman bin Abdullah As Suhaimi,

( ) :
" Jadi wanita tidaklah diperintahkan untuk
mengusap sepanjang rambutnya sampai ke
ujung-ujungnya. Karena kalau seandainya yang
diperintahkan demikian, tentu perintah (dalam
ayat) akan berbunyi,

" Usaplah rambut-rambut kalian.."
Bukan :

" dan usaplah kepala kalian.. "
Yang beliau maksud adalah firman Allah Ta'ala :



" Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu
hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan
USAPLAH KEPALAMU dan (basuh) kakimu sampai
dengan kedua mata kaki." (QS. Al Maidah:6)
...
El Anshorie 6 JumadilAwwal 1435 H

Bulughul Maram : Cara Mengusap Kepala Dalam


Wudhu (Hadits 35)


35/4

-
:

. .
:
.
35. Dari Abdillah bin Zaid bin Ashim
-Radhiyallahu anhu- tentang tata cara wudhu
beliau berkata: Beliau shalallahu alaihi wa
sallam mengusap kepalanya lalu memajukan dan
memundurkan kedua tangan. (Muttafaqun
alaihi). Dalam lafazh lain: Memulai dengan
bagian depan kepalanya hingga membawa kedua
telapak tangannya ke tengkuk kemudian
mengembalikannya ke tempat permulaannya.
Biografi Sahabat Perawi Hadits
Abdullah bin Zaid bin Ashim bin Kaab bin Amr
bin Auf bin Mabdzul bin Amr bin Ghunm bin
Mazin Al-Mazini Al-Anshari Radhiyallahu anhu.
Nama Panggilannya ialah Abu Muhammad. Beliau
terkenal juga dengan sebutan Ibnu Ummi

Amarah. Namun sangat terkenal dengan nama


aslinya.
Ibunya bernama Nusaibah binti Kaab bin Amr
bin Auf yang terkenal dengan Ummu Amarah
pahlawan sahabat wanita dan srikandi yang
terkenal dalam sejarah Islam. Jadi beliau adalah
saudara Hubaib dan Tamiem bin Zaid
Radhiyallahu anhum.
Beliau termasuk sahabat Nabi Shalallahu alaihi
wa sallam yang ikut serta dalam perang Uhud
dan perang-perang setelahnya. Ada perbedaan
pendapat dalam keikutsertaan beliau dalam
perang badar. Menurut Abu Ahmad Al-Hakim,
Ibnu Madah dan Al-Hakim dalam Al-Mustadrak
bahwa beliau ikut bertempur dalam ghazwah
Badr apalagi ghazwah Uhud dan seterusnya.
Ketika zaman khalifah Abu Bakr, beliau ikut pula
bersama-sama dengan ibunya Nusaibah dan
saudara-saudaranya Hubaib dan Tamiem,
bertempur dalam perang menumpas gerakan
Musailimatul Kadzdzab. Sebelumnya Musailimah
telah menyiksa saudaranya Hubaib, memotong
anggota badannya satu persatu hingga akhirnya
ia gugur sebagai syahied. Mendengar peristiwa
yang mengerikan itu semangat
jihad kaum muslimin tambah meluap. Hingga
akhirnya Abdullah bin Zaid ini berhasil bersamasama dengan Wahsyi bin Harb membunuh
Musailimah itu sendiri dengan pedangnya.
Dengan kejadian itu ibunya Ummu Amarah
Nusaibah sangat merasa puas dan bersyukur

pada Tuhan apalagi dengan gugurnya kedua anak


kandungnya Hubaib dan Tamiem sebagai
syahied.
Beliau meriwayatkan hadits wudhu dan beberapa
hadits lain lagi dan jumlah hadits beliau menurut
imam Ibnu al-Mulaqqin berjumlah 48 hadits
(Syarhul Umdah 1/370), yang disepakati
periwayatannya oleh imam al-Bukhori dan
Muslim ada 8 hadits.
Riwayat perjuangan beliau dalam ketiga zaman
khulafa lainnya tidak pernah dijumpai.
Demikianlah beliau dibunuh dengan tenang
dalam peristiwa HARRAH pada tahun 63 H. di
Madinah. (Lihat al-Ishaabah 6/91).
Takhrij Hadits
Hadits ini adalah potongan dari hadits yang
panjang yang diriwayatkan Imam al-Bukhori
dalam kitab al-Wudhu no. 186 dan Imam Muslim
dalam shahihnya no. 235 dari jalan periwayatan
Amru bin yahya al-Maazini dari bapaknya. Beliau
berkata:






Aku menyaksikan Amru bin Abu Hasan bertanya
kepada Abdullah bin Zaid tentang Wudhu Nabi

shalallahu alaihi wa sallam, lalu meminta


sebejana air lalu berwudhu untuk mereka wudhu
Nabi shalallahu alaihi wa sallam. Lalu beliau
mengambil air dengan tangannya dari bejana
lalu mencuci kedua telapak tangannya, kemudian
memasukkan tangannya ke bejana lalu
berkumur, menghirup air ke dalam hidung dan
mengeluarkannya tiga caukan. Kemudian
memasukkan tangannya lalu mencuci wajahnya
tiga kali, kemudian mencuci kedua tangannya
dua kali hingga siku kemudian memasukkan
tangannya lalu mengusap kepalanya dengan
memajukan dan memundurkan kedua telapak
tangannya sekali kemudian mencuci kedua
kakinya sampai mata kaki.
Dalam riwayat no. 185 dalam shahih al-Bukhari
menjelaskan lebih pas lagi.





:







Dari Amru bin Yahya al-Maaziini dari bapaknya
bahwa seorang berkata kepada Abdullah bin Zaid
dan beliau adalah kakek Amru bin Yahya : Apakah
Engkau bisa mencontohkan bagaimana dahulu
Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam
berwudhu? Maka Abdullah bin Zaid berkata: Ya,
lalu minta air dan menuangkan ke kedua
tangannya lalu mencucinya dua kali, kemudian

berkumur-kumur dan menghirup air kehidung


tiga kali kemudian mencuci wajah tiga kali
kemudian mencuci kedua tangannya dua kali dua
kali sampai siku kemudian mengusap kepalanya
dengan kedua tangannya lalu memajukan dan
memundurkan keduanya. Memulai dengan
bagian depan kepalanya hingga membawa
keduanya ke tengkuk kemudian mengembalikan
keduanya ke tempat mulainya kemudian mencuci
kedua kakinya.
Tampaknya al-Haafizh Ibnu Hajar menyampaikan
lafazh ini untuk menafsirkan kata maju dan
mundur dalam lafazh hadits sebelum ini, karena
lafazh ini lebih jelas dalam menunjukkan
maksudnya.
Hadits Abdullah bin Zaid ini telah lengkap
menjelaskan sifat tata cara wudhu Nabi
shalallahu alaihi wa sallam dan menunjukkan
semua yang ditunjukkan hadits Utsman bin Affan.
Hanya saja ada tambahan penjelasan tata cara
mengusap kepala yang tidak ada dalam hadits
Utsman. Oleh karena itu al-Haafizh hanya
menyampaikan potongan dari hadits ini saja.
Kosa Kata Hadits
( ) : memulai dari arah depan kepala.
( ): mengembalikan kedua telapak tangan
dari belakang kepala.
() : membawa kedua telapak
tangannya ke arah tengkuk.

Fikih Hadits
1.

Hadits ini menunjukkan kewajiban mengusap


kepala secara menyeluruh dan ini pendapat
Imam Maalik dan pendapat yang masyhur dari
Imam Ahmad. Pendapat ini dirojihkan Syeikul
Islam ibnu Taimiyah dan Ibnu Katsir.
2. Menunjukkan tata cara mengusap kepala
dengan cara memulai dengan bagian depan
kepala lalu membawa kedua telapak tangan ke
tengkuk yang ada di atas leher kemudian
mengembalikan keduanya hingga sampai ke
tempat dimulainya mengusap kepala yaitu di
bagian depan kepala. Seperti dijelaskan dalam
pernyataan :
.
3. Hikmah dari mengusap kepala dengan tata
cara ini adalah meratakan dua sisi kepala
dengan usapan; karena rambut dari sisi wajah
mengarah ke wajah dan dari sisi belakang
mengarah ke tengkuk. Apabila memulai dari
bagian depan kepala maka akan mengenai
rambut ke belakang sehingga air akan
menyentuh pokok rambut, apabila sampai ke
atas puncak kepala maka rambut balik ke
depan lagi dan air menyentuh bagian luar
rambut. Apabila kembali maka akan terjadi
sebaliknya. Ini bukan termasuk pengulangan
usapan. Hanya maksudnya usapan tersebut
akan menyentuh bagian luar dan dalam rambut
sehingga itu hanya satu usapan bukan dua kali
usapan; karena kesempurnaan sekali usap
tidak terjadi pada seluruh rambut kecuali

dengan maju dan mundur tersebut. Karena


pada pengembalian tersebut akan mengusap
yang belum terusap pada awalnya. Tata cara ini
bukanlah wajib dan sah mengusap dengan cara
apapun namun menjaga sesuai sunnah lebih
utama.
4. Imam an-Nawawi menjelaskan bahwa tata
cara ini disunnahkan bagi orang yang memiliki
rambut panjang adapun yang tidak memiliki
rambut atau rambutnya dicukur gundul dan
sedikit rambutnya maka tidak disunnahkan
untuk mengembalikan tangan ke depan lagi;
karena tidak ada faedahnya.
Pendapat beliau ini tidak tepat. Memang dari
sisi sahnya maka sudah jelas, tapi dari sisi
mengikuti sunnahnya maka pastilah maju dan
mundur tersebut sunnah hukumnya.
5. Wanita dan pria sama dalam tata cara ini.
Karena pada asalnya dalam hukum syariat
semua yang berlaku pada pria juga berlaku
pada wanita dan juga sebaliknya kecuali ada
dalil yang mengkhususkannya. Oleh karena itu
Imam al-Bukhori menyampaikan secara
muallaq dari Said bin al-Musayyib pernyataan
beliau:
()
Wanita seperti lelaki mengusap kepalanya. (lihat
Fathulbari 1/290).
Imam an-Nasaai meriwayatkan dalam bab
Wanita mengusap kepalanya ( ) hadits
Aisyah yang berisi:



Dan beliau meletakkan tangannya di bagian
depan kepalanya kemudian mengusap kepalanya
sekali sampai bagian belakangnya kemudian
melewatkan tangannya di kedua telinganya
kemudian melewati kedua pipinya. (HR anNassai no 100 dan dishahihkan al-Albani).
Hal ini menunjukkan tata cara wanita mengusap
kepalanya dan itu seperti kaum pria.
1.

Talim (pengajaran) dengan perbuatan lebih


mengena dari talim hanya dengan perkataan.
Menyatukan keduanya lebih baik dan utama,
karena berisi penggunaan dua indra sekaligus
dengan adanya kehadiran kalbu.
2. Menuangkan air ke kedua tangan bersamaan
adalah sunnah menurut ijma.
3. Diperbolehkan membedakan antara anggota
wudhu dengan mencuci sebagiannya dua kali,
sebagiannya tiga kali dan yang lainnya sekali.

Masaail Hadits
Ada beberapa masalah seputar hadits ini, di
antaranya:
I.

Hukum mengusap seluruh kepala

Para ulama sepakat bahwa mengusap seluruh


kepala adalah sunnah seperti disampaikan Ibnu

Taimiyah dalamFatwa 21/122, an-Nawawi dalam


al-Majmu 1/402 dan Ibnu Abdilbarr dalam atTamhid 20/127). Ibnu Abdilbar dalam al-Istdzkaar
(2/25-26) berkata : Adapun mengusap kepala
maka mereka sepakat orang yang mengusap
seluruh kepalanya telah berbuat baik dan
berbuat sempurna yang harus dilakukannya. Juga
bersepakat bahwa sedikit yang tidak sengaja
tidak terusap dimaafkan dan tidak merusak
orang yang wudhu.
Hanya saja mereka berbeda pendapat tentang
ukuran usapan yang wajib dari kepala dalam dua
pendapat:
A. Pendapat Imam Maalik (lihat at-Tamhid
20/125) dan pendapat yang masyhur dari Imam
Ahmad (lihat al-Istidzkaar 2/30 dan al-Inshaf
1/161 juga al-Mughni 1/175) dan dirojihkan oleh
al-Muzani dari kalangan madzhab Syafiiyah (lihat
al-Majmu 1/398), Syeikhul Islam (Fatwa 21/123)
dan Ibnu Katsir (Tafsir ibnu Katsir 3/46) serta
Ibnul Qayyim (Zaad al-Maad 1/194).
Argumentasi mereka adalah:

Perbuatan Nabi shalallahu alaihi wa sallam


yang mengusap seluruh kepalanya
sebagaimana dalam hadits Abdullah bin Zaid di
atas dan hadits yang lainnya. Itu sebagai
penjelas perintah Allah Taala dalam surat alMaidah ayat 6 dalam mengusap kepala. Tidak
dinukilkan dari Nabi shalallahu alaihi wa sallam
mengusap sebagian kepala kecuali bila

menggunakan imamah sehingga


menyempurnakannya seperti dalam hadits alMughirah yang akan datang.

Firman Allah Taala :



Dan sapulah kepalamu (QS al-Maaidah/5 :6)
Zhahirnya menunjukkan mengusap seluruh
kepala sebab huruf ba nya untuk seluruh, seperti
dalam firman Allah :

sapulah mukamu dan tanganmu. (Qs anNisaa/4:43).
Mereka berkata: Tidak benar huruf ba bermakna
sebagian di sini dan tidak dikenal pengertian
tersebut pada ahli bahasa Arab, sebagaimana
disampaikan Ibnu Burhaan dalam Syarh al-Luma
1/174: Siapa yang menganggap ba
menunjukkan sebagian maka telah membawa
sesuatu yang tidak dikenal ahli lughah.
Al-Ukbari dalam kitab al-Imla` Ma manna bihi arRahmaan (1/208) menyatakan: Berkata orang
yang tidak punya keahlian dalam bahasa arab
bahwa ba seperti ini bermakna sebagian. Hal itu
tiak diketahui pakar Nahwu.

Menyamakan kepala dengan seluruh anggota


wudhu lainnya yang wajib dikenakan air
seluruhnya. Menyamakan kepala dengan itu

lebih utama daripada menyamakannya dengan


mengusap khuf; karena mengusap khuf adalah
pengganti dan mengusap kepala adalah asal.

B. Pendapat yang mewajibkan sebagian saja dan


tidak harus mengusap seluruh kepala. Walaupun
di antara mereka masih berbeda pendapat dalam
ukuran sebagian yang wajib diusap dari sejumlah
rambut hingga sepertiga dan dua pertiga. ( Lihat
al-Mughni 1/176). Ini yang dinukilkan dari Aisyah
(lihat al-Mughni 1/176), Salamah bin al-Akwa
(diriwayatkan Ibnu abi Syaibah dalam alMushannaf 1/16) dan Ibnu Umar. Juga ini
madzhab al-hasan al-Bashri, Sufyaan ats-Tsauri,
Dawud azh-Zhahiri, al-Laits, al-Auzai, Ibnu alMubaarak, Ishaaq, an-Nakhai, asy-Syabi, Atha
dan Ikrimah. (Lihat al-Ausath 1/394, Al-Muhalla
2/73-74, at-Tamhid 20/127-128 dan al-Mughni
1/175-176).
Juga ini adalah madzhab Hanafiyah (Fathulqadir
1/118), asy-Syafii (al-Umm 1/22) dan riwayat
dari Malik (lihat Aqrabul Masaalik 1/42), dan
riwayat dari Ahmad ( lihat al-Mughni 1/175),
Madzhab ath-Thabari (lihat at-Tamhid 20/127) dan
Ibnu Hazm (al-Muhalla 2/49-50). Ibnul Mundzir
(al-Ausath , al-Baghawi, ibnu Daqiqil ied dan athThahawi membela pendapat ini dan asy-Syaukani
(dalam as-Sail al-jaraar 1/84-85) merojihkannya.
Di antara dalil pendapat ini adalah:

1.

Hadits al-Mughirah bin Syubah yang


berbunyi:

:

Sesungguhnya Nabi shalallahu alaihi wa


sallam mengusap atas khufnya dan bagian
depan kepala serta imamahnya (HR Muslim).
2. Mencukupkan dengan bagian depan
kepalanya menunjukkan hal itu sah.Penukilan
yang shahih dari sejumlah sahabat yang
mencukupkan dengan mengusap sebagian
kepalanya, seperti Aisyah, Ibnu Umar, Utsman
dan Salamah bin al-Akwa.
3. Pada asalnya mengusap apabila tanpa
dibatasi sesuatu difahami mengusap tanpa
disyaratkan harus mengusap seluruhnya.
Sehingga Imam asy-Syaukani dalam kitab asSail al-Jarrar 1/84 menyatakan: Siapa yang
berkata bahwa tidak dinamakan memukul
kepala kecuali pukulan terjadi pada semua
bagian kepala, sungguh telah membawa
sesuatu yang tidak pernah difahami dan
diketahui para pakar ahli bahasa Arab.
Tarjih.
Pendapat yang pertama lebih tepat dan
mengamal sunnah serta lebih hati-hati. Wallahu
alam.
II.
Hukum menggunakan cara maju dan
mundur dalam mengusap kepala.

Para ulama sepakat bahwa orang yang sudah


mengusap seluruh kepalanya maka telah
menunaikan kewajibannya baik mulai dari bagian
depan maupun dari tengah atau belakang
sebagaimana dijelaskan Ibnu Abdilbarr dalam alIstidzkaar 2/29.
Mereka berbeda pedapat tentang tata cara
mengusap kepala dalam dua pendapat:
1.

Memulai dari bagian depan kepala kemudian


membawanya ke tengkuk kemudian
mengembalikannya ke bagian depannya lagi.
Ini dianggap satu usapan karena yang satunya
maju dan yang lainnya mundur. Inilah madzhab
Hanafiyah (lihat Syarh Maani al-Atsar 1.30),
Malik (lihat al-Istidzkaar 2/27), Syafiiyah (lihat
al-Majmu 1/177), Hambaliyah (lihat al-Mughni
1/177), dan pendapat mayoritas salaf.
Pendapat ini berargumen dengan lafazh hadits
Abdullah bin Zaid ini. Karena hadits ini
dikatakan imam Maalik adalah hadits yang
paling pas dalam mengusap kepala (lihat alistidzkaar 2/27).
2. Memulai dari bagian belakang kepala lalu
maju ke arah wajah kemudian mundur hingga
kembali kebagian belakang kepala. Inilah
madzhab al-Hasan bin hay dan sebagian ulama
lainnya. (lihat at-Tamhid 20/125 dan Fathulbari
1/351). Mereka mengambil riwayat hadits arRubayyi bintu Muawwidz yang berbunyi:


.

Sungguh Nabi shalallahu alaihi wa sallam


mengusap kepalanya dua kali memulai dengan
bagian belakang kepalanya kemudian bagian
depannya dan mengusap kedua telinganya
bagian luar dan dalamnya. (HR Abu Dawud dan
at-Tirmidzi no. 23 dan Ibnu Maajah no. 418 dan di
hasankan al-Albani).
Yang rojih adalah yang ada dalam hadits Abdullah
bin Zaid ini (pendapat yang pertamaed). Wallahu alam.

Anda mungkin juga menyukai