Anda di halaman 1dari 3

1. Air Fungsi air adalah untuk melarutkan zat-zat makanan, melancarkan pencernaan makanan, dan mengatur suhu tubuh.

Pada kondisi normal, tubuh memerlukan 2,5 liter air. Kekurangan zat air dalam tubuh disebut dehidrasi.

Menu makanan bergizi seimbang disebut juga 4 sehat 5 sempurna, yang terdiri dari makana pokok, sayur, lauk, buah, dan susu. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun menu makanan adalah : Bersih dan bebas dari kuman penyakit Makanan mudah dicerna oleh tubuh Bervariasi sehingga tidak menimbulkan kebosanan Memenuhi persyaratan menu 4 sehat 5 sempurna

Jika salah takaran gizi pada suatu menu dapat menyebabkan malnutrisi. Agar tidak salah takaran gizi, beberapa cara memasak yang benar: Sayuran dicuci terlebih dahulu sebelum dipotong Memasak sayuran tidak terlalu lama Tidak mencuci beras berkali-kali karena dapat menghilangkan kandungan gizi yang terdapat pada beras Status gizi kurang dan gizi lebih masyarakat

Dengan banyaknya kebijakan terkait pemenuhan kebutuhan gizi yang dibuat, memang sangat ironis jika di negara sebesar dan sesubur Indonesia masih terjadi kekurangan gizi pada rakyatnya. Jika permasalahan pemenuhan kebutuhan gizi masih banyak terjadi, maka perlu dipertanyakan kembali perihal kebijaksanaan pemenuhan kebutuhan gizi beserta aplikasi/pelaksanaannya. Nampaknya tidak berlebihan jika dikatakan bahwa kondisi ketahanan pangan Indonesi sedang terpuruk. Ketahanan pangan nasional tercapai manakala kebutuhan pangan setiap rumah tangga mampu dipenuhi, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau sesuai yang diamanatkan pada UU No. 7/1996. Beranjak dari definisi tersebut, nampaknya masih sangat berbeda jauh dengan kondisi riil di Indonesia saat ini. Hal tersebut tercermin dari banyaknya kasus gizi buruk yang dialami oleh rakyat terutama balita. Masalah gizi buruk akhir-akhir ini mulai mencuat kembali, apalagi setelah ditemukannya beberapa korban meninggal akibat gizi buruk. Di akhir Pebruari, 2008 media massa dihebohkan dengan meninggalnya Dg Basse (35 th) penduduk kota Makassar bersama

bayi berusia tujuh bulan yang dikandungnya. Kematian mereka dinyatakan akibat gizi buruk (dehidrasi akut) (kompas.com). Selain kasus tersebut, penyakit busung lapar juga banyak ditemukan di beberapa daerah atau kota seperti Lombok, NTB, NTT, Majene Sulawesi Barat, Serang Banten, Papua dan bahkan di Ibu Kota Negara Jakarta juga tidak ketinggalan. Mungkin saja masih banyak kasus busung lapar yang terjadi di penjuru negeri ini yang belum tercium pemberitaan. Artinya, masalah gizi telah terjadi secara bersamaan dan dalam skala luas di segenap penjuru nusantara, seperti terjadi di tahun 80-an (kompas.com). Sebenarnya fenomena masalah gizi yang terjadi di masyarakat dapat diumpamakan sebagai fenomena gunung es. Jika kasus busung lapar sudah ditemukan di masyarakat dalam jumlah hanya sekitar 10 orang, maka sesungguhnya telah tersimpan kurang energi protein (KEP) kategori ringansedang dalam jumlah yang banyak. Busung lapar adalah istilah yang diberikan oleh masyarakat dan sebenarnya tergolong masalah gizi KEP kategori berat. KEP merupakan masalah gizi yang paling mudah dan cepat terjadi di masyarakat bilamana mereka itu sedang mengalami ketidakseimbangan konsumsi zat-zat gizi sehari. Golongan masyarakat yang peling rawan menderita KEP adalah bayi dan anak usia bawah lima tahun (balita). Karena pada usia ini anak sudah mulai memasuki masa penyapihan, sementnara tidak diikuti pemberian makanan tambahan untuk memenuhi kebutuhan gizinya. Menilik catatan-catatan berita tentang busung lapar di NTT di tahun 2005 menggambarkan betapa parahnya kasus ini. ampung Pos (14/06/05) memberitakan bahwa dalam kurun waktu lima bulan ada 20 orang yang meninggal akibat kelaparan di NTT. Yang mengenaskan, tujuh di antaranya sudah meninggal dunia pada saat mendapat perwatan di RSU dan 10 pasien busung lapar lainnya meninggal dunia di di panti-panti perawatan milik Care International. Di TTS sendiri hasil survai mencatat ada sekitar 26 balita menderita busung lapar, sementara 2.257 anak lainnya mengalami gizi buruk saat itu. Sementara itu pelacakan terhadap 2.000 anak balita di Kabupaten Timor Tengah Utara, 400 di antaranya mengalami status gizi buruk. Juga di Alor, dari 400 anak balita yang disurvai, 20 persen mengalami gizi kronis yang mengarah pada marasmus (Kompas, 27/5/2005). Menurut catatan Dinas Kesehatan NTT, di propinsi itu anak yang mengalami gangguan gizi buruk akut dan kronis hingga busung lapar mencapai 66.685 orang (Kompas, 07/06/05). Gizi buruk dan kasus busung lapar di Nusa Tenggara Timur telah menambah potret buram generasi penerus bangsa. Betapa mengenaskan nasib anak-anak kita. Kasus busung lapar tidak hanya melanda NTT. Paling sedikit 23,63 juta penduduk Indonesia terancam kelaparan saat itu. Busung lapar juga melanda daerah lainnya seperti di Jawa Barat dan Nusa

Tenggara Barat yang tergolong daerah lumbung beras di Indonesia. Yang juga patut disimak, kasus gizi buruk pada balita juga ditemukan di Jakarta. Tidak tanggung-tanggung, Dinas Kesehatan DKI Jakarta menyebutkan angka 8455 balita menderita gizi buruk (Kompas, 10/06/05). Mereka yang terancam kelaparan adalah penduduk yang pengeluaran per kapita sebulannya di bawah Rp 30.000,00. Seharusnya gizi buruk, busung lapar atau kelaparan di NTT, bukan sesuatu muncul secara tiba-tiba dan kemudian disebut sebagai suatu "Kejadian Luar Biasa". Terlepas dari definisi ilmu epidemiologi, jika melihat beberapa indikator indeks pembangunan manusia (IPM) di NTT, maka kasus-kasus ini harusnya sudah bisa diprediksikan. Secara nasional, tingkat kesejahteraan NTT hanya menempatiposisi 24 dari 30 propinsi. Data juga menunjukkan bahwa presentasi penduduk miskin di NTT mencapai 28.62 % (2003) itu pun kalau data itu benar - bisa jadi lebih dari angka yang dipaparkan. Menurut Data dan Informasi Kemiskinan, tahun 2003, BPS Jakarta, Indeks Kemiskinan Manusia (IKM) NTT dengan jumlah penduduk miskin 28,62 persen (1.166 juta jiwa). Di sisi lain, tingkat pengangguran terbuka adalah 3,94 persen, sedangkan pengangguran terselubung 58,38 persen. (Kompas, 05/06/2005).

Anda mungkin juga menyukai