Anda di halaman 1dari 6

HIV/AIDS BUKAN SEKEDAR MASALAH BEBAN GANDA KESEHATAN NASIONAL

Oleh: Wahyu Dian Puspita

HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang dulu disebut sebagai HTLV-III (Human T cell Lymphotropic Virus III) atau LAV (Lymphadenophaty Virus) adalah virus sitopatik dari famili retrovirus (Price,1992). Retrovirus adalah virus yang memasukkan materi genetiknya ke dalam sel tuan rumah ketika melakukan infeksi dengan cara yang berbeda (retro), yaitu dari RNA menjadi DNA, yang kemudian menyatu dalam DNA sel tuan rumah, membentuk pro-virus dan kemudian melakukan replikasi (Riono, 1999). Pro-virus menurut kamus Dorland merupakan genom virus yang terintegrasi ke dalam kromosom sel hospes (dalam hal ini adalah sel manusia) dan dengan demikian mengadakan replikasi ke dalam semua sel anaknya. Inilah mengapa ada pendapat yang menyebutkan bahwa satu kali seseorang terinfeksi HIV, maka seumur hidup ia akan tetap terinfeksi (Zubairi Djoerban, 1995). Virus HIV kemudian akan menyerang sistem imun manusia dengan cara memanfaatkan mekanisme sel limfosit sasarannya dengan mengeluarkan enzim reverse transkriptase yang berfungsi mengubah informasi genetik. Sel limfosit yang diserang adalah limfosit T helper dengan reseptor CD4 dipermukaannya. Sel limfosit ini berfungsi menghasilkan zat kimia yang berperan sebagai perangsang pertumbuhan dan pembentukan sel-sel lain dalam sistem imun dan pembentukan antibodi sehingga secara kompleks dapat mengganggu fungsi limfosit T, limfosit B, monosit, makrofag, dan sebagainya dan pada akhirnya akan merusak sistem imunitas manusia (Evi Jayanti, FKM UI, 2008). Jika fungsi sistem imunitas seseorang terganggu karena terinfeksi virus HIV, maka tubuh akan sangat mudah terserang berbagai macam penyakit karena ketika antigen suatu penyakit

menyerang tubuh, antibodi tidak mampu memeranginya. Lambat tapi pasti, tubuh akan mulai memperlihatkan gejala-gejala penyakit khas yang kemudian pada stadium akhirnya disebut AIDS. AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sekumpulan gejala penyakit yang mengakibatkan menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV. Dalam bahasa Indonesia AIDS disebut sindrom cacat kekebalan tubuh (Depkes, 1997). Salah satu penyebab utama seseorang tertular virus HIV adalah heteroseksual sebanyak 81,1 % (Kemenkes RI, 2013). Heteroseksual tersebut biasanya merupakan aktivitas seksual yang menyimpang, termasuk juga sering bergantiganti pasangan. Oleh karena itu, sejak awal munculnya virus ini asumsi yang diberikan masyarakat kepada penderita HIV/AIDS (ODHA) adalah orang yang nakal. Sehingga kelompok ODHA biasanya dikucilkan dari pergaulan masyarakat. Padahal pada kenyataannya tidak demikian. Seseorang dengan ODHA bisa saja mendapat virus HIV dari transfusi darah yang mengandung Virus HIV, bisa juga dari pasangan resminya, bisa dari ibu (pada bayi yang disusui), atau secara tidak sengaja terkena jarum bekas ODHA di rumah sakit (pada tenaga kesehatan), dan lain sebagainya. Di jaman sekarang ini, kita semua, mulai dari bayi, anak-anak, remaja hingga orang tua tanpa terkecuali bisa dikatakan calon resiko tinggi ODHA. Bagaimana tidak, bahkan sekarang ketika kita makan di rumah-rumah makan pun kita beresiko tertular HIV/AIDS dari tusuk gigi yang mengandung virus HIV karena sebelumnya pernah digunakan oleh ODHA lalu tidak dibuang, dikembalikan ke tempat semula dengan tujuan agar orang yang terjebak menggunakan tusuk gigi tersebut juga tertular virus HIV seperti dirinya. Mengapa orang tersebut sampai hati mencelakai orang lain ? alasan yang paling masuk akal adalah pengucilan dirinya dari lingkungan masyarakat ini berdampak negatif untuk keadaan psikologinya. Sehingga ia ingin orang lain juga mengetahui bagaimana rasanya menjadi seorang ODHA seperti dirinya yang tidak diterima di

lingkungan masyarakat. Sasarannya pun mulai mengintai usia anak-anak dan utamanya remaja. Para orang tua pun di hantui rasa takut karena virus HIV sekarang bisa menyerang siapa saja. Termasuk anak-anak mereka yang masih dibawah umur dan sebernarnya adalah kelompok resiko rendah pengidap HIV/AIDS, sekarang juga akan naik kelas menjadi golongan resiko tinggi. Penyebab lain yang menyebabkan seseorang terjangkit HIV/AIDS adalah penggunaan narkotika yang bergantian jarum suntik, yang semakin memperkuat asumsi negatif masyarakat tentang ODHA. Tapi jika kita telusuri lagi, latar belakang mereka-mereka ini sebenarnya hampir sama. Dimulai dari munculnya permasalahan-permasalahan hidup yang tidak dibekali dengan iman dan pengetahuan yang cukup sehingga melahirkan solusi-solusi ke arah negatif. Pemerintah sebenarnya telah membuat suatu sistem yang holistik dalam penanganan penyakit HIV/AIDS di indonesia, mulai dari kegiatan promotif dan preventif yang diimbangi dengan upaya pengobatan dan perawatan (kuratif) serta dukungan. Contoh beberapa program pemerintah dalam hal preventif dan promotif diantaranya adalah Program Peningkatan Gaya Hidup Sehat, Program Promosi Perilaku Seksual Aman, Program Promosi dan Distribusi Kondom, Program Pencegahan dan Pengobatan IMS, Program Pengurangan Dampak Buruk Napza Suntik, dan sebagainya. Sedangkan program-progam pemerintah dalam hal yang bersifat kuratif dan rehabilitatif, seperti Program Pengobatan dan Perawatan ODHA, Program Dukungan Sosial Ekonomi ODHA, dan sebagainya. Perencanaan program-program tersebut tentunya sudah diatur dengan sangat baik dan di tuliskan dalam peraturan pemerintah, salah satunya ada dalam KEPMENKES RI NOMOR 1285/MENKES/SK/X/2002. Ini adalah bukti bahwa pemerintah bersungguh sungguh dalam mengupayakan penanggulangan

HIV/AIDS. Namun dalam praktiknya, data pengamatan tentang penderita HIV/AIDS menunjukkan angka yang berkembang setiap tahunnya. Bahkan pernah mengalami kenaikan lebih dari 100% pada tahun 2009 ke tahun 2010.

Menurut Kementrian Kesehatan RI tahun 2013, data penduduk yang terinfeksi HIV pada tahun 2006 terdapat 7.195 positif HIV, tahun 2007 terdapat 6.049 orang, tahun 2008 terdapat 10.362 orang, tahun 2009 terdapat 9.793 orang, tahun 2010 mengalami kenaikan tajam menjadi 21.591 orang, tahun 2011 terdapat 21.031 orang, tahun 2012 menjadi 21.511 orang, dan pada tahun 2013 pendataan sampai dengan bulan maret menunjukkan terdapat 5.369 yang memungkinkan akan berkembang lebih banyak lagi. Hal ini menunjukkan bahwa, penanggulangan masalah HIV/AIDS tidak hanya membutuhkan peraturan holistik yang sangat baik dari pemerintah tetapi juga perlu adanya kesungguhan dalam pelaksanaan peraturan tersebut. Para ahli epidemiologi Indonesia memperkirakan bahwa bila tidak ada peningkatan upaya penanggulangan yang berarti, pada tahun 2015 jumlah kasus HIV/AIDS bisa mencapai 1.000.000 orang dengan kematian 350.000

orang .Diperkirakan pada akhir 2015 akan terjadi penularan HIV secara kumulatif pada lebih dari 38,500 anak yang dilahirkan dari ibu yang HIV positif. (Stranas Penanggulangan HIV-AIDS 2007 -2010). Namun, menurut saya bukan hanya dalam hal kesehatan saja yang harus di sorot, bukan hanya Kementrian kesehatan saja yang harus dilibatkan dalam penanganan kasus HIV/AIDS, bukan hanya terbatas pada tindakan-tindakan preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif. Tetapi cobalah membuka mata, ternyata ada hal penting lain yang perlu diperhatikan, yaitu bagaimana tatanan kehidupan sosial masyarakat indonesia sekarang? Kehidupan sosial yang berimbas kepada hal-hal lain menjadi sebuah lingkaran setan penyebab penyakit sejenis HIV/AIDS yang tidak akan pernah berhasil di atasi jika tidak di berantas dari akar permasalah yang paling dasar. Masalah HIV/AIDS bukan sekedar termasuk dalam beban ganda kesehatan masyarakat di Indonesia, tetapi akar dari masalah ini adalah kondisi sosial budaya masyarakat yang sudah jauh menyimpang dari norma-norma baik yang jelas tertata sedari awal negara ini dibentuk. Kemudian menjadi sebuah lingkaran setan yang menjadi penyebab gagalnya upaya pemberantasan HIV/AIDS. Banyak hal yang menyebabkan sulitnya mencapai titik maksimal dalam pemberantasan

HIV/AIDS, diantaranya kondisi masyarakat saat ini yang sangat rentan di pengaruhi untuk berperilaku yang berpotensi menyebabkan tertularnya HIV, isolasi berlebihan oleh masyarakat kepada ODHA yang seharusnya diberi dukungan mental agar tidak semakin memburuk, tidak sedikit dana yang dibutuhkan dalam pemberantasa HIV/AIDS sehingga butuh sokongan dana dari luar, dan sebagainya. Tetapi yang paling penting adalah bagaimana menimbulkan kesadaran masyarakat dengan pendidikan bahwa betapa berbahayanya HIV/AIDS ini, dan menghentikan segala perilaku buruk yang berpotensi menularkan HIV/AIDS, seperti perilaku seks menyimpang, penggunaan jarum suntik narkoba, tranfusi darah yang tidak steril, dan sebagainya. Yang seperti kita ketahui bersama, pengendalian perilaku-perilaku tersebut tidaklah mudah, bahkan bagi sebagian orang perilaku seks menyimpang banyak dijadikan sebagai pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, karena latar belakang mereka yang kebanyakan berpendidikan rendah dengan kondisi ekonomi yang lemah menjadi alasan yang cukup kuat untuk menghalalkan berperilaku demikian serta menutup mata dan telinga terhadap konsekuensi yang harus ditanggung. Untuk itu, pemberantasan HIV/AIDS tidak harus sekedar dengan membina orangorang yang di mungkinkan dekat dengan sumber penularan dan menghilangkan stigma negatif dan diskriminasi ODHA dari masyarakat, tetapi bagaimana kita semua harus saling bahu-membahu membenahi tatanan kehidupan sosial di Indonesia ini, agar tidak ada lagi yang menjadikan hal-hal negatif sebagai solusi pemecahan masalah terakhir yang tanpa pilihan kedua.

DAFTAR PUSTAKA

Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni. Jakarta : Rineka Cipta. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24631/4/Chapter%20II.pdf lontar.ui.ac.id/file?file=digital/125929-S-5471-Deskripsi%20dan-Literatur.pdf http://www.unicef.org/indonesia/id/HIV-AIDSbooklet_part3.pdf http://www.aidsindonesia.or.id/ck_uploads/files/Laporan%20HIV%20AIDS%20T T%201%202013%20FINAL.pdf

Anda mungkin juga menyukai