Publication: Seputar Indonesia, p 4 Date: 24 February 2013 Headline: Cap Goh Meh and cultural identity of Chinese Indonesians
menggelar acara kirab dengan diramaikan penampilan barongsai dan liong.Keduanya sudah menjadi bagian tradisi budaya dari perayaan hari besar masyarakat Tionghoa. Dalam perayaan ini pertunjukkan liong dan barongsai menjadi simbol ritual yang diyakini sebagai pembawa rezeki dan penolak bala. Tradisi liong dan barongsai diyakini sebagai ritual membersihkan lingkungan, khususnya energi negatif. Dengan turunnya barongsai dan liong diharapkan akan memberikan perlindungan serta berkah dan keselamatan bagi semua. Dalam sejarah sosial politik, perayaan Imlek dan Cap Go Meh di negeri ini telah memiliki sejarah yang panjang.Di masa Orde Baru, perayaan dan hal-ihwal terkait tradisi dan budaya Tionghoa dilarang ditampilkan dirayakan di area publik. Berbeda dengan saat ini, lembaran sejarah politik Indonesia kontemporer mencatat, perayaan seni dan tradisi budaya Tionghoa kembali semarak setelah sekian lama terkubur di bawah kekuasaan rezim Orde Baru.Dari Pemerintahan Megawati dan Gus Dur hingga SBY saat ini ikut andil dalam mencetak lembaran baru sejarah perjalananTionghoa Indonesia. Meminjam ungkapan Christine Susanna Tjhin yang mengutip Charles Taylor (1992), bahwa fenomena semacam itu merupakan dinamika identitas yang tidak lepas dari politik pengakuan yang dialogis. Budaya dialog dalam rangka untuk saling mengenal bisa menumbuhkan rasa sayang dan cinta lintas etnis dan budaya. Di sinilah, CY Hoon memberikan kata kunci bagaimana cara merespons keberagaman dan simbol perbedaan di sebuah masyarakat multikultural seperti Indonesia.Kata kunci yang dimaksud Hoon adalah hubungan antaretnis dan interaksi antarsimbol perbedaan sebaiknya bukanlah dengan cara mengatasi atau menjauhi perbedaan, melainkan dengan hidup dengan, atau hidup melalui perbedaan. Argumentasi bahwa bila menggunakan logika mengatasi dan menjauhi, maka akan cenderung mengarah apatis,bahkan represif dan menindas. Sementara logika hidup dengan akan membuat seseorang terus berusaha saling mengenal dan dialogis.Begitu pula hidup melaluimaka simbol perbedaan bukanlah tantangan atau hambatan,namun justru menjadi peluang yang bisa dijadikan modal kemajuan masyarakat dan bangsa. Dalam konteks ini, kebudayaan Tionghoa dan kebudayaan lainnya di negeri ini dapat dipandang sebagai modal sosial menuju integrasi dan penghargaan atas identitas keindonesiaan yang multikultural. Modal sosial, sebagaimana pernah diulas panjang lebar oleh Robert D Putnam dan Francis Fukuyama, setidaknya ada dua hal, yaitu trust (kepercayaan) dan network (jaringan). Jejaring yang diperkuat dengan kepercayaan akan menjadi sebuah masyarakat terbayang (imagined communities) dengan kegotong royongan dan semangat saling asih, asah dan asuh. Oleh karena itu, seni dan budaya, tentu, seharusnya tidak melulu dipandang sebagai sarana hiburan dan perayaan semata,tetapi juga sebagai modal sosial budaya bangsa untuk merevitalisasi kebinekaan masyarakat Indonesia untuk kemajuan, kesejahteraan dan kebaikan._ CHOIRUL MAHFUD Pemerhati Tionghoa, Penulis Buku Manifesto Politik Tionghoa di Indonesia (2013)