Anda di halaman 1dari 1

TERCENGANG TUKANG BAKSO

Sebuah analogi antara kehidupan pagi,siang dan malam, resapan jiwa dan keindahan mata, cinta serta kesadaran hati. Sebelum cahaya muncul dari timur saat dimana para atasan rakyat sedang bermimpi, bapak penjual bakso sudah membentuk tangan menjadi bulatan bulatan tepung dan daging, seni membuat pentol, makanan khas Negara Indonesia. Sementara kehidupan pagi sudah mencuat, wakil rakyat berangkat menuju kumpulannya, bapak/ibu terhormat punya banyak pilihan, terlambat atau tepat waktu, acuh atau rela berkorban, memanfaatkan atau mengabdi, menikam atau tertikam, mencaci atau dicaci, menjadi bersih apa menjadi kotor. Bila pembandingnya adalah bapak tukang bakso, hanya ada satu pilihan pentol bisa menjadi alat penghidupan diri mereka tanpa pengharapan muluk lainnya. Dalam profil selalu ada pujian dan makian, kejujuran atau kecurangan. Seorang yang pintar, cerdas dengan alas unversitas terkemuka kadang kadang menginginkan pujian, mari kita puji keilmuan mereka yang tidak terkira. Seorang pendorong gerobak dengan alas pengalaman mari kita puji sebuah ketekunan dan pentolnya yang mendunia. Mengenai nilai nilai internal. Pebakso lebih juara. Mulai dari pebakso kelas restoran mewah sampai pebakso rombong kecil sama, mengabdi pada masyarakat dengan makanan, kejujuran, cinta dan kerja keras, securing curangnya tukang bakso tidak mungkin member racun tikus pada para pelanggannya,tidak mungkin. Lain halnya dengan para atasan rakyat. Mereka punya sejarah pendidikan yang luar biasa, sangat panjang, tak terkalahkan, sejarah jadi mahasiswa yang harusnya punya nilai maha maha yang lainya. Sebagian sangat cinta pada dirinya sendiri, Tentang pencitraan, kebijaksanaan dan eksistensi diri, luar biasa. Pengidolaan terhadap diri sendiri dan uang. Untuk masalah tingkatan, semakin tinggi tingkatan wakil rakyat maka akan semakin luar biasa prestasinya, luar biasa rumahnya, luar biasa mobilnya, dan luar biasa luar biasa yang tidak biasa. Mereka yang punya ketegaan berlebih pasti enggan peduli atasan mereka/rakyat sedang di jalan jalan mencari sampah yang menurut mereka masih layak dimakan. Soal birokrasi pebakso sangat sederhana, bakso dua mangkok harganya enam ribu, minumnya dua botol harganya empat ribu, bandingkan dengan birokrasi wakil rakyat, mereka hebat, saking hebatnya mereka sregep sekali rapat, diskusi, ataupun debat. Sebagian proposal diajukan dengan dana sekian sekian sekian, namun selalu ada dana sekian yang sebenarnya bukan sekian. Kebanggaan saya pada wakil rakyat hanya pada jabatan perukun warga dan perukun tetangga di desa desa. Guyonan saya ini karena saya tertekan tapi tertawa, ditekan secara tidak langsung dan tertawa perihal kelucuan kelucuan yang wakil rakyat buat. Semoga saya dan kita tidak seperti pendahulu pendahulu penguasa kita yang tidak berkeindahan. Semoga tuhan mengingatkan kita bagaimana seharusnya kita, sehingga entah jadi apa kita nanti, semoga kita tetap bernilai keindahan seperti pebakso.

Anda mungkin juga menyukai