Anda di halaman 1dari 5

Determinan Klinis OH-QOL pada Anak-anak

Rendahnya OH-QOL telah dihubungkan ke beberapa kondisi oro-fasial. Menurut prevalensinya, karies dental, masalah gingival dan periodontal, maloklusi, hipodonsia, serta malformasi developmental seperti celah bibir dan/atau celah palatum telah dipelajari hubungannya terhadap OH-QOL pada anak-anak. Faktor-faktor lain yang berkontribusi termasuk gigi sensitif dan ulser di rongga mulut. Walaupun demikian, dampak-dampak ini biasanya dihubungkan dengan rendahnya derajat keparahan. Karies dental. Karies dental adalah penyakit kronis paling umum pada masa kanak-kanak. WHO telah memperkirakan bahwa 60-90% dari semua anak usia sekolah terkena. Walaupun demikian, tingginya prevalensi karies dental ini tampaknya tidak berefek pada OH-QOL anak-anak di Arab pada tahap-tahap awal. Sebaliknya, yang lain menunjukkan keadaan sebaliknya, meskipun dengan rendahnya tingkat karies dental di Uganda, anak-anak mengalami dampak negative dari OH-QOL yang cukup besar. Penemuan-penemuan yang bertentangan ini mengemukakan adanya faktor-faktor lain yang mempengaruhi hubungan antara karies dental dan laporan-laporan mengenai OH-QOL, mungkin pada kasus ini, budaya. Penyakit gingival dan periodontal. Masalah gingival merupakan salah satu kondisi rongga mulut yang berdampak pada OH-QOL anak-anak yang paling penting. Lebih dari 20% anak-anak di Thailand yang diteliti melaporkan bahwa gingival yang berdarah dan bengkak berdampak pada kehidupan sehari-hari mereka. Ini bisa saja berhubungan dengan prose salami seperti shedding gigi-gigi primer atau ruang karena gigi permanen yang tidak erupsi. Maloklusi. Sementara beberapa peneliti mungkin tidak menganggap efek-efek sebagai penghambat, literature tampaknya mendukung gagasan bahwa maloklusi memang berpengaruh terhadap OH-QOL seseorang. Beberapa studi melaporkan dampak maloklusi pada anak-anak. Misalnya, prevalensi dampak di rongga mulut untuk anak-anak dengan kebutuhan yang pasti akan perawatan ortodontik adalah 2x disbanding anak-anak yang tidak atau sedikit memerlukan perawatan ortodontik. Demikian pula dengan anak-anak Australia yang memiliki kemampuan oklusal yang kurang bisa diterima, dilaporkan OH-QOL nya lebih rendah. Suatu studi dari 414 mahasiswa mendukung temuan-temuan ini; orang-orang dengan crowding insisivus dan ketidakteraturan gigi-gigi anterior maksila lebih dari 2 mm adalah sekurang-kurangnya 2x bisa mengalami suatu dampak dari tersenyum, tertawa, dan memperlihatkan gigi tanpa rasa malu. Lebih lanjut, orang-orang dengan overjet lebih dari 5 mm adalah hampir 4x lebih dapat mengalami dampakdampak tersebut pada keadaan emosional. Umumnya, dampak-dampak dari self-perceived malocclusion awalnya mempengaruhi aktivitas-aktivitas psikologis dan social sehari-hari seperti tersenyum, emosi, dan hubungan social. Secara keseluruhan, pasti ada kecenderungan pada anak-anak dengan maloklusi yang teridentifikasi secara klinis, untuk melaporkan OH-QOL yang lebih rendah disbanding anak-anak dengan oklusi ideal. Dari 7 artikel yang teridentifikasi dari peninjauan maloklusi dari OH-QOL anak-anak baru-baru ini, 6

ditemukan terasosiasi secara statistik, dan 1 tidak. Walaupun begitu, hubungan antara ukuran normative dan skor OH-QOL adalah agak lemah. Faktanya, studi pada anak-anak British dengan kebutuhan akan perawatan berdasarkan Aesthetic Component of the Index of Orthodontic Treatment Need (IDTN-AC) menemukan bahwa anak-anak dengan IDTN-ACnya 6 atau lebih (mengindikasikan maloklusi yang lebih buruk) tidak memiliki skor CPQ11-14 yang lebih tinggi secara signifikan. Para penulisnya menyatakan bahwa asosiasi antara OHQOL dan IDTN-AC adalah rendah dan mereka adalah 2 atribut yang berbeda. Studi British yang lain dengan populasi yang sama menggunakan ukuran OH-QOL yang berbeda, yaitu Child-Oral Impact on Daily Performance (Child-OIDP), dan menemukan hasil yang sama. Meskipun prevalensi dampakdampak di rongga mulut meningkat dari 16,8% pada orang dewasa yang tidak atau sedikit memerlukan perawatan ortodontik, ke 31,7% untuk mereka dengan kebutuhan pasti akan perawatan ortodontik, adanya ketidakkonsistenan antara self-reports OH-QOL dan ukuran normative dari kebutuhankebutuhan perawatan. Menariknya, grup peneliti yang sama menemukan bahwa skor OH-QOL lebih lemah ketika kebutuhan-kebutuhan normative yang meningkat dihubungkan dengan kebutuhankebutuhan perawatan yang disadari (anak-anak merasa gigi mereka harus diluruskan). Mendall et.al. menemukan bahwa dampak-dampak estetis dari maloklusi tidak berbeda antara anak-anak yang tidak ditangani yang mengharapkan perawatan ortodontik disarankan lebih buruk dampak-dampak estetisnya. Jelasnya, kesadaran akan sifat-sifat oklusal dan kepuasan dengan kondisi oklusal orang itu sendiri berbeda-beda antara individu-individu yang berbeda-beda pula. Ini juga wajar bahwa kebutuhan akan perawatan ortodontik bisa berbeda tergantung status psikologis pasien. Asosiasi-asosiasi yang lemah ini bisa dijelaskan dari fakta bahwa indeks-indeks klinis, seperti IDTN, bisa menekankan maloklusi yang tampak tidak penting pada OH-QOL, seperti crossbite posterior, ketidakkonsistenan ini juga menonjolkan kekurangan memakai hanya indeks-indeks klinis saja untuk memperkirakan kebutuhan perawatan ortodontik dan mendukung pemikiran sementara akan konsekuensi-konsekuensi penyakit, yang kesehatan dan OH-QOLnya tidak hanya ditentukan penyakit itu sendiri tapi juga faktor-faktor kontekstualnya. Hipodonsia. Sampai saat ini, hanya 1 studi yang telah mengevaluasi dampak-dampak hipodonsia (tidak adanya gigi karena congenital) pada OH-QOL. Semua subjek yang dipelajari melaporkan adanya dampakdampak yang bisa dipertimbangkan pada OH-QOL. Gejala-gejala di rongga mulut yang paling mayoritas dialami, batasan-batasan fungsional, begitu juga dengan dampak-dampak pada kesehatan social dan emosional. Hasil-hasilnya menegaskan bahwa kondisi oral yang kronis bisa mempengaruhi kesehatan individu dan mempengaruhi fungsi fisik, psikis, dan social sehari-harinya. Pada studi ini, jumlah gigi permanen yang missing kurang lebih berhubungan dengan OH-QOL. Meskipun begitu, ketika gigi desidui yang dipertahankan dihitung, jumlah gigi yang hilang sangat berhubungan dengan OH-QOL, mengesankan pentingnya gigi-gigi desidui yang masih ada pada anak-anak dan orang dewasa dengan hipodonsia berat. Studi ini, meskipun begitu, tidak menguji efek-efek lainnya, yang berpotensi lebih penting, variable-variabel seperti lokasi gigi-gigi yang missing. Misalnya, seseorang dapat berhipotesis bahwa gigi yang hilang yang kelihatan bisa memiliki dampak yang lebih daripada gigi hilang yang tidak bisa dilihat. Oleh karena itu, studi lebih lanjut dituntut untuk menguji temuan-temuan ini.

Celah bibir dan/atau palatum. Kasus-kasus celah bibir dan/atau palatum. Secara klinis lebih berat dan bisa berefek pada tampilan fasial. Oleh karena itu, sudah diasumsikan bahwa mereka memiliki dampakdampak yang lebih besar pada OH-QOL. Meskipun begitu, Locker et.al. menemukan keseluruhan OHQOL pada anak-anak itu tidak beda dengan anak-anak dengan kerusakan dental. Nyatanya, anak-anak dengan kondisi oro-fasial mengukur OH mereka lebih baik daripada mereka dengan kerusakan dental. Meskipun mereka bisa menjumpai tantangan-tantangan lebih di kehidupan sehari-hari seperti bernapas lewat mulut, masalah bicara, tidak sekolah, diganggu, dan ditanya-tanyai mengenai kondisi mereka, kelihatannya mayoritas anak-anak ini bisa menyesuaikan dengan baik dan menanggulangi hambatanhambatan yang disebabkan kondisi mereka. Faktanya, riset mengindikasikan bahwa banyak orang dengan ketidakcakapan mengalami pengalaman-pengalaman berkualitas bagus. Selisih paham antara persepsi orang tua mengenai kesehatan dan kesejahteraan di satu sisi, dan status kesehatan objektif mereka di sisi lainnya dikenal sebagai Disability Paradox. Seperti yang dinyatakan Locker dan Slader, kesehatan dan penyakit mengacu pada dimensi berbeda dari pengalaman manusia, jadi paradoxparadoks ini terjadi ketika penyakit diasumsikan menyebabkan suatu dampak oleh para peneliti. Paradoks-paradoks itu menonjolkan pentingnya pengalaman pribadai dalam mendefinisikan diri, padandangan seseorang akan dunia, konteks social, dan hubungan social. Tentu saja, model-model penyakit kontemporer dan konsekuensi-konsekuensinya, seperti Wilson dan Cleary, mengindikasikan bahwa hubungan-hubungan antara variable-variabel biologis dan outcome H-QOL tidak langsung, namun disederhanakan oleh keragaman personal, social, dan variable-variabel environmental.

Determinan-determinan Non Klinis OH-QOL pada Anak-anak

Faktor-faktor personal. Menurut model dari Wilson-Cleary, faktor-faktor personal, social, dan environmental bisa menghitung hubungan-hubungan lemah yang diamati antara skor OH-QOL dan datadata klinis. Misalnya, faktor-faktor seperti usia dan jenis kelamin bisa mempengaruhi QOL. Telah dilaporkan bahwa wanita cenderung lebih peduli pada estetika disbanding pria. Meskipun begitu, efek jenis kelamin ini biasanya paling jelas selama masa dewasa muda (18-29 tahun), dan oleh sebab itu bisa jadi tidak relevan terhadap investigasi sekarang. Di sisi lain, efek umur terhadap OH-QOL, tidak diinvestigasi secara adekuat. 1 studi menyimpulkan bahwa orang dewasa, di samping maloklusinya yang paling berat, status oklusalnya kurang terpengaruh dibandingkan dewasa muda. Seperti disinggung sebelumnya, peran sederhana dari karakteristik kepribadian bisa ditarik kesimpulan dari studi-studi yang menonjolkan ketidakkonsistenan antara outcome normative dan subjektif. Untuk merekap, beberapa studi mengindikasikan bahwa permintaan akan perawatan ortodontik nampaknya tidak berhubungan secara langsung dengan maloklusi yang bisa diukur. Ada variasi-variasi yang bisa dipertimbangkan pada kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri dengan abnormalitas oro-

fasialnya, sedangkan beberapa tetap tidak terpengaruh, dan yang lain memiliki kesulitan-kesulitan signifikan yang bisa berefek pada QOL mereka. Review sistematik baru-baru ini mengenai hubungan antara status OH klinis dan OH-QOL pada anakanak mendukung peran sederhana ini dari karakteristik personal. Review lebih lanjut menyarankan hubungan-hubungan lemag antara kondisi oral anak-anak dan OH-QOL, bisa dijelaskan oleh variasivariasi inter dan intrapersonalnya. Meskipun karakteristik-karakteristik personalnya, seperti dampak negative, ditemukan untuk mempengaruhi penilaian OH-QOL pada pria yang lebih tua, pasien ortognastik, dan mahasiswa, peran langsung dari karakteristik-karakteristik personal dalam menyederhanakan outcome-outcome perawatan ortodontik pada anak-anak tidak diinvestigasi dengan baik. Faktanya, hanya sedikit studi yang membuat referensi pada atribut-atribut kepribadian dalam hubungannya dengan outcome ortodonti-ortodonti konvensional. Misalnya, studi mengenai stereotip bahwa anak-anak dengan maloklusi menyimpulkan bahwa dampak dari stereotip social pada kesehatan psikologis sepertinya dimodifikasi oleh interaksi-interaksi social. Ini tidak sampai baru-baru ini bahwa efek dari ciri-ciri personal dari persepsi akan daya tarik fasial, diuji secara langsung. Pada studi remaja-remaja Jerman, efek interaksi yang signifikan telah diidentifikasi, yang menunjukkan dampak estetika dental pada penampilan social lebih kuat pada responden dengan high private dan kesadaran diri terhadap public disbanding dengan subjek-subjek yang skornya rendah. Studi ini menyarankan bahwa perbedaan-perbedaan kecil di estetika dental memiliki efek signifikan pada OH-QOL yang dirasakan pada subjek-subjek dengan kesadaran diri yang tinggi. Namun harus diakui bahwa temuan-temuan ini berhubungan dengan orang dewasa muda dan oleh sebab itu tidak bisa diekstrapolasi pada orang dewasa, itu mengarahkan riset lebih lanjut terhadap pasien ortodontik dewasa. Walaupun begitu, menarik bahwa dari 4 studi terdaftar di Tabel 1 sampai SE sebagai moderator potensial dampak estetik dari maloklusi. Demikian pula, studi jangka panjang yang luas dari anak-anak British mengidentifikasikan SE baseline sebagai moderator penting QOL. Ketika SE pada baseline dikontrol, perawatan ortodontik memiliki efek positif yang sedikit pada kesehatan psikologis dan QOL di masa dewasa. Faktanya, grup peneliti yang sama menggambarkan kesimpulan-kesimpulan psikososial yang mirip dari studi yang memeriksa efek-efek maloklusi di awal 1980an: Penyesuaian seseorang terhadap ketidaksempurnaannya dalam kesejajaran dentalnya adalah bermacam-macam dan tidak ada bukti bahwa anak-anak dengan ketidakteraturan yang kelihatan, pada umumnya akan cacat secara emosional. Beberapa orang peduli dengan maloklusi yang sangat minor dan intervensi permintaan ortodontik, dimana yang lain menerima penyimpangan-penyimpangan utama dari norma dengan gembira. Karena permintaan akan perawatan ortodonti bisa berbeda-beda tergantung status psikologis pasien, pengaruh dari sifat individu, seperti SE dan PWB, pada OH-QOL tidak bisa dibiarkan. Studi longitudinal yang menilai peran modern dari cirri psikologis dari OH-QOL yang dilaporkan, adalah diperlukan untuk memahami dan menginterpretasi ukuran-ukuran OH-QOL pada anak-anak dengan lebih baik.

Faktor-faktor social dan lingkungan. Sudah disarankan bahwa budaya, pendidikan, etnis, dan deprivasi material bisa mempengaruhi luas dampak suatu penyakit. Variabel seperti status kesehatan umum, pendapatan rumah tangga, dan stress kehidupan ternyata bisa menjelaskan keragaman dampak pada kelainan rongga mulut pada orang dewasa sebagai indicator klinis. Efek-efek yang mirip dilaporkan pada anak sekolah Canada, anak-anak dari rumah tangga berpendapatan rendah memiliki dampak-dampak yang lebih tinggi pada OH-QOL dibanding anak-anak dengan pendapatan rumah tangga yang tinggi. Pendapatan rumah tangga tetap sebagai yang memprediksi skor-skor OH-QOL setelag mengontrol potensi dan efek-efek confounding dari penyakit dan kelainan seperti karies dental cedera dental, dan maloklusi. Tercatat bahwa para penulis menyimpulkan bahwa ketidakseimbangan-ketidakseimbangan ini bisa dijelaskan dari perbedaan dalam aset-aset psikologis dan sumber-sumber psikososial , yang menekankan ulang mengenai pentingnya faktor-faktor personal dalam menyederhanakan OH-QOL. Lebih lanjut, bukti menunjukkan budaya bisa mempengaruhi definisi seseorang tentang kesehatan, penilaian, dan ekspresi tingkah laku. Efek budaya pada laporan-laporan OH-QOL bisa diekstrapolasi dari investigasi terbaru dari dampak-dampak OH-QOL yang dialami anak-anak sekolah Tanzania. Di samping prevalensi maloklusinya yang tinggi pada sampel inim dampak-dampak psikososial dan ketidakpuasan terhadap penampilan dan fungsi tidaklah sering, dibandingkan stud-studi yang mirip di Canada dan New Zealand. Jelas bahwa orang-orang bisa mengevaluasi estetika dan/atau fungsi secara berbeda, tergantung latar belakang budaya dan social mereka. Tesis seseorang baru-baru ini menyimpulkan bahwa memiliki nilai-nilai system yang berbeda tidak perlu menyiratkan perbedaan dari OH-QOL yang dipahami dan dirasa.

Anda mungkin juga menyukai