Anda di halaman 1dari 17

SISTEM IMUN

MAKALAH
SISTEM IMUN
Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata ajar Biologi Medik

Disusun Oleh:
Imam nasrudin 220110110214

FAKULTAS KEPERWATAN UNIVERSITAS PADJADJARAN TAHUN 2011

KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Taala, tak lupa shalawat beserta salam kepada Nabi Muhammad Sholalloohu Alaihi Wa Salam, sehingga melalui rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul sistem imun. Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata ajar Biologi Medikdi Fakultas Keperawatan, Universitas Padjadjaran. Selama penyusunan makalah ini,penulis banyak mendapatkan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Terimakasih saya ucapkan kepada ibu Wiwi Mardiah, S.Kp, M.Kes. Dosen Biologi Medik. Penulis menyadari, bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis menerima kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi penulis dan para pembacanya yang senantiasa tidak pernah putus dalam mengembangkan ilmu pengetahuan untuk menambah wawasan.

Sumedang, Desember 2011 Penulis

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk melawan hampir semua jenis organisme atau toksin yang cenderung merusak jaringan dan organ tubuh. Kemampuan itu disebut imunitas. Dari sebagian besar imunitas merupakan imunitas didapat yang tidak timbul sampai tubuh pertama kali diserang oleh bakteri yang menang menyebabkan penyakit atau toksin, seringkali memerlukan waktu berminggu-minggu atau berbulan-bulan untuk membentuknya. Selain imunitas bawaan, tubuh juga mampu membentuk imunitas spesifik yang sangat kuat untuk melawan agen penyerbu yang bersifat mematikan, seperti bakteri, virus, toksin, dan bahkan jaringan asing yang berasal dari binatang lain. Imunitas semacam ini disebut imunitas didapat. Imunitas didapat dihasilkan oleh sistem imun khusus yang membentuk antibodi dan mengaktifkan limfosit yang mampu menyerang dan menghancurkan organisme spesifik atau toksin. B. Rumusan Masalah Pentingnya pengetahuan mengenai pembentukan imunitas didalam tubuh merupakan persyaratan bagi pemahaman yang logis terhadap sistem imun. C. Tujuan 1. Tujuan Umum Untuk memahami tentang sistem imun di dalam tubuh sehingga membuka wawasan terhadap penatalaksanaan pasien. 2. Tujuan Khusus Adapun tujuan khususnya yaitu untuk : a) Mendefinisikan konsep imun tubuh. b) Mendeskripsikan proses pembentukan imun. D. Manfaat Menambah pembendaharaan bacaan dan referensi informasi tentang sistem imun pada manusia.

BAB II PEMBAHASAN
Imunologi berasal dari bahasa latin yaitu immunis: bebas dari beban kerja/pajak, logos: ilmu. Imunologi diartikan sebagai cabang mikrobiologi yang mempelajari semua aspek respon tubuh berupa kekebalan terhadap penyakit terutama infeksi. Adapun dalam perkembangannya Imunologi: ada 3 tahap tahap perkembangan imunologi terdiri dari: 1. Tahap empirik Mithridates Eupatoris VI, Dr. Edward Jenner (1749-1823). 2. Tahap ilmiahLouis Pasteur (1822-1895), Pfeifer (1889). Elie Metchnikoff (18451916): mekanisme efektor. Fodor (1886), Behring dan Kitasato (1890): imunitas humoral. Wright dan Douglas (1903): opsonin. 3. Tahap modern: JF. A.P. Miller : peran sentral kelenjar timus. Muncul cabangcabang baru dalam imunologi. 1980: Benacerraf, Dausset, dan Snell dapat Nobel dengan sistem HLA. 1984: Milstein dan Kohler memproduksi antibodi monoklonal. 1987: Susumu Tonegawa dapat Nobel dengan diversitas antibodi. Sistem imunitas Kerja dari sistem imun sendiri cukup menarik, dan dapat dibagi menjadi: 1. Innate immunity, atau sering disebut imunitas alamiah, merupakan mekanisme pertama yang akan terjadi saat infeksi berlangsung, terjadi secara cepat terhadap infeksi mikrobia, dan terjadi antara jam ke-0 sampai jam ke-12 infeksi. Mekanisme tersebut melibatkan (1) penghalang fisik dan kimiawi, seperti epitel dan senyawa antimikrobia yang dihasilkan oleh sel epitel, (2) sel fagosit (neutrofil dan maktofag) dan sel natural killer, (3) protein darah, termasuk sistem komplemen dan mediator inflamasi lainnya, dan (4) protein sitokin yang mengatur sel-sel pada mekanisme ini. Innate immunity terjadi karena tubuh dapat mengenali struktur mikroba yang masuk, bisa karena sebelumnya mikroba tersebut sudah pernah menginfeksi tubuh, atau karena struktur mikroba tersebut mirip seperti struktur mikroba lain yang pernah menginfeksi tubuh. Kelemahan dari mekanisme ini adalah tidak dapat mengenali struktur yang sama sekali baru menginfeksi tubuh. Untuk infeksi tersebut, adaptive immunity yang berperan. 2. Adaptive immunity, atau imunitas spesifik, terjadi ketika innate immunity gagal menghalau infeksi karena benda asing yang masuk memiliki struktur yang sama sekali baru bagi tubuh. Mekanisme ini terjadi sekitar 1 hingga 5 hari setelah infeksi. Secara singkat, makanisme ini akan mencoba membuat "ingatan" baru tentang struktur benda asing yang masuk ke tubuh, kemudia bereaksi untuk menghalau benda asing tersebut. Sel yang terlibat pada mekanisme ini adalah limfosit, baik sel T limfosit maupun sel B limfosit. Adaptive immunity sendiri terbagi menjadi 2, yaitu: a. Imunitas humoral, yaitu imunitas yang dimediasi oleh molekul di dalam darah, yang disebut antibodi. Antibodi dihasilkan oleh sel B limfosit. Mekanisme imunitas ini ditujukan untuk benda asing yang berada di di luar sel (berada di cairan atau jaringan tubuh). B limfosit akan mengenali benda asing tersebut, kemudian akan memproduksi antibodi. Antibodi merupakan molekul yang akan menempel di suatu molekul spesifik (antigen) di permukaan benda asing tersebut. Kemudian antibodi akan menggumpalkan benda asing tersebut sehingga menjadi tidak aktif, atau berperan sebagai sinyal bagi sel-sel fagosit. b. Imunitas selular, yaitu imunitas yang dimediasi oleh sel T limfosit. Mekanisme ini ditujukan untuk benda asing yang dapat menginfeksi sel (beberapa bakteri dan virus) sehingga tidak dapat dilekati oleh antibodi. T limfosit kemudian akan menginduksi 2 hal: (1) fagositosis benda asing

tersebut oleh sel yang terinfeksi, dan (2) lisis sel yang terinfeksi sehingga benda asing tersebut terbebas ke luar sel dan dapat di dilekati oleh antibodi.

Imunitas Bawaan Tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk melawan hampir semua jenis organisme atau toksin yang cenderung merusak jaringan dan organ tubuh. Kemampuan itu disebutimunitas. Dari sebagian besar imunitas merupakan imunitas didapat yang tidak timbul sampai tubuh pertama kali diserang oleh bakteri yang menang menyebabkan penyakit atau toksin, seringkali memerlukan waktu berminggu-minggu atau berbulan-bulan untuk membentuknya. Ada suatu imunitas tambahan yang merupakan akibat dari proses yang terarah pada organisme penyebab penyakit spesifik. Imunitas ini disebut imunitas bawaan, yang meliputi: 1. Fagositosis terhadap bakteri dan penyerbu lainnya oleh sel darah putih dan sel pada sistem makrofag jaringan. 2. Pengrusakan oleh asam lambung dan enzim pencernaan terhadap organisme yang tertelan kedalam lambung. 3. Daya tahan kulit terhadap invasi organisme. 4. Adanya senyawa kimia tertentu dalam darah yang melekat pada organisme asing atau toksin dan menghancurkannya. Beberapa senyawa tersebut adalah: 1) Lisozim: suatu polisakarida mukolitik yang menyerang bakteri dan membuatnya terlarut. 2) Polipeptida dasar: yang bereaksi dengan bakteri gram-positif tertentu dan membuatnya menjadi tidak aktif. 3) Kompleks komplemen: merupakan suatu sistem yang terdiri dari kurang lebih 20 protein yang dapat diaktifkan untuk merusak bakteri. 4) Limfosit pembunuh alami: yang dapat mengenali dan menghancurkan sel-sel asing, sel-sel tumor, dan bahkan beberapa sel yang terinfeksi. Imunitas bawaan ini membuat tubuh manusia tahan terhadap penyakit. Imunitas didapat (non spesifik) Selain imunitas bawaan, tubuh juga mampu membentuk imunitas spesifik yang sangat kuat untuk melawan agen penyerbu yang bersifat mematikan, seperti bakteri, virus, toksin, dan bahkan jaringan asing yang berasal dari binatang lain. Imunitas semacam ini disebut imunitas didapat. Imunitas didapat dihasilkan oleh sistem imun khusus yang membentuk antibodi dan mengaktifkan limfosit yang mampu menyerang dan menghancurkan organisme spesifik atau toksin. Tipe-tipe dasar dari imunitas didapat Didalam tubuh dijumpai dua tipe dasar dari imunitas didapat yang berhubungan erat satu sama lain. Pada salah satunya tubuh membentuk antibodi yang bersirkulasi, yaitu molekul globulin dalam darah yang mampu menyerang agen penyerbu. Tipe ini disebut imunitas humoral atau imunitas sel-B (karena limfosit B memproduksi antibodi). Tipe kedua dari imunitas didapat diperoleh melalui pembentukan limfosit teraktivasi dalam jumlah besar yang secara khusus dirancang untuk menghancurkan benda asing. Jenis ini disebut imunitas yang diperantarai sel atau imunitas sel-T (karena limfosit yang teraktifasi merupakan limfosit T). Imunitas didapat merupakan produk dari sistem limfosit tubuh. Pada orang yang memiliki cacat genetik pada limfosit atau yang limfositnya rusak akibat radiasi atau bahan-bahan kimia, tidak dapat membentuk imunitas didapat. Dan dalam beberapa hari setelah lahir, penderita seperti

ini akan meninggal akibat infeksi bakteri yang fulminan kecuali bila diobati. Oleh karena itu, jelaslah bahwa limfosit sangat penting untuk menjaga kelangsungan hidup manusia. Limfosit terletak secara tersebar dalam nodus limfe, namun dapat juga dijumpai dalam jaringan limfoid khusus, seperti limpa, daerah submukosa dari traktus gastrointestinal,dan sumsum tulang. Jaringan tersebut sangat menguntungkan didalam tubuh untuk menahan invasi organisme atau toksin sebelum dapat menyebar lebih luas. Pada kebanyakan kasus, mula-mula agen masuk dalam cairan jaringan dan kemudian dibawa melalui pembuluh limfe ke nodus limfe atau jaringan limfoid lain. Ada dua macam limfosit yang berturut-turut menimbulkan imunitas diperantarai sel dan imunitas humoral, limfosit T dan limfosit B. Walaupun kebanyakan limfosit dalam jaringan limfoid normal tampak serupa dibawah mikroskop, tapi sel-sel tersebut secara jelas dapat dibedakan dalam dua kelompok besar. Satu kelompok yaitu limfosit T, bertanggung jawab dalam pembentukan limfosit teraktifasi yang dapat membentuk imunitas diperantarai sel, dan kelompok lain, yaitu limfosit B bertanggung jawab dalam pembentukan antibodi yang memberikan imunitas humoral. Sewaktu embrio, kedua macam limfosit ini berasal dari sel stem hemopoietikpluripotenyang berdiferensiasi dan membentuk limfosit. Limfosit yang terbentuk akhirnya berada dalam jaringan limfoid, namun sebelum sampai, limfosit berdiferensiasi lebih lanjut atau diolah lebih dulu dengan cara sebagai berikut. Limfosit yang pada akhirnya membentuk limfosit T teraktivasi, mula-mula bermigrasi ke dan diolah lebih dulu dalam kelenjar timus, sehingga dengan alasan inilah mereka disebut limfosit T. limfosit ini bertanggung jawab terhadap imunitas diperantarai sel. Kelompok limfosit yang lain yaitu limfosit B yang dipersiapkan untuk membentuk antibodi, mula-mula diolah lebih dulu dalam hati selama masa pertengahan kehidupan janin, dan dalam sumsum tulang pada masa akhir janin dan sesudah dilahirkan. Pengolahan pendahuluan limfosit T dan limfosit B Walaupun semua limfosit tubuh berasal dari sel stem yang membentuk limfosit di embrio, sel stem ini sendiri tidak mampu membentuk limfosit T teraktifasi atau antibodi. Sebelum melakukan hal itu, mereka harus dideferensiasi lebih lanjut pada tempat pengolahan yang tepat didalam timus atau tempat pengolahan sel B. Kelenjar timus melakukan pengolahan pendahuluan terhadap limfosit T. Setelah pembentukannya di sumsum tulang, mula-mula bermigrasi ke kelenjar timus. Disini limfosit T membelah secara cepat dan pada waktu yang bersamaan membentuk keanekaragaman yang ekstrim untuk bereaksi melawan berbagai antigen yang spesifik. Artinya, tiap satu limfosit dikelenjar timus membentuk reaktifitas yang spesifik untuk melawan satu antigen. Kemudian limfosit berikutnya membentuk spesifisitas melawan antigen yang lain. Hal ini terus berlangsung sampai terdapat bermacam-macam limfosit timus dengan reaktifitas spesifik untuk melawan jutaan antigen yang berbeda-beda. Berbagai tipe limfosit T yang diproses ini sekarang meninggalkan timus dan menyebar ke seluruh tubuh untuk memenuhi jaringan limfoid di setiap tempat. Timus juga membuat ketentuan bahwa setiap limfosit T yang meninggalkan timus tidak akan bereaksi terhadap protein atau antigen lain yang terdapat dijaringan tubuhnya sendiri. Sebaliknya, limfosit T akan dimatikan oleh tubuh hanya dalam waktu beberapa hari. Timus menyeleksi limfosit T yang akan dilepaskan, yaitu pertama-tama dengan mencampurkannya dengan semua antigen-sendiri yang spesifik yang berasal dari jaringan tubuhnya sendiri. Jika limfosit T bereaksi, ini akan dihancurkan dan difagositosis, tetapi yang tidak bereaksi akan dilepaskan, inilah yang terjadi pada sebanyak 90% sel. Jadi yang akhirnya dilepaskan hanyalah sel-sel yang bersifat nonreaktif terhadap antigen tubuhnya sendiri. Malahan hanya dapat melawan antigen dari sumber di luar tubuh, seperti dari bakterium, toksin, atau bahkan jaringan yang ditransplantasikan dariorang lain. Hati dan sumsum tulang melakukan pengolahan pendahuluan bagi limfosit B. Lebih sedikit lagi yang diketahui mengenai rincian pengolahan pendahuluan limfosit B daripada yang diketahui mengenai limfosit T. pada manusia limfosit B diketahui diolah lebih dulu di hati selama pertengahan kehidupan janin, dan di sumsum tulang selama masa akhir janin dan setelah lahir.

Limfosit B berbeda dengan limfosit T dalam dua hal: Pertama, berbeda dengan seluruh sel yang membentuk reaktifitas terhadap antigen, seperti yang terjadi pada limfosit T, maka limfosit B secara aktif mengekresi antibodi yang merupakan bahan reaktif. Bahan ini berupa molekul protein yang besar yang mampu berkombinasi dengan dan menghancurkan bahan antigenik. Kedua, limfosit B bahkan memiliki lebih banyak keanekaragaman dari pada limfosit T, jadi membentuk banyak sekali sampai berjuta-juta dan bahkan bermiliar-miliar antibodi tipe limfosit B dengan berbagai reaktifitas yang spesifik. Setelah diolah lebih dulu, limfosit B seperti juga limfosit T, bermigrasi ke jaringan limfoid diseluruh tubuh dimana mereka menempati daerah yang sedikit lebih kecil dari pada limfosit T. Terdapat berjuta-juta limfosit B dan limfosit T yang mampu membentuk antibodi yang sangat spesifik atau sel T bila dirangsang oleh antigen yang sesuai. Masing-masing limfosit ini hanya mampu membentuk satu jenis antibodi atau satu jenis sel T dengan satu macam spesifisitas. Begitu limfosit spesifik diaktifkan oleh antigennya, maka ia akan berkembang dengan baik membentuk banyak sekali limfosit turunan. Bila limfosit itu adalah limfosit B, maka turunannya kemudian akan mengekresi antibodi yang kemudian bersirkulasi diseluruh tubuh. Dan bila limfosit tersebut adalah limfosit T, maka turunannya adalah sel T yang rentan yang akan dilepaskan kedalam cairan limfe dan diangkut ke dalam darah, kemudian disirkulasikan ke seluruh cairan jaringan dan kembali lagi ke dalam limfe, sirkulasi dalam lingkaran ini kadang-kadang terjadi selama berbulan-bulan atau bertahuntahun. Mekanisme untuk mengaktifkan suatu klon limfosit. Setiap klon limfosit hanya responsif terhadap satu tipe antigen tunggal (atau terhadap beberapa antigen yang sifat stereokimianya hampir sama). Alasannya adalah sebagai berikut: pada limfosit B, pada permukaan setiap membran selnya terdapat kira-kira 100.000 molekul antibodi yang hanya akan bereaksi secara sangat spesifik terhadap satu macam antigen spesifik saja. Jadi bila ada antigen yang cocok, maka antigen ini segera melekat pada membran sel, keadaan ini akan menimbulkan proses aktifasi. Pada permukaan membran limfosit sel-T nya terdapat molekul yang sangat mirip dengan antibodi, yang disebut protein reseptor permukaan (atau penanda sel T), dan ternyata protein ini juga bersifat sangat spesifik terhadap satu macam antigen tertentu yang mengaktifikasinya. Peran makrofag dalam proses aktifasi. Dalam jaringan limfoid, selain limfosit terdapat juga berjuta-jutamakrofag. Makrofag membatasi sinusoid-sinusoid dari nodus limfe, limpa, dan jaringan limpoid lain. Makrofag ini terletak dalam arah yang berlawanan dengan banyak limfosit dalam nodus limfe. Kebanyakan organisme yang menyerbu mula-mula difagositosis dan sebagian dicernakan oleh makrofag, dan produk antigeniknya dilepaskan kedalam sitosol makrofag. Makrofag kemudian melewatkan antigen-antigen tersebut dengan cara kontak sel ke sel langsung ke limfosit, jadi menimbulkan aktifasi klon yang khusus. Selain itu, makrofag juga mengekresi bahan pengaktifasi khusus yang meningkatkan pertumbuhan dan reprodoksi limfosit spesifik. Bahan ini disebut interleukin-l. Peran sel T dalam mengaktifkan limposit B. Kebanyakan antigen mengaktifkan limfosit T dan limfosit B pada saat yang bersamaan. Beberapa sel T yang terbentuk, disebut sel pembantu. Kemudian menyekresi bahan khusus (yang secara kolektif disebut limfokim) yang selanjutnya mengaktifkan limposit B. sesungguhnya tanpa bantuan limfosit T ini, jumlah antibodi yang dibentuk oleh limfosit B biasanya sedikit. Sifat-sifat khusus sistem limfosit B dalam imunitas humoral dan antibodi. 1. Pembentukan antibodi oleh sel plasma. Sebelum terpajan dengan antigen yang spesifik, klon limfosit B tetap dalam keadaan dormant di dalam jaringan limfoid. Bila ada antigen asing yang masuk, makrofag dalam jaringan limfoid akan memfagositosis antigen dan kemudian membawanya ke limfosit B didekatnya. Disamping itu, antigen tersebut dapat juga dibawa ke sel T pada saat bersamaan, dan sel T pembantu

yang teraktifasi kemudian juga membantu mengaktifkan limfosit B. Limfosit B yang bersifat spesifik terhadap antigen segera membesar dan tampak seperti gambaran limfoblas. Beberapa limfoblas berdiferensiasi lebih lanjut untuk membentuk plasmablas, yang merupakan prekursor dari sel plasma. Dalam sel-sel ini sitoplasma meluas dan retikulum endoplasma kasar akan berproliferasi dengan cepat. Sel-sel ini kemudian membelah dengan kecepatan satu kali setiap 10 jam, sampai sekitar sembilan pembelahan, sehingga dari satu plasmablas dapat terbentuk kira-kira 500 sel dalam waktu 4 hari. Sel plasma yang matur kemudian menghasilkan antibodi gamma globulin dengan kecepatan tinggi kira-kira 2000 molekul per detik untuk setiap sel plasma. Antibodi yang disekresikan kemudian masuk kedalam cairan limfe dan diangkut ke darah sirkulasi. Proses ini berlanjut terus selama beberapa hari atau beberapa minggu sampai sel plasma kelelahan dan mati. 2. Pembentukan sel memori. Beberapa limfoblas yang terbentuk oleh pengaktifan suatu klon limfosit B, tidak berlanjut membentuk sel plasma, melainkan membentuk sel limfosit B baru dalam jumlah yang cukup dan serupa dengan yang terdapat pada klon asal. Dengan kata lain, populasi sel B dari klon yang teraktifasi secara spesifik menjadi sangat meningkat. Dan limfosit B baru tersebut ditambahkan ke limfosit asal pada klon. Limfosit B yang baru ini juga bersirkulasi ke seluruh tubuh untuk mendiami seluruh jaringan limfoid, tetapi secara imunologis, mereka tetap dalam keadaan dormant sampai diaktifkan lagi oleh sejumlah antigen baru yang sama. Limfosit ini disebut sel memori. Pajanan berikutnya oleh antigen yang sama akan menimbulkan respon antibodi yang jauh lebih cepat dan jauh lebih kuat. 3. Sifat antibodi. Antibodi merupakan globulin gamma yang disebut immunoglobulin, dan berat molekulnya antara 160.000 dan 970.000. Imunoglobulin biasanya merupakan sekitar 20% dari seluruh protein plasma. Semua imunoglobulin terdiri atas kombinasi rantai polipeptida ringan dan berat, kebanyakan merupakan kombinasi 2 rantai berat dan 2 rantai ringan. Meskipun begitu, ada imunoglobulin yang mempunyai kombinasi sampai 10 rantai berat dan 10 rantai ringan. Yang menghasilkan imunoglobulin dengan berat molekul besar. Dalam semua imunoglobulin tiap rantai berat terletak sejajar dengan satu rantai ringan pada salah satu ujungnya, jadi membentuk satu pasangan berat dan ringan. Serta selalu terdapat sedikitnya 2 pasang dan sebanyak-banyaknya 10 pasang dalam setiap molekul imunoglobulin.

4. Spesifikasi antibodi. Setiap antibodi bersifat spesifik untuk antigen tertentu, hal ini disebabkan oleh struktur uniknya yang tersusun atas asam-asam amino pada bagian yang dapat berubah dari kedua rantai ringan dan berat. Susunan asam amino ini memiliki bentuk sterik-sterik yang berbeda untuk setiap spesifisitas antigen, sehingga bila suatu antigen berkontak dengan bagian ini, maka berbagai kelompok prostetik antigen tersebut seperti sebuah bayangan cermin dengan asam amino yang terdapat dalam antibodi, sehingga terjadilah ikatan yang cepat antara antibodi dan antigen. Ikatan itu bersifat nonkovalen, tapi bila antibodi bersifat sangat spesifik, maka akan ada banyak tempat ikatan yang dapat membuat pasangan antibodi-antigen itu sangat kuat terikat satu sama lain, yaitu dengan cara (1) ikatan hidrofobik, (2) ikatan hidrogen, (3) daya tarik ionik, dan (4) kekuatan van der Waals. Ikatan ini juga mematuhi hukum kerja massa termodinamik. 5. Penggolongan antibodi. Terdapat lima golongan umum antibodi, masing-masing diberi nama IgM, IgG, IgA, IgD, dan IgE. Ig singkatan dari imunoglobulin, dan kelima huruf di atas menunjukkan masing-

masing golongan. Ada dua golongan antibodi yang sangat penting: IgG yang merupakan antibodi bivalen dan kira-kira 75% dari seluruh antibodi pada orang normal, dan IgE yang merupakan antibodi dalam jumlah kecil tapi khususnya terlibat dalam peristiwa alergi. Golongan IgM juga penting sebab sebagian besar antibodi yang terbentuk sewaktu terjadi respons primer adalah golongan ini. Antibodi ini mempunyai 10 tempat ikatan sehingga membuatnya menjadi sangat efektif dalam melindungi tubuh terhadap agen penyebab penyakit, walaupun antibodi IgM jumlahnya tak begitu banyak. 6. Mekanisme kerja antibodi Antibodi bekerja terutama melalui dua cara untuk mempertahankan tubuh terhadap agen penyebab penyakit: (1) dengan langsung menyerang penyebab penyakit tersebut dan (2) dengan mengaktifkan sistem komplement yang kemudian dengan berbagai cara yang dimilikinya akan merusak penyebab penyakit tersebut. 7. Kerja langsung antibodi terhadap agen penyebab penyakit. Akibat sifat bivalen dari antibodi dan banyaknya tempat antigen pada sebagian besar agen penyebab penyakit, maka antibodi dapat mematikan aktifitas agen penyebab penyakit tersebut dengan salah satu cara berikut ini: 1) Aglutinasi, dimana berbagai partikel besar dengan antigen pada permukaannya seperti bakteri atau sel darah merah, terikat bersama-sama menjadi satu kelompok. 2) Presipitasi, dimana kompleks molekular dari antigen yang larut (misalnya racun tetanus) dan antibodi menjadi begitu besar sehingga berubah menjadi tak larut dan membentuk presipitat. 3) Netralisasi, dimana antibodi menutupi tempat-tempat yang toksik dari agen yang bersifat antigenik. 4) Lisis, dimana beberapa antibodi yang sangat kuat kadang-kadang mampu langsung menyerang membran sel agen penyebab penyakit sehingga menyebabkan sel tersebut robek. Dalam keadaan normal, kerja antibodi yang langsung menyerang penyebab penyakit yang bersifat antigenik mungkin tak cukup kuat untuk berperan dalam mempertahankan tubuh terhadap penyebab penyakit tersebut. Kebanyakan sifat pertahanan didapat melalui efek penguatan dari sistem komplemen. 8. Sistem komplemen pada kerja antibodi. Komplemen merupakan istilah gabungan yang menggambarkan suatu sistem yang terdiri dari kira-kira 20 protein yang kebanyakan merupakan prekursor enzim. Pemeran utama dalam sistem ini adalah 11 protein yang ditandai dengan C1 sampai C9, B, dan D. dalam keadaan normal, semua protein ini terdapat diantara protein-protein plasma dan juga dalam protein plasma yang bocor keluar dari kapiler masuk kedalam ruang jaringan. Biasanya prekursor enzim ini bersifat inaktif, namun dapat diaktifkan dengan dua cara: (1) jalur klasik, (2) jalur alternatif. a. Jalur Klasik. Jalur ini diaktifkan oleh suatu reaksi antigen-antibodi. Yaitu, bila suatu antibodi berikatan dengan suatu antigen, maka tempat reaktif yang spesifik pada bagian yang tetap dari antibodi akan menjadi tak tertutup, atau diaktifkan, dan gabungan ini kemudian langsung berikatan dengan molekul C1 dari sistem komplemen, masuk dalam rangkaian reaksi-reaksi, yang diawali dengan pengaktifan proenzim C1 itu sendiri. Untuk mengaktifkan banyak molekul pada tahap pertama dari sistem komplemen ini hanya dibutuhkan sedikit gabungan antigen-antibodi. Enzim C1 yang terbentuk kemudian secara berturut-turut mengaktifkan enzim yang jumlahnya meningkat pada tahapakhir dari sitem ini, sehingga dari awal yang kecil terjadilah reaksi

penguat yang besar sekali. Produk akhir dan beberapa di antaranya menimbulkan efek penting yang membantu mencegah kerusakan akibat organisme yang menyerbu atau oleh toksin. Efekefek yang penting tersebut adalah sebagai berikut: 1. Opsonisasi dan fagositosis. Salah satu produk dari rangkaian komplemen yaitu C3b, dengan kuat mengaktifkan fagositosis oleh netrofil dan makrofag, menyebabkan sel-sel ini menelan bakteri yang telah dilekati oleh kompleks antigen-antibodi. Proses ini disebut opsonisasi. Proses ini seringkali mampu meningkatkan jumlah bakteri yang dapat dirusak, sampai 100 kali lipat. 2. Lisis. Produkyang paling penting adalah kompleks litik. Yang merupakan gabungan dari banyak faktor komplemen dan ditandai dengan C5b6789. Produk ini mempunyai pengaruh langsung untuk merobek membran sel bakteri atau organisme penyerbu lainnya. 3. Aglutinasi. Komplemen juga mengubah permukaan organisme penyerbu, sehingga saling melekat satu sama lain, jadi meningkatkan proses aglutinitas. 4. Netralisasi virus-virus. Enzim komplemen dan produk komplemen dapat menyerang struktur beberapa virus dan dengan demikian mengubahnya menjadi nonvirulen. 5. Kemotaksis. Fragmen C5a menyebabkan kemotaksis dari netrofil dan makrofag, jadi menyebabkan sebagian besar sel fagosit ini bermigrasi kedalam regio lokal dari agen antigenik. 6. Pengaktifan sel mast dan basofil. Fragmen C3a, C4a dan C5a semuanya mengaktifkan sel mast dan basofil, sehingga menyebabkan sel-sel tersebut melepaskan histamin, heparindan substansi lainnya ke dalam cairan setempat. Bahan-bahan ini kemudian menyebabkan peningkatan aliran darah setempat, meningkatkan kebocoran cairan dan protein plasma ke dalam jaringan, dan reaksi jaringan setempat lainnya yang membantu menginaktifkan atau mengimobilisasi agen antigenik. Faktor-faktor yang sama juga berperan dalam proses peradangan. 7. Efek inflamasi. Disamping efek peradangan yang disebabkan oleh pengaktifan sel mast dan basofil, ada beberapa produk komplemen lain yang turut menimbulkan peradangan setempat. Produk-produk ini meningkatkan aliran darah yang sebelumnya telah meningkat, meningkatkan kebocoran protein dari kapiler, dan kemudian protein akan berkoagulasi dalam ruang jaringan, jadi menghambat pergerakan organisme yang menyerbu melewati jaringan. b. Jalur alternatif. Sistem komplemen kadang-kadang diaktifkan tanpa diperantarai oleh suatu reaksi antigenantibodi. Hal ini terjadi dalam respons terhadap molekul-molekul polisakarida besar dalam membran sel mikro-organisme yang menyerbu masuk, yang bereaksi dengan faktor komplemen B dan D, menghasilkan bahan pengaktif yang mengaktifkan faktor C3, untuk memulai rangkaian komplemen yang tersisa, diluar tingkat C3. Jadi pada dasarnya semua hasil akhir yang dihasilkan itu sama dengan yang dihasilkan dalam jalur klasik, dan ini juga menghasilkan pengaruh yang sama terhadap penyerbu dalam mempertahankan tubuh. Karena jalur alternatif tidak melibatkan reaksi antigen-antibodi, maka jalan ini juga merupakan garis pertahanan pertama terhadap mikro-organisme penyerbu, bahkan mampu berfungsi sebelum orang tersebut terimunisasi terhadap organisme. Sifat Khusus sistem limfosit T, Sel T yang teraktifasi dan imunitas diperantarai sel. Pelepasan sel T yang teraktifasi dari jaringan limfoid dan pembentukan sel memori. Pada waktu terpapar dengan antigen yang sesuai, seperti yang diperlihatkan oleh makrofag yang berdekatan. Limfosit T dari klon jaringan limfoid spesifik akan berproliferasi dan melepaskan banyak sel T yang teraktifasi bersamaan dengan pelepasan antibodi oleh sel B yang teraktifasi. Perbedaan utamanya adalah bahwa bukan antibodi yang dilepaskan, tetapi seluruh sel T yang teraktifasi yang dibentuk dan dilepadkan kedalam cairan limfe. Dan selanjutnya sel T akan dilewatkan kedalam sirkulasi dan akan disebarkan ke seluruh tubuh, melalui dinding kapiler masuk ke ruang jaringan. Sekali lagi kembali masuk ke dalam cairan limfe dan darah, dan bersirkulasi bolak balik di seluruh tubuh. Kadang-kadang berakhir sampai berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun.

Sel memori limfosit T juga dibentuk melalui cara yang sama seperti sel memori B dibentuk dalam sistem antibodi. Jadi, bila ada suatu klon limfosit Tdiaktifkan oleh suatu antigen, maka banyak limfosit yang baru terbentuk ditambahkan ke dalam jaringan limfoid untuk menjadi limfosit T tambahan terhadap klon spesifik. Dan ternyata sel-sel memori ini bahkan menyebar ke seluruh jaringan limfoid di seluruh tubuh. Oleh karena itu, pada paparan berikutnya terhadap antigen yang sama, pelepasan sel-sel T teraktifasi terjadi jauh lebih cepat dan jauh lebih kuat dibandingkan pada waktu respons pertama. Reseptor-reseptor antigen pada limfosit T. Antigen-antigen berikatan dengan molekul reseptor pada permukaan sel T dengan cara yang sama seperti mereka berikatan dengan antibodi. Molekul reseptor ini terdiri atas unit yang dapat berubah seperti pada antibodi humoral. Tetapi bagian batangnya terikat dengan kokoh pada membran sel. Pada sel T tunggal terdapat sebanyak 100.000 tempat-tempat reseptor. Macam-macam tipe sel T dan berbagai fungsinya. Sel-sel ini digolongkan dalam 3 kelompok utama yaitu: (1) sel T pembantu, (2) sel T sitotoksik, (3) sel T supresor. Fungsi sel ini benar-benar berbeda. Sel T Pembantu. Perannya dalam seluruh pengaturan imunitas. Sel T pembantu sejauh ini merupakan sel T yang jumlahnya paling banyak, meliputi lebih dari tiga perempat keseluruhan. Seperti yang ditunjukkan oleh namanya, sel-sel ini membantu untuk melakukan fungsi sistem imun dan fungsi lainnya. Pada kenyataannya sel-sel ini bertindak sebagai pengatur utama yang sesungguhnya bagi seluruh fungsi imun. Sel-sel ini melakukan hal tersebut dengan membentuk serangkaian mediator protein yang disebut limfokin yang bekerja pada sel-sel lain dari sistem imun dan pada sel sumsum tulang. Limfokin yang penting disekresikan oleh sel-sel T pembantu adalah Interleukin 2, 3, 4, 5, 6, Faktor perangsang koloni monosit-granulosit, interferon-. Fungsi pengaturan spesifik dari limfokin. Bila tidak terdapat limfokin yang berasal dari sel T pembantu, maka sistem imun yang tersisa hampir seluruhnya menjadi lumpuh. Pada kenyataannya sel T pembantulah yang diinaktifasi atau dihancurkan oleh virus sindrom imunodefisiensi didapat (AIDS), yang membuat tubuh hampir secara total tidak terlindungi terhadap penyakit infeksi. Oleh karena itu, menimbulkan efek kematian yang cepat akibat AIDS. Beberapa fungsi pengaturan spesifik adalah sebagai berikut: 1) Perangsangan pertumbuhan dan proliferasi sel T sitotoksik dan sel T supressor. Bila tidak ada sel T pembantu, klon untuk memproduksi sel T sitotoksik dan sel T supresor diaktifkan sedikit sekali oleh sebagian besar antigen. Limfokin interleukin-2 khususnya memiliki efek perangsangan yang sangat kuat dalam menyebabkan pertumbuhan dan proliferasi sel T sitotoksik dan sel T supresor. Selain itu beberapa limfokim lain memiliki efek potensial yang lebih sedikit, terutama interleukin 4 dan 5. 2) Perangsangan pertumbuhan dan diferensiasi sel B untuk membentuk sel plasma dan antibodi. Kerja langsung antigen untuk menghasilkan pertumbuhan sel B, proliferasi, pembentukan sel plasma, dan sekresi antibodi juga bersifat lemah tanpa bantuan sel T pembantu. Hampir semua interleukin ikut serta dalam proses sel B, tetapi khususnya interleukin 4, 5, dan 6. Pada kenyataan ketiga interleukin ini yang memiliki efek kuat pada sel B, sehingga mereka disebut faktor perangsang sel Batau faktor pertumbuhan sel B. 3) Aktifasi sistem makrofag. Limfokin juga mempengaruhi sistem makrofag. Pertama mereka memperlambat atau menghentikan migrasi makrofag setelah mereka secara kemotaktik tertarik ke dalam area jaringan yang meradang, dengan demikian menyebabkan pengumpulan makrofag dalam jumlah yang banyak. Kedua, mereka mengaktifkan makrofag untuk menimbulkan fagositosis yang jauh lebih efisien, sehingga memungkinkan makrofag untuk menyerang dan menghancurkan organisme penyerbu dalam jumlah yang lebih banyak. 4) Umpan balik efek perangsangan pada sel pembantu sendiri.

Beberapa limfokin, khususnya interleukin 2, memiliki efek umpan balik positif langsung yang merangsang aktifasi sel T pembantu itu sendiri. Kerja ini berlaku sebagai suatu penguat dalam memperkuat respon sel pembantu selanjutnya, seperti yang terjadi pada seluruh respon imun dalam melawan antigen yang menyerbu. Sel T Sitotoksik. Sel ini merupakan sel penyerang langsung yang mampu membunuh mikroorganisme dan pada suatu saat bahkan membunuh sel-sel tubuh sendiri. Dengan alasan tersebut, maka sel ini disebut sel pembunuh. Pada permukaan sel sitotoksik ini didapati protein reseptor yang menyebabkannya terikat erat dengan organisme-organisme tersebut atau sel-sel yang mengandung antigen spesifiknya. Selanjutnya mereka membunuh sel yang diserang tadi. Setelah berikatan, sel T sitotoksik menyekresi protein pembentuk lubang, yang disebut perforin yang membuat lubang bulat besar pada membran dari sel yang diserang. Kemudian cairan dari ruang interstisial akan mengalir secara sepat kedalam sel. Selain itu, sel sitotoksik akan melepaskan substansi sitotoksiknya secara langsung kedalam sel yang diserang. Sehingga sel yang diserang segera membengkak dan biasanya tidak lama kemudian akan terlarut. Yang penting adalah sel pembunuh sitotoksik dapat terdorong keluar dari sel korban setelah sel itu terlubangi dan dimasuki oleh substansi sitotoksik, dan sel pembunuh kemudian bergerak untuk membunuh lebih banyak sel lagi. Malahan setelah menghancurkan sel-sel penyerbu, banyak sel-sel pembunuh ini yang kemudian menetap selama berbulan-bulan dalam jaringan. Beberapa sel T sitotoksik bersifat sangat mematikan terhadap sel-sel jaringan yang telah diinvasi oleh virus, sebab banyak partikel virus terjebak dalam membran sel jaringan dan menarik sel T sebagai responnya terhadap antigenisitas virus. Sel-sel sitotoksik juga berperan penting dalam penghancuran sel kanker, sel cangkok jantung, atau jenis-jenis sel lain yang dianggap asing oleh tubuh orang itu sendiri. Sel T Supressor. Dibandingkan dengan sel-sel yang lain, sel T supressor ini masih sedikit yang diketahui, namun sel ini mempunyai kemampuan untuk menekan fungsi sel T sitotoksin dan sel T pembantu. Telah dianggap bahwa fungsi supressor ini menyebabkan pengaturan aktivitas sel-sel lain, menjaganya agar jangan menyebabkan reaksi imun yang berlebihan yang mungkin saja merusak tubuh. Dengan alasan ini, maka sel-sel supressor bersama sel T pembantu, digolongkan sebagai sel Tregulator. Toleransi sistem imunitas didapat terhadap jaringan sendiri dan peranan timus dan sumsum tulang dalam melakukan pengolahan lebih dulu. Bila seorang menjadi kebal terhadap jaringannya sendiri, maka proses imuntas didapat tersebut akan menghancurkan tubuhnya sendiri. Dalam keadaan normal, mekanisme imun dapat mengenali jaringannya sendiri yang jelas berbeda dengan bakteri atau virus, dan sistem imunitasnya membentuk sedikit antibodi atau sel-sel T teraktifasi terhadap antigennya sendiri. Fenomena ini dikenal sebagai toleransi-sendiri terhadap jaringan tubuhsendiri. Sebagian besar hasil toleransi akibat pemilihan klon selama pengolahan pendahuluan. Dianggap bahwa kebanyakan fenomena toleransi ini berkembang sewaktu terjadi pengolahan pendahuluan limfosit Tdi timus dan limfosit B di sumsum tulang. Alasan untuk anggapan ini adalah bila dilakukan penyuntikan suatu antigen yang kuat kedalam janin pada saat terjadi pengolahan pendahuluan limfosit di kedua tempat tadi, maka akan terjadi pencegahan pertumbuhan klon limfosit didalam jaringan limfoid yang bersifat spesifik terhadap antigen yang disuntikkan. Percobaan-percobaan telah membuktikan bahwa limfosit imatur yang spesifik dalam timus, bila terpajan dengan antigen yang kuat, maka sel ini akan menjadi limfoblastik, sangat berproliferasi, serta selanjutnya akan bergabung dengan antigen yang merangsang tadi, suatu efek yang dianggap dapat menyebabkan sel itu sendiri dirusakkan oleh sel epitel timus sebelum mereka dapat bermigrasi dan menempati jaringan limfoid.

Oleh karena itu, maka dianggap bahwa selama limfosit diolah lebih dulu di timus dan sumsum tulang, semua atau sebagian besar klon limfosit tersebut yang bersifat spesifik terhadap jaringan tubuh sendiri akan dirusak sendiri, karena adanya kontak yang terus menerus dengan antigen tubuh. Peran sel T supressor dalam membentuk toleransi. Sel T supressor kemungkinan bertanggung jawab untuk jenis toleransi diri yang lain lagi. Sebagai contoh, kadang-kadang reaksi autoimun terjadi secara akut melawan salah satu jaringan tubuh, tetapi setelah beberapa hari atau beberapa minggu akan menghilang walaupun antibodi autoimun ini menetap dalam plasma yang bersirkulasi. Apa yang terjadi adalah bahwa sel T supressor yang secara spesifik tersensitisasi terhadap antigen-diri jumlahnya menjadi sangat meningkat. Telah diyakini bahwa sel T supressor ini berfungsi untuk mengimbangi efek antibodi autoimun seperti juga mensensitisasi sel pembantu dan mensensitisasi sel T sitotoksik, jadi menghambat serangan imun pada jaringan. Namun hal ini tidak seluruhnya dimengerti. Kegagalan mekanisme toleransi menyebabkan penyakit autoimun. Kadang-kadang orang kehilangan sebagian toleransi imun terhadap jaringannya sendiri. Semakin tua, hal ini semakin berat. Biasanya hal ini terjadi setelah timbul kerusakan beberapa jaringan tubuh, yang melepaskan banyak antigen-sendiri yang bersirkulasi didalam tubuh dan diduga menimbulkan imunitas didapat dalam bentuk sel T yang teraktifasi atau antibodi. Ada beberapa penyakit spesifik yang disebabkan oleh autoimunitas, antara lain; (1) Demam reumatik, dimana tubuh menjadi terimunisasi terhadap jaringan dalam sendi dan jantung, khususnya katup jantung, setelah terpajan oleh toksin streptokokus jenis spesifik yang memiliki epitop pada struktur molekularnya yang mirip dengan struktur pada beberapa antigen-sendiri dari tubuhnya sendiri. (2) Satu tipe glomerulonefritis, dimana orang menjadi terimunisasi terhadap membran basal glomeruli. (3) Miastenia gravis, dimana terbentuk imunitas terhadp protein reseptor asetilkolin pada sambungan neuromuskuler, sehingga terjadi kelumpuhan. (4) Lupus eritematosus, dimana penderita pada saat yang sama terimunisasi terhadap bermacammacam jaringan tubuh, penyakit ini menyebabkan kerusakan yang sangat luas dan seringkali cepat menimbulkan kematian. Vaksinasi Vaksinasi telah dipakai selama bertahun-tahun untuk menimbulkan imunitas didapat terhadap penyakit-penyakit tertentu. Seseorang dapat divaksinasi dengan cara menyuntikkan organisme yang telah mati, yang tak mampu menimbulkan penyakit lagi, tapi masih mempunyai antigen kimiawi. Tipe vaksinasi ini dipakai untuk melindungi tubuh terhadap demam tifoid, batuk rejam, difteri, dan banyak macam penyakit bakterial lainnya. Dapat juga diperoleh imunitas terhadap toksin yang telah diolah dengan bahan kimia, sehingga sifat toksiknya sudah rusak walaupun antigen yang menimbulkan imunitasnya tetap utuh. Cara ini dipakai pada vaksinasi terhadap tetanus, botulisme, dan lainnya yang mirip dengan penyakit toksik. Dan akhirnya orang dapat divaksinasi dengan jalan menginfeksinya dengan organisme yang masih hidup tapi telah dilemahkan. Artinya organisme ini dikembang biakkan dalam media biakan khusus atau dilewatkan pada serangkaian binatang sampai organisme ini cukup bermutasi, sehingga tak akan menimbulkan penyakit tapi masih membawa antigen yang spesifik. Cara ini dipakai untuk melindungi tubuh terhadap poliomielitis, demam kuning, campak, cacar air, dan penyakitpenyakit virus lainnya. Imunitas pasif Sampai saat ini, semua imunitas didapat yang telah kita bicarakan adalah imunitas aktif.Yaitu, tubuh seseorang membentuk antibodi atau sel T teraktifasi dalam responnya terhadap antigenantigen asing yang masuk kedalam tubuh. Tetapi imunitas sementara pada seseorang dapat dicapai tanpa menyuntikkan antigen apapun. Hal ini didapat dengan cara pemberian infus antibodi, sel T teraktifasi, atau kedua-duanya dari darah seseorang atau dari binatang lain yang

telah mempunyai imunitas aktif terhadap antigen tersebut. Antibodi ini akan habis dalam waktu 2 sampai 3 minggu, dan selama waktu itu orang tersebut terlindung dari penyakit yang menginvasi. Sel T teraktifasi bila di tranfusikan dari orang lain maka akan habis dalam waktu beberapa minggu, tapi bila ditranfusikan dari seekor binatang maka akan habis dalam beberapa hari saja. Tranfusi antibodi atau limfosit semacam ini menimbulkan imunitas yang disebut imunitas pasif. Alergi dan hipersensitivitas Pada beberapa keadaan salah satu efek samping yang penting dari imunitas adalah timbulnya alergi atau hipersensitivitas imun tipe lain. Ada beberpa tipe alergi dan hipersensitivitas lain, beberapa diantaranya hanya terjadi pada orang-orang yang mempunyai kecenderungan alergi yang spesifik. 1. Alergi yang ditimbulkan sel T teraktivasi: Alergi reaksi lambat. Tipe alergi ini dapat menyebabkan erupsi kulit sebagai respon terhadap obat-obatan atau bahan-bahan kimia tertentu, terutama beberapa bahan kosmetik dan bahan kimia rumah tangga, dimana kulit seseorang sering berkontak. Contoh lain dari hipersensitivitas alergik seperti ini adalah erupsi kulit yang disebabkan oleh pajanan terhadap racun dari tumbuhan yang menjalar. Alergi reaksi-lambat disebabkan oleh sel T teraktifasi dan bukan oleh antibodi. Pada kasus terkena racun dari tumbuhan yang menjalar, toksin dari racun itu sendiri tidak menyebabkan banyak kerusakan jaringan. Tapi, pada kontak yang berulang-ulang, toksin menyebabkan pembentukan sel T pembantu dan sel T sitotoksik yang teraktifasi. Kemudian pada kontak berikutnya dalam waktu satu hari atau lebih sel T teraktifasi dalam jumlah yang cukup akan berdifusi dari darah sirkulasi ke dalam kulit untuk berespons dengan toksin dari tumbuhtumbuhan beracun tadi dan menimbulkan reaksi imun yang diperantarai sel. Tipe imunitas ini dapat menyebabkan terlepasnya banyak bahan toksik dari sel T teraktivasi demikian juga invasi jaringan yang luas oleh makrofag serta menimbulkan efek-efek selanjutnya, maka kita dapat mengerti bahwa akibat akhir dari beberapa alergi reaksi-lambat dapat menyebabkan timbulnya kerusakan jaringan yang parah. Normalnya terjadi kerusakan pada area jaringan dimana terdapat antigen, seperti di kulit pada kasus terkena racun tumbuh-tumbuhan, atau di paru yang menyebabkan edema paru dan serangan asma pada kasus yang disebabkan oleh antigen yang ditularkan lewat udara. 2. Alergi pada orang yang alergik dengan antibodi IgE yang berlebihan. Beberapa orang mempunyai kecenderungan alergik. Keadaan alerginya disebutalergi atopik karena disebabkan oleh respons sistem imun yang tak lazim. Kecenderungan alergi ini diturunkan secara genetis dari orang tua ke anak-anaknya, dan ditandai dengan adanya sejumlah besar antibodi IgE. Antibodi ini disebut reaginatau antibodi tersensitisasi untuk membedakannya dengan antibodi IgG yang lebih umum. Bila suatu alergen (yang didefinisikan sebagai suatu antigen yang bereaksi secara spesifik dengan tipe spesifik antibodi reagin IgE) memasuki tubuh, maka terjadi reaksi alergen-reagin, dan kemudian terjadi reaksi alergi. Sifat khusus dari antibodi IgE (reagin) adalah adanya kecenderungan yang kuat untuk melekat pada sel mast dan basofil. Malahan, satu sel mast atau basofil dapat mengikat sampai setengah juta molekul antibodi IgE. Bila suatu antigen (alergen) yang mempunyai banyak tempat ikatan kemudian berikatan dengan beberapa antibodi IgE yang melekat pada satu sel mast atau basofil maka ini menyebabkan perubahan segera pada membran sel, mungkin disebabkan oleh efek fisik sederhana pada molekul antibodi yang bersama-sama ditarik oleh antigen. Pada setiap saat banyak sel mast dan basofil yang robek, ada juga yang melepaskan granulnya tanpa mengalami robekan dan menyekresi bahan-bahan tambahan yang belum selesai dibentuk dalam granul. Beberapa dari sekian banyak bahan yang segera dilepaskan atau segera disekresikan sesudahnya, antara lain Histamin, substansi anafilaksis bereaksi lambat (yang merupakan campuran dari leukotrien-leukotrien toksik),substansi kemotaktik eosinofil, protease, substansi kemotaktik netrofil, heparin, danfaktor pengaktif trombosit. Substansi-substansi ini

menyababkan suatu fenomena seperti delatasi pembuluh darah setempat, penarikan eosinofil dan netrofil menuju tempat yang reaktif, kerusakan jaringan setempat oleh protease, peningkatan permeabilitas kapiler dan hilangnya cairan kedalam jaringan, dan kontraksi otot polos setempat. Karna itu dapat terjadi respon dari bermacam-macam jaringan yang abnormal, bergantung pada macam jaringan dimana reksi alergen-reagin terjadi. Bermacam-macam reaksi alergen yang disebabkan oleh pola ini adalah sebagai berikut: 1) Anafilaksis. Bila suatu alergen spesifik disuntikkan langsung kedalam sirkulasi, maka alergen tersebut dapat bereaksi pada tempat yang luas diseluruh tubuh dengan adanya basifil dalam darah dan sel mast yang segera berlokasi di luar pembuluh darah kecil jika mereka telah disensitisasi oleh perekatan reagin IgE. Oleh karena itu terjadilah reaksi alergi yang luas di seluruh sistem pembuluh darah dan jaringan yang berkaitan erat. Hal ini disebut anafilaksis. Histamin yang dilepaskan ke dalam sirkulasi akan menyebabkan vaso delatasi perifer menyeluruh, juga peningkatan permeabilitas kapiler, dengan hasil akhir terjadi kehilangan banyak sekali plasma dari sirkulasi. Banyak orangyang mengalami ini dalam beberapa menit meninggal akibat syok sirkulasi, kecuali kalo diobati dengan pemberian epinefrin untuk melawan pengaruh histamin. Tapi sel-sel tersebut juga melepaskan suatu campuran leukotrien, yang juga disebutsubstansi anafilaksis bereaksi-lambat. Leukotrien-leukotrien ini menyebabkan spasme otot polos bronkeolus, sehingga menimbulkan serangan seperti asma dan kadang-kadang menimbulkan kematian akibat mati lemas. 2) Urtikaria. Urtikaria timbul akibat masuknya antigen ke area kulit yang spesifik dan menimbulkan reaksi setempat yang mirip reaksi anafilaksis. Secara lokal histamin yang dilepaskan akan menimbulkan: a. Vasodilatasi yang menginduksi timbulnya red flare (kemerahan). b. Peningkatan permeabilitas kapiler setempat sehingga dalam beberapa menit kemudian akan terjadi pembengkakan pada area yang berbatas jelas. Pembengkakan ini umumnya disebut hives. Pemberian obat antihistamin sebelum seseorang berkontak dapat mencegah timbulnya hives. 3) Hay fever. Pada hay fever, reaksi alergen-reagin terjadi dalam hidung. Histamin yang dilepaskan sebagai respons terhadap reaksi, menimbulkan dilatasi pembuluh darah setempat dengan hasil akhir terjadi peningkatan tekanan kapiler juga peningkatan permeabilitas kapiler. Kedua pengaruh ini menimbulkan kebocoran cairan yang cepat kedalam hidung, dan dinding mukosa hidung menjadi bengkak dan bersekresi. Sekali lagi, penggunaan antihistamin dapat menghindari reaksi pembengkakan tersebut. Ada produk lain dari reaksi alergen-reagin yang menyebabkan iritasi pada hidung, sehingga menimbulkan sindrom bersin yang tipikal meskipun telah diobati. 4) Asma. Asma seringkali terjadi pada seseorang yang alergik. Pada asma reaksi alergen-reagin timbul dalam bronkiolus paru-paru. Di tempat ini, produk paling penting yang dilepaskan dari sel mast tampaknya adalah substansi anafilaksis bereaksi-lambat, yang menimbulkan spasme otot polos bronkiolus. Akibatnya orang tersebut mengalami kesukaran bernafas sampai produk reaktif dari reaksi alergik dihilangkan. Pemberian antihistamin memberikan efek yang sedikit saja terhadap perjalanan penyakit asma, karena histamin bukanlah faktor utama yang menimbulkan reaksi asma.

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis dari luar dengan mengidentifikasi dan membunuh patogen serta sel tumor. Sistem ini mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang luas, organisme akan melindungi tubuh dari infeksi,bakteri, virus sampai cacing parasit, serta menghancurkan zat-zat asing lain dan memusnahkan mereka dari sel organisme yang sehat dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti biasa. Deteksi sistem ini sulit karena adaptasi patogen dan memiliki cara baru agar dapat menginfeksi organisme. B. SARAN Dengan dibuatnya makalah tentang sistem imun diharapkan nantinya akan memberi manfaat bagi para pembaca, terutama pemahaman yang berhubungan dengan bagaimana melakukan pemberian terapi dalam mengantisipasi adanya autoimun dan efek sistem imun yang lain pada kehidupan sehari-hari. Namun penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran maupun kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan penulisan makalah ini, dengan demikian penulisan makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis atau pihak lain yang membutuhkannya.

DAFTAR PUSTAKA
Guyton, Arthur C. 1997. Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC http://www.forumsains.com/biologi/sistem-pertahanan-tubuh/ http://ilmu-smartblog.blogspot.com/2011/01/mekanisme-pembentukan-kekebalan-tubuh.html http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_kekebalan

Anda mungkin juga menyukai