Anda di halaman 1dari 16

HANYA SEBUAH KADO TITIPAN TUHAN Karya Fhitri Mila Sary Pagi seperti biasanya, Putri langkahkan kaki

menelusuri lorong lorong koridor sekolah menapaki jejak menuju kelas. Saat itu hanya ada beberapa siswa yang hilir mudik berjalan santai menuju kelas masing masing. Terik matahari yang mulai meninggi. Namun, pagi itu tampak sepi. Langkah Putri yang perlahan berjalan santai agak lambat seakan akan tak berpijak lagi pada sang bumi. Tibalah Putri dikelas hanya seorang diri lalu segera duduk dikursinya yang berada di pojok belakang. Matanya agak terlihat sembab, sipit seperti anak cina. Tanpa kata hanya diam dalam berjuta bahasa. Namun matanya yang berbicara dengan apa yang telah terjadi, matanya sekali lagi menerawang waktu itu, sebelum terjadi sesuatu yang membuatnya jadi seperti ini, seperti kehilangan arah untuk hidup, seakan bila awan mendung yang berada di langit yang memuntahkan air matanya tak lagi menghadirkan cahaya cerahnya mentari, bahkan di saat air mata langit mulai mereda menetespun tak akan bisa ditemui lagi pelangi, serta waktu pun mungkin tak terasa berjalan lagi, dan satu hal yang ingin Putri inginkan hanyalah ingin pergi bersamanya... menyusulnya.... huft hela nafas Putri. Masih jelas memori ingatan seperti apa masa masa indah bersamanya, semua tampak begitu indah, keceriaan yang menghiasi kebersamaan mereka, dan apabila ada duka yang menghampiri tetap akan hadir keceriaan lagi. Putra, satu nama yang telah beberapa tahun belakangan ini mengisi hari hari yang Putri lalui. Tapi seketika ibarat pelangi tertutup kabut awan kelabu tanpa pernah lagi warna warna itu muncul, semenjak bermula satu minggu lalu dimana hari itu telah terjadi sesuatu pada Putra kekasihnya, Putra mengalami sebuah kecelakaan tertabrak bus yang sedang melintasi jalan yang mengakibatkan seketika itu juga menghembuskan nafas terakhir, pergi berada kealam yang berbeda. Putra telah pergi untuk selamanya tanpa pernah ada kesempatan untuk kembali. Tanpa Putri sadari, dua sosok cowok sedari tadi telah memperhatikan Putri, salah satu dari mereka menghampiri Putri sementara yang satunya masih tetap berdiri memantau dari kejauhan. hai ! sapa cowok misterius menghampiri Putri. Tersentak dari lamunan, Putri menatap asal suara dan tanpa di sadari, satu sosok cowok telah berada duduk disampingnya. kamu siapa ? mulai berbicara , Tanya Putri yang agak terkejut akan kehadiran cowok itu. Sambil tersenyum cowok itupun menjawab. aku Ricky, kamu tentu sangat mengenalku Putri. Tersentak dari satu sosok yang berada di sebelahnya itu, Putri berusaha mengingat siapa dia? mengapa bisa mengenal ku ? Tanya Putri pada dirinya. ah entahlah ! Putri pun membuyarkan fikirannya seakan ingatannya buntu untuk mengingat ingat apapun yang ada.

aku mengerti perasaan mu, kehilangan itu satu hal yang menyedihkan. ucapnya lembut Putri merasa heran dengan sosok cowok tersebut. Seakan cowok itu tahu semua tentang Putri. Tapi siapa ? satu tanda Tanya yang muncul di dalam benak Putri. apa yang harus kamu mengerti tentang aku ? diri ku dan keadaan ku ? ucap Putri agak sinis. karena aku sama seperti mu Putri. Aku pun kehilangan ! raut wajah Ricky berubah muram, Ricky menunduk, Ricky pun mulai bercerita lagi. Sontak membuat Putri menjadi merasa bersalah atas ucapan yang baru saja Putri lontarkan. aku juga seperti mu Put, aku juga turut merasakan apa yang Ia rasakan, kehilangan..... ! aku tak bisa mengelak kenyataan. takdir memang terkadang tak seirama dengan apa yang kita inginkan. Aku tak bermaksud meninggalkannya. Andai dia tahu, aku tak sanggup melihat Ia menangis. Ingin aku memeluknya, menenangkannya, menghapus kesedihannya dan satu hal yang aku ingin lakukan. Aku ingin membuat Ia tersenyum. Tapi, hal itu tak bisa tuk aku lakukan untuknya. Sikapnya seperti kamu saat ini Put, Membuat aku tidak tenang meninggalkannya pergi jauh ! ucap Ricky bercerita menerawang lurus kedepan. kenapa kau harus meninggalkannya, jika kau tak ingin melihat kesedihannya ?. Tanya Putri merasa heran. Put, kau tentu akan mengerti dengan sendirinya maksud dari kata yang baru saja aku lontarkan. nada Ricky yang misterius. Tampak dari kejauhan satu sosok cowok yang melihat Putri dan Ricky. Ia ingin rasanya pergi mendekat menghampiri lalu memeluk Putri, ada rasa kesedihan yang memilukan melihat Putri yang seperti itu. Namun dari luar muncul dua cewek masuk kekelas yang sedang tengah berbincang bincang satu sama lain. Melihat Putri yang sedang duduk, mereka pun menghampiri. Putri ! sapa Sesil lalu mendekat menghampiri Putri. Sontak Putri pun tersentak dan memandang mereka. kamu yang sabar ya, gak terasa sudah satu minggu kamu baru masuk ke sekolah. Kami kangen sama kamu, tau...!. ucap Nindi agak centil mencoba menghibur Putri sambil memeluk sahabatnya itu. gak ada yang kan abadi Put ! meski dia telah tiada, percayalah ! dia pasti gak akan inginkan orang yang Ia tinggalkan seperti kamu ini Put, murung gak habis habisnya ! masih ada warna lain dari cinta yaitu kita sahabat kamu. Ucap Sesil secara hati hati berusaha menghibur. iya Sob, mungkin aku hanya belum terbiasa dengan keadaan seperti ini. ucap Putri menenangkan diri. Teringat Putri akan sosok Ricky. Putri menelusuri sudut pandangnya kesegala arah. Tampak bingung raut wajahnya mencari cari satu sosok yang beberapa waktu lalu menemani Putri dan secepat kilat tanpa disadari dengan waktu yang bersamaan datangnya Sesil dan Nindi masuk kekelas menghampiri Putri. Sosok Ricky telah raib, ditelan bumi hilang entah kemana. Meninggalkan tanda Tanya yang menggantung

ada apa Put ? apa yang sedang kamu cari ? Tanya Sesil agak heran. aku mencari Ricky, Sil ! tadi sebelum kalian berada di sini, dia ada. Kalian ada gak nge liat dia pergi ? Tanya Putri. Ricky ? siapa dia ? kita hanya bertiga dikelas ini, gak ada yang lain. jawab Sesil. ye.. kamu ini Put, ngelawak ya ? gak lucu deh,,,,, masih pagi tau ! celoteh Nindi. Putri tak menghiraukan ocehan Nindi, Putri malah merasa bingung, heran dan terus berusaha mencari sosok Ricky yang misterius. Datang secara tiba tiba dan pergi tanpa di duga. Putri melangkahkan kaki keluar teras kelas dari kejauhan Putri melihat Ricky dan satu sosok cowok, mereka menoleh kearah Putri dengan memandang tanpa ekspresi. Tak ada tawa maupun air mata. Tatapan yang tak bisa dijelaskan. Perlahan sosok mereka pergi semakin menjauh menghilang di lorong lorong kelas. hei ! sapa Nindi mengejutkan. oh ya, kenapa ? Putri terkejut. masuk yuk, ada sesuatu yang pengen aku sampein nih... menarik Putri yang di t eras luar menuju kedalam kelas. Put. dengan hati hati kini Nindi berkata. dua hari yang lalu, teman yang di bonceng oleh Putra meninggal setelah koma beberapa hari di rumah sakit akibat kecelakaan itu. apa ? Putri tak mengetahui tentang hal itu, yang Ia tahu hanyalah kekasihnya. Putri shock pada berita meninggalnya kekasihnya. Semenjak saat itu tak ada lagi yang Putri tahu, Putri hanya mengurung dirinya di kamar tanpa mengetahui lagi tentang dunia luar. Baru seminggu setelah kejadiaan itu Putri pun berhenti menyendiri dan hingga tiba saat ini baru Putri melangkahkan kaki kesekolah. temannya itu sama seperti kamu Put, Ia punya kekasih. Dan seperti sama yang kamu rasa. sambung Nindi bercerita lagi. aku gak tau tentang temannya itu Nindi, siapa namanya ? tanya Putri masih dalam berduka seingat aku kiki gitu deh namanya aku juga kurang tahu banyak sih, tapi ets.. tunggu bentar ! Nindi mengeluarkan hanphone dari saku bajunya lalu mengotak atik dan memperlihatkan sebuah foto dan menunjuk salah satu dari mereka yang ada didalam foto itu. ini dia telunjuk tangan Nindi menunjuk satu sosok yang ada didalam foto tersebut. Oo..o,, Putri sontak lagi lagi terkejut, hari yang aneh penuh dengan kejadian yang membingungkan dengan misteri teka teki penuh tanda Tanya. Foto yang di tunjuk oleh Nindi tak lain ialah Ricky yang baru beberapa waktu lalu hadir disini menemui Putri. Sosok yang misterius meninggalkan tanda Tanya di kepala Putri kini sudah terjawab siapa dia. Putri hanya menahan air mata yang seakan memang telah habis terkuras kering tak berair. Terang saja, hal ini yang membuat matanya sembab. Keadaan hening walau secara normal suasana saat itu telah riuh. Tanpa di sadari bel pun telah berbunyi menandakan jam pelajaran pertma akan segera di mulai.

aku juga seperti mu Put, aku juga turut merasakan apa yang Ia rasakan, kehilangan..... ! aku tak bisa mengelak kenyataan. takdir memang terkadang tak seirama dengan apa yang kita inginkan. Aku tak bermaksud meninggalkannya. Andai dia tahu, aku tak sanggup melihat Ia menangis. Ingin aku memeluknya, menenangkannya, menghapus kesedihannya dan satu hal yang aku ingin lakukan. Aku ingin membuat Ia tersenyum. Tapi, hal itu tak bisa tuk aku lakukan untuknya. Sikapnya seperti kamu saat ini Put. Membuat aku tidak tenang meninggalkannya pergi jauh ! Ucapan Ricky yang pagi tadi masih terngiang di telinga Putri. Entah mengapa, seakan kata kata itu menyiratkan punya pesan tersendiri untuk Putri. Putri melihat bintang dari jendela kamarnya menyendiri terus memandangi langit. engkau pasti berada di antara bintang itu, Putra. ucap Putri. Tatapan yang merasakan kesepian. Rasa kehilangan itu sampai detik ini pun masih terasa. Baru saja Putri bersama sama tertawa namun karena waktu, kini Putra pun telah tiada. Malam pun semakin larut. Jam dinding telah menunjukkan pukul dua dini hari. Namun rasa kantuk belum juga menyerang mata Putri. Putri masih menatap langit dengan tatapan hampa terpaku menerawang dimensi lalu saat saat indah bersama Putra sang kekasihnya. Hingga Putri pun mulai lelah, beranjak menutup jendula. Putri pun merebahkan badannya di kasur dan mulai berkelana kealam bawah sadarnya. Saat itu di mimpinya, Putri tengah berada di taman yang indah, tampak sebuah telaga dan ada sebuah kursi kecil di tepi telaga, tampak satu sosok cowok yang tak asing lagi bagi Putri. Putri sangat mengenalnya. Ya, itu adalah Putra kekasihnya. Putri pun berlari menghampiri Putra yang menyambut kedatangan Putri dengan sunyuman. Sayang.... aku merindukan mu, aku kesepian tanpa kehadiran mu. Sapa manja Putri sambil memeluk Putra. sayang, aku juga merindukan mu. Membalas pelukan Putri. sayang, aku tak ingin melihat kau larut dalam kesedihan, maukah kau berjanji satu hal untuk aku ? Tanya Putra. apa itu ? aku ingin kau selalu tersenyum meski tanpa ada aku menem ani mu di samping mu sayang ? berjanjilah pada ku jika kau memang mencintai ku. ucap lembut Putra. aku tak bisa Putra, aku tak bisa !. air mata Putri perlahan mulai menetes. kamu pasti bisa ! mengertilah tentang hidup. Sadari keadaan ! apa yang ada di dalam hidup ini hanyalah sebuah titipan, tanpa kita sadari, Tuhan bisa saja mengambilnya. kata Putra lembut menjelaskan. apa ini memang harus aku lakukan Putra ? iya sayang, tersenyumlah. Aku akan tenang berada diatas sana. Percayalah, aku sela lu mengingatmu. Aku akan merasa sedih jika kau selalu menangis karena kepergian ku. Aku ingin kamu bisa jadi sosok yang tegar meski tanpa aku. Memang aku tak inginkan adanya perpisahan di antara kita. Namun, waktulah yang telah memanggil ku sayang Dengan berat hati Putra, aku akan mencoba ! . ucap Putri sambil berusaha menampakkan senyumannya. aku ingin hati mu rela agar aku bisa tenang sayang. kata Putra. Dari telaga itu, berlabuh sebuah kapal besar entah berasal dari mana. Tampak di atas kapal terlihat Ricky yang melambaikan tangan kearah Putri dan Putra. sayang aku akan pergi, waktu ku telah menjemput ! ingat pesan ku.

aku ingin ikut bersamamu Putra. Jangan tinggalkan aku,.. rengek Putri. jangan sekarang sayang, percaya yakinkan aku di sana akan selalu menunggu mu. Putra kecup kening Putri sebelum beranjak melangkah kan kaki kekapal. sayang, biarkan aku tenang diatas sana tanpa kau usik dengan k esedihan mu karena aku. ucap Putra terakhir kalinya. Kapalpun perlahan menjauh membawa Putra dan Ricky pergi, ada rasa enggan di hati namun Putra tak bisa berbuat apa apa terhadap keadaan. Ada tampak kesedihan diraut wajah putra. Sementara itu Putri dari pinggir telaga terus menerus memanggil manggil Putra jangan tinggalkan aku Putra jangan .! terus saja berteriak hingga Putri pun tersadar terbangun dari mimpinya itu. Tampak sepucuk surat telah tergeletak berada di sampingnya. Surat yang entah dari mana, Putri pun membuka untuk segera membacanya. Putri,,,,, Terus tampakan selalu senyum mu untuk ku Ku tak kan ingin air mata mu menetes memancarkan kesedihan karena diri ku.. Aku memang bukan jodoh mu di dunia ini, yakinkanlah ada sesuatuu yang lebih indah dari aku di depan sana menunggu untuk mu.. Aku mungkin bisa pergi meninggalkan mu Tapi tidak cinta ku. Cinta ini akan tetap ada menanti mu di alam sana.. Forever Putra Beberapa hari kemudian, Putri tak menampakkan raut wajah yang kusut seperti kaset kusut, murung tak menentu. Karena satu janji untuk mengenang cintanya. Tak ingin menampakan kesedihan itu lagi untuk Putra. Biarkan cerita ini mengendap dalam sebuah memori ingatan yang takkan terlupa menjadi sejarah kenangan indah bahwa dalam hidup Putri pernah ada Putra. Senyum ini selalu ku persembahkan untuk mu abdi ku yang terakhir atas cinta kita. Aku ingin kau tenang berada di alam sana.ucap dalam hatinya tulus. Sambil menatap langit dan tersenyum Putri pun berkata lagi Putra, kau kado terindah yang pernah di titipkan Tuhan untuk ku dari kejauhan di atas sana Putra membalas senyuman Putri.

TAMAT

CINTA TERBAGI ANTARA AKU DAN DIA YANG TERNAYATA SAHABATKU SENDIRI Karya Lilly Paut Nama ku Ririn usia ku 16 tahun, aku memiliki seorang sahabat bernama Dea yang sudah ku anggap sebagai saudara ku sendiri karena kebetulan aku juga tidak memiliki saudara. Kita sudah berteman sejak jaman SD dulu. Kemana-mana selalu bersama, apa yang kita lakukan juga selalu berbarengan, namun sayang dalam urusan cinta tidak selalu sama kriteria cowok kamipun berbeda-beda. Dan itulah kami. Ku dengar teriakan dea dari arah belakang untuk menunggunya. Aku pun menoleh kebelakang dan menunggunya yang baru saja keluar dari mobil ayahnya. Setelah itu kami pun segera masuk ke dalam ruangan kelas dan mengikuti pelajaran hingga usai di jam 13.30. Saat pulang seperti biasa aku mengantar dea dengan mobilku. Lalu aku say goodbye dan melaju keluar dari halaman rumah dea. Kami bagaikan anak kembar yang tak bisa terpisahkan. Waktu bergulir begitu cepat tak ku sadari sekarang aku telah berusia 17 tahun dan aku ingin di usia 17 tahun ini aku bisa mendapat seorang kekasih seperti teman-teman ku yang lain. Namun di usia ini juga aku merasakan hal yang berbeda yaitu minggu lalu dea dan keluarganya memutuskan untuk pindah keluar kota karena alasan pekerjaan. Sedih!! Memang sedih karena sahabat yang aku sayangi akan pergi meninggalkan ku dan tak tahu pasti kapan aku bisa bertemu dengannya lagi. Sebelum jalan dea mengatakan padaku bahwa sekarang kita sudah berusia 17 tahun dan aku ingin kita bisa punya cowok yang seperti kita harapkan dan suatu saat nanti kita bisa bertemu dan menggandeng pasangan kita masina-masing. Kalimat itu masih terukir jelas diingatanku. Sekarang semua hal yang aku lakukan terasa begitu hampa tanpa dea disini, namun aku berusaha untuk bangkit kembali. Krriinggg.. krriinggg.. bel tanda pelajaran akan dimulai membangunkanku dari lamunan ku tentang dea. Ku lihat dari jauh wali kelas ku datang dengan ditemani seorang cowok yang tampan dan ku taksir dia adalah murid baru. Dan ternyata taksiranku benar namanya Rian dan dia adalah murid baru pindahan dari luar kota. Informasinya sih katanya dia itu anak yang baik, pintar, kaya dan juga mudah bergaul. Rian duduk berseblahan dengan ku, dia menempati kursi kosong yang dulu ditempati sama dea. Singkat cerita sekarang aku dan rian semakin akrab dan kadang teman-teman yang lain mengira kalau kami berpacaran, sebenarnya sih aku ingin itu menjadi kenyataan namun rian itu terlalu populer di sekolah sehingga ku pikir pasti dia udah punya pacar yang jelas lebih baik dan lebih cantik dariku. Semakin hari hubungan ku dan rian semakin dekat kalau boleh dibilang kami layaknya sudah seperti sepasang kekasih. Andaikan sebuah kata cinta terlontar dari mulut rian, tanpa berlama-lama aku pasti langsung menerima cintanya, jangankan kata cinta tandatanda menyatakan cinta saja tak pernah terlihat dari gerak gerik rian mungkin dia hanya menganggap ku seorang teman dan tak lebih dari itu. Setiap hari rian Selalu mengantar ku pulang, (kebetulan sekarang ayah ku tak mengijinkan aku membawa kendaraan sendiri karena dulu aku hampir saja kecelakaan) mengajak ku jalan-jalan kadang juga dia mengajakku kerumahnya dan mengenalkanku pada

orang tuanya. kadang aku bertanya pada hatiku sendiri rian kamu sayang yah sama aku, sampai-sampai kamu ngenalin aku ke orang tua kamu? pertanyaan bodoh. Namun pertanyaan itu akhirnya terkabul juga. Kemarin sore saat rian mengantar ku pulang ke rumah dia berhenti di sebuah taman bunga dan menyatakan perasaannya padaku, aku pun menjawab ya dan akhirnya kami pacaran dan sekarang aku telah memiliki seorang kekasih yang selama ini aku harapkan. Terasa indah bisa memiliki rian dan terasa nyaman saat bersamanya. Buatku rian lah yang terbaik sebab dia mampu menghapus kesedihanku karena kehilangan dea. Sudah dua tahun lebih aku menjalin hubungan dengan rian ternyata cinta pertamaku saat SMA bisa berlanjut hingga sekarang. Aku dan rian kuliah di universitas yang sama di daerahku. Saat pulang kerumah mama memberitahu bahwa dea besok akan kembali kesini aku tidak sabar untuk bisa bertemu dengan dea. Aku langsung menelpon rian agar besok ikut bersamaku, rian pun mengiyakannya. Keesokan harinya kami sekeluarga beserta rian pergi menjemput dea dan keluarganya di bandara, setelah sampai disana kami harus menunggu dan tak lama kemudian dea pun muncul aku langsung memeluknya dan menangis. Lalu kami mengantarkan dea ke rumanhya. Di tengah perjalanan aku mengusulkan dea agar kuliah di universitas yang sama denganku dan dea pun menyetujuinyanya. Hari ini saatnya aku dan dea bisa bersama kembali. Dijemput oleh rian kami akhirnya menuju kekampus. Persahabatanku dengan dea terjalin seperti dulu lagi makin akrab namun tidak dengan cintaku, aku merasa rian semakin jauh dan hubungan kami pun makin renggang. Saat aku ingin membahas ini dengannya dia selalu beralasan sedang sibuk. Hingga suatu hari temanku memberitahu bahwa dia melihat rian sedang bersama dengan dea. Namun aku mencoba menepis kalimat itu dan akhirnya aku melihat sendiri bahwa rian sedang bergandengan tangan dengan seorang yang tak lain adalah dea. Hati ku sangat sakit melihat itu. Lalu aku meminta kejelasan dari rian tentang perihal ini. Aku mohon agar rian jujur dengan ku. Rian pun memohon maaf padaku kerena dia telah menghianatiku dan berpacaran dengan dea sahabat terbaikku. Aku tidak mungkin memusuhi dea hanya karena rian berselingkuh dengannya. Dea tak henti-hentinya meminta maaf padaku walau kata maaf telah ku berikan padanya namun jujur relung hatiku belum siap untuk memberikan maaf pada dea dan rian yang telah membagi cinta ku. Sebulan sudah aku menjalani hidup yang ku rasa tiada artinya. Tiada senyum, tiada tawa yang ada hanya air mata dan kepedihan. Hari ini hujan turun dengan derasnya seperti banyaknya air mata yang telah ku pendam dalam hatiku. Saat aku akan pulang rian menarik tangan ku dan memohon maaf pada ku, aku tak tahu ini permintaan maaf yang keberapa kalinya. Rian meminta maaf karena telah membagi cintanya dengan dea. Aku memjawabnya dengan santai sekarang aku ingin kamu tahu bahwa bahagiamu adalah bahagiaku dan bahagia dea juga adalah bahagia ku aku ingin rian dan dea bisa bersama selamanya dan aku tidak ingin dea merasakan hal yang aku rasakan saat ini. Cairan bening dari mataku turun tanpa tertahankan aku segera melangkahkan kaki ku keluar tanpa ku pedulikan hujan yang deras dan air yang dingin. Aku mendengar rian dan dea

memanggilku namun aku tidak mempedulikan mereka. Aku berjalan dengan muka tertunduk dan tak bergairah hidup.. Walau sekarang aku dan rian telah berpisah 6 bulan lamanya namun rasa sakit hati ini tak kunjung terobati meskipun sekarang hatiku sudah di miliki orang lain.. Terasa indah saat bersamamu Terasa damai saat di sampingmu Namun kini yang terjadi Kau membagi cinta dengan sahabat ku.. Kurelakan kau bersamanya Asalkan engkau bahagia Biarlah derita ini Kini ku tanggung sendiri..

SEANDAINYA Penulis: Nurul Hidayah Rusli Semakin hari semakin ku khawatir memikirkan luka yang ada di pergelengan tangan ku ini akibat kecelakaan beberapa bulan yang lalu, yah sekitar 3 bulan lah, waktu itu hari raya idul fitri setelah sholat Ied ku sekeluarga menuju ke rumah nenek ku yang ada di perkampungan Bacukiki, tiba di Bacukiki salah seorang teman ku mengajak ku untuk jalanjalan ke rumah teman ku yang lainnya tanpa pikir panjang ku langsung menerima tawarannya dan segera kembali pulang ke rumah. Beberapa menit kemudian dia datang menjemputku di rumah dengan memakai motor teman ku, di tengah perjalanan aku merasa motor itu semakin cepat apalagi perjalanan pada waktu itu penurunan pas memasuki jembatan teeerrrtttss motor yang kami kendarai jatuh terperosok mungkin karena banyak pasir sehingga menjadi licin atau memang benar kencang tapi aku sama sekali tak tau. Aku berdiri dan langsung mengambil HP ku yang tak jauh terlempar dari ku, aku tak tau sama sekali apa yang terjadi, memang aku sadar tapi aku tak percaya ini, aku tak percaya sama sekali aku kecelakaan, ini merupakan pengalaman pertama di hidupku. Ku mencari teman ku yang juga jatuh orang-orang di sekitar situ berlarian menolong kami, aku melihat teman ku yang tertindis motor dan masuk di selokan, kami di ajak untuk istirahat dulu dengan orang tadi yang menolong kami ternyata rumah yang kami tempati istirahat adalah rumah teman Ibu ku, aku juga baru sadar ternyata tangan ku berdarah seperti terlihat bocor, ku tak berani memegangnya karena ku memang takut oleh darah terpaksa ku menyuruh orang yang tadi menolong ku untuk mencuci darah dari tangan ku, ku menangis kesakitan, awalnya ku berencana ingin menyembunyikan luka ini karena ku takut di marahi oleh ayah dan ibu ku tapi setelah ku pikir-pikir lagi lebih baik ke dua orang tua ku tau hingga akhirnya teman dari Ibu ku menelpon ayah ku untuk segera menjemputku dan teenyata mereka sama sekali tidak marah hanya saja mereka terus menasihati ku. Kini luka ini terlihat seperti sembuh namun jika di tekan terasa sakit dan juga luka ini berbekas timbul seperti ada yang mengumpal di dalamnya, ayah dan ibu selalu mengajak ku untuk periksa tangan ku ini tetapi ku selalu tak mau karena ku sangat takut karena kata ibu jalan satu-satunya yaitu tangan ku ini hari di sesek/iris agar di dalamnya dapat sembuh karena di dalamnya itu semacam nanah. Pikiran ku kemana-mana jangan sampai tangan ku infeksi terus di amputasi atau tidak bisa bergerak lagi, ku semakin takut dengan semua itu pasti sangat sakit jika hal itu benar terjadi. Sampai akhirnya ku mau tuk memeriksakan tangan ku ini ke dokter, awalnya ayah hanya membawanya ke peraktek karena di sana ingin mengambil rujukan ke rumah sakit, cukup lama menunggu dokternya datang dan akhirnya pun dokter itu datang dan memeriksanya sebentar lalu memberi ayah surat-surat tuk di bawa kerumah sakit besok, ayah sempat bertanya tentang jurusan polinya/penanganannya dan ternyata aku di tangani oleh dokter bedah, perasaan ku semakin sedih, aku sangat takut.

Sampai di rumah ayah langsung menceritakan kepada Ibu dan kakak ku terus saja mengejek ku dengan masalah ini tetapi ku menghadapinya dengan santai, biarkanlah dia menang malam itu. Akhirnya hari itu tiba, ku semakin takut. Jam telah menunjukka pukul 07:25 aku dan ayah segera berangkat ke rumah sakit kami sengaja berangkat pagi-pagi agar tak terdahului oleh banyak orang, ku berfikir ini terlalu pagi tapi ketika sampai sudah banyak orang yang mengantri, ayah mengambil nomor urut yang telah tersedia dan kami urutan ke 16 sangat lama apalagi pemanggilan urutan baru saja di mulai tapi untung pake banget lah aku bertemu dengan tetangga ku yang ternyata nomor urutannya 8, ketika tiba gilirannya ku di panggil sama dia dan sekalian juga mengurus data ku, wah tidak susah-susah lagi deh menunggu antrian. Setelah itu masih harus di daftar lagi, cukup banyak orang tetapi ayah langsung sigap memberi data ku tadi hingga akhirnya kami cepat selesai dan segera menuju di ruang bedah. Aku kira rasa menunggu ini sudah sampai di sini, tapi ternyata dokter spesialis bedah belum datang, TikTokTikTok sangat lama menunggu, jam sudah meunjukkan pukul 08;30 tetapi dokter itu belum datang, padahal dokter dari spesialis lainnya sudah datang, bersabar bersama ayah hingga menunggu beberapa jam. Aku sangat lelah sampai-sampai aku dehidrasi di sana, akupun menyuruh ayah untuk keluar membelikan ku air minum dan kini tak terasa menunjukkan pukul 10;30 ayah harus menjemput adik ku, aku pun di tinggal sendiri sedangkan ayah berangkat menjemput adik ku, ayah hanya berpesan jika dokter sudah datang masuk saja kalau namamu sudah di sebutkan. Aku duduk dan terus memegang botol minuman itu, aku sangat takut walaupun di sekitar ku banyak orang namun mereka semua tak ku kenal, aku terus menunggu ayah, ku tatap lagi jam tangan ku, 5 menit telah berlalu ku menoleh ke samping kiri ku melihat seorang berpakaian putih datang jantung ku langsung berdetak sangat kencang jangan bilang kalau ini dokternya aku sangat takut apalagi ayah belum datang menemani ku, ia terus berjalan dan melewati ruang Poli Bedah akhhh leganya hati ini. 10 menit berlalu dan akhirnya ayah muncul dan segera kembali duduk di sampingku. Ku menatap wajah ayah yang sangat tampak lelah, ku kasihan melihatnya ku juga kesal dengan semua ini kenapa dokter itu belum juga datang aku juga sudah sangat lelah, ini merupakan olahraga pantat, pantat ku sangat sakit dari tadi pagi hanya duduk. Pukul 12;00 siang, ada ibu-ibu yang sudah sangat kesal dan segera mencari info tentang dokter spesialis bedah tersebut dan ternyata dokter itu sedang mengoprasi sekarang dan akan selesai kira-kira satu tau dua jam lagi, aku sangat ingin pulang dan segera beristirahat tetapi ku tatap wajah ayah masih bersabar menunggu dokter itu hingga perawat yang berada di ruangan periksa memanggil dokter umum saja untuk memeriksa. Tiba nama ku yang di panggil jantung ku sudah mulai berdetak sangat kencang, ku memasuki ruangan dan duduk di depan dokter itu, untung dokternya ramah jadi itu mengurangi beban ku sedikit, ia hanya menuliskan resep obat di kertas dan memberikannya ke ayah dan berkata obat ini harus di habiskan agar mengurangi rasa sakitnya karena kita akan tetap kerja tangannya, besok lusa kembali lagi kesini

Ku rasanya ingin menangis saat tau tangan ini akan di bedah sesuai kata Ibu waktu lalu ku sangat takut. Aku dan ayah pergi membeli obat di apotek rumah sakit tersebut astaga antriannya pengambilan obat banyak sekali, ayah mendaftar lagi dan untung lagi orang itu menyuruh ayah membeli obat di apotek luar sehingga tidak terlalu lama menunggu, ayah menyuruh ku menunggu di tempat parkir dan segera membeli obat di didepan rumah sakit tapi ternyata bukan di situ yang di maksud pengurus tadi dan ternyata apotek dekat ruang UGD, ayah langsung menuju kesana aku lagi-lagi menunggu ayah, 10 menit menunggu dan aku hanya berdiri berlindung di bawah pohon akhirnya ayah datang, aku sangat lelah dan ingin memarahi ayah karena sangat lama tetapi ku tatap wajah ayah dan ku berfikir sambil berkata dalam hati aku saja lelah apalagi ayah, yang nyatanya ayah dari tadi yang sibuk mengurus kepentingan ku sendiri, ayah memang sabar. Maafkan aku ayah ! aku memang egois Ku sangat kasihan melihat ayah, kami pun pulang kerumah. Aku langsung beristirahat begitupun dengan ayah. Kini ku sadar pengorbanan orang tua itu bagaimana. Seandainya hari itu ku tak pergi naik motor sama teman ku pasti tak ada luka di tangan ini, seandainya tak ada luka di tangan ini pasti takkan membuang tenaga ku dan ayah, jadi seandainya tak berawal dari kesalahan ku pasti takkan pernah merepotkan ayah. Memang sejak kejadian itu sampai sekarang tak ada sama sekali penyesalan yang terlintas di benakku hanya saja ku berfikir ini lah hidup seperti roda yang berputar, terkadang kita di atas maupun di bawah.

TAMAT

SEKUNTUM KENANGAN BUAT SEPOTONG SENJA (Terinspirasi dari cerpen Sepotong Senja Untuk Pacarku karya Seno Gumira Aji Darma) Karya Ilham Senja kala itu masih begitu terasa dalam ingatan. Beberapa waktu silam, ketika sang surya mengendap-endap balik ke peraduan, kami berdua bagitu mesrah menikmati lautan yang mulai keemasan. Riak-riak lautan yang terus mencumbui pasir pantai seakan turut bersuka melihat kemesraan kami. Ikan-ikan serupa teri yang sedang bekejaran menambah keestetikaan alam lautan sore itu. Di senja itu pula menyadarkan kami, betapa indahnya ciptaan tuhan. Walau disayangkan, akibat kerakusan manusia, semesta ini hanya dipandang jika mampu memuaskan nafsu-nafsu mereka. Ketika ruang terus bersekutu pada waktu, lamat-lamat senja itu menghilang tanpa kami sadari. Satu persatu tiang-tiang lampu yang berdiri tegak di sepanjang hamparan pantai satu persatu memancarkan sinarnya. Mungkin manyambut datangnya malam itu, ikan-ikan kembali melompat tak karuan seakan ingin memangsa pijaran lampu di riak lautan itu. Kami yang mengabadikan peristiwa itu walau hanya sebatas pandangan memaksa kami turut bahagia melalui simpul senyuman. Dinda, andai semua manusia tahu apa yang terjadi di malam ini, mungkin pembantaian, perusakan rumah warga tak akan pernah terjadi. Coba pandangi ikan-ikan yang melompat itu, meski di dalam lautan sana hidup mereka tak pernah aman, mereka terus saja menikmati damainya kehidupan ini. Begitu kata yang sempat terbisik di telinga kananku ketika kami terus memandangi ikan-ikan kecil itu. Tanpa bersua, kusempatkan menatap wajah kekasihku itu sambil membalas ucapannya dengan senyuman manisku. Yah, begitulah sekuntum kenangan yang ditorehkannya ketika kami sedang menghabiskan waktu untuk yang terakhir kalinya bertatap muka. Kenangan di senja itu menjadi pelipur lara hatiku ketika ingatan ini tersibak wajah polos dan lugunya itu. Itulah sebabnya, untuk yang ketiga kalinya bulan berganti tahun aku tak mampu untuk meluangkan waktu sejenak memalingkan wajah ke bibir pantai. Apalagi dengan matahari senja, meski sudah nampak seperti sedia kala aku belum juga bisa menikmatinya walau sejenak. Jujur, bukan karena apa dan siapa sehingga perasaan membuatku demikian. Setelah kejadian yang kualami beberapa tahun lalu, hal itu terus saja memaksaku untuk merasa bersalah seumur hidup. Kasihku, setelah membaca kisahmu aku berfikir, mungkin apa yang menjadi goresan duka kita selama ini akan sedikit terobati jika aku sejenak menceritakan kisah perpisahan kita selama ini. Sebenarnya aku juga menyadari, bahwa apa yang akan aku ceritakan ini tak akan mampu sepenuhnya membaluti luka hatimu. Bukan karena cerita ini aku kisahkan padamu hanya melalui lembaran putih kertas. Tetapi seperti katamu dulu, bahwa kamu tidak akan menambah kata-kata yang sudah tak terhitung jumlahnya dalam sejarah kebudayaan manusia lagi. Karena menurutmu kata-kata ternyata tidak mampu untuk mengubah apa-apa. Kasihku, walau demikian benar adanya, namun aku akan mencoba memulai kisah ini dengan penuh harap, semoga kata-kata ini mampu menggetarkan hatimu yang tengah luka.

Kasihku, mungkin kamu masih ingat ketika kamu duduk seorang diri di pantai. Waktu itu senja tengah berdiam pada waktu. Sambil memandangi burung-burung dan pasir yang basah dipantai itu, katamu, engkau pun sempat melihat siluet batu karang sambil mengharap ada bias cahaya cemerlang yang berkeretap pada buih di atas batu yang berwarna-warni berhiaskan lokan. Menikmati panorama seperti itu, tiba-tiba saja engkau tersentak melihat cahaya bergetar bersama senja. Waktu itulah kamu tersentak dan mengingatku. Katamu, senja bergetar itu sepertinya cocok buatku. Dan, tanpa berfikir panjang engkau memotong senja itu dengan ukuran sebesar kartu pos lalu berlari menuju mobil. Kasihku, hal inilah yang sangat perlu kuceritakan padamu. Setibanya aku di rumah saat kamu mengantarkan aku pulang di malam itu, aku langsung menuju kamar tidurku. Aku terperanjat kaget. Saat membuka lebar-lebar daun pintu kamar, tiba-tiba saja mataku silau akibat pijaran cahaya yang memutih. Saat itu pula aku merasa bahwa akulah wanita yang paling istimewa di antara wanita-wanita lain di seantero bumi akibat pijaran cahaya itu. Meski hampir tak dapat melangkah akibat silau mataku, kupaksakan diri untuk melangkah mencari dari mana asal cahaya itu. Tak berselang lama kemudian, di naungan cahaya indah yang sebenarnya telah lama kuidamkan itu, dengan samar-samar aku melihat selembar amplop berwarna putih. Aku yang tak dapat menahan kebahagiaanku saat melihat cahaya itu, kuberanikan diri untuk meraih amplop itu. Hanya beberapa detik di genggamanku, tepi amplop itu perlahan-lahan kusobek dan melihat apa isinya. Betapa girangnya hati ini, saat kudapati rupanya amplop itu berisikan serpihan bulan purnama. Cahayanya yang memutih berbinar-binar mengalahkan indahnya warna senja kemerahan yang selama ini kita kagumi. Dengan tergesa-gesa kubaca nama pengirim serpihan bulan purnama itu. Namun, kecewa sempat bertarung pada kagumku, rupanya nama yang tergores di amplop itu bukan namamu, melainkan nama lelaki lain yang tak perlu kusebutkan padamu. Meski rasaku seperti itu, aku berfikir, rupanya cintamu selama ini tak berarti apa-apa dibanding cinta lelaki itu padaku. Akhirnya, mulai malam itulah aku memutuskan untuk tidak menerima apapun darimu lagi sebagai tanda rajutan cinta kita selama ini kini tinggal seonggok kenangan saja. Detik itu juga, cinta dan segala yang ada pada diriku kulabuhkan pada lelaki itu. Rasa yang terus saja bahagia memiliki serpihan purnama, tak terasa olehku rupanya malam telah berlalu. Melalui celah jendela kamar, kupandang mentari yang rupanya telah bertengger di balik pegunungan. Aku yang terus memeluk erat serpihan bulan purnama itu, wajahmu sempat terlintas di benakku. Entah mengapa, fikiranku tiba-tiba saja memutuskan untuk menemui dan memberimu kabar tentang usainya hubungan asmara kita. Setelah membersihkan tubuh dari kelelahan malam, aku pun meninggalkan rumah seusai menutup rapat jedela kamar agar bias cahaya surya tak mampu menyelinap masuk untuk mencoba mengusir cahaya serpihan rembulan purnamaku. Hampir seharian mencari keberadaanmu yang tak kunjung kutemui, setelah sang surya mengubah dirinya menjadi senja yang tak lagi kukagumi, aku memutuskan untuk kembali

pulang ke rumah. Apalagi rasa rindu pada serpihan rembulan purnamaku sudah tak mampu kubendung lagi. Tapi ketahuilah kasihku, waktu itu aku menyempatkan diri ke kantor polisi dan menemui orang-orang yang mengenalimu. Semua itu aku maksudkan hanya semata-mata agar merekalah yang menyampaikan kabar tentang matinya perasaan cintaku padamu. Kasihku, tak berselang lama kemudian, sesampainya di rumah, setelah aku usai melepaskan rasa rindu pada serpihan bulan purnamaku, aku dengan sengaja menonton tv hanya sekedar ingin tahu kabar terakhir para polisi dan orang-orang yang kutemui sebelumnya. Alangkah kagetnya aku. Semua siaran tv di sore itu rupanya memberitakan tentang pengejaran dirimu. Menanggapi akan hal itu, aku kembali berfikir, sebenarnya apa yang membuatmu berlari menghindari polisi dan orang-orang yang bermaksud baik padamu. Terus saja aku tak melepas pandanganku ke layar tv membuat tatapanku tertuju pada gambarmu yang sempat terekam kamera wartawan saat kamu berjalan sambil mengantongi sesuatu. Aku tahu kamu akan menyukainya karena kamu tahu itulah senja yang selalu kamu bayangkan untuk kita. Aku tahu kamu selalu membayangkan hari libur yang panjang, perjalanan yang jauh, dan barangkali sepasang kursi malas pada sepotong senja di sebuah pantai di mana kita akan bercakap-cakap sembari memandang langit sambil berangan-angan sambil bertanya-tanya apakah semua ini memang benar-benar telah terjadi. Kini senja itu bisa kamu bawa ke mana-mana. Saat membaca kisah seperti itu darimu, aku baru tahu apa maksud kamu menghindari polisi dan orang-orang itu. Rupanya kamu mengira mereka akan menghakimimu karena mengambil sepotong senja buatku yang sebenarnya sudah tak pernah kuharapkan lagi. Kasihku, sebenarnya aku salut padamu. Mungkin karena rasa cintamu padaku sehingga kamu nekat memotong senja. Tapi saat aku tahu semuanya, kekecewaanku semakin membungbung tinggi padamu. Dari sekian kali tahun berganti dalam hubungan asmara kita dulu, ternyata kamu belum mampu merasakan apa yang sebenarnya aku inginkan darimu. Aku sadar, saat kemesraan kita bak mekar sekuntum mawar dulu aku sering mengajakmu menikmati senja di tepi pantai. Tapi itu bukan semata-mata untuk meyakinkan kamu bahwa aku benar-benar menyukai yang namanya senja. Aku hanya ingin agar kamu memperhatikan siapa saja yang menikmati senja itu. Orang asing dari berbagai negara bebas merampas kekayaan negeri kita dengan berdalih ingin menikmati indahnya senja di negara kita ini. Mereka dengan otaknya yang encer seolah-olah mengagumi budaya bangsa kita yang sama sekali tak ada di negaranya. Dan lebih parahnya, mereka juga seakan mengagumi senja di pantai kita, padahal senja di pantai pasti ada di negara mereka juga kan. Ditambah lagi pemerintah kita yang hanya memikirkan infestasi agar kantong mereka mudah dipenuhi lembaran uang. Mereka sama sekali tak pernah memikirkan bagaimana nasib rakyat Indonesia yang miskin ini tiap hari memunguti sampah bekas makanan dan minuman orang-orang asing. Coba kamu pikir, semua ini akibat apa kalau bukan karena senja yang hanya dinikmati bagi mereka yang elit saja. Kasihku, lelaki yang pernah mengisi hai-hariku dengan senja. Sekali lagi, semua ini kukatakan padamu agar apa yang selama ini engkau kagumi sebenarnya tidak seindah dengan apa yang ada di rasamu. Kisah ini sengaja ku ungkapkan agar engkau tersadar bahwa segala

yang kita anggap baik-baik saja ternyata semuanya bermasalah. Mulai dari sekolah yang mengumbar pendidikan gratis nyatanya masih banyak orang tua di negara ini yang tak mampu menyekolahkan anaknya hanya akibat mereka tak mampu membayar biaya pendidikan yang tak dapat mereka jangkau. Kasihku, masih ingatkah kamu saat kita masih kuliah dulu. Kampus kita yang katanya siap untuk mengabdi bagi mereka yang tak punya, seenaknya saja menaikkan biaya perkuliahan kita. Mulai dari pembayaran ospek, PPL, hinggga pembayaran wisuda seenaknya saja dinaikkan. Padahal semua mahasiswa tahu, bahwa mulai dari bangunan fisik sampai system perkuliahan tak ubahnya kapal pecah yang karam di samudera hindia. Dan bukan hanya itu, negara yang dikenal dengan kekayaan alamnya ini rupanya berutang sebanyak sembilan juta per orang. Coba kamu hitung, berapa banyak jumlah utang negara kita jika dijumlahkan dari keseluruhan penduduk yang ada di negara ini. Mungkin sampai kiamat tiba, utang Indonesia ini tak akan pernah terlunasi lagi. Kejadian seperti ini hanya akibat ulah pemerintah kita yang nampaknya baik-baik saja namun nyatanya bermasalah. Akibat kebutuhan yang tak terpenuhi, perampokan dan saling bunuh membunuh sudah teramat lumrah di mata orang. Korupsi yang tak pernah lepas dari pejabat sudah tak dianggap sifat yang memalukan lagi. Semua kejadian seperti itu menandakan bahwa apa yang selama ini kita anggap baik-baik saja rupanya bermasalah. Ooooh, maaf. Kalau aku jadi ngelantur seperti ini. Padahal aku hanya ingin mengisahkan tentang indahnya sepotong senja yang kamu anggap baik-baik saja. Kasihku, lelaki yang tak akan pernah luput dari ingatanku. Sebelum aku mengakhiri kisah ini, aku ingin berkata padamu untuk kesekian kalinya. Melalui tulisan ini aku mewakili rasa permohonan maaf para polisi dan orang-orang yang dulu mengejar-ngejar kamu. Perlu kamu ingat, bahwa mereka sebenarnya tidak keberatan saat kamu mengambil sepotong senja buatku di pantai itu. Tapi, seperti yang aku katakan sebelumnya, mereka mengejarmu hanya untuk mengatakan bahwa aku telah mendapatkan serpihan bulan purnama dari seorang lelaki. Kekasihku, aku tahu, pasti kamu telah bosan membaca kisahku ini. Tapi tenanglah, kamu tak perlu khawatir. Cerita ini akan benar-benar kusudahi. Biarlah kisah-kisah yang tak sempat aku ceritakan padamu melebur satu bersama ruang dan waktu yang telah jadi sejarah. Selamat menikmati langit sore di dunia paling sunyi kasihku. Semoga senja yang selama ini kamu kagumi tetap setia membentuk cakrawala demi keindahan bumi. Dan satu lagi, sepotong senja yang kau kirimkan dulu tak pernah aku terima. Sebab, apa yang kau cemaskan telah benar-benar menjadi nyata. Lautan dan matahari telah membakar langit dan airnya tumpah membanjiri permukaan bumi. Akibatnya, buah hatiku yang terlahir bersama cahaya bulan purnama kini menjadi pedagang asongan yang menjajakan senja tiruan di perempatan jalan. Senja! Senja! Cuma seribu tiga! SEKIAN

Anda mungkin juga menyukai