Anda di halaman 1dari 6

1.

Gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan (Almatsier, 2001). Disamping untuk kesehatan, gizi dikaitkan dengan potensi ekonomi seseorang, karena gizi berkaitan dengan perkembangan otak,

kemampuan belajar, dan produktivitas kerja. 5. Survey konsumsi makanan

Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Data yang didapat dapat berupa data kuantitatif maupun kualitatif. Data kuantitatif dapat mengetahui jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi, sedangkan data kualitatif dapat diketahui frekuensi makan dan cara seseorang maupun keluarga dalam memperoleh pangan sesuai dengan kebutuhan gizi (Baliwati, 2004). FAKTOR YANG PERLU DIPERTIMBANGKAN DALAM MEMILIH METODE PENILAIAN STATUS GIZI Hal mendasar yang perlu diingat bahwa setiap metode penilaian status gizi punya kelebihan dan kelemahan masing-masing. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih dan mengunakan metode adalah sebagai berikut (Proverawati, 2009): 1. Tujuan Tujuan pengukuran sangat diperhatikan dalam memilih metode, seperti ingin melihat fisik seseorang, maka metode yang digunakan adalah antropometri. Apabila ingin melihat status vitamin dan mineral dalam tubuh sebaiknya gunakan metode biokimia. 2. Unit Sampel yang Akan Diukur Berbagai jenis unit sampel yang akan diukur sangat

mempengaruhi metode penilaian status gizi. Jenis unit sampel yang akan diukur meliputi individu rumah tangga/keluarga dan kelompok rawan gizi. Apabila unit sampel yang diukur adalah kelompok atau

masyarakat

yang

rawan

gizi

secara

keseluruhan

sebaiknya

menggunakan metode antropometri, karena metode ini murah dan dari segi ilmiah bisa dipertanggungjawabkan. 3. Jenis Informasi Yang Dibutuhkan Pemilihan metode penilaian status gizi sangat tergantung pula dari jenis info yang diberikan. Jenis informasi itu antara lain: asupan makanan dan berat badan, tingkat hemoglobin dan situasi sosial ekonomi. Apabila menginginkan informasi tentang asupan makanan, maka metode yang digunakan adalah survei konsumsi. Dilain pihak apabila ingin mengetahui tingkat hemoglobin maka metode yamg gunakan adalah biokimia. Membutuhkan informasi tentang keadaan fisik seperti berat badan dan tinggi badan, sebaiknya menggunakan metode antropometri. Begitu apabila membutuhkan informasi tentang situasi sosial ekonomi sebaiknya gunakan pengukuran faktor ekologi. 4. Tingkat Reliabilitas Dan Akurasi yang Dibutuhkan Masing-masing metode penilaian status gizi mempunyai tingkat reliabilitas dan akurasi yang berbeda-beda. Contoh penggunaan metode klinis dalam menilai tingkat pembesaran kelenjar gondok adalah sangat subjektif sekali. Penilaian dari tenaga medis dan paramedis yang sangat terlatih dan mempunyai pengalaman yang cukup dalam bidang ini. Berbeda dengan penilaian secara biokimia yang mempunyai reliabilitas dan akurasi yang sangat tinggi, oleh karena itu apabila ada biaya, tenaga dan sarana-sarana lain yang mendukung, maka penilaian status gizi dengan biokimia sangat dianjurkan. 5. Tersedianya Fasilitas dan Peralatan Berbagai jenis fasilitas dan peralatan yang dibutuhkan dalam penilaian status gizi. Fasilitas tersebut ada yang mudah didapat dan ada pula yang sangat sulit diperoleh. Pada umumnya fasilitas dan

peralatan yang dibutuhkan dalam penilaian status gizi secara antropometri relatif lebih mudah didapat dibanding dengan peralatan penentuan status gizi dengan biokimia. Pengadaan jenis fasilitas dan peralatan yang dibutuhkan, ada yang diimport dari luar negeri dan ada yang didapat dari dalam negeri. Umumnya peralatan yang diimport lebih mahal dibandingkan dengan yang produksi dalam negeri. 6. Tenaga Ketersediaan tenaga, baik jumlah maupun mutunya sangat mempengaruhi penggunaan metode penilaian status gizi. Jenis tenaga yang digunakan dalam pengumpulan data status gizi antara lain: ahli gizi, dokter, ahli kimia, dan tenaga lain. Penilaian status gizi secara biokimia memerlukan tenaga ahli kimia atau analis kimia, karena menyangkut berbagai jenis bahan dan reaksi kimia yang harus dikuasai. Berbeda dengan penilaian status gizi secara antropometri, tidak memerlukan tenaga ahli, tetapi tenaga tersebut cukup dilatih beberapa hari saja sudah dapat menjalankan tugasnya.

Penilaian status gizi secara klinis, membutuhkan tenaga medis (dokter). Tenaga kesehatan lain selain dokter, tidak dapat diandalkan, mengingat tanda-tanda klinis tidak spesifik untuk keadaan tertentu. 7. Waktu Ketersediaan waktu dalam pengukuran status gizi sangat mempengaruhi metode yang akan digunakan. Waktu yang ada bisa dalam mingguan, bulanan dan tahunan. Apabila kita ingin menilai status gizi di suatu masyarakat dan waktu yang tersedia relatif singkat, sebaiknya dengan menggunakan metode antropometri. Sangat mustahil kita menggunakan metode biokimia apabila waktu yang tersedia sangat singkat, apalagi tidak ditunjang dengan tenaga, biaya dan peralatan yang memadai. 8. Dana

Masalah dana sangat mempengaruhi jenis metode yang akan digunakan untuk menilai status gizi. Umumnya penggunaan metode biokimia relatif mahal dibanding dengan metode lainnya. Penggunaan metode disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penilaian status gizi. 6. a. Gizi lebih

Masalah gizi lebih ada dua jenis yaitu overweight dan obesitas. Batas IMT untuk dikategorikan overweight adalah antara 25,1 27,0 kg/m2, sedangkan obesitas adalah 27,0 kg/m2. Kegemukan (obesitas) dapat terjadi mulai dari masa bayi, anak-anak, sampai pada usia dewasa. Kegemukan pada masa bayi terjadi karena adanya penimbunan lemak selama dua tahun pertama kehidupan bayi. Bayi yang menderita kegemukan maka ketika menjadi

dewasa akan mengalami kegemukan pula. Kegemukan pada masa anak-anak terjadi sejak anak tersebut berumur dua tahun sampai menginjak usia remaja dan secara bertahap akan terus mengalami kegemukan sampai usia dewasa. Kegemukan pada usia dewasa terjadi karena seseorang telah mengalami kegemukan dari masa anak-anak (Suyono, 1986). b. gizi kurang Empat masalah gizi kurang yang mendominasi di Indonesia, yaitu (Almatsier, 2001): 1. Kurang Energi Protein (KEP) Kurang Energi Protein (KEP) disebabkan oleh kekurangan makan sumber energi secara umum dan kekurangan sumber protein. Pada anak-anak, KEP dapat menghambat pertumbuhan, rentan terhadap penyakit terutama penyakit infeksi dan mengakibatkan rendahnya tingkat kecerdasan. Pada orang dewasa, KEP bisa menurunkan produktivitas kerja dan derajat kesehatan sehingga rentan terhadap penyakit. Kemiskinan merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi terjadinya KEP, namun selain kemiskinan faktor lain yang berpengaruh adalah kurangnya pengetahuan masyarakat

tentang

makanan

pendamping

serta

tentang

pemeliharaan

lingungan yang sehat (Almatsier, 2001). 2. Anemia Gizi Besi (AGB) Masalah anemia gizi di Indonesia terutama yang berkaitan dengan kekurangan zat besi (AGB). Penyebab masalah AGB adalah kurangnya daya beli masyarakat untuk mengkonsumsi makanan sumber zat besi, terutama dengan ketersediaan biologik tinggi (asal hewan), dan pada perempuan ditambah dengan kehilangan darah melalui haid atau persalinan. AGB menyebabkan penurunan kemampuan fisik dan produktivitas kerja, penurunan kemampuan berpikir dan penurunan antibodi sehingga mudah terserang infeksi. Penanggulangannya dilakukan melalui pemberian tablet atau sirup besi kepada kelompok sasaran. 3. Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) Kekurangan iodium umumnya banyak ditemukan di daerah pegunungan dimana tanah kurang mengandung iodium. GAKI menyebabkan pembesaran kelenjar gondok (tiroid). Pada anak-anak menyebabkan hambatan dalam pertumbuhan jasmani, maupun mental. Ini menampakkan diri berupa keadaan tubuh yang cebol, dungu, terbelakang atau bodoh. Penanggulangan masalah GAKI secara khusus dilakukan melalui pemberian kapsul minyak beriodium/iodized oil capsule kepada semua wanita usia subur dan anak sekolah di daerah endemik. Secara umum pencegahan GAKI dilakukan melalui iodisasi garam dapur. 4. Kurang Vitamin A (KVA) KVA merupakan suatu ganguan yang disebabkan karena kurangnya asupan vitamin A dalam tubuh. KVA dapat

mengakibatkan kebutaan, mengurangi daya tahan tubuh sehingga mudah terserang infeksi, yang sering menyebabkan kematian khususnya pada anak-anak. Selain itu KVA dapat menurunkan

epitelisme sel-sel kulit . Faktor yang menyebabkan timbulnya KVA adalah kemiskinan dan minim pengetahuan akan gizi.

Almatsier, Sunita. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Proverawati A, Asfuah S. 2009. Buku Ajar Gizi Untuk Kebidanan. Nuha Medika. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai