Anda di halaman 1dari 51

WRAP UP SKENARIO 1 BLOK EMERGENSI

PERDARAHAN PERSALINAN

KELOMPOK : B 6
Ketua Sekretaris Anggota : Selviandi : Rahayu Kartika Utami : Marleni Mochammad Adam Eldi Novia Rizky Zyanthi Azzahra Ratu Nur Annisa Shafira AF Reza Mardany Tyas Aulia Puspa Widiawati 1102010156 1102010169 1102010211 1102010233 1102010238 1102010281 1102010286 1102009261 1102010226

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI JAKARTA 2013/2014


1

PERDARAHAN PERSALINAN Seorang perempuan berusia 18 tahun berobat ke Puskesmas dengan keluhan mau melahirkan. Pada pemeriksaan oleh dokter laki-laki, didapatkan kehamilan aterm (G1P0A0), usia kehamilan 38 minggu, his teratur, pembukaan 8. Tanda-tanda vital : tekanan darah : 90/60 mmHg; denyut nadi: 120 x/menit; frekuensi nafas: 24 x/menit; suhu: 37,5 C. Pasca persalinan didapatkan perdarahan post partum. Bayi langsung menangis, BB 1500 gr, PB 48cm. pemeriksaan terhadap bayi didapatkan denyut nadi 150 x/menit, frekuensi nafas 40 x/menit, suhu 36C. Pada usia 40 jam bayi terlihat kuning, kadar bilirubin total 15 gr/dL, bilirubin indirek 14,2 gr/dL, sehingga dilakukan fototerapi.

- KATA SULIT ? Tidak ada

- BRAIN STORMING 1. Apakah usia ibu tersebut ideal untuk hamil? Berapakah usia yang ideal? Tidak ideal, usia ideal adalah 22 tahun 35 tahun.

2. Apa resiko hamil usia dini? Reaksi imunitas ibu terhadap janin, BBLR, anemia defisiensi asam folat, gangguan perkembangan janin

3. Apa penyebab perdarahan post partum ? Trauma jalan lahir (Tear), Atonia uteri (Tonus), Retensio Plasenta (Tissue), Gangguan Pembekuan Darah (Trombin), Inversio Uterus.

4. Apakah ada hubungannya tekanan darah rendah dengan perdarahan post partum? Ada hubungannya.

5. Berapa normal Berat Badan bayi aterm? 2500 gr 4000 gr

6. Berapa suhu normal pada neonatus ? 36,5 37,5 C TD: 90/60


HIPOTESIS

SUHU: 36,5 C
WANITA 18 TAHUN

HAMIL

BB: <2500 gr

PERDARAHAN POST PARTUM

Reaksi imunitas ibu terhadap janin BBLR anemia defisiensi asam folat gangguan perkembangan janin

Trauma jalan lahir (Tear) Atonia uteri (Tonus) Retensio Plasenta (Tissue) Gangguan Pembekuan Darah (Trombin) Inversio Uterus.

SASARAN BELAJAR

1. PERDARAHAN POST PARTUM 1.1 DEFINISI 1.2 KLASIFIKASI 1.3 ETIOLOGI 1.4 FAKTOR RESIKO 1.5 MANIFESTASI KLINIS 1.6 PATOFISIOLOGI 1.7 DIAGNOSIS 1.8 DIAGNOSIS BANDING 1.9 PENATALAKSANAAN 1.10 1.11 1.12 KOMPLIKASI PROGNOSIS PENCEGAHAN

2. HIPOTERMI PADA NEONATUS 2.1 DEFINISI 2.2 KLASIFIKASI 2.3 ETIOLOGI 2.4 FAKTOR RESIKO 2.5 MANIFESTASI KLINIS 2.6 PATOFISIOLOGI 2.7 DIAGNOSIS 2.8 DIAGNOSIS BANDING 2.9 PENATALAKSANAAN 2.10 2.11 2.12 KOMPLIKASI PROGNOSIS PENCEGAHAN

3. HIPERBILIRUBIN PADA NEONATUS 3.1 DEFINISI 3.2 KLASIFIKASI


4

3.3 ETIOLOGI 3.4 FAKTOR RESIKO 3.5 MANIFESTASI KLINIS 3.6 PATOFISIOLOGI 3.7 DIAGNOSIS 3.8 DIAGNOSIS BANDING 3.9 PENATALAKSANAAN 3.10 3.11 3.12 KOMPLIKASI PROGNOSIS PENCEGAHAN

4. HUKUM BEROBAT PADA LAWAN JENIS MENURUT ISLAM

1. PERDARAHAN POST PARTUM

1.1 DEFINISI Perdarahan postpartum adalah perdarahan pervaginam 500 cc atau lebih setelah kala III selesai (setelah plasenta lahir) (Wiknjosastro, 2000). Fase dalam persalinan dimulai dari kala I yaitu serviks membuka kurang dari 4 cm sampai penurunan kepala dimulai, kemudian kala II dimana serviks sudah membuka lengkap sampai 10 cm atau kepala janin sudah tampak, kemudian dilanjutkan dengan kala III persalinan yang dimulai dengan lahirnya bayi dan berakhir dengan pengeluaran plasenta. Perdarahan postpartum terjadi setelah kala III persalinan selesai (Saifuddin, 2002). Perdarahan postpartum ada kalanya merupakan perdarahan yang hebat dan menakutkan sehingga dalam waktu singkat wanita jatuh ke dalam syok, ataupun merupakan perdarahan yang menetes perlahan-lahan tetapi terus menerus dan ini juga berbahaya karena akhirnya jumlah perdarahan menjadi banyak yang mengakibatkan wanita menjadi lemas dan juga jatuh dalam syok (Mochtar, 1995). 1.2 KLASIFIKASI Perdarahan Pasca Persalinan Dini (Early Postpartum Haemorrhage, atau Perdarahan Postpartum Primer, atau Perdarahan Pasca Persalinan Segera). Perdarahan pasca persalinan primer terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utama perdarahan pasca persalinan primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri. Terbanyak dalam 2 jam pertama. Perdarahan masa nifas (PPH kasep atau Perdarahan Persalinan Sekunder atau Perdarahan Pasca Persalinan Lambat, atau Late PPH). Perdarahan pasca persalinan

sekunder terjadi setelah 24 jam pertama. Perdarahan pasca persalinan sekunder sering diakibatkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal.

1.3 ETIOLOGI Etiologi perdarahan post partum berdasarkan klasifikasi di atas, adalah:

a. Etiologi perdarahan postpartum dini :

1. Atonia uteri

Perdarahan postpartum dapat terjadi

karena terlepasnya sebagian plasenta dari rahim dan

sebagian lagi belum; karena perlukaan pada jalan lahir atau karena atonia Atoni uteri uteri.

merupakan

sebab terpenting perdarahan postpartum. Atonia uteri dapat terjadi karena proses persalinan yang lama; pembesaran rahim yang berlebihan pada waktu hamil seperti pada hamil kembar atau janin besar; persalinan yang sering (multiparitas) atau anestesi yang dalam.

Atonia uteri juga dapat

terjadi

bila

ada

usaha

mengeluarkan

plasenta dengan memijat dan mendorong rahim ke bawah sementara plasenta belum lepas dari rahim. Perdarahan yang banyak dalam waktu pendek dapat segera diketahui. Tapi bila perdarahan sedikit dalam waktu lama tanpa disadari penderita telah kehilangan banyak darah sebelum

tampak pucat dan gejala lainnya. Pada perdarahan karena atonia uteri, rahim membesar dan lembek.Terapi terbaik adalah pencegahan. Anemia pada kehamilan harus diobati karena perdarahan yang normal pun dapat membahayakan seorang ibu yang telah mengalami anemia. Bila

sebelumnya pernah

mengalami

perdarahan

postpartum,

persalinan

berikutnya harus di rumah sakit. Pada persalinan yang lama diupayakan agar jangan sampai terlalu lelah. Rahim jangan dipijat dan didorong ke bawah sebelum plasenta lepas dari dinding rahim. Pada perdarahan yang timbul setelah janin lahir dilakukan upaya penghentian perdarahan

secepat mungkin dan mengangatasi akibat perdarahan. Pada perdarahan

yang disebabkan atonia uteri dilakukan massage rahim dan suntikan ergometrin ke dalam pembuluh balik. Bila tidak memberi hasil yang diharapkan dalam waktu singkat, dilakukan kompresi bimanual pada rahim, bila perlu dilakukan tamponade utero vaginal, yaitu dimasukkan tampon kasa kedalam rahim sampai rongga rahim terisi penuh. Pada perdarahan postpartum ada kemungkinann dilakukan pengikatan

pembuluh nadi yang mensuplai darah ke rahim atau pengangkatan rahim . Faktor predisposisi terjadinya atonia uteri : Umur yang terlalu muda / tua Prioritas sering di jumpai pada multipara dan grande mutipara Partus lama dan partus terlantar Uterus terlalu regang dan besar misal pada gemelli, hidromnion / janin besar Kelainan pada uterus seperti mioma uteri, uterus couveloair pada solusio plasenta Faktor sosial ekonomi yaitu malnutrisi

2. Laserasi Jalan lahir Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari

perdarahan postpartum. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan postpartum dengan uterus yang berkontraksi baik

biasanya disebabkan oleh robelan servik atau vagina.

- Robekan Serviks Persalinan Selalu mengakibatkan robekan serviks sehingga

servik seorang multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan servik yang luas menimbulkan perdarahan dan

dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti, meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus sudah berkontraksi dengan baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir,

khususnya robekan servik uteri.

- Robekan Vagina Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan speculum.

- Robekan Perineum Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkum ferensia suboksipito bregmatika. Laserasi pada traktus genitalia sebaiknya dicurigai, ketika terjadi perdarahan yang berlangsung lama yang menyertai kontraksi uterus yang kuat.

3. Hematoma Hematoma terjadi karena kompresi yang kuat disepanjang traktus genitalia, dan tampak sebagai warna ungu pada mukosa vagina atau perineum yang ekimotik. Hematoma yang kecil diatasi dengan es,

analgesic dan pemantauan yang terus menerus. Biasanya hematoma ini dapat diserap kembali secara alami. Hematoma yang biasanya terdapat pada daerah-daerah perineum. yang mengalami laserasi atau pada daerah jahitan

4. Retensio Plasenta Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir selama 1 jam setelah bayi lahir. Penyebab retensio plasenta :

A. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih dalam. Menurut tingkat perlekatannya :

1) Plasenta adhesive : plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam. 2) Plasenta inkreta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua endometrium sampai ke miometrium. 3) Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke serosa. 4) Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembus serosa atau peritoneum dinding rahim.

B. Plasenta sudah terlepas dari dinding rahim namun belum keluar karena atoni uteri atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim (akibat kesalahan penanganan kala III) yang akan menghalangi plasenta keluar (plasenta inkarserata). Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila sebagian plasenta sudah lepas maka akan terjadi perdarahan. Ini merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya.Plasenta mungkin pula

tidak keluar karena kandung kemih atau rektum penuh. Oleh karena itu keduanya harus dikosongkan.

5. Subinvolusi Subinvolusi adalah kegagalan uterus untuk mengikuti pola normal involusi, dan terumum keadaan ini merupakan salah satu dari penyebab

perdarahan pascapartum. Biasanya tanda dan gejala subinvolusi

tidak tampak, sampai kira-kira 4 hingga 6 minggu pascapartum. Fundus uteri letaknya tetap tinggi di dalam abdomen/ pelvis dari yang diperkirakan. Keluaran lokia seringkali gagal berubah dari bentuk rubra ke bntuk serosa, lalu ke bentuk lokia alba. Lokia bisa tetap dalam bentuk rubra, atau kembali ke bentuk rubra dalam beberapa hari pacapartum. Lokia yang tetap bertahan dalam bentuk rubra selama lebih dari 2 minggu pascapatum sangatlah perlu dicurigai terjadi kasus subinvolusi. Jumlah lokia bisa lebih banyak dari pada yang diperkirakan. Leukore, sakit

punggung, dan lokia berbau menyengat, bisa terjadi jika ada infeksi. Ibu bisa juga memiliki riwayat perdarahan perdarahan yang berlebihan setelah kelahiran.
10

yang tidak teratur, atau

6. Inversio Uteri

Inversio keadaan terbalik dimana sebagian

Uteri fundus

adalah uteri

atau seluruhnya

masuk ke dalam kavum uteri. Uterus dikatakan mengalami inverse jika bagian dalam menjadi di sebaiknya segera dilakukan luar saat melahirkan plasenta. Reposisi dengan berjalannya waktu, lingkaran

konstriksi sekitar uterus yang terinversi akan mengecil dan uterus akan terisi darah.

Pembagian inversio uteri : Inversio uteri ringan : Fundus uteri terbalik menonjol ke dalam kavum uteri namun belum keluar dari ruang rongga rahim. Inversio uteri sedang : Terbalik dan sudah masuk ke dalam vagina. Inversio uteri berat : Uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian sudah keluar vagina.

Penyebab inversio uteri : Spontan : grande multipara, atoni uteri, kelemahan alat kandungan, tekanan intra abdominal yang tinggi (mengejan dan batuk). Tindakan : cara Crade yang berlebihan, tarikan tali pusat, manual plasenta yang dipaksakan, perlekatan plasenta pada dinding rahim. Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya inversio uteri : Uterus yang lembek, lemah, tipis dindingnya. Tarikan tali pusat yang berlebihan.

b. Etiologi perdarahan postpartum lambat : 1. Tertinggalnya sebagian plasenta 2. Subinvolusi di daerah insersi plasenta 3. Dari luka bekas seksio sesaria

11

1.4 FAKTOR RESIKO Riwayat hemorraghe postpartum pada persalinan sebelumnya merupakan faktor resiko paling besar untuk terjadinya hemorraghe postpartum sehingga segala upaya harus dilakukan untuk menentukan keparahan dan penyebabnya. Beberapa faktor lain yang perlu kita ketahui karena dapat menyebabkan terjadinya hemorraghe postpartum : 1. Grande multipara 2. Perpanjangan persalinan 3. Chorioamnionitis 4. Kehamilan multiple 5. Injeksi Magnesium sulfat 6. Perpanjangan pemberian oxytocin

1.5 MANIFESTASI KLINIS Tabel.1. Tanda dan Gejala berdasarkan Diagnosis Kerja DIAGNOSIS GEJALA TANDA DAN GEJALA DIAGNOSIS KERJA DAN TANDA LAIN Uterus tidak berkontraksi Syok dan lembek Perdarahan Bekukan darah segera setelah anak lahir serviks atau terlentang menghambat aliran ke luar Darah segar yang Pucat mengalir segera setelah Lemah bayi lahir Menggigil Uterus kontraksi dan keras Plasenta lengkap Plasenta belum lahir setelah 30 menit Perdarahan segera (P3) Uterus berkontraksi dan keras Atonia uteri pada posis akan darah Robekan jalan lahir

Tali pusat putus akibat Retensio plasenta traksi berlebihan Inversio uteri akibat tarikan Perdarahan lanjutan

Plasenta atau sebagian Uterus berkontraksi tetapi Tertinggalnya sebagian selaput (mengandung tinggi fundus tidak plasenta atau ketuban pembuluh darah) tidak berkurang lengkap Perdarahan segera (P3)

12

Uterus tidak teraba Neurogenik syok Lumen vagina terisi masa Pucat dan limbung Tampak tali pusat (bila plasenta belum lahir) Sub-involusi uterus Anemia Nyeri tekan perut bawah Demam dan pada uterus Perdarahan Lokhia mukopurulen dan berbau

Inversio uteri

Endometristis atau sisa fragmen plasenta (terinfeksi atau tidak) Late postpartum hemorrhage Perdarahan postpartum sekunder

1.6 PATOFISIOLOGI Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus terus melebar untuk meningkatkan sirkulasi ke sana, atoni uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah pembuluh darah yang melebar tadi tidak menutup sempurna sehingga perdarahan terjadi tterus menerus. Trauma jalan lahir seperti epiotomi yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri juga menyebabkan perdarahan karena terbukanya pembuluh darah. Penyakit pada darah ibu misalnya afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak adanya atau kurangnya fibrin untuk membantu proses pembekuan darah juga merupakan penyebab dari perdarahan postpartum. Perdarahan yang sulit dihentikan bisa mendorong pada keadaan shock hemoragik.

1.7 DIAGNOSIS Berikut langkah-langkah sistematik untuk mendiagnosa perdarahan postpartum 1. Palpasi uterus : bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri 2. Memeriksa plasenta dan ketuban : apakah lengkap atau tidak 3. Lakukan ekplorasi kavum uteri untuk mencari : a. Sisa plasenta dan ketuban b. Robekan rahim c. Plasenta succenturiata 4. Inspekulo : untuk melihat robekan pada cervix, vagina, dan varises yang pecah. 5. Pemeriksaan laboratorium : bleeding time, Hb, Clot Observation test dan lain-lain

13

1. Anamnesis

Anamnesis adalah cara pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara baik langsung pada pasien (Auto anamnese) atau pada orang tua atau sumber lain (Allo anamnese). 80% untuk menegakkan diagnosa didapatkan dari anamnesis. Tujuan anamnesis yaitu untuk mendapatkan keterangan sebanyak-banyaknya mengenai kondisi pasien, membantu menegakkan diagnosa sementara. Ada beberapa kondisi yang sudah dapat ditegaskan dengan anamnesis saja, membantu menentukan penatalaksanaan selanjutnya. Anamnesis yang baik merupakan tiang utama diagnosis. Anamnesis dimulai dengan mencari keterangan mengenai nama, alamat, umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan sebagainya. Keterangan yang didapat ini kadang sudah memberi petunjuk permulaan kepada kita. Berdasarkan anamnesis yang baik dokter akan menentukan beberapa hal mengenai hal-hal berikut: 1) Penyakit atau kondisi yang paling mungkin mendasari keluhan pasien (kemungkinan diagnosis) 2) Penyakit atau kondisi lain yang menjadi kemungkinan lain penyebab munculnya keluhan pasien (diagnosis banding) 3) Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit tersebut (faktor predisposisi dan faktor risiko) 4) Kemungkinan penyebab penyakit (kausa/etiologi) 5) Faktor-faktor yang dapat memperbaiki dan yang memperburuk keluhan pasien (faktor prognostik, termasuk upaya pengobatan) 6) Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medis yang diperlukan untuk menentukan diagnosisnya

Riwayat obstetric: A. Riwayat menstruasi meliputi: menarche, lamanya siklus, banyaknya, baunya, keluhan waktu haid, HPHT. B. Riwayat perkawinan meliputi: usia kawin, kawin yang keberapa, usia mulai hamil. C. Riwayat hamil, persalinan dan nifas yang lalu.
14

1. Riwayat hamil meliputi: waktu hamil muda, hamil tua, apakah ada abortus, retensi plasenta. 2. Riwayat persalinan meliputi: tua kehamilan, cara persalinan, penolong, tempat bersalin, apakah ada kesulitan dalam persalinan anak lahir atau mati, berat badan anak waktu lahir, panjang waktu lahir. 3. Riwayat nifas meliputi: keadaan luka, apakah ada pendarahan, ASI cukup atau tidak dan kondisi ibu saat nifas, tinggi fundus uteri dan kontraksi. 4. Riwayat kehamilan sekarang. i. Hamil muda, keluhan selama hamil muda. ii. Hamil tua, keluhan selama hamil tua, peningkatan berat badan, tinggi badan, suhu, nadi, pernafasan, peningkatan tekanan darah, keadaan gizi akibat mual, keluhan lain. 5. Riwayat antenatal care meliputi: dimana tempat pelayanan, beberapa kali, perawatan serta pengobatannya yang didapat.

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan tanda-tanda vital: 1. Suhu badan. Suhu biasanya meningkat sampai 380 C dianggap normal. Setelah satu hari suhu akan kembali normal (360 C 370 C), terjadi penurunan akibat hipovolemia. 2. Denyut nadi. Nadi akan meningkat cepat karena nyeri, biasanya terjadi hipovolemia yang semakin berat. 3. Tekanan darah. Tekanan darah biasanya stabil, memperingan hipovolemia. 4. Pernafasan. Bila suhu dan nadi tidak normal, pernafasan juga menjadi tidak normal.

3. Pemeriksaan Khusus:

Observasi setiap 8 jam untuk mendeteksi adanya tanda-tanda komplikasi dengan mengevaluasi sistem dalam tubuh. Pengkajian ini meliputi: 1. Nyeri/ketidaknyamanan: nyeri tekan uterus (fragmen-fragmen plasenta tertahan), ketidaknyamanan vagina/pelvis, sakit punggung (hematoma).

15

2. Sistem vaskuler: a. Perdarahan di observasi tiap 2 jam selama 8 jam 1, kemudian tiap 8 jam berikutnya. b. Tensi diawasi tiap 8 jam. c. Apakah ada tanda-tanda trombosis, kaki sakit, bengkak dan merah. d. Haemorroid diobservasi tiap 8 jam terhadap besar dan kekenyalan. e. Riwayat anemia kronis, konjungtiva anemis/sub anemis, defek koagulasi kongenital, idiopatik trombositopeni purpura.

3. Sistem Reproduksi a. Uterus diobservasi tiap 30 menit selama empat hari post partum, kemudian tiap 8 jam selama 3 hari meliputi tinggi fundus uteri dan posisinya serta konsistensinya. b. Lochea diobservasi setiap 8 jam selama 3 hari terhadap warna, banyak dan bau. c. Perineum diobservasi tiap 8 jam untuk melihat tanda-tanda infeksi, luka jahitan dan apakah ada jahitannya yang lepas. d. Vulva dilihat apakah ada edema atau tidak. e. Payudara dilihat kondisi areola, konsistensi dan kolostrum. f. Tinggi fundus atau badan terus gagal kembali pada ukuran dan fungsi sebelum kehamilan (sub involusi). 4. Traktus urinarius.Diobservasi tiap 2 jam selama 2 hari pertama. Meliputi miksi lancar atau tidak, spontan dan lain-lain. 5. Traktur gastro intestinal.Observasi terhadap nafsu makan dan obstipasi. 6. Integritas Ego: mungkin cemas, ketakutan dan khawatir.

4. Pemeriksaan penunjang

1. Golongan darah: menentukan Rh, ABO, dan percocokan silang. 2. Jumlah darah lengkap: menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan jumlah sel darah putuih (SDP). (Hb saat tidak hamil: 12-16gr/dl, saat hamil: 10-14gr/dl.

16

Ht saat tidak hamil: 37%-47%, saat hamil:32%-42%. Total SDP saat tidak hamil 4.500-10.000/mm3. saat hamil 5.000-15.000). 3. Kultur uterus dan vagina: mengesampingkan infeksi pasca partum. 4. Urinalisis: memastikan kerusakan kandung kemih. 5. Profil koagulasi: peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk split fibrin (FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen: masa tromboplastin partial diaktivasi, masa tromboplastin partial (APT/PTT), masa protrombin memanjang pada KID Sonografi: menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan.

1.8 PENATALAKSANAAN Tujuan utama pertolongan pada pasien dengan perdarahan postpartum adalah menemukan dan menghentikan penyebab dari perdarahan secepat mungkin.

17

Terapi pada pasien dengan perdarahan postpartum mempunyai 2 bagian pokok :

a. Resusitasi dan manajemen yang baik terhadap perdarahan Pasien dengan perdarahan postpartum memerlukan penggantian cairan dan pemeliharaan volume sirkulasi darah ke organ organ penting. Pantau terus perdarahan, kesadaran dan tanda tanda vital pasien. Pastikan dua kateter intravena ukuran besar untuk memudahkan pemberian cairan dan darah secara bersamaan apabila diperlukan resusitasi cairan cepat. Pemberian cairan : berikan normal saline atau ringer lactate Transfusi darah : bisa berupa whole blood ataupun packed red cell Transfusi darah perlu diberikan bila perdarahan masih terus berlanjut dan diperkirakan akan melebihi 2.000 mL atau keadaan klinis pasien menunjukkan tanda-tanda syok walaupun telah dilakukan resusitasi cepat. Tujuan transfusi adalah memasukkan 2 4 unit PRC untuk menggantikan pembawa oksigen yang hilang dan untuk mengembalikan volume sirkulasi. PRC bersifat sangat kental yang dapat menurunkan jumlah tetesan infus. Msalah ini dapat diatasi dengan menambahkan 100 mL NS pada masingmasing unit. Jangan menggunakan cairan Ringer Laktat untuk tujuan ini karena kalsium yang dikandungnya dapat menyebabkan penjendalan. Evaluasi pemberian cairan dengan memantau produksi urine (dikatakan perfusi cairan ke ginjal adekuat bila produksi urin dalam 1 jam 30 cc atau lebih)

b. Manajemen penyebab perdarahan postpartum

Tentukan penyebab perdarahan postpartum : Atonia uteri Periksa ukuran dan tonus uterus dengan meletakkan satu tangan di fundus uteri dan lakukan massase untuk mengeluarkan bekuan darah di uterus dan vagina. Apabila uterus teraba lembek dan tidak berkontraksi dengan baik perlu dilakukan massase yang lebih keras dan pemberian oxytocin.

18

Pengosongan kandung kemih bisa mempermudah kontraksi uterus dan memudahkan tindakan selanjutnya. Lakukan kompres bimanual apabila perdarahan masih berlanjut, letakkan satu tangan di belakang fundus uteri dan tangan yang satunya dimasukkan lewat jalan lahir dan ditekankan pada fornix anterior. Pemberian uterotonica jenis lain dianjurkan apabila setelah pemberian oxytocin dan kompresi bimanual gagal menghentikan perdarahan, pilihan berikutnya adalah ergotamine. (KOMPRESI BIMANUAL INTERNAL) Sisa plasenta Apabila kontraksi uterus jelek atau kembali lembek setelahkompresi bimanual ataupun massase dihentikan, bersamaan pemberian uterotonica lakukan eksplorasi. Beberapa ahlimenganjurkan eksplorasi secepatnya, akan tetapi hal ini sulitdilakukan tanpa general anestesi kecuali pasien jatuh dalamsyok. Jangan hentikan pemberian uterotonica selama dilakukaneksplorasi. Setelah eksplorasi lakukan massase dan kompresibimanual ulang tanpa menghentikan pemberian uterotonica. Pemberian antibiotic spectrum luas setelah tindakan ekslorasi dan manual removal. Apabila perdarahan masih berlanjut dan kontraksi uterus tidak baik bisa dipertimbangkan untuk dilakukan laparatomi. Pemasangan tamponade uterrovaginal juga cukup berguna untuk menghentikan perdarahan selama persiapan operasi. (KOMPRESI AORTA) Trauma jalan lahir Perlukaan jalan lahir sebagai penyebab pedarahan apabila uterus sudah berkontraksi dengan baik tapi perdarahan terus berlanjut. Lakukan eksplorasi jalan lahir untuk mencari perlukaan jalan lahir dengan penerangan yang cukup. Lakukan reparasi penjahitan setelah diketahui sumber perdarahan, pastikan penjahitan dimulai diatas puncak luka dan berakhir dibawah dasar luka. Lakukan evaluasi perdarahan setelah penjahitan selesai. Hematom jalan lahir bagian bawah biasanya terjadi apabila terjadi laserasi pembuluh darah dibawah mukosa, penatalaksanaannya bisa dilakukan incise dan drainase. Apabila hematom sangat besar curigai sumber hematom karena pecahnya arteri, cari dan lakukan ligasi untuk menghentikan perdarahan.

19

Gangguan pembekuan darah Jika manual eksplorasi telah menyingkirkan adanya ruptur uteri, sisa plasenta dan perlukaan jalan lahir disertai kontraksi uterus yang baik maka kecurigaan penyebab perdarahan adalah gangguan pembekuan darah. Lanjutkan dengan pemberian produk darah pengganti ( trombosit, fibrinogen). Terapi pembedahan Laparatomi Pemilihan jenis irisan vertical ataupun horizontal (Pfannenstiel) adalah tergantung operator. Begitu masuk bersihkan darah bebas untuk memudahkan mengeksplorasi uterus dan jaringan sekitarnya untuk mencari tempat rupture uteri ataupun hematom. Reparasi tergantung tebal tipisnya rupture. Pastikan reparasi benar-benar menghentikan perdarahan dan tidak ada perdarahan dalam karena hanya akan menyebabkan perdarahan keluar lewat vagina. Pemasangan drainase apabila perlu. Apabila setelah pembedahan ditemukan uterus intact dan tidak ada perlukaan ataupun rupture lakukan kompresi bimanual disertai pemberian uterotonica. Ligasi arteri

1. Ligasi uteri uterine Prosedur sederhana dan efektif menghentikan perdarahan yang berasal dari uterus karena uteri ini mensuplai 90% darah yang mengalir ke uterus. Tidak ada gangguan aliran menstruasi dan kesuburan. 2. Ligasi arteri ovarii Mudah dilakukan tapi kurang sebanding dengan hasil yang diberikan. 3. Ligasi arteri iliaca interna Efektif mengurangi perdarahan yang bersumber dari semua traktus genetalia dengan mengurangi tekanan darah dan sirkulasi darah sekitar pelvis. Apabila tidak berhasil menghentikan perdarahan, pilihan berikutnya adalah

histerektomi.

20

Histerektomi Merupakan tindakan kuratif dalam menghentikan perdarahan yang berasal dari uterus. Total histerektomi dianggap lebih baik dalam kasus ini walaupun subtotal histerektomi lebih mudah dilakukan, hal ini disebabkan subtotal histerektomi tidak begitu efektif menghentikan perdarahan apabila berasal dari segmen bawah rahim, servix, fornix vagina.

Referensi pemberian uterotonica :

1. Pitocin a. Onset in 3 to 5 minutes b. Intramuscular : 10-20 units c. Intravenous : 40 units/liter at 250 cc/hour 2. Ergotamine ( Methergine ) a. Dosing : 0.2 mg IM or PO every 6-8 hour

21

b. Onset in 2 to 5 minutes c. Kontraindikasi a. Hypertensi b. Pregnancy Induced hypertntion c. Hypersensitivity 3. Prostaglandin ( Hemabate ) a. Dosing : 0.25 mg Intramuscular or intra myometrium b. Onset < 5 minutes c. Administer every 15 minutes to maximum of 2 mg 4. Misoprostol 600 mcg PO or PR Penyulit Syok ireversibel DIC Amenorea sekunder

Tambahan : Tampon Kasa/ Haas Merupakan penatalaksanaan standar hingga tahun 1950-an. Kasa panjang steril 16 meter dipasang dengan menggunakan klem ovarium dari fundus lapis demi lapis dari kiri ke kanan hingga porsio. Tidak dipakai lagi karena RISIKO INFEKSI! Kateter urologi Rsch -Teknik Masukkan kateter Rsch 24 ke kavum uteri Kembangkan dengan NaCl 0.9 % 400-500cc dengan spuit 50 cc Pertahankan sampai 24 jam Antibiotik dan drips oksitosin

Gambar.1. Kateter Urologi Rsch

22

Tampon Balon SOS Bakri Kapasitas maksimum 800 cc (Anjuran : 250 hingga 500cc) Menggunakan kateter silicon no. 24

Gambar.2. Tampon balon SOS Bakri Balon Kondom -Teknik Antibiotik dan drips oksitosin! Kateter Foley 16 dimasukkan ke dalam kondom dan diikat dengan benang silk Sambung dengan infus set dan NaCl 0.9%

Gambar.3. Balon Kondom Jepit porsio anterior dan posterior dengan klem ovarium, masukkan kondom hingga kavum uteri Masukkan NaCl 0.9% hingga 250-500 cc atau hingga perdarahan tampak berkurang Bila perlu tampon di vagina Keluarkan setelah 24-48 jam Tindakan yang diharapkan dalam waktu singkat, perlu dilakukan:

23

a. Kompresi bimanual pada uterus Caranya: Tangan kiri penolong dimasukkan kedalam vagina dan sambil membuat kepalan letakkan pada forniks anterior vagina. Tangan kanan diletakkan pada perut penderita dengan memegang fundus uteri dengan telapak tangan dan dengan ibu jari didepan serta jari-jari lain dibelakang uterus. Sekarang corpus uteri terpegang antara dua tangan; tangan kanan melakukan massage pada uterus dan sekalian menekannya terhadap tangan kiri. Kelemahannya: Kompresi bimanual melelahkan penolong sehingga jika tidak lekas mberi hasil, perlu diganti dengan perasat lain. b. Perasat Dickinson Perasat Dickinson mudah dilakukan pada seorang multipara dengan dinding perut yang sudah lembek. Caranya: Tangan kanan diletakkan melintang pada bagian-bagian uterus, dengan jari kelingking sedikit diatas symphisis pubis melingkari bagian tersebut sebanyak mungkin, dan mengangkatnya ke atas. Tangan kiri memegang corpus uteri dan sambil melakukan massage,menekannya kebagian bawah kearah tangan kanan dan ke belakang kearah peritonium. Akhirnya masih dapat dilakukan tamponade uterovaginal. Kelemahannya: Tindakan ini sekarang oleh banyak dokter tidak dilakukan lagi karena umumnya tanpa usaha-usaha tersebut diatas perdarahan yang disebabkan oleh atonia uteri sudah dapat diatasi. Lagipula dikhawatirkan bahwa tamponade yang dilakukan dengan teknik yang tidak sempurna tidak menghindarkan perdarahan dalam uterus belakang tampon. c. Teknik lain

24

Dengan seorang pembantu memegang dan menahan fundus uteri, tangan kiri penolong diletakkan di vagina dengan ujung-ujung jari untuk sebagian masuk ke serviks uteri. Tangan kanan dengan petunjuk tangan kiri memasukkan tampon kasa panjang kedalam uterus sampai cavum uteri terisi penuh. Untuk menjamin bahwa tampon benar-benar mengisi cavum uteri dengan padat, kadang-kadang usaha memasukkan tampon dihentikan sebentar untuk memberi kesempatan kepada tangan dalam uterus untuk menekan tampon pada dinding cavum uteri. Dengan mengisi cavum uteri secara padat, dapat dihindarkan terjadinya perdarahan di belakang tampon. Tekanan tampon pada dinding uterus menghalangi pengeluaran darah dari sinus-sinus yang terbuka selain itu tekanan tersebut menimbulkan rangsangan pada myometrium untuk berkontraksi. Sesudah uterus diisi, tampon dimasukkan juga ke dalam vagina. Tampon diangkat 24 jam kemudian. Pada perdarahan diatas masih ada kemungkinan dilakukannya laparotomi yaitu melakukan ikatan arteria hipogastrika kanan dan kiri atau histrektomi. terapi terbaik terhadap perdarahan yang disebabkan oleh

Sedangkan

hipofibrinogenemia ialah

transfusi darah segar, ditambah dengan pemberian

fibrinogen jika ada persediaan. Jadi tergantung pada banyaknya perdarahan dan derajat atonia uteri dibagi dalam tiga tahap: Tahap I: Perdarahan yang tidak begitu banyak dapat diatasi dengan cara pemberian uterotonika, mengurut rahim (massage), dan memasang gurita. Tahap II: Bila perdarahan belum berhenti dan bertambah banyak, selanjutnya diberikan infus dan transfusi darah dan dapat dilakukan: a. Perasat Zangemeister b. Perasat Fritch c. Kompresi bimanual d. Kompresi aorta e. Tamponade utero-vaginal f. Jepitan arteri uterina dengan cara Henkel Tamponade utero-vaginal walaupun secara fisiologis tidak tepat, hasilnya

25

masih memuaskan, terutama di daerah pedesaan di mana fasilitas lainnya sangat minim atau tidak ada. Tahap III: Bila semua upaya diatas tidak menolong juga, maka usaha terakhir adalah menghilangkan sumber perdarahan, dapat ditempuh dua cara, yaitu dengan meligasi arteri hipogastrika atau histerektomi. TINDAKAN UNTUK MENGHENTIKAN PERDARAHAN 1. Kompresi bimanual dan masase uterus 2. Kuretase 3. Tampon uterus 4. Uterotonik 5. Tranfusi 6. Tindakan operatif ( di rumah sakit rujukan )

Ligasi arteri uterina Ligasi arteri iliaca interna Embolisasi pelvik Jahitan dengan metode B-lynch Histerektomi

Gambar 1. Lokasi ligasi arteri hipogastrik

Gambar 2. Suture B Lynch

26

Skema.1. Tahap-tahap Penatalaksanaan


Masase fundus uteri Segera sesudah plasenta lahir (maksimal 15 detik) Ya Uterus kontraksi ?
Tidak Evaluasi / bersihkan bekuan darah / selaput ketuban Kompresi Bimanual Interna (KBI) maks. 5 menit Uterus kontraksi ? Evaluasi rutin

Ya

Pertahankan KBI selama 1-2 menit Keluarkan tangan secara hati-hati Lakukan pengawasan kala IV

Tidak
Ajarkan keluarga melakukan Kompresi Bimanual Eksterna (KBE) Keluarkan tangan (KBI) secara hati-hati Suntikan Methyl ergometrin 0,2 mg i.m Pasang infus RL + 20 IU Oksitosin, guyur Lakukan lagi KBI

Uterus kontraksi ? Tidak

Ya

Pengawasan kala IV

Rujuk siapkan laparotomi Lanjutkan pemberian infus + 20 IU Oksitosin minimal 500 cc/jam hingga mencapai tempat rujukan Selama perjalanan dapat dilakukan Kompresi Aorta Abdominalis atau Kompresi Bimanual Eksternal Ligasi arteri uterina dan/atau hipogastrika B-Lynch method Perdarahan berhenti Pertahankan uterus

Perdarahan berlanjut
Histerektomi

27

1.9 KOMPLIKASI Perdarahan postpartum yang tidak ditangani dapat mengakibatkan: 1. Syok hemorragic Akibat terjadinya perdarahan, ibu akan mengalami syok dan menurunnya kesadaran akibat banyaknya darah yang keluar. Hal ini menyebabkan gangguan sirkulasi darah ke seluruh tubuh dan dapat menyebabkan hipovolemia berat. Apabila hal ini tidak ditangani dengan cepat dan tepat, maka akan menyebabkan kerusakan atau nekrosis tubulus renal dan selanjutnya merusak bagian korteks renal yang dipenuhi 90% darah di ginjal. Bila hal ini terus terjadi maka akan menyebabkan ibu tidak terselamatkan 2. Anemia Anemia terjadi akibat banyaknya darah yang keluar dan menyebabkan perubahan hemostasis dalam darah, juga termasuk hematokrit darah. Anemia dapat berlanjut menjadi masalah apabila tidak ditangani, yaitu pusing dan tidak bergairah dan juga akan berdampak juga pada asupan ASI bayi. 3. Sindrom Sheehan Hal ini terjadi karena, akibat jangka panjang dari perdarahan postpartum sampai syok. Sindrom ini disebabkan karena hipovolemia yang dapat menyebabkan nekrosis kelenjar hipofisis. Nekrosis kelenjar hipofisis dapat mempengaruhi sistem endokrin.

1.10

PROGNOSIS

Angka kematian ibu mencapai 7,9 % (Mochtar R.) dan menurut Wygniosastro angka kematian ibu mencapai 1,8-4,5% dari kasus yang ada.

1.11

PENCEGAHAN

Perawatan masa kehamilan Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus yang disangka akan terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin tetapi sudah dimulai sejak ibu hamil dengan melakukan antenatal care yang baik. Menangani anemia dalam kehamilan adalah penting, ibu-ibu yang

28

mempunyai predisposisi atau riwayat perdarahan postpartum sangat dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit. Persiapan persalinan Di rumah sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar Hb, golongan darah, dan bila memungkinkan sediakan donor darah dandititipkan di bank darah. Pemasangan cateter intravena dengan lobangyang besar untuk persiapan apabila diperlukan transfusi. Untuk pasiendengan anemia berat sebaiknya langsung dilakukan transfusi.Sangat dianjurkan pada pasien dengan resiko perdarahan postpartumuntuk menabung darahnya sendiri dan digunakan saat persalinan. Persalinan Setelah bayi lahir, lakukan massae uterus dengan arah gerakan circularatau maju mundur sampai uterus menjadi keras dan berkontraksidengan baik. Massae yang berlebihan atau terlalu keras terhadaputerus sebelum, selama ataupun sesudah lahirnya plasenta bisamengganggu kontraksi normal myometrium dan bahkan mempercepatkontraksi akan menyebabkan kehilangan darah yang berlebihan danmemicu terjadinya perdarahan postpartum. Kala tiga dan Kala empat Uterotonica dapat diberikan segera sesudah bahu depandilahirkan. Study memperlihatkan penurunan insiden perdarahanpostpartum pada pasien yang mendapat oxytocin setelah bahudepan dilahirkan, tidak didapatkan peningkatan insidenterjadinya retensio plasenta. Hanya saja lebih baik berhati-hatipada pasien dengan kecurigaan hamil kembar apabila tidak adaUSG untuk memastikan. Pemberian oxytocin selama kala tigaterbukti mengurangi volume darah yang hilang dan kejadianperdarahan postpartum sebesar 40%.

Pada umumnya plasenta akan lepas dengan sendirinya dalam 5 menit setelah bayi lahir. Usaha untuk mempercepat pelepasantidak ada untungnya justru dapat menyebabkan kerugian. Pelepasan plasenta akan terjadi ketika uterus mulai mengecil danmengeras, tampak aliran darah yang keluar mendadak darivagina, uterus terlihat menonjol ke abdomen,

29

dan tali plasentaterlihat bergerak keluar dari vagina. Selanjutnya plasenta dapatdikeluarkan dengan cara menarik tali pusat secara hati-hati. Segera sesudah lahir plasenta diperiksa apakah lengkap atautidak. Untuk manual plasenta ada perbedaan pendapat waktudilakukannya manual plasenta. Apabila sekarang didapatkan perdarahan adalah tidak ada alas an untuk menunggu pelepasanplasenta secara spontan dan manual plasenta harus dilakukantanpa ditunda lagi. Jika tidak didapatkan perdarahan, banyakyang menganjurkan dilakukan manual plasenta 30 menit setelahbayi lahir. Apabila dalam pemeriksaan plasenta kesan tidaklengkap, uterus terus di eksplorasi untuk mencari bagian-bagiankecil dari sisa plasenta.

Lakukan pemeriksaan secara teliti untuk mencari adanyaperlukaan jalan lahir yang dapat menyebabkan perdarahandengan penerangan yang cukup. Luka trauma ataupun episiotomisegera dijahit sesudah didapatkan uterus yang mengeras danberkontraksi dengan baik.

2. HIPOTERMI PADA NEONATUS

2.1 DEFINISI Hipotermia adalah penurunan suhu tubuh di bawah 36 C. Suhu normal bayi, baru lahir berkisar 36,5 C 37,5 C (suhu ketiak). Gejala awal hipotermia apabila suhu < 36 C atau kedua kaki, dan tangan teraba dingin. Bila seluruh tubuh bayi teraba dingin, maka bayi sudah mengalami hipotermi sedang (Suhu 32 C 36 C). Disebut hipotermia berat bila suhu tubuh < 32 C. Hipotermia menyebabkan terjadinya penyempitan pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya metoblis anerobik, meningkatkan kebutuhan oksigen, mengakibatkan hipoksemia dan berlanjut dengan kematian. (Saifudin, 2002)

2.2 KLASIFIKASI

1. Hipotermi spintas

30

penurunan suhu tubuh1-2c sesudah lahir. Suhu tubuh akan menjadi normal kembali setelah bayi berumur 4-8 jam, bila suhu ruang di atur sebaik-baiknya. Hipotermi sepintas ini terdapat pada bayi dengan BBLR, hipoksia, resusitasi lama, ruangan tempat bersalin yang dingin, bila bayi segera di bungkus setelah lahir terlalucepat di mandikan(kurang dari 4 -6 jam sesudah lahir).

2. Hipotermi akut terjadi bila bayi berada di lingkungan yang dingin selama 6-12 jam, terdapat pada bayi dengan BBLR, diruang tempat bersalin yang dingin, incubator yang cukup panas. Terapinya adalah: segeralah masukan bayi segera kedalam inkubataor yang suhunya sudah menurut kebutuhan bayi dan dalam kaadaan telanjang supaya dapat di awasi secara teliti. Gejala bayi lemah,gelisah, pernafasan dan bunyi jantung lambat serta kedu kaki dingin.

3. Hipotermi sekunder Penurunan suhu tubuh yang tidak di sebabkan oleh suhu lingkungan yang dingin, tetapi oleh sebab lain seperti sepsis, syndrome gangguan nafas, penyakit jantung bawaan yang berat,hipoksia dan hipoglikemi, BBLR. Pengobatan dengan mengobati penyebab. Misalnya: pemberian antibiotika,larutan glukosa, oksigen dan sebagainya.

4. Cold injuri hipotermi yang timbul karena terlalu lama dalam ruang dingin (lebih dari 12 jam). Gejala: lemah, tidak mau minum, badan dingin, oligouria , suhu berkisar sekitar 29,5c-35c, tidak banyak bergerak, edema, serta kemerahan pada tangan, kaki dan muka, seolah-olah dalam keadaan sehat, pengerasan jaringan sub kutis. Pengobatan : memanaskan secara perlahan-lahan, antibiotika, pemberian larutan glukosa10% dan kortikostiroid.

2.3 ETIOLOGI Kurang pengetahuan cara kehilangan panas dari tubuh bayi dan pentingnya mengeringkan bayi secepat mungkin.

31

2.4 FAKTOR RESIKO

1) Perawatan yang kurang tepat setelah bayi lahir 2) Bayi dipisahkan dari ibunya segera setelah lahir 3) Berat lahir bayi yang kurang dan kehamilan prematur 4) Tempat melahirkan yang dingin (putus rantai hangat). 5) Bayi asfiksia, hipoksia, resusitasi yang lama, sepsis, sindrom dengan pernafasan, hipoglikemia perdarahan intra kranial.

Faktor Pencetus Faktor pencetus terjadinya hipotermia : a. Faktor lingkungan b. Syok c. Infeksi d. Gangguan endokrin metabolik e. Kurang gizi, energi protein (KKP) f. Obat obatan g. Aneka cuaca

2.5 MANIFESTASI KLINIS Gejala hipotermia bayi baru lahir : a. Bayi tidak mau minum / menyusui b. Bayi tampak lesu atau mengantuk c. Tubuh bayi teraba dingin d. Dalam keadaan berat, denyut jantung bayi, menurun dan kulit tubuh bayi mengeras (sklerema). Tanda tanda hipotermia sedang : a. Aktifitas berkurang, letargis b. Tangisan lemah c. Kulit berwarna tidak rata (cutis malviorata) d. Kemampuan menghisap lemah e. Kaki teraba dingin

32

f. Jika hipotermia berlanjut akan timbul cidera dingin Tanda tanda hipotermia berat : a. Aktifitas berkurang, letargis b. Bibir dan kuku kebiruan c. Pernafasan lambat d. Pernafasan tidak teratur e. Bunyi jantung lambat f. Selanjutnya mungkin timbul hipoglikemia dan asidosis metabolik g. Resiko untuk kematian bayi Tanda tanda stadium lanjut hipotermia : a. Muka, ujung kaki dan tangan berwarna merah terang b. Bagian tubuh lainnya pucat c. Kulit mengeras merah dan timbul edema terutama pada punggung, kaki dan tangan (sklerema)

2.6 PATOFISIOLOGI Hipotermia pada bayi baru lahir timbul karena penurunan suhu tubuh, terjadi melalui: a. Radiasi Contoh : dari objek ke panas bayi : timbangan bayi dingin tanpa alas

b. Evaporasi : karena penguapan cairan yang melekat pada kulit Contoh :air ketuban pada tubuh bayi, baru lahir, tidak cepat dikeringkan.

c. Konduksi : panas tubuh diambil oleh suatu permukaan yang melekat ditubuh Contoh : popok/pakaian bayi yang basah tidak cepat diganti.

d. Konveski : penguapan dari tubuh ke udara Contoh : angin dari tubuh bayi baru lahir

2.7 DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala, hasil pemeriksaan fisik dan hasil pengukuran suhu tubuh.

33

2.8 PENATALAKSANAAN Prinsip dasar mempertahankan suhu tubuh bayi baru lahir dan mencegah hipotermia.

a. Mengeringkan bayi baru lahir segera setelah lahir Bayi lahir dengan tubuh basah oleh air ketuban. Aliran udara melalui jendela / pintu yang terbuka akan mempercepat terjadinya penguapan dan bayi lebih cepat kehilangan panas tubuh. Akibatnya dapat timbul serangan dingin (cols stres) yang merupakan gejala awal hipotermia. Untuk mencegah terjadinya serangan dingin, setiap bayi lahir harus segera dikeringkan dengan handuuk yang kering dan bersih (sebaiknya handuk tersebut dihangatkan terlebih dahulu). Setelah tubuh bayi kering segera dibungkus dengan selimut, diberi topi / tutup kepala, kaus tangan dan kaki. Selanjutnya bayi diletakkan dengan telungkup diatas dada untuk mendapat kehangatan dari dekapan bayi.

b. Menunda memandikan bayi baru lahir sampai suhu tubuh bayi stabil Untuk mencegah terjadinya serangan dingin, ibu / keluarga dan penolong persalinan harus menunda memandikan bayi.

1) Pada bayi baru lahir sehat yaitu lahir cukup bulan, berat > 2.500 gram, langsung menangis kuat, maka memandikan bayi, ditunda selama + 24 jam setelah kelahiran. 2) Pada bayi lahir dengan resiko (tidak termasuk kriteria diatas), keadaan bayi lemah atau bayi dengan berat lahir < 2.000 gram, sebaiknya bayi, jangan dimandikan, ditunda beberapa hari sampai keadaan umum membaik yaitu bila suhu tubuh bayi, stabil, bayi sudah lebih kuat dan dapat menghisap ASI dengan baik.

Penanganan Pada Hipotermia a. Segera hangatkan bayi, apabila terdapat alat yang canggih seperti inkubaator gunakan sesuai ketentuan. Apabila tidak tersedia inkubator cara ilmiah adalah menggunakan metode kanguru cara lainnya adalah dengan penyinaran lampu. a. Hipotermia Sedang

34

1) Keringkan tubuh bayi dengan handuk yang kering, bersih, dapat hangat 2) Segera hangatkan tubuh bayi dengan metode kanguru bila ibu dan bayi berada dalam satu selimut atau kain hangaat yang diserterika terlebih dahulu. Bila selimut atau kain mulai mendingin, segera ganti dengan selimut / kain yang hangat. 3) Ulangi sampai panas tubuh ibu mendingin, segera ganti dengan selimut / kain yang hangat. Mencegah bayi kehilangan panas dengan cara : a) Memberi tutup kepala / topi bayi b) Mengganti kain / popok bayi yang basah dengan yang kering dan hangat

b. Hipotermi Berat

1) Keringkan tubuh bayi dengan handuk yang kering, bersih, dan hangat 2) Segera hangatkan tubuh bayi dengan metode kanguru, bila perlu ibu dan bayi berada dalam satu selimut atau kain hangat 3) Bila selimut atau kain mulai mendingin. Segera ganti dengan selimut atau lainnya hangat ulangi sampai panas tubuh ibu menghangatkan tubuh bayi 4) Mencegah bayi kehilangan panas dengan cara : a) Memberi tutup kepala / topi kepala b) Mengganti kain / pakaian / popok yang basah dengan yang kering atau hangat 5) Biasanya bayi hipotermi menderita hipoglikemia. Karena itu ASI sedini mungkin dapat lebih sering selama bayi menginginkan. Bila terlalu lemah hingga tidak dapat atau tidak kuat menghisap ASI. Beri ASI dengan menggunakan NGT. Bila tidak tersedia alat NGT. Beri infus dextrose 10% sebanyak 60 80 ml/kg/liter 6) Segera rujuk di RS terdekat

Metode Kangguru

35

Bayi yang mengalami hipotermia biasanya mudah sekali meninggal. Tindakan yang harus dilakukan adalah segera kontak langsung kulit ibu dengan kulit bayi (skin to skin contact) atau yang disebut metode kangguru. Suhu ibu merupakan sumber panas yang efisien dan murah. Kontak erat dan interaksi ibu-bayi akan membuat bayi merasa nyaman dan aman, serta meningkatkan perkembangan psikomotor bayi sebagai reaksi rangsangan sensoris dari ibu ke bayi.

Keuntungan yang di dapat dari metode kanguru bagi perawatan bayi : a. Meningkatkan hubungan emosi ibu anak b. Menstabilkan suhu tubuh, denyut jantung, dan pernafasan bayi c. Meningkatkan pertumbuhan dan berat badan bayi dengan lebih baik d. Mengurangi strea pada ibu dan bayi e. Mengurangi lama menangis pada bayi f. Memperbaiki keadaan emosi ibu dan bayi g. Meningkatkan produksi asi h. Menurunkan resiko terinfeksi selama perawatan di rumah sakit i. Mempersingkat masa rawat di rumah sakit

Kriteria bayi untuk metode kanguru : Bayi dengan berat badan 2000 gr Tidak ada kelainan atau penyakit yang menyertai. Refleks dan kordinasi isap dan menelan yang baik . Perkembangan selama di inkubator baik . Kesiapan dan keikut sertaan orang tua, sangat mendukung dalam keberhasilan.

Cara Melakukan Metode Kanguru: Beri bayi pakaian, topi, popok dan kaus kaki yang telah dihangatkan lebih dahulu Letakkan bayi di dada ibu, dengan posisi tegak langsung ke kulit ibu dan pastikan kepala bayi sudah terfiksasi pada dada ibu. Posisikan bayi dengan siku dan tungkai tertekuk, kepala dan dada bayi terletak di dada ibu dengan kepala agak sedikit mendongak.. Dapat pula memakai baju dengan ukuran lebih besar dari badan ibu,dan bayi

diletakkan diantara payudara ibu, baju ditangkupkan, kemudian ibu memakai selendang yang dililitkan di perut ibu agar bayi tidak terjatuh.

36

Bila baju ibu tidak dapat menyokong bayi , dapat digunakan handuk atau kain lebar yang elastik atau kantong yang dibuat sedemikian untuk menjaga tubuh bayi. Ibu dapat beraktivitas dengan bebas, dapat bebas bergerak walau berdiri,duduk, jalan, makan dan mengobrol. Pada waktu tidur, posisi ibu

setengah duduk atau dengan jalan meletakkan beberapa bantal dibelakang punggung ibu. Bila ibu perlu istirahat, dapat digantikan oleh ayah atau orang lain. Dalam pelaksanaannya perlu diperhatikan persiapan ibu, bayi, posisi bayi,pemantauan

bayi, cara pemberian asi, dan kebersihan ibu dan bayi

2.9 KOMPLIKASI Beberapa komplikasi yang dapat timbul akibat hipotermia: hipoglikemia karena kekurangan cadangan glikogen. Asidosis metabolik disebabkan vasokonstriksi perifer dengan metabolisme anaerobik dan asidosis. Hipoksia dengan kebutuhan oksigen yang meningkat, gangguan pembekuan, dan perdarahan pulmonal dapat menyertai hipotermia berat. Schok dengan akibat penurunan tekanan arteri sistemik, penurunan volume plasma, dan penurunan cardiac output. Apnea dan perdarahan intra ventrikuler.

2.10

PENCEGAHAN

Pencegahan hipotermia merupakan asuhan neonatal dasar agar BBL tidak mengalami hipotermia. Disebut hipotermia bila suhu tubuh turun dibawah 36,50C. Suhu normal pada neonatus adalah 36,5 37,50C pada pengukuran suhu melalui ketiak BBL mudah sekali terkena hipotermia, hal ini disebabkan karena : 1) Pusat pengaturan panas pada bayi belum berfungsi dengan sempurna 2) Permukaan tubuh bayi relatif luas 3) Tubuh bayi terlalu kecil untuk memproduksi dan menyimpan panas 4) Bayi belum mampu mengatur posisi tubuh dari pakaiannya agar ia tidak kedinginan. Hal-hal yang perlu dilakukan untuk pencegahan hipotermi adalah mengeringkan bayi segera mungkin, menutup bayi dengan selimut atau topi dan menenmpatkan bayi di atas perut ibu (kontak dari kulit ke kulit). Jika kondisi ibu tidak memungkinkan untuk menaruh bayi di atas dada (karena ibu lemah atau syok) maka hal-hal yang dapat dilakukan :

37

1) Mengeringkan dan membungkus bayi dengan kain yang hangat 2) Meletakkan bayi didekat ibu 3) Memastikan ruang bayi yang terbaring cukup hangat.

3. HIPERBILIRUBIN PADA NEONATUS

3.1 DEFINISI Kondisi munculnya warna kuning di kulit dan selaput mata pada bayi baru lahir karena adanya bilirubin (pigmen empedu) pada kulit dan selaput mata

sebagai akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah Hiperbilirubinemia merupakan suatu keadaan dimana kadar bilirubin serum total yang lebih dari 10 mg% pada minggu pertama yang ditandai dengan ikterus pada kulit, sclera dan organ lain. Keadaan ini mempunyai potensi meningkatkan kern ikterus yaitu keadaan kerusakan pada otak akibat perlengketan kadar bilirubin pada otak. (Ni Luh Gede, 1995). Hiperbilirubin merupakan gejala fisiologis (terdapat pada 25 50% neonatus cukup bulan dan lebih tinggi pada neonatus kurang bulan) (IKA II, 2002). Hiperbilirubin adalah meningginya kadar bilirubin pada jaringan

ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning. (Ngastiyah, 1997) Nilai normal : bilirubin indirek 0,3 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 0,4 mg/dl Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme hem yaitu bilirubin. Secara klinis, ikterus pada neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum lebih 5 mg/dL. Hiperbilirubinemia adalah keadaan kadar bilirubin dalam darah >13 mg/dL. Pada bayi baru lahir, ikterus yang terjadi pada umumnya adalah fisiologis, kecuali: Timbul dalam 24 jam pertama kehidupan. Bilirubin total/indirek untuk bayi cukup bulan > 13 mg/dL atau bayi kurang bulan >10 mg/dL. Peningkatan bilirubin > 5 mg/dL/24 jam. Kadar bilirubin direk > 2 mg/dL.
38

Ikterus menetap pada usia >2 minggu. Terdapat faktor risiko.

3.2 KLASIFIKASI a. bilirubin direk Bilirubin terkonjugasi bereaksi cepat dengan asam sulfanilat yang terdiazotasi membentuk azobilirubin (reaksi van den Bergh), karena itu sering dinamakan bilirubin direk atau bilirubin langsung.

Peningkatan kadar bilirubin direk menunjukkan adanya gangguan pada hati (kerusakan sel hati) atau saluran empedu (batu atau tumor). Bilirubin terkonjugasi tidak dapat keluar dari empedu menuju usus sehingga akan terabsorbsi ke dalam aliran darah.

masuk kembali dan

b. bilirubin indirek Bilirubin tak terkonjugasi (hematobilirubin) yang merupakan bilirubin bebas yang terikat albumin harus lebih dulu dicampur dengan alkohol, kafein atau

pelarut lain sebelum dapat bereaksi, karena itu dinamakan bilirubin indirek atau bilirubin tidak langsung.

Peningkatan kadar bilirubin indirek sering dikaitkan dengan peningkatan destruksi eritrosit (hemolisis), seperti pada penyakit hemolitik oleh autoimun, transfusi, atau eritroblastosis fatalis. Peningkatan destruksi eritrosit tidak diimbangi dengan kecepatan kunjugasi dan ekskresi ke saluran empedu sehingga terjadi peningkatan kadar bilirubin indirek.

c.

Ikterus Fisiologis Timbul pada hari ke dua dan ketiga. Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan dan 12,5 mg% untuk neonatus lebih bulan. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologik

39

d.

Ikterus Patologik Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan. Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% perhari. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik.

3.3 ETIOLOGI

Penyebab ikterus pada neonatus dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : Produksi bilirubin berlebihan dapat terjadi karena kelainan struktur dan enzim sel darah merah, keracunan obat (hemolisis kimia: salisilat, kortikosteroid, klorampinekol), chepalhematoma. Gangguan dalam proses ambilan dan konjugasi hepar: obstruksi empedu, infeksi, masalah metabolik, Joundice ASI, hypohyroidisme. Gangguan transportasi dalam metabolisme bilirubin. Gangguan dalam ekskresi bilirubin. Komplikasi : asfiksia, hipotermi, hipoglikemi, menurunnya ikatan albumin; lahir prematur, asidosis. (Ni Luh Gede Y, 1995)( Suriadi, 2001)

Menurut IKA, 2002 penyebab ikterus terbagi atas : Ikterus pra hepatik : Terjadi akibat produksi bilirubin yang mengikat yang terjadi pada hemolisis sel darah merah. Ikterus pasca hepatik (obstruktif) : Adanya bendungan dalam saluran empedu (kolistasis) yang mengakibatkan peninggian konjugasi bilirubin yang larut dalam air yang terbagi menjadi : o Intrahepatik : bila penyumbatan terjadi antara hati dengan ductus koleductus. o Ekstrahepatik : bila penyumbatan terjadi pada ductus koleductus. Ikterus hepatoseluler (hepatik) : Kerusakan sel hati yang menyebabkan konjugasi blirubin terganggu.

40

Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama dengan penyebab : Inkomtabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain Infeksi intra uterin (oleh virus, toksoplasma, lues dan kadang bakteri) Kadang oleh defisiensi G-6-PO Ikterus yang timbul 24 72 jam setelah lahir dengan penyebab: Biasanya ikteruk fisiologis Masih ada kemungkinan inkompatibitas darah ABO atau Rh atau golongan lain. Hal ini diduga kalau peningkatan kadar bilirubin cepat, misalnya melebihi 5 mg%/24 jam Polisitemia Hemolisis perdarahan tertutup (perdarahan sub oiponeurosis, perdarahan hepar sub kapsuler dan lain-lain) Dehidrasis asidosis Defisiensi enzim eritrosis lainnya Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai minggu pertama dengan penyebab Biasanya karena infeksi (sepsis) Dehidrasi asidosis Defisiensi enzim G-6-PD Pengaruh obat Sindrom Gilber Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya dengan penyebab: Biasanya karena obstruks Hipotiroidime Hipo breast milk jaundice Infeksi Neonatal hepatitis Galaktosemia

3.4 FAKTOR RESIKO 1. Ras: Insiden lebih tinggi di Asia Timur dan Indian Amerika dan lebih rendah di Afrika Amerika.

41

2.

Geografi: Insiden lebih tinggi pada penduduk yang tinggal di ketinggian. Yunani yang hidup di Yunani memiliki insiden yang lebih tinggi daripada mereka yang tinggal di luar Yunani.

3.

Genetika dan keluarga: Insiden lebih tinggi pada bayi dengan saudara kandung yang menderita sakit kuning neonatal signifikan dan terutama pada bayi yang lebih tua saudara dirawat karena penyakit kuning neonatal. Insiden juga lebih tinggi pada bayi dengan mutasi / polimorfisme pada gen yang kode untuk enzim dan protein yang terlibat dalam metabolisme bilirubin, dan pada bayi dengan homozigot atau heterozigot glukosa-6-fosfatase dehidrogenase (G-6-PD) kekurangan dan anemia hemolitik herediter . Kombinasi varian genetik seperti tampaknya memperburuk penyakit kuning neonatal

4.

Gizi: Insiden lebih tinggi pada bayi yang mendapat ASI atau yang menerima nutrisi yang tidak memadai. Mekanisme untuk fenomena ini mungkin tidak sepenuhnya dipahami. Namun, ketika volume makan yang tidak memadai yang terlibat, peningkatan sirkulasi enterohepatik bilirubin mungkin memberikan kontribusi untuk penyakit kuning yang berkepanjangan. Data terbaru menunjukkan bahwa payudara sakit kuning susu berkorelasi dengan kadar faktor pertumbuhan epidermal, baik dalam ASI dan dalam serum bayi. Menunjukkan bahwa perbedaan antara ASI dan susu formula bayi mungkin kurang jelas dengan beberapa rumus yang modern . Namun, formula yang mengandung hidrolisat protein telah terbukti meningkatkan ekskresi bilirubin.

5.

Faktor ibu: Bayi dari ibu dengan diabetes memiliki insiden yang lebih tinggi. Penggunaan beberapa obat dapat meningkatkan kejadian, sedangkan yang lain menurunkan kejadian.

6.

Usia kehamilan dan berat lahir: Insiden lebih tinggi pada bayi prematur dan pada bayi dengan berat lahir rendah.

7.

Infeksi Kongenital TORCH ( toxoplasmosis, other viruses, r ubella, cytomegalo virus, herpes ( simplex viruses)

3.5 MANIFESTASI KLINIS (gangguan nafas, apnea, instabilitas suhu, dll)

3.6 DIAGNOSIS

42

a. Anamnesis : riwayat ikterus pada anak sebelumnya, riwayat keluarga anemi dan pembesaran hati dan limpa, riwayat penggunaan obat selama ibu hamil, riwayat infeksi maternal, riwayat trauma persalinan, asfiksia. b. Pemeriksaan fisik : Umum : keadaan umum (gangguan nafas, apnea, instabilitas suhu, dll) Khusus : Dengan cara menekan kulit ringan dengan memakai jari tangan dan dilakukan pada pencahayaan yang memadai. Berdasarkan Kramer dibagi : Derajat ikterus I Perkiraan kadar bilirubin 5,0 mg% atas (di atas

Daerah ikterus

Kepala dan leher Sampai badan

II

umbilikus) Sampai badan bawah (di bawah

9,0 mg%

III

umbilikus) hingga tungkai atas (di atas lutut) Sampai lengan, tungkai bawah lutut Sampai telapak tangan dan kaki

11,4 mg/dl

IV

12,4 mg/dl

16,0 mg/dl

c. Pemeriksaan laboratorium: kadar bilirubin, golongan darah (ABO dan Rhesus) ibu dan anak, darah rutin, hapusan darah, Coomb tes, kadar enzim G6PD (pada riwayat keluarga dengan defisiensi enzim G6PD). d. Pemeriksaan radiologis : USG abdomen (pada ikterus berkepanjangan)

Penegakan diagnosis a) Visual Metode visual memiliki angka kesalahan yang tinggi, namun masih dapat digunakan apabila tidak ada alat. Pemeriksaan ini sulit diterapkan pada neonatus kulit

43

berwarna, karena besarnya bias penilaian. Secara evidence pemeriksaan metode visual tidak direkomendasikan, namun apabila terdapat keterbatasan alat masih boleh digunakan untuk tujuan skrining dan bayi dengan skrining positif segera dirujuk untuk diagnostik dan tata laksana lebih lanjut. WHO dalam panduannya menerangkan cara menentukan ikterus secara visual, sebagai berikut: 1. Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari dengan cahaya matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila dilihat dengan pencahayaan buatan dan bisa tidak terlihat pada pencahayaan yang kurang. 2. Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna di bawah kulit dan jaringan subkutan. 3. Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh yang tampak kuning. (tabel 2)

b) Bilirubin Serum Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis ikterus neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih lanjut. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan pemeriksaan serum bilirubin adalah tindakan ini merupakan tindakan invasif yang dianggap dapat meningkatkan morbiditas neonatus. Umumnya yang diperiksa adalah bilirubin total. Sampel serum harus dilindungi dari cahaya (dengan aluminium foil) Beberapa senter menyarankan pemeriksaan bilirubin direk, bila kadar bilirubin total > 20 mg/dL atau usia bayi > 2 minggu. c) Bilirubinometer Transkutan Bilirubinometer adalah instrumen spektrofotometrik yang bekerja dengan prinsip memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya dengan panjang gelombang 450 nm. Cahaya yang dipantulkan merupakan representasi warna kulit neonatus yang sedang diperiksa. Pemeriksaan bilirubin transkutan (TcB) dahulu menggunakan alat yang amat dipengaruhi pigmen kulit. Saat ini, alat yang dipakai menggunakan

44

multiwavelength

spectral

reflectance

yang

tidak

terpengaruh

pigmen.

Pemeriksaan bilirubin transkutan dilakukan untuk tujuan skrining, bukan untuk diagnosis. Briscoe dkk. (2002) melakukan sebuah studi observasional prospektif untuk mengetahui akurasi pemeriksaan bilirubin transkutan (JM 102) dibandingkan dengan pemeriksaan bilirubin serum (metode standar diazo). Penelitian ini dilakukan di Inggris, melibatkan 303 bayi baru lahir dengan usia gestasi >34 minggu. Pada penelitian ini hiperbilirubinemia dibatasi pada konsentrasi bilirubin serum >14.4 mg/dL (249 umol/l). Dari penelitian ini didapatkan bahwa pemeriksaan TcB dan Total Serum Bilirubin (TSB) memiliki korelasi yang bermakna (n=303, r=0.76, p<0.0001), namun interval prediksi cukup besar, sehingga TcB tidak dapat digunakan untuk mengukur TSB. Namun disebutkan pula bahwa hasil pemeriksaan TcB dapat digunakan untuk menentukan perlu tidaknya dilakukan pemeriksaan TSB.Umumnya pemeriksaan TcB dilakukan sebelum bayi pulang untuk tujuan skrining. Hasil analisis biaya yang dilakukan oleh Suresh dkk. (2004) menyatakan bahwa pemeriksaan bilirubin serum ataupun transkutan secara rutin sebagai tindakan skrining sebelum bayi dipulangkan tidak efektif dari segi biaya dalam mencegah terjadinya ensefalopati hiperbilirubin. d) Pemeriksaan bilirubin bebas dan CO Bilirubin bebas secara difusi dapat melewati sawar darah otak. Hal ini menerangkan mengapa ensefalopati bilirubin dapat terjadi pada konsentrasi bilirubin serum yang rendah. Beberapa metode digunakan untuk mencoba mengukur kadar bilirubin bebas. Salah satunya dengan metode oksidase-peroksidase. Prinsip cara ini berdasarkan kecepatan reaksi oksidasi peroksidasi terhadap bilirubin. Bilirubin menjadi substansi tidak berwarna. Dengan pendekatan bilirubin bebas, tata laksana ikterus neonatorum akan lebih terarah. Seperti telah diketahui bahwa pada pemecahan heme dihasilkan bilirubin dan gas CO dalam jumlah yang ekuivalen. Berdasarkan hal ini, maka pengukuran konsentrasi CO yang dikeluarkan melalui pernapasan dapat digunakan sebagai indeks produksi bilirubin.
45

Usia

Kuning terlihat pada

Tingkat keparahan ikterus

Tabel 3. Perkiraan Klinis Tingkat Keparahan

Hari 1 Bagian tubuh manapun Berat Hari 2 Tengan dan tungkai * Hari 3 Tangan dan kaki

Ikterus * Bila kuning terlihat pada bagian pada tubuh hari

manapun

pertama dan terlihat pada lengan, tungkai, tangan dan kaki pada hari kedua, maka digolongkan sebagai ikterus sangat berat dan memerlukan terapi sinar secepatnya. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan kadar bilirubin serum untuk memulai terapi sinar. 3.7 PENATALAKSANAAN Penanganan medis Metode terapi hiperbilirubinemia meliputi : fototerapi, transfuse pangganti,

infuse albumin dan therapi obat.

a. Fototerapi Fototerapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan transfuse pengganti untuk menurunkan bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a bound of fluorescent light bulbs or bulbs in the bluelight spectrum) akan menurunkan bilirubin dalam kulit. Fototerapi menurunkan kadar bilirubin dengan cara memfasilitasi ekskresi bilirubin ta k terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorpsi jaringan merubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah fotobilirubin berikatan dengan albumin dan di kirim ke hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke empedu dan di ekskresikan kedalam duodenum untuk di buang bersa ma feses tanpa proses konjugasi oleh hati. Hasil fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine. Secara umum fototerapi harus diberikan pada kadar bilirubin indire k 4-5 mg/dl. Noenatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus

difototerapi dengan konsentrasi bilirubin 5 mg/dl. Beberapa ilmuwan mengarahkan

46

untuk memberikan fototerapi profilaksasi pada 24 jam pe rtama pada bayi resiko tinggi dan berat badan lahir rendah.

1. Ikterus yang timbul sebelum 24 jam pasca kelahiran adalah patologis. Tindakan fototerapi dan mempersiapkan tindakan tranfusi tukar. 2. Pada usia 25-48 jam pasca kelahiran, fototerapi dianjurkan bila kadar bilirubin serum total > 12 mg/dl (170 bila kadar bilirubin serum total mol/L). Fototerapi harus dilaksanakan mol/L). Bila fototerapi 2 x

15 mg/dl (260

24 jam gagal menurunkan kadar bilirubin serum total < 20 mg/dl (340 mol/L), dianjurkan untuk dilakukan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total 20 mg/dl (> 340 mol/L) dilakukan fototerapi dan

mempersiapkan tindakan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total > 15 mg/dl (> 260 mol/L) pada 25-48 jam pasca kelahiran, mengindikasikan

perlunya pemeriksaan laboratorium ke arah penyakit hemolisis. 3. Pada usia 49-72 jam pasca kelahiran, fototerapi dianjurkan bila kadar bilirubin serum total > 15 mg/dl (260 bila kadar bilirubin serum total mol/L). Fototerapi harus dilaksanakan mol/L). Bila fototerapi 2 x

18 mg/dl (310

24 jam gagal menurunkan kadar bilirubin serum total < 25 mg/dl (430 mol/L), dianjurkan untuk dilakukan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total > 18 mg/dl (> 310 mol/L) fototerapi dilakukan sambil

mempersiapkan tindakan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total > 25 mg/dl (> 430 mol/L) pada 49-72 jam pasca kelahiran, mengindikasikan

perlunya pemeriksaan laboratorium ke arah penyakit hemolisis. 4. Pada usia > 72 jam pasca kelahiran, fototerapi harus dilaksanakan bila kadar bilirubin serum total > 17 mg/dl (290 mol/L). Bila fototerapi 2 x 24 jam mol/L),

gagal menurunkan kadar bilirubin serum total < 20 mg/dl (340

dianjurkan untuk dilakukan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total sudah mencapai > 20 mg/dl (> 340 mol/L) dilakukan fototerapi sambil

mempersiapkan tindakan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total > 25 mg/dl (> 430 mol/L) pada usia > 72 jam pasca kelahiran, masih dianjurkan

untuk pemeriksaan laboratorium ke arah penyakit hemolisis.

b. Transfusi Pengganti Transfusi pengganti digunkan untuk:


47

a) Mengatasi anemia yang tidak susceptible (rentan) terhadap sel b) darah merah terhadap antibody maternal c) Menghilangkan sel eritrosit untuk yang tersensitisasi (kepekaan) d) Menghilangkan serum bilirubin e) Meningkatkan albumin bebas bilirubin dan meningkatkan keterikatan dangan f) bilirubin

c. Terapi Obat Phenobarbital dapat menstimulus hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi bilirubin dan mengekskresikannya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai bebe \rapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan Phenobarbital pada postnatal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi). Coloistrin dapat mengurangi menurunkan siklus

bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga enterohepatika.

Catatan : Pemberian phenobarbital/luminal, hanya diberikan pada kasus-kasus tertentu seperti ikterus yang berkepanjangan dengan pemeriksaan bilirubin urin yang negatif. Bila bilirubin urin positif diperlukan pemeriksaan lebih lanjur seperti USG abdomen untuk mencari sebab lain (atresia bilier).

Tabel 4 : Tatalaksana hiperbilirubinemia pada neonatus cukup bulan yang sehat (American Academy of Pediatrics)

* = Neonatus cukup bulan dengan ikterus pada umur < 24 jam, bukan neonatus sehat dan perlu evaluasi ketat.
48

Tabel 5 : Tatalaksana hiperbilirubinemia pada bayi berat lahir rendah Berat badan Konsentrasi bilirubin indirek (mg/dL) (gram) < 1000 1000 - 1500 5-7 FT Obs. Bil. 1500 - 2000 Obs. Bil. 2000 - 2500 Obs. Obs. Ulang Bil. > 2500 Obs. Bil. FT TT FT TT Ulang FT TT Ulang FT 7-9 10-12 TT TT 12-15 15-20 > 20 >25

Keterangan : Obs : observasi FT : fototerapi TT : transfusi tukar Bil : bilirubin

3.8 KOMPLIKASI Ensefalopati hiperbilirubinemia (bisa terjadi kejang, malas minum, letargi dan dapat berakibat pada gangguan pendengaran, palsi serebralis).

3.9 PROGNOSIS Baik, bila ditangani dengan tepat. Buruk bila timbul kern ikterus. Kern ikterus adalah sindrom neurologik yang disebabkan oleh menumpuknya bilirubin indirek dalam sel otak.

3.10

PENCEGAHAN

Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8-12 kali perhari untuk beberapa hari pertama

49

Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air pada bayi yang mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi. Menghindari obat yang dapat meningkatkan hiperbilirubinemia pada bayi pada masa kehamilan dan kelahiran, misalnya sulfafurazol, novobiotin, oksitosin

Bila memungkinkan, skrining golongan darah ibu dan ayah sebelum lahir. Bila ada riwayat bayi kuning dalam keluarga periksa G6PD Pencegahan infeksi

4. HUKUM BEROBAT PADA LAWAN JENIS MENURUT ISLAM Ketikah Syaikh Shalih Al-Fauzan ditanya mengenai hukum berobat kepada dokter yang berlawan jenis, beliau menjelaskan,Seorang wanita tidak dilarang berobat kepada dokter pria, terlebih lagi ia seorang spesialis yang dikenal dengan kebaikan, akhlak dan keahliannya. Dengan syarat, bila memang tidak ada dokter wanita yang setaraf dengan dokter pria tersebut. Atau karena keadaan si pasien yang mendesak harus cepat ditolong, (karena) bila tidak segera, penyakit (itu) akan cepat menjalar dan membahayakan nyawanya. Dalam masalah ini, perkara yang harus diperhatikan pula, dokter tersebut tidak boleh membuka sembarang bagian tubuh (aurat) pasien wanita itu, kecuali sebatas yang diperlukan dalam pemeriksaan. Dan juga, dokter tersebut adalah muslim yang dikenal dengan ketakwaannya. Pada situasi bagaimanapun, seorang muslimah yang terpaksa harus berobat kepada dokter pria, tidak dibolehkan memulai pemeriksaan terkecuali harus disertai dengan salah satu mahramnya. Allah Taala menyebutkan dalam firman-Nya surat al-Anam ayat 119: (padahal) sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepadamu apa yang diharamkan-Nya atasmu. Kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya.

50

DAFTAR PUSTAKA Prof.Dr.Rustam Mochtar, MPH.2002.Sinopsis Obstretis, edisi 2 jilid 1, Editor Dr. Delfi Lutan, SpOG Depkes RI .1994. Pedoman Penanganan Kegawatdaruratan Obstektrik dan Neonatal, Jakarta : Departemen Kesehatan RI, Depkes RI .Asuhan Kesehatan Anak Dalam Konteks Keluarga. Jakarta : Departemen Kesehatan RI Saifuddin, Abdul Bari, 2002, Pelayanan Kesehatan Maternal & Neonatal. Jakarta : INPKKR-POGI & YBS SP, Wiknjosastro Gulardi H., dkk.2007.Asuhan Persalinan Normal.Jakarta: JNPK-KR Handoko, I.S.2003. Hiperbilirubinemia. Jakarta: Klinikku. Kosim,M,sholeh.2009.Buku Ajar Neonatalogi, Jakarta : IDAI Saifuddin, Abdul bari , dkk.2006. Buku Panduan Praktis Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Usman Ali, dkk. 2002. Diktat Kuliah Perinatologi. Bandung : FKUP RSHS Bandung Editor Prof.dr. Hanifa Wiknjosastro, SpOg.1999.Ilmu Kebidanan edisi Ketiga cetakan Kelima. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo F.Gary Cunningham (Editor), Norman F.GrantMD,Kenneth J,.,Md Leveno, Larry C.,Iii,Md Gilstrap,John C.,Md Hauth,Katherine D.,Clark,Katherine

D.Wenstrom.2001.Williams Obstretics 21 st Ed: by McGraw-Hill Profesional Gabbe.2002.Obstretics Normal and Problem Pregnancies,4th ed.,Copyright .Churchil Livingstone, Inc. Editor Arif Mansjoer ,Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri , Wahyu Ika Wardani , Wiwiek Setiowulan.2000.Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke tiga Jilid Pertama.Jakarta:Media Aesculapius Sudoyo, Aru W,dkk.2009.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid III.Jakarta:Interna Publishing

51

Anda mungkin juga menyukai