Anda di halaman 1dari 44

KEJANG DISERTAI DENGAN DEMAM Wanita berusia 60 tahun, saat sedang melaksanakan wukuf di Arafah tiba-tiba mengalami kejang

selam 5 menit kemudian tidak sadarkan diri. Dari alloanamnesis dengan jamaah lainnya didapatkan informasi bahwa pasien telah mengalami demam disertai nyeri kepala sejak 3 hari yang lalu. Pada riwayat penyakit dahulu didapatkan keluhan kejang demam saat usia 3 tahun. Pada pemeriksaan fisik di dapatkan GCS (Glasgow Coma Scale) E3M5V2 dan tanda rangsang meningeal kaku kuduk (+). Dokter setempat mendiagnosis pasien dengan meningoensefalitis suspek bakterial. Untuk membantu menegakkan diagnosis, dokter melakukan lumbal pungsi setelah sebelumnya memastikan tidak adanya peningkatan tekanan intrakranial melalui funduskopi. Jamaah lain mempertanyakan bagaimana keabsahan ibadah haji pasien tersebut.

SASARAN BELAJAR 1. 2. 3. 4. Memahami dan menjelaskan anatomi meninges Memahami dan menjelaskan fisiologi cairan serebrospinal Memahami dan menjelaskan analisa cairan serebrospinal Memahami dan menjelaskan kejang demam 4.1 Memahami dan menjelaskan definisi kejang demam 4.2 Memahami dan menjelaskan epidemiologi kejang demam 4.3 Memahami dan menjelaskan etiologi kejang demam 4.4 Memahami dan menjelaskan klasifikasi kejang demam 4.5 Memahami dan menjelaskan patofisiologi dan patogenesis kejang demam 4.6 Memahami dan menjelaskan diagnosis kejang demam 4.7 Memahami dan menjelaskan tatalaksana kejang demam 4.8 Memahami dan menjelaskan komplikasi kejang demam 4.9 Memahami dan menjelaskan prognosis kejang demam 4. 10 Memahami dan menjelaskan pencegahan kejang demam 5. Memahami dan menjelaskan meningitis bakterial 5.1 Memahami dan menjelaskan definisi meningitis bakterial 5.2 Memahami dan menjelaskan epidemiologi meningitis bakterial 5.3 Memahami dan menjelaskan etiologi meningitis bakterial 5.4 Memahami dan menjelaskan klasifikasi meningitis bakterial 5.5 Memahami dan menjelaskan patofisiologi dan patogenesis meningitis bakterial 5.6 Memahami dan menjelaskan diagnosis meningitis bakterial 5.7 Memahami dan menjelaskan tatalaksana meningitis bakterial 5.8 Memahami dan menjelaskan komplikasi meningitis bakterial 5.9 Memahami dan menjelaskan prognosis meningitis bakterial 5. 10 Memahami dan menjelaskan pencegahan meningitis bakterial 6. Memahami dan menjelaskan lumbal pungsi 7. Memahami dan menjelaskan tentang rukun dan syarat haji

1. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN ANATOMI MENINGES

MAKROSKOPIK Meninges terdiri dari 3 lapis : 1. Duramater s.pachymeninx ( pachy = keras / tebal ) Adalah membrane paling luar dan merupakan lapisan fibrosa yang padat dan kuat, yang membungkus medulla spinalis dan cauda equina. Membentuk 5 sekat : Falx cerebri, tentorium cerebelli, falx cerebella, diaphragm sellae, kantong Meckelli. Berdasarkan bagian susunan saraf pusat yang dibungkusnya , dibedakan atas : Duramater encephali Lapis luar (lapis endosteal = lapis periosteal) : melekat erat keperiosteum tengkorak. Lapis luar dengan periosteum terbuka membentuk cavum epidural. Isi cavum epidural : jaringan ikat jarang, sedikit lemak, plexus venosus, vena, arteria, vasa lymphatica Duramater spinalis Mempunyai cavum epidural dan cavum subdural. Setinggi os sacrale S2, cavum epidural diisi oleh cauda equina yang merupakan untaian NN.spinales sebelum dia keluar melalui foramina intervertebrales yang sesuai.

2. Piamater (pia = lunak, mater = ibu) Merupakan selubung tipis yang kaya pembuluh darah dan langsung membungkus otak dan medulla spinalis Berhubungan dengan arcahnoidea melalui trabecula Piamater encephali Membungkus seluruh permukaan otak dan cerebellum termasuk sulci dan gyri Piamater spinalis Lebih tebal dan kuat dan kurang mengandung vasa disbanding piamater encephali.

3. Arachnoide mater (arachnoidea = seperti laba laba, mater = ibu) Merupakan selubung jaringan ikat tipis yang non-vaskular yang memisahkan Duramater dengan Piamater. Dipisahkan dengan duramater oleh cavum subdural yang berisi cairan serosa

Dipisahkan dengan piamater oleh cavum sub-arachnoidea yang diisi oleh liquor cerebrospinalis yang dibentuk oleh plexus chorioideus Arachnoidea dan piamater sama-sama tipis dan lembut, keduanya disebut: leptomeningea (lepto = tipis) Arachnoidea encephali Permukaan yang menghadap kearah piamater punya pita pita fibrotic halus : Trabecula Arachnoidea. Arachnoidea spinalis Struktur sama dengan arachnoidea encephali, ke cranial lanjut menjadi arachnoidea encephali, ke caudal ikut membentuk filum terminale.

MIKROSKOPIK 1. Duramater Duramater encephali a. Lapisan luar, terdiri dari jaringan ikta padat dengan banyak pembuluh darah dan saraf. b. Lapisan dalam, yaitu lapisan fibrosa kurang mengandung pembuluh-pembuluh darah dan permukaan dalamnya dilapisi epitel selapis gepeng yang berasal dari mesoderm. Lapisan fibrosa ini terpisah dari lapisan luar pada tempat-tempat tertentu untuk membentuk sinus-sinus venosus yang besar dari otal dan juga membalik ke dalam dan terletak di dalam fisura-fisura besar dalam otal sebagai pemisah. Duramater spinal Sesuai dengan lpisan fibrosa dari duramater encephali, dan pada foramen magum kedunya berhubungan. Kedua permukaannya dilapisi epitel selapis gepeng, laposan luar dipisahkan dari lapisan perosteu, yang meliputi kolom vertebral oleh celayh yang kecil celah epidural. Di dalam terdapat pleksus-pleksus venosus yang beranastomosis yang terletak dalam jaringan ikat areolar dengan lemak.

2. Arachnoid Dari arachnoid ini trabekula berjalan ke piamater dengan ruang-ruang di antara trabekula tersebut yang membentuk ruang sub-araknoid, terisi cairan serebrospinalis.
5

Membran arachnoid dan trabekulanya, tersusun dari serat-serat kolagen halus dan serat elastic. Semua permukaannya ditutupi oleh lapisan yang kontinu terdiri dari epitel selapis gepeng, yaitu, pada permukaan luarnya berbatasan dengan ruang subdural dan pada permukaan dalamnya menutupi trabekula-trabekula dan pada permukaan yang menutupi piamater dengan lain perkataan, melapisi seluruh luas ruang subarachnoid. Di medulla spinalis jumlah trabekula sedikit. Di sini ruang subarachnoud bersifat kontinu serta arachnoid dan piamater terpisah dengan jelas. Pada beberapa tempat, arachnoid menembus duramater sebagai vili arachnoid yang letaknya di dalam sinus-sinus venosus duramater. Fungsinya ialah menyalurkan dan memindahkan cairan serebrospinal ke sinus-sinus venosus.

3. Piamater Tidak seperti halnya arachnoid, piamater meluas masuk ke kedalaman sulcus cerebri. Lapisan piamater yang lebih superficial (jaringan epipial) tersusun dari anyaman jarring-jaring kolagen yang berhubungan langsung dengan arachnoid dan lebih nyata pada medulla spinalis dan mengandung pembuluh-pembuluh darah spinal. Lapisan dalam, yang terletak lebih dalam (intima pia) terdiri atas anyaman serat-serat reticular dan elastin halus yang melekat pada jaringan saraf di bawahnya tetapi terpisah dari unsure-unsur neural oleh usatu lapis cabang-cabang neurogial. Lapis tersebut member septum median posterior yang fibrosa ke dalam substansi medulla spinal. Bila pembuluh-pembuluh darah memasuki jaringan saraf, ikut masuk intima pia, dengan ruang perivaskular yang mengelilinginya berisi cairan serebrospinal pada pembuluhpembuluh yang lebh besar. Permukaan piamater tertutup epistle selapis gepeng, yang melanjutkan diri menjadi sel-sel yang melapisi jaringan arachnoid. Piamater mengandung cabang-cabang arteri carotis interna dan arteri vertebral yang memasuki ke substansIa susunan saraf pusat dan mensuplainya. Lapisan pia mater pada pembuluh darah menghilang sewaktu pembuluh-pembuluh tersebut memasuki jaringan saraf untuk membentuk anyaman kapiler. Kapiler yang diselubungi cabang-cabang sel neuroglia, lebih banyak terdapat di dalam substansia grisea daripada substansia alba. Aliran darah venosa ialah ke piamater dank arena itu sinus-sinus venosa duramater tak ditemukan pembuluh limf di dalam SSP. Baik pia maupun duramater mengandung pleksus yang kaya akan serat-serat, terutama dari susunan autonom ke pembuluh-pembuluh darah, tetapi beberapa saat sensorik juga terdapat di sini.

2. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN FISIOLOGI CAIRAN SEREBROSPINAL

Cairan serebrospinal yang berada di ruang subarakhnoid merupakan salah satu proteksi untuk melindungi jaringan otak dan medula spinalis terhadap trauma atau gangguan dari luar. Pada orang dewasa volume intrakranial kurang lebih 1700 ml, volume otak sekitar 1400 ml, volume cairan serebrospinal 52-162 ml (rata-rata 104 ml) dan darah sekitar 150 ml. 80% dari jaringan otak terdiri dari cairan, baik ekstra sel maupun intra sel. Rata-rata cairan serebrospinal dibentuk sebanyak 0,35 ml/menit atau 500 ml/hari, sedangkan total volume cairan serebrospinal berkisar 75-150 ml dalam sewaktu. Ini merupakan suatu kegiatan dinamis, berupa pembentukan, sirkulasi dan absorpsi. Untuk mempertahankan jumlah cairan serebrospinal tetap dalam sewaktu, maka cairan serebrospinal diganti 4-5 kali dalam sehari. Perubahan dalam cairan serebrospinal dapat merupakan proses dasar patologi suatu kelainan klinik. Pemeriksaan cairan serebrospinal sangat membantu dalam mendiagnosa penyakit-penyakit neurologi. Selain itu juga untuk evaluasi pengobatan dan perjalanan penyakit, serta menentukan prognosa penyakit. Pemeriksaan cairan
7

serebrospinal adalah suatu tindakan yang aman, tidak mahal dan cepat untuk menetapkan diagnosa, mengidentifikasi organism penyebab serta dapat untuk melakukan test sensitivitas antibiotika.

Pembentukan, Sirkulasi dan Absorpsi Cairan Serebrospinal (CSS) Cairan serebrospinal (CSS) dibentuk terutama oleh pleksus khoroideus, dimana sejumlah pembuluh darah kapiler dikelilingi oleh epitel kuboid/kolumner yang menutupi stroma di bagian tengah dan merupakan modifikasi dari sel ependim, yang menonjol ke ventrikel. Pleksus khoroideus membentuk lobul-lobul danmembentuk seperti daun pakis yang ditutupi oleh mikrovili dan silia. Tapi sel epitel kuboid berhubungan satu sama lain dengan tigth junction pada sisi aspeks, dasar sel epitel kuboid terdapat membran basalis dengan ruang stroma diantaranya. Ditengah villus terdapat endotel yang menjorok ke dalam (kapiler fenestrata). Inilah yang disebut sawar darah LCS. Gambaran histologis khusus ini mempunyai karakteristik yaitu epitel untuk transport bahan dengan berat molekul besar dan kapiler fenestrata untuk transport cairan aktif. Pembentukan CSS melalui 2 tahap, yang pertama terbentuknya ultrafiltrat plasma di luar kapiler oleh karena tekanan hidrostatik dan kemudian ultrafiltrasi diubah menjadi sekresi pada epitel khoroid melalui proses metabolik aktif. Mekanisme sekresi CSS oleh pleksus khoroideus adalah sebagai berikut: Natrium dipompa/disekresikan secara aktif oleh epitel kuboid pleksus khoroideus sehingga menimbulkan muatan positif di dalam CSS. Hal ini akan menarik ion-ion bermuatan negatif, terutama clorida ke dalam CSS. Akibatnya terjadi kelebihan ion di dalam cairan neuron sehingga meningkatkan tekanan somotik cairan ventrikel sekitar 160 mmHg lebih tinggi dari pada dalam plasma. Kekuatan osmotik ini menyebabkan sejumlah air dan zat terlarut lain bergerak melalui membran khoroideus ke dalam CSS. Bikarbonat terbentuk oleh karbonikabhidrase dan ion hidrogen yang dihasilkan akan mengembalikan pompa Na dengan ion penggantinya yaitu Kalium. Proses ini disebut Na-K Pump yang terjadi dgnbantuan Na-K-ATP ase, yang berlangsung dalam keseimbangan. Obat yang menghambat proses ini dapat menghambat produksi CSS. Penetrasi obat-obat dan metabolit lain tergantung kelarutannya dalam lemak. Ion campuran seperti glukosa, asam amino, amin danhormon tyroid relatif tidak larut dalam lemak, memasuki CSS secara lambat dengan bantuan sistim transport membran. Juga insulin dan transferin memerlukan reseptor transport media. Fasilitas ini (carrier) bersifat stereospesifik, hanya membawa larutan yang mempunyai susunan spesifik untuk melewati membran kemudian melepaskannya di CSS. Natrium memasuki CSS dengan dua cara, transport aktif dan difusi pasif. Kalium disekresi ke CSS dgnmekanisme transport aktif, demikian juga keluarnya dari CSS ke jaringan otak. Perpindahan Cairan, Mg dan Phosfor ke CSS dan jaringan otak juga terjadi terutama dengan mekanisme transport aktif, dan konsentrasinya dalam CSS tidak tergantung pada konsentrasinya dalam serum. Perbedaan difusi menentukan masuknya protein serum ke dalam CSS dan juga pengeluaran CO2. Air dan Na berdifusi secara mudah dari darah ke CSS dan juga pengeluaran CO2. Air dan Na berdifusi secara mudah dari darah ke CSS dan ruang
8

interseluler, demikian juga sebaliknya. Hal ini dapat menjelaskan efek cepat penyuntikan intervena cairan hipotonik dan hipertonik. Ada 2 kelompok pleksus yang utama menghasilkan CSS: yang pertama dan terbanyak terletak di dasar tiap ventrikel lateral, yang kedua (lebih sedikit) terdapat di atap ventrikel III dan IV. Diperkirakan CSS yang dihasilkan oleh ventrikel lateral sekitar 95%. Rata-rata pembentukan CSS 20 ml/jam. CSS bukan hanya ultrafiltrat dari serum saja tapi pembentukannya dikontrol oleh proses enzimatik. CSS dari ventrikel lateral melalui foramen interventrikular monroe masuk ke dalam ventrikel III, selanjutnya melalui aquaductus sylvii masuk ke dlam ventrikel IV. Tiga buah lubang dalam ventrikel IV yang terdiri dari 2 foramen ventrikel lateral (foramen luschka) yang berlokasi pada atap resesus lateral ventrikel IV dan foramen ventrikuler medial (foramen magendi) yang berada di bagian tengah atap ventrikel III memungkinkan CSS keluar dari sistem ventrikel masuk ke dalam rongga subarakhnoid. CSS mengisi rongga subarakhnoid sekeliling medula spinalis sampai batas sekitar S2, juga mengisi keliling jaringan otak. Dari daerah medula spinalis dan dasar otak, CSS mengalir perlahan menuju sisterna basalis, sisterna ambiens, melalui apertura tentorial dan berakhir dipermukaan atas dan samping serebri dimana sebagian besar CSS akan diabsorpsi melalui villi arakhnoid (granula Pacchioni) pada dinding sinus sagitalis superior. Yang mempengaruhi alirannya adalah: metabolisme otak, kekuatan hidrodinamik aliran darah dan perubahan dalam tekanan osmotik darah. CSS akan melewati villi masuk ke dalam aliran adrah vena dalam sinus. Villi arakhnoid berfungsi sebagai katup yang dapat dilalui CSS dari satu arah, dimana semua unsur pokok dari cairan CSS akan tetap berada di dalam CSS, suatu proses yang dikenal sebagai bulk flow. CSS juga diserap di rongga subrakhnoid yang mengelilingi batang otak dan medula spinalis oleh pembuluh darah yang terdapat pada sarung/selaput saraf kranial dan spinal. Vena-vena dan kapiler pada piameter mampu memindahkan CSS dengan cara difusi melalui dindingnya. Perluasan rongga subarakhnoid ke dalam jaringan sistem saraf melalui perluasaan sekeliling pembuluh darah membawa juga selaput piametr disamping selaput arakhnoid. Sejumlah kecil cairan berdifusi secara bebas antara cairan ekstraselluler dan css dalam rongga perivaskuler dan juga sepanjang permukaan ependim dari ventrikel sehingga metabolit dapat berpindah dari jaringan otak ke dalam rongga subrakhnoid. Pada kedalaman sistem saraf pusat, lapisan pia dan arakhnoid bergabung sehingga rongga perivaskuler tidak melanjutkan diri pada tingkatan kapiler.

Komposisi dan fungsi cairan serebrospinal (CSS) Cairan serebrospinal dibentuk dari kombinasi filtrasi kapiler dan sekresi aktif dari epitel. CSS hampir meyerupai ultrafiltrat dari plasma darah tapi berisi konsentrasi Na, K, bikarbonat, Cairan, glukosa yang lebih kecil dankonsentrasi Mg dan klorida yang lebih tinggi. Ph CSS lebihrendah dari darah.

CSS mempunyai fungsi: 1. CSS menyediakan keseimbangan dalam sistem saraf. Unsur-unsur pokok pada CSS berada dalam keseimbangan dengan cairan otak ekstraseluler, jadi mempertahankan lingkungan luar yang konstan terhadap sel-sel dalam sistem saraf. 2. CSS mengakibatkann otak dikelilingi cairan, mengurangi berat otak dalam tengkorak dan menyediakan bantalan mekanik, melindungi otak dari keadaan/trauma yang mengenai tulang tengkorak. 3. CSS mengalirkan bahan-bahan yang tidak diperlukan dari otak, seperti CO2, laktat, dan ion Hidrogen. Hal ini penting karena otak hanya mempunyai sedikit sistem limfatik. Dan untuk memindahkan produk seperti darah, bakteri, materi purulen dan nekrotik lainnya yang akan diirigasi dan dikeluarkan melalui villi arakhnoid.
10

4. Bertindak sebagai saluran untuk transport intraserebral. Hormonhormon dari lobus posterior hipofise, hipothalamus, melatonin dari fineal dapat dikeluarkan ke CSS dan transportasi ke sisi lain melalui intraserebral. 5. Mempertahankan tekanan intrakranial. Dengan cara pengurangan CSS dengan mengalirkannya ke luar rongga tengkorak, baik dengan mempercepat pengalirannya melalui berbagai foramina, hingga mencapai sinus venosus, atau masuk ke dalam rongga subarachnoid lumbal yang mempunyai

11

3. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN ANALISA CAIRAN SEREBROSPINAL

Makroskopis Untuk pemeriksaan makroskopis selalu bandingkan cairan serebrospinal dengan aquadest untuk melihat kelainan yang ringan. 1. Warna Cairan otak normalnya jernih seperti aquadest. Jika ada warna kemungkinannya antara lain : a. Merah Warna merah disebabkan karena adanya darah. Harus dibedakan antara darah karena trauma pungsi atau perdarahan subarachnoidal. Jika darah berasal dari pungsi, maka dalam tabung pertama terdapat yang terbanyak, tabung kedua dan ketiga makin kurang jumlahnya. Jika dibiarkan atau di sentrifugasi cairan serebrospinal jernih dan darah akan membentuk bekuan. Pada perdarahan subarachnoidal, darah pada ketiga tabung sama jumlahnya dan tidak akan membeku serta cairan serebrospinal berwarna kuning. b. Coklat Warna coklat menunjukkan adanya perdarahan yang tua dan disebabkan oleh eritrosit yang mengalami hemolisis. Cairan serebrospinal berwarna kuning setelah disentrifugasi. c. Kuning (xanthokromi) Disebabkan karena adanya perdarahan tua, mungkin juga karena ikterus berat oleh kadar protein yang tinggi. d. Keabu-abuan Disebabkan oleh leukosit dalam jumlah besar seperti didapat pada radang purulen. 2. Kekeruhan Untuk menguji kekeruhan, cairan serebrospinal dibandingkan dengan tabung berisi aqua destillata. Pada keadaan normal, cairan otak sejernih aquadest. Umumnya kekeruhan dapat disebabkan oleh darah, sel-sel peradangan (epitel dan leukosit) dan oleh kumankuman. Penambahan jumlah sel (pleiositosis) tidak selalu disertai dengan kekeruhan. Seperti pada ensefalitis, meningitis tuberkulosa, meningitis sifilitika dan poliomyelitis. Pada umumnya sebanyak 200 sel/ul atau kurang tidak menyebabkan kekeruhan yang dapat dilihat. Kadar 200-500 sel/ul membuat cairan sedikit keruh dan kadar lebih dari 500 sel/ul menimbulkan kekeruhan. Kekeruhan yang jelas terjadi pada meningitis purulenta. Laporan untuk hasil pemeriksaan : jernih, agak keruh, keruh atau sangat keruh.

12

3. Sedimen Cairan otak normal walaupun disentrifugasi tidak akan menimbulkan sedimen sedikitpun. Adanya sedimen merupakan adanya abnormalitas. Jumlah sedimen berbanding lurus dengan kekeruhan otak. 4. Bekuan Cairan otak normal walaupun didiamkan tidak akan membentuk bekuan karena tidak mengandung fibrinogen. Jika terjadi bekuan, laporkan wujud bekuan apakah halus sekali, menyusun kepingkeping, menyusun serat-serat, berupa selaput atau ada bekuan yang kasar dan besar. Bekuan terjadi apabila terdapat fibrinogen di cairan serebrospinal dan biasanya disertai dengan bertambanya protein (albumin dan globulin). Pada meningitis tuberkulosa terbentuk bekuan yang sangat halus dan sangat renggang. Bekuan yang merupakan selaput tipis di atas permukaan juga mungkin didapat pada peradangan yang menahun. Adanya bekuan yang besar atau kasar mengarah kepada meningitis purulenta. Bekuan en masse, yaitu cairan otak yang membeku seluruhnya ditemukan pada sindroma Froin dan pada perdarahan besar. Pada ensefalitis dan poliomyelitis biasanya tidak terjadi bekuan.

Mikroskopis 1. Menghitung Jumlah Sel Pemeriksaan ini harus segera dilakukan sebaiknya dalam waktu setengah jam setelah mendapat cairan serebrospinal karena leukosit-leukosit sangat cepat rusak. Dalam keadaan normal didapat 0-5 sel/ul cairan karena itu dipakai pengenceran dan kamar hitung yang berlainan dengan cara menghitung leukosit dalam darah. Kamar hitung yang sering dan sebaiknya digunakan ialah menurut Fuchs-Rosenthal, tinggi kamar hitung 0,2 mm dan luasnya 16 mm2. Larutan pengencer adalah larutan Turk pekat. Dalam keadaan normal didapat 0-5 sel/ul cairan serebrospinal. Jika terdapat eritrosit, eritrosit tersebut tidak dihitung. Bila ditemukan 6-10 sel/ul cairan termasuk batas keadaan abnormal, sedangkan lebih dari 10 sel/ul berarti abnormal. Pada anak-anak di bawah umur 5 tahun sampai 20 sel/ul masih dalam kisaran normal. Jika ada lesi setempat yang bersifat menahun dan degeneratif yang tidak disertai radang atau radang yang sangat ringan, jumlah sel tidak meningkat atau hanya meningkat sedikit saja. Misalnya pada keadaan meningismus, tumor otak tanpa komplikasi dan sklerosis multipel. Poliomyelitis, ensefalitis dan neurosifilis disertai pleiositosis ringan sampai 200 sel/ul, begitu juga dengan meningitis tuberkulosa. Jumlah sel yang besar sekali didapat pada meningitis acuta purulenta.

13

2. Menghitung Jenis Sel Meskipun dalam cairan serebrospinal ada lebih dari dua jenis sel, namun hanya dibuat perbedaan antara sel yang berinti satu (limfosit) dan yang polinuklear (segmen). Jika jumlah sel tidak terlalu banyak, yaitu kurang dari 50/ul sudah cukup untuk membuat hitung jenis dari kamar hitung saja dengan hanya membedakan limfosit dari segmen. Jika jumlahnya lebih besar, cara tersebut tidak dapat digunakan. Dalam keadaan normal hanya ditemukan limfosit saja. Pada infeksi ringan yang menahun dan disertai pleiositosis sedang, meningitis tuberkulosa dan meningitis sifilitika ditemukan terutama sel limfosit. Pada peradangan mendadak oleh causa manapun (misalnya meningococci dan pneumococci) ditemukan sel-sel segmen. Jumlah segmen besar dapat ditemukan pula pada infeksi pyogen setempat seperti abses serebral atau ekstradural. Jumlah segmen yang meningkat menandakan proses sedang menghebat sedangkan bila limfosit bertambah maka proses tersebut mereda. 3. Bakterioskopi Kuman yang paling sering terdapat di dalam cairan serebospinal adalah M. tuberculosis, meningococci, pneumococci, streptococci dan H. influenzae. Pemeriksaan bakteriologi berguna untuk mengetahui etiologi radang. Pewarnaan yang dipakai adalah pulasan menurut Gram dan Ziehl-Nielsen atau Kinyoun. Sedimen merupakan bahan pemeriksaan. Pulasan terhadap batang tahan asam baik dilakukan dengan bekuan halus atau dengan selaput permukaan sebagai bahan pemeriksaan pada meningitis tuberkulosa.

Pemeriksaan Bakteriologi Pemeriksaan bakteriologi yang baik adalah dengan langsung menampung cairan serebrospinal dari jarum pungsi ke dalam medium biakan. Jika hal tersebut tidak mungkin dilakukan, segera kirim bahan tersebut dalam tabung steril ke laboratorium secepatnya. Jika terpaksa menunggu, simpan tabung di dalam lemari pengeram 37oC.

Pemeriksaan Kimia 1. Protein Pemeriksaan protein dalam cairan serebrospinal adalah yang paling penting di antara pemeriksaan kimia. Pemeriksaan dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Jika ada darah dalam cairan serebrospinal, hasil pemeriksaan tidak ada artinya lagi (dengan cara manapun). a. Tes Busa Merupakan tes kasar terhadap kadar protein yang sangat meningkat. Jika cairan serebrospinal normal dikocok kuat-kuat, maka busa yang muncul hanya sedikit dan menghilang lagi setelah didiamkan 1-2 menit. Jika kadar protein sangat tinggi, lebih banyak busa yang terbentuk dan tidak hilang setelah didiamkan selama 5 menit.
14

b. Tes Pandy Reagens Pandy, yaitu larutan jenuh fenol dalam air bereaksi dengan globulin dan albumin. Tes Pandy mudah dilakukan pada waktu pungsi dan sering dijalankan sebagai bedside test. Dalam keadaan normal tidak akan terjadi kekeruhan atau kekeruhan yang sangat ringan berupa kabut halus. Semakin tinggi kadar protein, semakin keruh hasil reaksi. Penilaian harus segera dilakukan setelah pencampuran cairan serebrospinal dengan reagens. Hasil negatif bila tidak terdapat kekeruhan atau kekeruhan yang sangat halus berupa kabut. Hasil positif bila terdapat kekeruhan yang lebih berat. c. Tes Nonne Reagens yang digunakan adalah larutan jenuh amoniumsulfat. Tes Nonne digunakan untuk mengukur kadar globulin dalam cairan serebrospinal. Tes Nonne juga sering digunakan sebagai bedside test pada waktu mengambil cairan serebrospinal dengan pungsi. Hasil negatif apabila tidak terjadi kekeruhan pada perbatasan. Hasil positif apabila terbentuk cincin keruh pada perbatasan. Semakin tinggi kadar globulin semakin tebal cincin keruh yang terjadi. Tes Nonne lebih bermakna dibandingkan Tes Pandy karena cairan serebrospinal dalam keadaan normal pada Tes Nonne menunjukkan hasil negatif. d. Penetapan Protein Kuantitatif Kadar protein dapat diukur dengan cara : Fotokolorimetri Dengan mengukur absorbansi larutan setelah membuat warna dengan reaksi biuret atau mengukur warna hasil reaksi warna dengan tirosin atau triptofan. Turbidimetri Diukur kekeruhan yang timbul oleh reaksi antara protein dan asam sulfosalisilat atau reagens lain yang mengendapkannya. Batas-batas normal kadar protein dipengaruhi oleh tempat pengambilan cairan otak. Semakin kranial, semakin kurang kadar protein.

Lokasi Ventriculi Cisterna Magna Lumbal

Kadar Protein 5-15 mg/dL 10-25 mg/dL 15-40 mg/dL


15

Dalam keadaan normal terdapat protein terutama albumin yang ada di dalam cairan serebrospinal. Pada keadaan patologik globulin-globulin juga akan muncul beserta fibrinogen. Dalam cairan serebrospinal juga terdapat fraksi-fraksi protein yang diukur dengan menggunakan elektroforesis dan imunoelektroforesis sebagai berikut : Fraksi Protein Prealbumin Albumin -1-globulin -2-globulin -globulin -globulin Kadar 4,6 1,3% 49,5 6,5% 6,7 2,1% 8,3 2,1% 18,5 4,8% 8,2 2,7%

Perubahan dalam konsentrasi fraksi-fraksi protein dapat dihubungkan dengan kelainan neurologis tertentu. Pada banyak keadaan abnormal kadar protein total meningkat. Kadar protein yang sangat tinggi (200-1000 mg/dL) ditemukan pada meningitis purulenta, perdarahan subarachnoidal dan jika ada suatu penyumbatan. Hampir semua macam penyakit organik pada susunan saraf pusat disertai meningginya kadar protein, derajat meningkatnya protein sesuai dengan beratnya lesi. 2. Glukosa Penetapan glukosa harus dikerjakan dengan cairan serebrospinal segar karena sel-sel dan mikroorganisme akan mengurangi jumlahnya. Kadar normal glukosa 50-80 mg/dL atau kira-kira setengah dari kadar dalam plasma, maka sebaiknya selalu melakukan penetapan kadar glukosa darah. Indikasi terutama untuk pasien dugaan meningitis. Pada meningitis bakterial kadar glukosa menurun. Kadar normal disertai pleiositosis ditemukan pada peradangan nonbakterial. Pada meningitis purulenta kadar glukosa turun, mungkin hingga mencapai nol. Kadar glukosa biasanya tidak berubah pada ensefalitis, tumor otak dan neurosifilis. Pemakaian metode carik celup pada pemeriksaan glukosa cairan serebrospinal tidak dianjurkan. 3. Klorida Seperti glukosa, kadar klorida dalam cairan serebrospinal turut naik turun dengan kadar klorida dalam plasma darah, maka perlu penetapan kadar klorida serum. Dalam keadaan normal kadar klorida dalam cairan serebrospinal 720-750 mg/dL (disebut sebagai NaCl). Sedangkan nilai normal dalam serum 550-620 mg/dL (sebagai NaCl).
16

Penetapan kadar klorida berguna pada diagnosis meningitis. Pada meningitis akuta kadar akan menurun hingga kurang dari 680 mg/dL. Pada meningitis tuberkulosa terjadi penurunan sangat drastis, biasanya sampai kurang dari 600 mg/dL. Peradangan setempat, peradangan nonbakterial, tumor otak, ensefalitis, poliomyelitis dan neurosifilis tidak disertai perubahan kadar klorida. 4. Koloid Apabila cairan serebrospinal normal diencerkan secara berderet dengan larutan garam kemudian dicampur dengan suatu suspensi koloidal maka keadaan koloid tidak akan terganggu olehnya. Tetapi jika cairan serebrospinal abnormal, keadaan akan berubah dan akan terlihat perubahan warna atau presipitasi dalam koloid itu. Perubahan yang terjadi dalam larutan koloid tidak secara uniform dengan semua pengenceran, melainkan akan memperlihatkan perubahan maksimal pada pengenceran rendah, yang pertengahan atau yang tinggi (first zone, mid zone atau end zone). Dasar reaksi ini berkaitan dengan kadar protein dan dengan perubahan kuantitatif dan kualitatif pada fraksi-fraksi protein. Derajat perubahan dalam suspensi koloid biasanya dinilai dengan angka 0 (tanpa perubahan) sampai 5 (perubahan total). Tekanan CSS (mmH2O) 70-180 Normal

Warna Normal Traumatik Jernih. Darah (+), Supernatan jernih. Darah (+), supernatant santokrom.

Eritrosit 0

Leukosit 0-5 limfosit, 0 PMN Sesuai dengan RBC 0 atau (+) akibat meningitis iritatif sekunder. (PMN) Normal atau (mononuklear) Normal atau (mononuklear) Normal atau (mononuklear)

Protein (mg/dL) < 50 4 mg/dL per 5000 RBC

Glukosa (mg/dL) 50-75

SAH

atau 0 0 0 0

Normal

Meningitis Keruh atau Bakterialis purulen. Meningitis Normal TBC atau keruh. Meningitis Normal Viral Meningitis Normal Jamur atau keruh.

Normal atau Normal atau

Normal atau

Normal

17

4. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN KEJANG DEMAM

4.1 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN DEFINISI KEJANG DEMAM Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang disebabkan oleh kelainan ekstrakranial. Derajat tinggi suhu yang dianggap cukup untuk diagnosa kejang demam adalah 38oC atau lebih (Soetomenggolo, 1989; Lumbantobing, 1995). Kejang terjadi akibat loncatan listrik abnormal dari sekelompok neuron otak yang mendadak dan lebih dari biasanya, yang meluas ke neuron sekitarnya atau dari substansia grasia ke substansia alba yang disebabkan oleh demam dari luar otak (Freeman, 1980).

4.2 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN EPIDEMIOLOGI KEJANG DEMAM Kejang demam merupakan salah satu kelainan saraf yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak. Sekitar 2,2% hingga 5% anak pernah mengalami kejang demam sebelum mereka mencapai usia 5 tahun. Sampai saat ini masih terdapat perbedaan pendapat mengenai akibat yang ditimbulkan oleh penyakit ini namun pendapat yang dominan saat ini kejang pada kejang demam tidak menyebabkan akibat buruk atau kerusakan pada otak namun kita tetap berupaya untuk menghentikan kejang secepat mungkin. Anak yang menderita kejang demam mungkin berkembang menjadi penderita epilepsi. Penelitian yang dilakukan oleh The American National Collaborative Perinatal Project mengidentifikasi 3 faktor resiko, yaitu : a. Adanya riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung b. Terdapat kelainan neurologis sebelum KD pertama c. Kejang demam bersifat kompleks (berlangsung lama atau fokal, atau multipel selama 1 hari Mereka yang memiliki salah satu faktor resiko diatas kemungkinan menjadi epilepsi adalah 2%. Bila terdapat 2 atau lebih kemungkinan menjadi epilepsi adalah 10% . Bila tanpa faktor resiko diatas kemungkinannya adalah 1,6%. Faktor resiko kejang demam yang penting adalah demam. Selain itu terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah. Setelah kejang demam pertama kira kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi (kekambuhan), dan kira kira 9% anak mengalami recurensi 3 kali atau lebih, resiko rekurensi meningkat dengan usia dini, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperature yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6 bulan 5 tahun. Paling sering pada usia 17-23 bulan. Sedikit yang mengalami kejang demam pertama sebelum umur 5-6 bulan atau setelah 5-8 tahun. Biasanya setelah usia 6 tahun pasien tidak kejang demam
18

lagi. Kejang demam diturunkan secara dominant autosomal sederhana. Faktor prenatal dan perinatal berperan dalam kejang demam. Sebanyak 80% kasus kejang demam adalah kejang demam sederhana,dan 20% nya kejang demam kompleks. Sekitar 8% berlangsung lama (>15 menit), 16% berulang dalam waktu 24 jam. 4.3 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN ETIOLOGI KEJANG DEMAM Semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas, otitis media akut, pneumonia, gastroenteritis akut, exantema subitum, bronchitis, dan infeksi saluran kemih (Goodridge, 1987; Soetomenggolo, 1989). Selain itu juga infeksi diluar susunan syaraf pusat seperti tonsillitis, faringitis, forunkulosis serta pasca imunisasi DPT (pertusis) dan campak (morbili) dapat menyebabkan kejang demam. Faktor lain yang mungkin berperan terhadap terjadinya kejang demam adalah : Produk toksik mikroorganisme terhadap otak (shigellosis, salmonellosis) Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal oleh karena infeksi. Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit. Gabungan dari faktor-faktor diatas.

4.4 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN KLASIFIKASI KEJANG DEMAM Menurut sub bagian syaraf anak FK-UI membagi tiga jenis kejang demam, yaitu : 1. Kejang demam kompleks Diagnosisnya : Umur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun. Kejang berlangsung lebih dari 15 menit. Kejang bersifat fokal/multipel. Didapatkan kelainan neurologis. EEG abnormal. Frekuensi kejang lebih dari 3 kali / tahun. Temperatur kurang dari 39 derajat celcius 2. Kejang demam sederhana Diagnosisnya : Kejadiannya antara umur 6 bulan sampai dengan 5 tahun. Serangan kejang kurang dari 15 menit atau singkat. Kejang bersifat umum (tonik/klonik). Tidak didapatkan kelainan neurologis sebelum dan sesudah kejang. Frekuensi kejang kurang dari 3 kali / tahun. Temperatur lebih dari 39 derajat celcius.
19

3. Kejang demam berulang Diagnosisnya : Kejang demam timbul pada lebih dari satu episode demam

4.5 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESIS KEJANG DEMAM

Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal, membran sel neuron dapat dilalui oleh ion K, ion Na, dan elektrolit seperti Cl. Konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel. Perbedaan potensial membran sel neuron disebabkan oleh :
20

a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler. b. Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi, aliran listrik dari sekitarnya. c. Perubahan patofisiologis dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan. Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1 derajat celcius akan menyebabkan metabolisme basal meningkat 10-15% dan kebutuhan oksigen meningkat 20%. Pada seorang anak yang berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, sedangkan pada orang dewasa hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel lainnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter sehingga terjadi kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak. Ada anak yang ambang kejangnya rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 derajat celcius, sedangkan pada anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 derajat celcius. 4.6 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN DIAGNOSIS KEJANG DEMAM Manifestasi Klinis Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, klonik, fokal, atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti, anak tidak member reaksi apapun sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti oleh hemiparesis sementara (Hemiparesis Todd) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama sering terjadi pada kejang demam yang pertama (Soetomenggolo, 1995). Durasi kejang bervariasi, dapat berlangsung beberapa menit sampai lebih dari 30 menit, tergantung pada jenis kejang demam tersebut. Sedangkan frekuensinya dapat kurang dari 4 kali dalam 1 tahun sampai lebih dari 2 kali sehari. Pada kejang demam kompleks, frekuensi dapat sampai lebih dari 4 kali sehari dan kejangnya berlangsung lebih dari 30 menit. Anamnesis 1. Demam (suhu >38o) 2. Adanya infeksi di luar susunan saraf pusat (misalnya tonsillitis, tonsilofaringitis, otitis media akut, pneumonia, bronkhitis, infeksi saluran kemih). Gejala klinis berdasarkan etiologi yang menimbulkan kejang demam. 3. Serangan kejang (frekuensi, kejang pertama kali atau berulang, jenis/bentuk kejang, antara kejang sadar atau tidak, berapa lama kejang, riwayat kejang sebelumnya (obat
21

dan pemeriksaan yang didapat, umur), riwayat kejang dengan atau tanpa demam pada keluarga, riwayat trauma) 4. Riwayat penyakit sebelumnya, riwayat penyakit keluarga, riwayat kehamilan ibu dan kelahiran, riwayat pertumbuhan dan perkembangan, riwayat gizi, riwayat imunisasi 5. Adanya infeksi susunan saraf pusat dan riwayat trauma atau kelainan lain di otak yang juga memiliki gejala kejang untuk menyingkirkan diagnosis lain yang bukan penyebab kejang demam 6. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, atau epilepsy yang kebetulan terjadi bersama demam. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik dibagi menjadi 2 yakni pemeriksaan umum dan pemeriksaan sistematis. Penilaian keadaan umum pasien antara lain meliputi kesan keadaan sakit pasien (tampak sakit ringan, sedang, atau berat); tanda-tanda vital pasien (kesadaran pasien, nadi, tekanan darah, pernafasan dan suhu tubuh); status gizi pasien; serta data antropo-metrik (panjang badan, berat badan, lingkar kepala, lingkar dada). Selanjutnya dilanjutkan dengan pemeriksaan sistematik organ dari ujung rambut sampai ujung kuku untuk mengarahkan ke suatu diagnosis. Pada pemeriksaan kasus kejang demam perlu diperiksa faktor faktor yang berkaitan dengan terjadinya kejang dan demam itu sendiri. Demam merupakan salah satu keluhan dan gejala yang paling sering terjadi pada anak dengan penyebab bisa infek-si maupun non infeksi, namun paling sering disebabkan oleh infeksi. Pada pemeriksaan fisik, pasien diukur suhunya baik aksila maupun rektal. Perlu dicari adanya sumber terjadinya demam, apakah ada kecurigaan yang meng-arah pada infeksi baik virus, bakteri maupun jamur; ada tidaknya fokus infeksi; atau adanya proses non infeksi seperti misalnya kelainan darah yang biasanya ditandai dengan dengan pucat, panas, atau perdarahan. Pemeriksaaan kejang sendiri lebih diarahkan untuk membedakan apakah kejang disebabkan oleh proses ekstra atau intrakranial. Jika kita mendapatkan pasien dalam keadaan kejang, perlu diamati teliti apakah kejang bersifat klonik, tonik, umum, atau fokal. Amati pula kesadaran pasien pada saat dan setelah kejang. Perlu diperiksa keadaan pupil; adanya tanda-tanda lateralisasi; rangsangan meningeal (kaku kuduk, Kernig sign, Brudzinski I, II); adanya paresis, paralisa; adanya spastisitas; pemeriksaan reflek patologis dan fisiologis. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang terdiri dari: a. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan rutin tidak dianjurkan, kecuali untuk mengevaluasi sumber infeksi/ mencari penyebab (darah tepi, elektrolit dan gula darah). b. Pemeriksaan Radiologi Foto X-ray kepala dan neuropencitraan CT scan atau MRI tidak rutin dan hanya dikerjakan atas indikasi.
22

c. Pemeriksaan Cairan SerebroSpinal (CSS) Tindakan pungsi lumbal untuk pemeriksaan CSS dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil, klinis meningitis tidak jelas, maka tindakan pungsi lumbal dikerjakan dengan ketentuan sebagai berikut : Bayi < 12 bulan : diharuskan Bayi antara 12-18 bulan : dianjurkan Bayi >18 bulan : tidak rutin, kecuali bila ada tanda-tanda meningitis Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu lumbal pungsi. Tes ini dapaat mendeteksi penyebab kejang demam atau kejang karena infeksi pada otak. Pada kejang demam tidak terdapat gambaran patologhis dan pemeriksaan lumbal pungsi. Pada kejang oleh infeksi pada otak ditemukan : a. Warna cairan cerebrospinal : berwarna kuning, menunjukan pigmen kuning santokrom b. Jumlah cairan dalam cerebrospinal menigkat lebih dari normal (normal bayi 40-60ml, anak muda 60-100ml, anak lebih tua 80-120ml dan dewasa 130150ml) c. Perubahan biokimia : kadar Kalium menigkat (normal dewasa 3.5-5.0 mEq/L, bayi 3.6-5.8mEq/L) d. Pemeriksaan ElektroEnsefaloGrafi (EEG) Pemeriksaan EEG tidak dapat memprediksi berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam, oleh sebab itu tidak direkomendasikan, kecuali pada kejang demam yang tidak khas (misalnya pada kejang demam komplikata pada anak usia >6 tahun atau kejang demam fokal).

4.7 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN TATALAKSANA KEJANG DEMAM a. Medikamentosa Etiologi Bila etiologi telah diketahui pengobatan terhadap penyakit primer segera dilakukan. Simptomatik - Kejang Segera diberikan diazepam intravena dosis rata-rata 0,3mg/kg atau diazepam rektal dosis 10 kg = 5mg/kg. Bila kejang tidak hilang, harus pikirkan pemberian magnesium dalam bentuk larutan 50% MgSO4 dengan dosis 0,2 ml/kgBB (IM) atau larutan 2-3% MgSO4 (IV)
23

sebanyak 2-6 ml. Hati-hati terjadi hipermagnesemia sebab gejala hipotonia umum menyerupai floppy infant dapat muncul. Pengobatan dengan antikonvulsan dapat dimulai bila gangguan metabolik seperti hipoglikemia atau hipokalsemia tidak dijumpai. Obat konvulsan pilihan utama untuk bayi baru lahir adalah Fenobarbital (efek: mengatasi kejang, mengurangi metabolisme sel yang rusak, dan memperbaiki sirkulasi otak sehingga melindungi sel yang rusak karena asfiksia dan anoxia). Berikan dengan dosis awal 20 mg/kg BB (IV) dalam 2 dosis selama 20 menit. Pemberian bersama diazepam akan mempengaruhi pusat pernafasan karena zat pelarut diazepam mengandung natrium benzoat yang dapat menghalangi peningkatan bilirubin dalam darah. Apabila kejang berlangsung lebih dari 30 menit dapat diberikan kortikosteroid untuk mencegah oedem otak dengan menggunakan cortisone 20-30 mg/kgBB atau dexametason 0,5-0,6 mg/kgBB. - Demam Berikan antipiretik, seperti parasetamol 10 mg/kgBB/kali dikombinasi diazepam oral 0,3 mg/kgBB, atau setaminofen 10-15 mg/kgbb/4-5 kali/hari, atau ibuprofen 5-10 mg/kgbb/3-4 kali/hari - Hipoglikemi Beri larutan glukosa 20% dengan dosis 2-4 ml/kgBB secara intravena dan perlahan, kemudian dilanjutkan dengan larutan glukosa 10% sebanyak 60-80 ml/kg secara intravena. Pemberian Ca-glukosa hendaknya disertai dengan monitoring jantung karena dapat menyebabkan bradikardi. Kemudian dilanjutkan dengan peroral sesuai kebutuhan. Bila secara intravena tidak mungkin, berikan larutan Ca glukosa 10 % sebanyak 10 ml per oral setiap sebelum minum susu. b. Non-Medikamentosa - Mengatasi kejang secepat mungkin Tindakan yang perlu kita lakukan secepat mungkin adalah semua pakaian yang ketat dibuka. Kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung. Penting sekali mengusahakan jalan nafas yang bebas agar oksigenasi terjamin. Dan bisa juga diberikan sesuatu benda yang bisa digigit seperti kain, sendok balut kain yang berguna mencegah tergigitnya lidah atau tertutupnya jalan nafas. - Bila suhu penderita meninggi Dapat dilakukan kompres dengan es/alkohol 4.8 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN KOMPLIKASI KEJANG DEMAM Menurut Lumbantobing ( 1995: 31) Dan Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI (1985: 849-850). Komplikasi kejang demam umumnya berlangsung lebih dari 15 menit yaitu :
24

1. Kerusakan otak Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang aktif sewaktu kejang melepaskan glutamat yang mengikat resptor MMDA ( M Metyl D Asparate ) yang mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel otak yang merusak sel neuoran secara irreversible. 2. Retardasi mental Dapat terjadi karena deficit neurolgis pada demam neonates 4.9 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN PROGNOSIS KEJANG DEMAM Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat prognosisnya baik dan tidak perlu menyebabkan kematian, resiko seorang anak sesudah menderita kejang demam tergantung faktor, Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal. Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, di kemudian hari akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13 %, dibanding bila hanya terdapat satu atau tidak sama sekali faktor tersebut, serangan kejang tanpa demam 2% - 3% saja. Apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang menjadi: Kejang demam berulang Epilepsi Kelainan motorik Gangguan mental dan belajar

4. 10 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN PENCEGAHAN KEJANG DEMAM a. Mengobati infeksi yang mendasari kejang b. Penkes tentang 1. Tersedianya obat penurun panas yang didapat atas resep dokter. 2. Tersedianya obat pengukur suhu dan catatan penggunaan termometer, cara pengukuran suhu tubuh anak, serta keterangan batas-batas suhu normal pada anak (36-37C). 3. Anak diberi obat anti piretik bila orang tua mengetahuinya pada saat mulai demam dan jangan menunggu sampai meningkat. 4. Memberitahukan pada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah mengalami kejang demam bila anak akan diimunisasi. 5. Mencegah cedera saat kejang berlangsung kegiatan ini meliputi : a) b) c) d) e) Baringkan pasien pada tempat yang rata. Kepala dimiringkan unutk menghindari aspirasi cairan tumbuh. Pertahankan lidah untuk tidak menutupi jalan napas. Lepaskan pakaian yang ketat. Jangan melawan gerakan pasien guna menghindari cedera
25

5. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN MENINGITIS BAKTERIAL 5.1 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN DEFINISI MENINGITIS BAKTERIAL Meningitis merupakan inflamasi pada selaput otak yang mengenai lapisan piamater dan ruang subarachnoid maupun arachnoid, dan termasuk cairan serebrospinal (CCS) (Hickey, 1997). Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada meningen, yaitu membran atau selaput yang melapisi otak dan medulla spinalis, dapat disebabkan berbagai organisme seperti virus, bakteri ataupun jamur yang menyebar masuk kedalam darah dan berpindah kedalam cairan otak (Black & Hawk, 2005). 5.2 MEMAHAMI BAKTERIAL RAS Insidensi rata-rata lebih tinggi pada populasi Afro-Amerika dan Indian dibandingkan pada populasi Kaukasia dan Hispanik. Jenis Kelamin Bayi laki-laki memiliki insidensi lebih tinggi terkena meningitis oleh gram negatif dibanding bayi perempuan. Tetapi bayi perempuan lebih rentan terhadap meningitis oleh Listeria monocytogenes. Sedangkan insidensi meningitis oleh Streptococcus pneumoniae adalah sama untuk bayi perempuan maupun laki-laki. Usia Anak-anak dan bayi lebih banyak terkena dari pada orang dewasa dikarenakan belum terbentuk imunitas yang kuat. Kebanyakan penderita adalah anak dengan usia kurang dari 5 tahun. 70% kasus terjadi pada anak dengan usia kurang dari 2 tahun. Lingkungan Banyak pada lingkungan dengan social-ekonomi rendah, lingkungan padat, dan daerah dengan kasus ISPA yang tinggi. Frekuensi Berdasarkan grafik dari Centers for Diseases Control and Prevention 2003, kasus meningitis terbanyak pada usia 15-24 tahun (20,4%). Pada anak usia 1-4 tahun sebanyak 13,8%, usia kurang dari 1 tahun sebanyak 11,9% . Di Amerika Serikat, sebelum penggunaan Vaksin HIB secara luas, insidensi sekitar 20.000-30.000 kasus/tahun. Sedangkan Neisseria meningitidis meningitis kurang lebih 4 kasus/100.000 anak usia 1-23 bulan. Rata-rata kasus Streptococcus pneumoniae meningitis adalah 6,5/100.000 anak usia 1-23 bulan. Insidensi meningitis pada neonatus adalah 0,25-1 kasus/1000 kelahiran hidup. Pada kelahiran aterm, insidensinya adalah 0,15 kasus/1000 kelahiran aterm sedangkan pada kelahiran preterm
26

DAN

MENJELASKAN

EPIDEMIOLOGI

MENINGITIS

adalah 2,5 kasus/1000 kelahiran preterm. Kurang lebih 30% kasus sepsis neonatorum berhubungan dengan meningitis bakterial. Mortalitas-Morbiditas Sebelum ditemukannya antimikroba, mortalitas akibat meningitis bakterial cukup tinggi. Dengan adanya terapi antimikroba, mortalitas menurun tapi masih tetap dikhawatirkan tinggi. 19-26% mortalitas diakibatkan karena meningitis oleh Sterptococcus pneumoniae, 36% oleh Haemophilus influenzae, 3-13% oleh Neisseria meningitidis. Rata-rata mortalitas paling tinggi pada tahun pertama kehidupan, menurun pada usia muda, dan kembali meninggi pada usia tua. Meningitis di daerah Afrika sub-Sahara memiliki pola epidemiologis yang khusus. Daerah ini yang sering disebut juga sebagai meningitis belt meliputi kurang lebih 10 negara di antaranya adalah Burkina Faso, Ghana, Togo, Benin, Niger, Nigeria, Chad, Cameroon, Republik Afrika Tengah, dan Sudan. Di daerah ini, infeksi meningokok yang disebabkan oleh serogrup A timbul secara berulang setiap tahun sebagai suatu gelombang. Derajat serangan penyakit meningkat pada akhir musim kering dan secara cepat menurun setelah musim hujan mulai. Pada saat puncak terjadinya epidemi, insidens penyakit dapat mencapai 1000/100.000 penduduk. Sejak akhir tahun 1960-an, terjadi epidemi yang luas yang disebabkan oleh galur- galur N. meningitidis yang secara genetic saling berkaitan erat. Wabah yang paling besar yang berasal dari Cina bagian utara dan menyebar ke selatan dan kemudian ke seluruh dunia, disebabkan oleh 2 jenis klon (clones) dari serogrup A yaitu subgrup I dan III). Klon Subgrup III menyebar ke subkontinen India pada tahun 1983 sampai 1987. Pada tahun 1987, klon ini mencapai daerah Timur Tengah, kemudian menyebar lebih jauh dan menimbulkan epidemi yang luas di jasirah Arab dan Afrika. Pada tahun 1990-an, wabah ini bergerak kebagian lebih selatan dari daerah tradisional meningitis belt sampai mencapai Afrika Selatan di tahun 1996. Pada tahun itu terdapat lebih dari 150.000 kasus dan sedikitnya 16.000 meninggal. Di banyak negara maju, galur serogrup B bertahan selama lebih dari 30 tahun. Kebanyakan galur ini termasuk kompleks klonal yang dikenal sebagai ET-5 dan ET-37. Di bagian barat-laut Eropa (Norwegia, Inggris dan Belanda), infeksi hiperendemik dengan derajat serangan 4 sampai 50/100.000 bertahan sejak pertengahan tahun 1970-an, derajat serangan penyakit yang relatif tinggi dan persisten ini disebabkan oleh galur serogrup B yang termasuk ET-5. Galur ini beredar diantara penduduk setempat dengan transmisibilitas rendah tetapi derajat virulensinya tinggi. Galur grup B dengan karakteristik ET-5 ditemukan di Cina pada tahun 1974, dan pada tahun 1980-an juga di Jepang, Tahiland, Spanyol, Cuba, Cili dan Brazilia. Pada tahun 1990-an galur ini menyebar ke Afrika Utara dan Australia. Di Amerika, kasus-kasus dilaporkan dijumpai pada imigran dari Kuba, tetapi berbeda dengan bagian barat-laut Eropa, di sini tidak terjadi wabah yang besar. Pada saat dilaporkan terjadinya wabah oleh ET-5 di seluruh dunia, galur yang termasuk dalam klonal kompleks dari serogrup B yang lain (ET-24 dan ET-25) timbul di Eropa. Mula-mula ditemukan di
27

Belanda pada tahun 1980-an, klon ini merupakan klon yang paling dominan menjelang akhir tahun 1990-an dan kemudian menyebar ke seluruh Eropa. Galur yang termasuk ET-37 menyebabkan wabah di antara personil militer di Amerika. Salah satu varian dari ET-37 yaitu ET-15 muncul pada akhir tahun 1980-an di Amerika Utara dan menyebabkan meningkatnya angka serangan infeksi meningokokal di daerah ini. Pada sebagian daerah di Amerika, serogrup Y, muncul sejak th 1990-an dan menjadi penyebab penting dari kasus-kasus endemis. Sekitar satu-per-tiga kasus-kasus di daerah tertentu di Amerika disebabkan oelh serogrup Y ini, sepertiganya lagi disebabkan oleh serogrup C dan sisanya oleh serogrup B. Studi epidemiologis dengan metode molekuler telah menunjukan suatu gambaran yang kompleks mengenai kelompok klon meningokokal patogenik yang menyebabkan wabah yang menyebar ke seluruh dunia. Namun demikian, mekanisme dengan cara bagaimana klon yang patogenik ini menimbulkan epidemi secara luas di suatu daerah sedangkan daerah lain tidak terkenai, masih merupakan suatu pertanyaan. 5.3 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN ETIOLOGI MENINGITIS BAKTERIAL Bakteri Patogen Streptococcus grup B E. Coli Listeria monocytogenes N. meningitidis S. pneumonia H. influenzae < 3 Bln + + + + + + + + + + 3 Bln - < 18 Bln 18-50 Thn > 50 Thn

5.4 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN KLASIFIKASI MENINGITIS BAKTERIAL 1. Berdasarkan letak anatomisnya: a) Pakimeningitis: infeksi pada duramater b) Leptomeningitis: infeksi pada arakhnoid dan piamater

28

2. Meningitis berdasarkan penyebab : a) Meningitis karena Bakteri Meningitis bakteri akut biasanya terjadi saat bakteri masuk aliran darah dan bermigrasi ke otak dan medula spinalis, namun dapat juga terjadi ketika bakteri langsung berinvasi ke meningen, akibat infeksi dari sinus atau telinga atau fraktur tengkorak. Penyebab infeksi bakteri terbanyak antara lain Streptococcus pneumoniae (pneumococcus), Neisseria meningitidis (meningococcus), Haemophilus influenzae (haemophilus), Listeria monocytogenes (listeria). b) Meningitis karena Virus Virus merupakan penyebab terbanyak dari meningitis setiap tahunnya dibandingkan bakteri. Meningitis virus biasanya lebih ringan dan sembuh sendiri dalam jangka waktu 2 minggu. Penyebab terbanyak disebabkan oleh Enterovirus. Virus-virus lain penyebab meningitis antara lain HSV, EBV, CMV, lymphocytic choriomeningitis virus, dan HIV. Virus Mumps biasanya dapat menyebabkan meningitis pada anak yang tidak divaksinasi. Penyebab infeksi meningitis yang jarang antara lain Borrelia burgdorferi (Lyme disease), B. henselae (cat-scratch disease), M. tuberculosis, Toxoplasma, fungi (Cryptococcus, Histoplasma, and Coccidioides), and parasites (Angiostrongylus cantonensis, Naegleria fowleri, Acanthamoeba). c) Meningitis karena Riketsa d) Meningitis karena Jamur Meningitis yang disebabkan oleh jamur kriptokokus. Jamur ini bisa masuk ke tubuh kita saat kita menghirup debu atau tahi burung yang kering. Kriptokokus ini dapat menginfeksikan kulit, paru, dan bagian tubuh lain. Meningitis Kriptokokus ini paling sering terjadi pada orang dengan CD4 di bawah 100. e) Meningitis karena Cacing f) Meningitis karena Protozoa 5.5 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESIS MENINGITIS BAKTERIAL Meningitis pada umumnya terjadi sebagai akibat dari penyebaran penyakit di organ atau jaringan tubuh yang lain. Virus/ bakteri menyebar secara hematogen sampai ke selaput otak, misalnya pada penyakit Faringitis, Tonsilitis, Pneumonia, Bronchopneumonia dan Endokarditis. Penyebaran bakteri/virus dapat pula secara perkontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan yang ada di dekat selaput otak, misalnya Abses otak, Otitis Media,
29

Mastoiditis, Trombosis sinus kavernosus dan Sinusitis. Penyebaran kuman bisa juga terjadi akibat trauma kepala dengan fraktur terbuka atau komplikasi bedah otak. Sebagian besar infeksi susunan saraf pusat terjadi akibat terjadi penyebaran hematogen. Saluran napas merupakan porte de entere utama bagi banyak penyebab meningitis plurulenta. Proses terjadinyameningitis bakterialis melalui jalur hematogen diawali oleh perlekatan bakteri pada sel epitel mukosa nasofaring dan melakukan kolonisasi, kemudian menembus rintangan mukosa dan memperbanyak diri dalam aliran darah dan menimbulkan bakterimia. Selanjutnya bakteri masuki ke dalam cairan cerebrospinal dan memperbanyak diri di dalamnya. Bakteri ini menimbulkan peradangan pada selaput otak (meningen) dan otak. Invasi kuman-kuman ke dalam ruang subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS (Cairan Serebrospinal) dan sistem ventrikulus. Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil mengalami hiperemi, dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear ke dalam ruang subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam minggu kedua sel-sel plasma. Eksudat yang terbentuk terdiri dari dua lapisan, bagian luar mengandung leukosit polimorfonuklear dan fibrin sedangkan di lapisaan dalam terdapat makrofag. Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan dapat menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuron-neuron. Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrino-purulen menyebabkan kelainan kraniales. Pada Meningitis yang disebabkan oleh virus, cairan serebrospinal tampak jernih dibandingkan Meningitis yang disebabkan oleh bakteri.

30

31

5.6 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN DIAGNOSIS MENINGITIS BAKTERIAL Anamnesis Meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas mendadak, letargi, muntah dan kejang. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) melalui pungsi lumbal. Meningitis bakteri biasanya didahului oleh gejala gangguan alat pernafasan dan gastrointestinal. Meningitis bakteri pada neonatus terjadi secara akut dengan gejala panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernafasan, kejang, nafsu makan berkurang, dehidrasi dan konstipasi, biasanya selalu ditandai dengan fontanella yang mencembung. Kejang dialami lebih kurang 44 % anak dengan penyebab Haemophilus influenzae, 25 % oleh Streptococcus pneumoniae, 21% oleh Streptococcus, dan 10% oleh infeksi Meningococcus. Pada anak-anak dan dewasa biasanya dimulai dengan gangguan saluran pernafasan bagian atas, penyakit juga bersifat akut dengan gejala panas tinggi, nyeri kepala hebat, malaise, nyeri otot dan nyeri punggung.

Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Rangsangan Meningeal a. Pemeriksaan Kaku Kuduk Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi dan rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak dapat disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan rotasi kepala. b. Pemeriksaan Tanda Kernig Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada sendi panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin tanpa rasa nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135 (kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha biasanya diikuti rasa nyeri. c. Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher) Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya dibawah kepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepala dengan cepat kearah
32

dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada leher. d. Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral Tungkai) Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi panggul (seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut kontralateral.

Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan Pungsi Lumbal Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan protein cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan tekanan intrakranial. Pada Meningitis Serosa terdapat tekanan yang bervariasi, cairan jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan protein normal, kultur (-). Pada Meningitis Purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan keruh, jumlah sel darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur (+) beberapa jenis bakteri. b. Pemeriksaan darah Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap Darah (LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur. Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Disamping itu, pada Meningitis Tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED. Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan leukosit. c. Pemeriksaan Radiologis Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila mungkin dilakukan CT Scan. Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid, sinus paranasal, gigi geligi) dan foto dada.

Diagnosis Banding Meningitis oleh sebab lainnya, seperti : virus, tb, jamur, rickettsia, dsb. Meningismus, abses otak, tumor otak.

33

Tes Tekanan Lumbal Pungsi : Warna Jumlah Leukosit

Meningitis Bakterial Meningkat

Meningitis Virus Biasanya normal

Meningitis TB Bervariasi

Keruh Sel 1000/ml Dominan : PMN Sedikit meningkat Normal/ menurun

Jernih <100/ml Dominan : MN Normal/ meningkat Biasanya normal

Xantochroma Bervariasi Dominan : MN Meningkat Rendah

Jenis Sel Leukosit Protein Glukosa

5.7 MEMAHAMI BAKTERIAL Medikamentosa Simptomatik a. Menghentikan kejang

DAN

MENJELASKAN

TATALAKSANA

MENINGITIS

Diazepam 0,2-0,5mg/KgBB/dosis (IV) atau 0,4-0,6mg/KgBB/dosis (rektal suppositoria), kemudian dilanjutkan dengan : - Phenytoin 5 mg/KgBB/hari IV/PO dibagi dalam 3 dosis atau, - Phenobarbital 5-7 mg/Kg/hari IM/PO dibagi dalam 3 dosis. b. Menurunkan panas Antipiretika: Paracetamol 10 mg/KgBB/dosis PO atau Ibuprofen 5-10 mg/KgBB/dosis PO diberikan 3-4 kali sehari.

Etiologi a. Meningitis bakterial, umur <2 bulan : - Cephalosporin Generasi ke 3.


34

- Kombinasi Ampicilin 150-200 mg (400 mg)/KgBB/hari IV dibagi dalam 4-6 kali dosis sehari dan Chloramphenicol 50 mg/KgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis. b. Meningitis bakterial, umur >2 bulan: - Kombinasi Ampicilin 150-200 mg (400 mg)/KgBB/hari IV dibagi dalam 4-6 kali dosis sehari dan Chloramphenicol 50 mg/KgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis. - Sefalosporin Generasi ke 3. - Dexamethasone dosis awal 0,5 mg/KgBB IV dilanjutkan dengan dosis rumatan 0,5 mg/KgBB IV dibagi dalam 3 dosis, selama 3 hari. Diberikan 30 menit sebelum pemberian antibiotika.

Antibiotik yang digunakan untuk Meningitis Bakterial

35

Pengobatan suportif - Cairan intravena Oksigen. Usahakan agar konsentrasi O2 berkisar antara 30-50%.

Non-medikamentosa a. Pada waktu kejang: - Longgarkan pakaian, bila perlu dibuka - Hisap lendir - Kosongkan lambung untuk menghindari muntah dan aspirasi - Hindarkan penderita dari rudapaksa (misalnya jatuh) b. Bila penderita tidak sadar lama: - Beri makanan melalui sonde. - Cegah dekubitus dan pnemonia ortostatik dengan merubah posisi penderita sesering mungkin, minimal ke kiri dan ke kanan setiap 6 jam. - Cegah kekeringan kornea dengan boorwater/salep antibiotika. - Bila mengalami inkontinensia urin lakukan pemasangan kateter. - Bila mengalami inkontinensia alvi lakukan lavement. - Pemantauan ketat: Tekanan darah, pernafasan, nadi, produksi air kemih, faal hemostasis untuk mengetahui secara dini ada DIC. c. Fisioterapi dan rehabilitasi Vaksin Meningitis Vaksin IPD PCV-7 merupakan vaksin kombinasi yang merupakan gabungan beberapa antigen tunggal menjadi satu jenis produk antigen untuk mencegah penyakit yang berbeda serta diberikan dalam satu suntikan (7 in one). PCV-7 memiliki T-cell dependent yang bersifat immunogenic bagi anak-anak berusia <2 tahun.

36

T cell helper berperan merangsang B cell membentuk antibodi, sehingga membentuk memori jangka panjang. Jika suatu saat akan diberikan booster PCV-7, maka sel memori akan meningkatkan antibodi kembali. Dengan keunggulan ini, maka PCV-7 efektif memberikan proteksi IPD bagi anak-anak berusia < 2 tahun. 5.8 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN KOMPLIKASI MENINGITIS BAKTERIAL a. Munculnya cairan pada lapisan subdural (efusi subdural). Cairan ini muncul karena adanya desakan pada intrakranial yang meningkat sehingga memungkinkan lolosnya cairan dari lapisan otak ke daerah subdural. b. Peradangan pada daerah ventrikuler ke otak (ventrikulitis). Abses pada meningen dapat sampai ke jaringan kranial lain baik melalui perembetan langsung maupun hematogen termasuk ke ventrikuler. c. Hidrosepalus. Peradangan pada meningen dapat merangsang kenaikan produksi Liquor Cerebro Spinal (LCS). Cairan LCS pada meningitis lebih kental sehingga memungkinkan terjadinya sumbatan pada saluran LCS yang menuju medulla spinalis. Cairan tersebut akhirnya banyak tertahan di intrakranial. d. Abses otak. Abses otak terjadinya apabila infeksi sudah menyebar ke otak karena meningitis tidak mendapat pengobatan dan penatalaksanaan yang tepat. e. Epilepsi f. Retardasi mental. Retardasi mental kemungkinan terjadi karena meningitis yang sudah menyebar ke serebrum sehingga mengganggu gyrus otak anak sebagai tempat menyimpan memori. g. Serangan meningitis berulang. Kondisi ini terjadi karena pengobatan yang tidak tuntas atau mikroorganisme yang sudah resisten terhadap antibiotik yang digunakan untuk pengobatan.

Komplikasi mayor meningitis bakteri a. Cerebral - Edema otak dengan resiko herniasi b. Komplikasi pemb darah arteri: arteritis vasopasme, fokal kortikal hiperperfusi, gangguan serebrovaskular autoregulasi c. Septik sinus/ trombosis venous, terutama sinus sagitalis superior, tromboflebitis kortikal d. Hidrosefalus e. Serebritis f. Subdural efusi (pada bayi dan anak)
37

g. Abses otak, subdural empiem

Komplikasi ekstrakranial a. Septik shock b. DIC c. Respiratory distress sindrom d. Arteritis (septik atau reaktif) e. Ggn elektrolit: hiponatremi, SIADH, central diabetes insipidus (jarang) f. Komplikasi spinal :mielitis, infark 5.9 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN PROGNOSIS MENINGITIS BAKTERIAL Prognosis meningitis tergantung kepada umur, mikroorganisme spesifik yang menimbulkan penyakit, banyaknya organisme dalam selaput otak, jenis meningitis dan lama penyakit sebelum diberikan antibiotik. Penderita usia neonatus, anak-anak dan dewasa tua mempunyai prognosis yang semakin jelek, yaitu dapat menimbulkan cacat berat dan kematian. Pengobatan antibiotika yang adekuat dapat menurunkan mortalitas meningitis purulenta, tetapi 50% dari penderita yang selamat akan mengalami sequelle (akibat sisa). Lima puluh persen meningitis purulenta mengakibatkan kecacatan seperti ketulian, keterlambatan berbicara dan gangguan perkembangan mental, dan 5 10% penderita mengalami kematian. Pada meningitis Tuberkulosa, angka kecacatan dan kematian pada umumnya tinggi. Prognosa jelek pada bayi dan orang tua. Angka kematian meningitis TBC dipengaruhi oleh umur dan pada stadium berapa penderita mencari pengobatan. Penderita dapat meninggal dalam waktu 6-8 minggu. Penderita meningitis karena virus biasanya menunjukkan gejala klinis yang lebih ringan, penurunan kesadaran jarang ditemukan. Meningitis viral memiliki prognosis yang jauh lebih baik. Sebagian penderita sembuh dalam 1 2 minggu dan dengan pengobatan yang tepat penyembuhan total bisa terjadi. 5. 10 MEMAHAMI BAKTERIAL DAN MENJELASKAN PENCEGAHAN MENINGITIS

a. Pencegahan Primer Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko meningitis bagi individu yang belum mempunyai faktor resiko dengan melaksanakan pola hidup sehat.
38

Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan imunisasi meningitis pada bayi agar dapat membentuk kekebalan tubuh. Vaksin yang dapat diberikan seperti Haemophilus influenzae type b (Hib), Pneumococcal conjugate vaccine (PCV7), Pneumococcal polysaccaharide vaccine (PPV), Meningococcal conjugate vaccine (MCV4), dan MMR (Measles dan Rubella). Imunisasi Hib Conjugate vaccine (Hb- OC atau PRP-OMP) dimulai sejak usia 2 bulan dan dapat digunakan bersamaan dengan jadwal imunisasi lain seperti DPT, Polio dan MMR. Vaksinasi Hib dapat melindungi bayi dari kemungkinan terkena meningitis Hib hingga 97%. Pemberian imunisasi vaksin Hib yang telah direkomendasikan oleh WHO, pada bayi 2-6 bulan sebanyak 3 dosis dengan interval satu bulan, bayi 7-12 bulan di berikan 2 dosis imunisasi ini tidak dianjurkan diberikan pada bayi di bawah 2 bulan karena dinilai belum dapat membentuk antibodi. Pencegahan juga dapat dilakukan dengan cara mengurangi kontak langsung dengan penderita dan mengurangi tingkat kepadatan di lingkungan perumahan dan di lingkungan seperti barak, sekolah, tenda dan kapal. Meningitis juga dapat dicegah dengan cara meningkatkan personal hygiene seperti mencuci tangan yang bersih sebelum makan dan setelah dari toilet. b. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak awal, saat masih tanpa gejala (asimptomatik) dan saat pengobatan awal dapat menghentikan perjalanan penyakit. Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan diagnosis dini dan pengobatan segera. Deteksi dini juga dapat ditingkatan dengan mendidik petugas kesehatan serta keluarga untuk mengenali gejala awal meningitis. Dalam mendiagnosa penyakit dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan cairan otak, pemeriksaan laboratorium yang meliputi test darah dan pemeriksaan X-ray (rontgen) paru. Selain itu juga dapat dilakukan surveilans ketat terhadap anggota keluarga penderita, rumah penitipan anak dan kontak dekat lainnya untuk menemukan penderita secara dini. Penderita juga diberikan pengobatan dengan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis penyebab meningitis. c. Pencegahan Tertier Pencegahan tertier merupakan aktifitas klinik yang mencegah kerusakan lanjut atau mengurangi komplikasi setelah penyakit berhenti. Pada tingkat pencegahan ini bertujuan untuk menurunkan kelemahan dan kecacatan akibat meningitis, dan membantu penderita untuk melakukan penyesuaian terhadap kondisi-kondisi yang tidak dapat diobati lagi, dan mengurangi kemungkinan untuk mengalami dampak neurologis jangka panjang misalnya tuli atau ketidakmampuan untuk belajar. Fisioterapi dan rehabilitasi juga diberikan untuk mencegah dan mengurangi cacat.

39

6. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN LUMBAL PUNGSI DEFINISI Adalah upaya pengeluaran cairan serebrospinal dengan memasukan jarum ke dalam ruang subarakhnoid. (Brunner and Suddarths, 1999) INDIKASI a. Untuk mengetahui tekanan dan mengambil sampel untuk pemeriksan sel, kimia dan bakteriologi. b. Untuk membantu pengobatan melalui spinal, pemberian antibiotika, anti tumor dan spinal anastesi. c. Untuk membantu diagnosa dengan penyuntikan udara pada pneumoencephalografi, dan zat kontras pada myelografi. KONTRA INDIKASI a. Adanya peninggian tekanan intra kranial dengan tanda-tanda nyeri kepala, muntah dan papil edema. b. Penyakit kardiopulmonal yang berat. c. Ada infeksi lokal pada tempat Lumbal Punksi PERSIAPAN a. Periksa gula darah 15-30 menit sebelum dilakukan lumbal punksi b. Jelaskan prosedur pemeriksaan, bila perlu diminta persetujuan pasien/keluarga pasien terutama pada lumbal punksi dengan resiko tinggi TEKNIK a. Pasien diletakkan pada pinggir tempat tidur, dalam posisi lateral decubitus dengan leher, punggung, pinggul dan tumit lemas. Boleh diberikan bantal tipis dibawah kepala atau lutut. b. Tempat melakukan pungsi adalah pada kolumna vetebralis setinggi L3-4, yaitu setinggi crista iliaca. Bila tidak berhasil dapat dicoba lagi intervertebrale ke atas atau ke bawah. Pada bayi dan anak setinggi intervertebrale L4-5. c. Bersihkan dengan yodium dan alkohol daerah yang akan dipungsi. d. Dapat diberikan anasthesi lokal lidocain HCL. e. Gunakan sarung tangan steril dan lakukan punksi, masukkan jarum tegak lurus dengan ujung jarum yang mirip menghadap ke atas. Bila telah dirasakan menembus jaringan meningen penusukan dihentikan, kemudian jarum diputar dengan bagian pinggir yang miring menghadap ke kepala.

40

f. Dilakukan pemeriksaan tekanan dengan manometer dan test Queckenstedt bila diperlukan. Kemudian ambil sampel untuk pemeriksaan jumlah dan jenis sel, kadar gula, protein, kultur bakteri dan sebagainya. PROSEDUR PENATALAKSANAAN a. Pasien dalam posisi miring pada salah satu sisi tubuh. Leher fleksi maksimal (lutut di tarik ke arah dahi). b. Tentukan daerah pungsi lumbal di antara L4 dan L5, yaitu dengan menentukan garis potong sumbu kraniospinal (kolumna verterbralis) dan garis antara kedua spina ishiadika anterior superior ( SIAS) kiri dan kanan. Pungsi dapat pula dilakukan antara L4 dan L5 atau antara L2 dan L3, namun tidak boleh pada bayi. c. Lakukan tindakan antisepsis pada kulit di sekitar daerah pungsi radius 10cm dengan larutan povidon iodin diikuti larutan alkohol 70% dan tutup dengan duk steril di mana daerah pungsi lumbal di biarkan terbuka. d. Tentukan kembali daerah pungsi dengan menekan ibu jari tangan yang telah memakai sarung tangan steril selama 15 30 detik yang akan menandai titik pungsi tersebut selama 1 menit. e. Tusukan jarum spinal/stylet pada tempat yang telah ditentukan. Masukkan jarum perlahan-lahan menyusur tulang vertebra sebelah proksimal dengan mulut jarum terbuka ke atas samapai menembus duramater. Jarak antara kulit dan ruang subarakhnoid berbeda pada tiap anak tergantung umur dan keadaan gizi. Umumnya 1,5 2,5 cm pada bayi dan meningkat menjadi 5 cm pada umur 3 5 tahun. Pada remaja jaraknya 6 8 cm. f. Lepaskan stylet perlahan-lahan dan cairan keluar. Untuk mendapatkan aliran cairan yang lebih baik, jarum diputar hingga mulut jarum mengarah ke kranial. Ambil cairan untuk pemeriksaan. g. Cabut jarum dan tutup lubang tusukan dengan plester. KOMPLIKASI a. Sakit kepala b. Backache, biasanya di lokasi bekas punksi disebabkan spasme otot. c. Infeksi d. Herniasi e. Ultrakranial subdural hematom f. Hematom dengan penekanan pada radiks g. Tumor epidermoid intraspinal

41

7. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN TENTANG RUKUN DAN SYARAT HAJI Definisi / Pengertian Ibadah Haji Ibadah haji adalah ibadah yang wajib dilakukan oleh umat islam yang mampu atau kuasa untuk melaksanakannya baik secara ekonomi, fisik, psikologis, keamanan, perizinan dan lainlain sebagainya. Pergi haji adalah ibadah yang masuk dalam rukun islam yakni rukun islam ke lima yang dilakukan minimal sekali seumur hidup. Syarat Sah Haji a. Agama Islam b. Dewasa / baligh (bukan mumayyis) c. Tidak gila / waras d. Bukan budak (merdeka) Persyaratan Muslim yang Wajib Haji a. Beragama Islam (bukan orang kafir/murtad) b. Baligh / dewasa c. Waras / berakal d. Merdeka (bukan budak) e. Mampu melaksanakan ibadah haji Syarat "Mampu" dalam Ibadah Haji Sehat jasmani dan rohani tidak dalam keadaan tua renta, sakit berat, lumpuh, mengalami sakit parah menular, gila, stress berat, dan lain sebagainya. Sebaiknya haji dilaksanakan ketika masih muda belia, sehat dan gesit sehingga mudah dalam menjalankan ibadah haji dan menjadi haji yang mabrur. Memiliki uang yang cukup untuk ongkos naik haji (onh) pulang pergi serta punya bekal selama menjalankan ibadah haji. Jangan sampai terlunta-lunta di Arab Saudi karena tidak punya uang lagi. Jika punya tanggungan keluarga pun harus tetap diberi nafkah selama berhaji. Keamanan yang cukup selama perjalanan dan melakukan ibadah haji serta keluarga dan harta yang ditinggalkan selama berhaji. Bagi wanita harus didampingi oleh suami atau muhrim laki-laki dewasa yang dapat dipercaya.

Rukun Haji Rukun haji adalah hal-hal yang wajib dilakukan dalam berhaji yang apabila ada yang tidak dilaksanakan, maka dinyatakan gagal haji alias tidak sah, harus mengulang di kesempatan berikutnya. a. Ihram
42

b. c. d. e.

Wukuf Thawaf Sa'i Tahallul

43

DAFTAR PUSTAKA Baehr M, Frotscher M. 2010. Diagnosis Topik Neurologi DUUS. Jakarta: EGC. Price S. 2004. Patofisiologi. Jakarta: EGC. Sherwood L. 2002. Fisiologi Manusia: dari sel ke sistem. Jakarta: EGC Uddin, Jurnalis. 2007. Anatomi Sistem Saraf Manusia. Jakarta : Langgeng Sejati Offset tristyjl.mhs.unimus.ac.id/my-album/catatan-kuliah/ http://organisasi.org/pengertian-haji-syarat-sah-haji-wajib-dan-rukun-ibadah-haji http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23705/4/Chapter%20II.pdf

44

Anda mungkin juga menyukai