Anda di halaman 1dari 17

SEMESTER 3 BLOK 13 TUMBUH KEMBANG MAKALAH MANDIRI PBL

NAMA NIM

: AHMED HAYKAL HILMAN : 10.2008.160

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA JAKARTA 2011

BAB I DAFTAR ISI

I.

DAFTAR ISI......................................................................................2

II.

PENDAHULUAN...............................................................................3

III.

ISI III.1. Anamnesis...............................................................................4 III.2. Pemeriksaan Fisik Dan Penunjang............................................5 III.3. Anatomi Wajah.......................................................................6 III.4. Epidemiologi...........................................................................8 III.5. Patologi & Etiologi...................................................................9 III.6. Penanganan...........................................................................13

IV.

PENUTUP.......................................................................................16

V.

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................17

BAB II PENDAHULUAN

Labioschisis atau biasa disebut bibir sumbing adalah cacat bawaan yang menjadi masalah tersendiri di kalangan masyarakat, terutama penduduk dengan status sosial ekonomi yang lemah. Akibatnya operasi dilakukan terlambat dan malah dibiarkan sampai dewasa. Di Denmark dilaporkan kasus bibir sumbing dan celah langit-langit 1,47/1000 kelahiran hidup. Hasil yang hampir sama juga dilaporkan di Amerika Serikat serta di daerah Inggris. Ditemukan insiden 2,1/1000 penduduk di Jepang.

Insiden bibir sumbing di Indonesia belum diketahui. Di propinsi Nusa Tenggara Timur antara April 1986 sampai Nopember 1987 melakukan operasi pada 1004 kasus bibir sumbing atau celah langit-langit pada bayi, anak maupun dewasa di antara 3 juta penduduk.3

Etiologi bibir sumbing dan celah langit-langit adalah multifaktor. Selain faktor genetik juga t erdapat faktor non genetik atau lingkungan. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya bibir sumbing dan celah langit-langit adalah usia ibu waktu melahirkan, perkawinan antara penderita bibir sumbing, defisiensi Zn waktu hamil dan defisiensi vitamin B6.

BAB III ISI


III.1. Anamnesis
Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara melakukan serangkaian wawancara dengan pasien atau keluarga pasien atau dalam keadaan tertentu dengan penolong pasien. Berbeda dengan wawancara biasa, anamnesis dilakukan dengan cara yang khas, berdasarkan pengetahuan tentang penyakit dan dasardasar pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu penyakit serta bertolak dari masalah yang dikeluhkan oleh pasien.

Anamnesis didahului dengan pengambilan data identitas pasien secara lengkap, seperti nama, tanggal lahir, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan dll, kemudian diikuti dengan keluhan utama dan selanjutnya baru ditanyakan riwayat penyakit sekarang yang dikeluhkannya, dalam kasus ini adalah bayi dari ibu tersebut mengeluhkan bayinya rewel dan kesulitan menyusui dikarenakan adanya sumbing pada bibir atas kiri, rahang kiri dan langit, demikian pula pada bagian kanannya. Kemudian ditanyakan riwayat penyakit dahulu dan riwayat kesehatan dan penyakit dalam keluarga, ditanyakan seperti apakah ada anggota keluarga yang menderita sumbing, dalam kasus ini si ayah bayi juga mengalami sumbing pada bibir atas kirinya sewaktu lahir tetapi telah dioperasi saat masih kecil.

III.2. Pemeriksaan Fisik Dan Penunjang


Pada pemeriksaan fisik diawali dengan anamnesis yang sistematis untuk mengetahui riwayat penyakit pasien, yang dinilai pada pemeriksaan fisik pasien adalah penemuan fisik yg dihubungkan dengan tingkat pertumbuhannya. Ada 2 jenis anamnesis yaitu autoanamnesis (langsung pada pasien) dan alo-anamnesis (pada orang tua). Pada awal anamnesis seperti biasa yang ditanya adalah identitas pasien seperti nama, umur, jenis kelamin dan lain-lain. Selanjutnya ditanyakan keluhan utama, dalam kasus ini dalah sumbing. Riwayat perjalanan perjalan penyakit, adanya ayah atau ibu yang juga menderita bibir sumbing atau riwayat kehamilan si ibu, bagaimana kesehatan ibu saat kehamilan, riwayat makanan, riwayat penyakit dan riwayat keluarga.

Pada pemeriksaan penunjang terdiri dari :

1. Pemeriksaan Laboratorium a. Pemeriksaan prabedan rutin (misalnya hitung darah lengkap)

2. Pemeriksaan Diagnosis a. Foto Rontgen b. Pemeriksaan fisik c. MRI untuk evaluasi abnormal d. USG 4 dimensi

Adapun maksud dengan dilakukannya foro rontgen, MRI ataupun USG adalah untuk mengetahui bagaimana bentuk sumbing tersebut agar terlihat jelas sehingga memudahkan saat dilakukannya operasi.

III.3. Anatomi Wajah


Anatomi wajah manusia normal gambarannya seperti berikut :

Untuk perbandingannya antara yang normal dengan pasien penderita labioschizis adalah sebagai berikut :

Berikut ini adalah langit-langit normal dengan langit-langit yang inkomplet :

Seperti yang kita ketahui, labioschizis yaitu unilateral dan bilateral:

III.4. Epidemiologi
Kelainan kongenital pada bayi baru lahir dapat berupa satu jenis kelainan saja atau dapat pula berupa beberapa kelainan kongenital secara bersamaan sebagai kelainan kongenital multipel. Kadang-kadang suatu kelainan kongenital belum ditemukan atau belum terlihat pada waktu bayi lahir, tetapi baru ditemukan beberapa waktu setelah kelahiran bayi. Sebaliknya dengan kermajuan tehnologi kedokteran,kadang- kadang suatu kelainan kongenital telah diketahui selama kehidupan fetus. Bila ditemukan satu kelainan kongenital besar pada bayi baru lahir, perlu kewaspadaan kemungkian adanya kelainan kongenital ditempat lain. Dikatakan bahwa bila ditemukan dua atau lebih kelainan kongenital kecil, kemungkinan ditetemukannya kelainan kongenital besar di tempat lain sebesar 15% sedangkan bila ditemukan tiga atau lebih kelainan kongenital kecil, kemungkinan ditemukan kelainan kongenital besar sebesar 90%.

Angka kejadian kelainan kongenital yang besar berkisar 15 per i000 kelahiran angka kejadian ini akan menjadi 4-5% biIa bayi diikuti terus sampai berumur 1 tahun. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (I975-1979), secara klinis ditemukan angka kejadian kelainan kongenital sebanyak 225 bayi di antara 19.832 kelahiran hidup atau sebesar 11,6I per 1000 kelahiran hidup, sedangkan di Rumah Sakit Dr. Pirngadi, Medan (1977-1980) sebesar 48 bayi (0,33%) di antara 14.504 kelahiran bayi dan di Rumah Sakit Universitas Gadjah Mada (1974-1979) sebesar 1.64 dari 4625 kelahiran bayi. Angka kejadian dan jenis kelainan kongenital dapat berbeda-beda untuk berbagai ras dan suku bangsa, begitu pula dapat tergantung pada cara perhitungan besar keciInya kelainan kongenital.

III.5. Patologi & Etiologi


Secara etiologi ada beberapa faktor penyebab labio palato skisis :

1. Faktor herediter 2. Kegagalan fase embrio yang penyebabnya belum diketahui 3. Akibat gagalnya prosessus maksilaris dan prosessus medialis menyatu 4. Dapat dikaitkan abnormal kromosom, mutasi gen dan teratogen (agen/faktor yang menimbulkan cacat pada embrio). 5. Beberapa obat (korison, anti konsulfan, klorsiklizin). 6. Mutasi genetic atau teratogen.

Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui. Pertumbuhan embryonal dan fetaI dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor genetik, faktor lingkungan atau kedua faktor secara bersamaan.

Beberapa faktor etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya kelainan kongenital antara lain:

Kelainan Genetik dan Khromosom. Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas kelainan kongenital pada anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini ada yang mengikuti hukum Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang bersangkutan sebagai unsur dominan (dominant traits) atau kadang-kadang sebagai unsur resesif. Penyelidikan daIam hal ini sering sukar, tetapi adanya kelainan kongenital yang sama dalam satu keturunan dapat membantu langkah-langkah selanjutya.

Faktor mekanik Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat menyebabkan kelainan bentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas organ cersebut. Faktor predisposisi

dalam pertumbuhan organ itu sendiri akan mempermudah terjadinya deformitas suatu organ.

Faktor infeksi. Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang terjadi pada periode organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan. Adanya infeksi tertentu dalam periode organogenesis ini dapat menimbulkan gangguan dalam pertumbuhan suatu organ rubuh. Infeksi pada trimesrer pertama di samping dapat menimbulkan kelainan kongenital dapat pula meningkatkan kemungkinan terjadinya abortus. Sebagai contoh infeksi virus pada trimester pertama ialah infeksi oleb virus Rubella. Beberapa infeksi lain pada trimester pertama yang dapat menimbulkan kelainan kongenital antara lain ialah infeksi virus sitomegalovirus, infeksi toksoplasmosis, kelainan-kelainan kongenital yang mungkin dijumpai ialah adanya gangguan pertumbuhan pada system saraf pusat seperti hidrosefalus, mikrosefalus, atau mikroftalmia.

Faktor Obat Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester pertama kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital pada bayinya. Salah satu jenis obat yang telah diketahui dagat menimbulkan kelainan kongenital ialah thalidomide. Beberapa jenis jamu-jamuan yang diminum wanita hamil muda dengan tujuan yang kurang baik diduga erat pula hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital, walaupun hal ini secara laboratorik belum banyak diketahui secara pasti. Sebaiknya selama kehamilan, khususnya trimester pertama, dihindari pemakaian obat-obatan yang tidak perlu sama sekali; walaupun hal ini kadang-kadang sukar dihindari karena calon ibu memang terpaksa harus minum.

Faktor umur ibu Telah diketahui bahwa mongoIisme lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa menopause. Di bangsal bayi baru lahir Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo pada tahun 1975-1979, secara klinis ditemukan angka kejadian mongolisme 1,08 per 100 kelahiran hidup dan ditemukan resiko relatif sebesar

10

26,93 untuk kelompok ibu berumur 35 tahun atau lebih; angka keadaan yang ditemukan ialah 1: 5500 untuk kelompok ibu berumur < 35 tahun, 1: 600 untuk kelompok ibu berumur 35-39 tahun, 1 : 75 untuk kelompok ibu berumur 40 44 tahun dan 1 : 15 untuk kelompok ibu berumur 45 tahun atau lebih.

Faktor hormonal Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian kelainan kongenital. Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu penderita diabetes mellitus kemungkinan untuk mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan dengan bayi yang normal.

Faktor radiasi Radiasi ada permulaan kehamiIan mungkin sekali akan dapat menimbulkan kelainan kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup besar pada orang tua dikhawatirkan akan dapat mengakibatkan mutasi pada gene yang mungkin sekali dapat menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang dilahirkannya.

Faktor gizi Pada binatang percobaan, kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan dapat menimbulkan kelainan kongenital. Pada manusia, pada penyelidikan-penyelidikan menunjukkan bahwa frekuensi kelainan kongenital pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan makanan lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya. Pada binatang percobaan, adanya defisiensi protein, vitamin A ribofIavin, folic acid, thiamin dan lain-Iain dapat menaikkan kejadian &elainan kongenital.

Secara patologi, cacat terbentuk pada trimester pertama kehamilan, prosesnya karena tidak terbentuknya mesoderm, pada daerah tersebut sehingga bagian yang telah menyatu (proses nasalis dan maksilaris) pecah kembali.

11

Labioskizis terjadi akibat fusi atau penyatuan prominen maksilaris dengan prominen nasalis medial yang diikuti disfusi kedua bibir, rahang, dan palatum pada garis tengah dan kegagalan fusi septum nasi. Gangguan fusi palatum durum serta palatum mole terjadi sekitar kehamilan ke-7 sampai 12 mgg.

Patogenesa terjadinya defek pada janin ada 4 cara, antara lain :

Deformasi adalah suatu anomali yang disebabkan oleh tekanan mekanik yang luar biasa pada janin yang dedang berkembang. Keadaan ini biasanya terjadi 20 minggu kehamilan sampai trimester akhir kehamilan, contoh dari proses deformasi antara lain bayi kemba, posisi bayi yang tidak normal, oligohidramnion, dll.

Disrupsi, terjadi bila ada kerusakan yang mempengaruhi atau menghentikan morfogenesis suatu bagian tubuh yang sedang berlangsung. Disrupsi ini terjadi oleh berbagai faktor yang bersifat teratogen, seperti infeksi virus intrauterin, penyakit ibu, obat-obatan, zat kimia dan cederadan cedera panas.

Malformasi merupakan kelianan perkembangan instrinsik dalam struktur tubuh selama kehidupan prenatal, mekanisme terjadinya malformasi belum banyak diketahui, tetapi kemungkinan menyangkut berbagai kesalahan dalam proses porliferasi sel, embrional, diferensiasi, migrasi dan kematian program.

Displasia merupakann kesalahan struktural akibat morfogenesis abnormal yang hanya mengenai jaringan tertentu, misalnya displasia ektodermal (yang terkena rambut, gigi, kulit, kelenjar keringat dan air mata), diplasia jaringan ikat, diplasia skeletal yang tidak proporsional.

12

III.6. Penanganan
Penanganan untuk bibir sumbing adalah dengan cara operasi. Operasi ini dilakukan setelah bayi berusia 3 bulan, dengan berat badan yang meningkat, dan bebas dari infeksi oral pada saluran napas dan sistemik. Dalam beberapa buku dikatakan juga untuk melakukan operasi bibir sumbing dilakukan hukum Sepuluh (rules of Ten)yaitu, Berat badan bayi minimal 10 pon, Kadar Hb 10 g%, dan usianya minimal 10 minggu dan kadar leukosit minimal 10.000/ui.

1. Perawatan a. Menyusu ibu

Menyusu adalah metode pemberian makan terbaik untuk seorang bayi dengan bibir sumbing tidak menghambat pengahisapan susu ibu. Ibu dapat mencoba sedikit menekan payudara untuk mengeluarkan susu. Dapat juga mnggunakan pompa payudara untuk mengeluarkan susu dan memberikannya kepada bayi dengan menggunakan botol setelah dioperasi, karena bayi tidak menyusu sampai 6 mgg

b. Menggunakan alat khusus


Dot domba : Karena udara bocor disekitar sumbing dan makanan dimuntahkan melalui hidung, bayi tersebut lebih baik diberi makan dengan dot yang diberi pegangan yang menutupi sumbing, suatu dot domba (dot yang besar, ujung halus dengan lubang besar), atau hanya dot biasa dengan lubang besar Botol peras : Dengan memeras botol, maka susu dapat didorong jatuh di bagian belakang mulut hingga dapat dihisap bayi Ortodonsi : Pemberian plat/ dibuat okulator untuk menutup sementara celah palatum agar memudahkan pemberian minum dan sekaligus mengurangi deformitas palatum sebelum dapat dilakukan tindakan bedah definitive

13

c. Posisi mendekati duduk dengan aliran yang langsung menuju bagian sisi atau belakang lidah bayi d. Tepuk-tepuk punggung bayi berkali-kali karena cenderung untuk menelan banyak udara e. Periksalah bagian bawah hidung dengan teratur, kadang-kadang luka terbentuk pada bagian pemisah lobang hidung f. Suatu kondisi yang sangat sakit dapat membuat bayi menolak menyusu. Jika hal ini terjadi arahkan dot ke bagian sisi mulut untuk memberikan kesempatan pada kulit yang lembut tersebut untuk sembuh g. Setelah siap menyusu, perlahan-lahan bersihkan daerah sumbing dengan alat berujung kapas yang dicelupkan dala hydrogen peroksida setengah kuat atau air

2. Pengobatan
a. Dilakukan bedah elektif yang melibatkan beberapa disiplin ilmu untuk penanganan selanjutnya. Bayi akan memperoleh operasi untuk memperbaiki kelainan, tetapi waktu yang tepat untuk operasi tersebut bervariasi.

b. Tindakan pertama dikerjakan untuk menutup celah bibir berdasarkan kriteria rule often yaitu umur > 10 mgg, BB > 10 pon/ 5 Kg, Hb > 10 gr/dl, leukosit > 10.000/ui

c. Tindakan operasi selanjutnya adalah menutup langitan/palatoplasti dikerjakan sedini mungkin (15-24 bulan) sebelum anak mampu bicara lengkap seingga pusat bicara otak belum membentuk cara bicara. Pada umur 8-9 tahun dilaksanakan tindakan operasi penambahan tulang pada celah alveolus/maxilla untuk memungkinkan ahli ortodensi mengatur pertumbuhan gigi dikanan dan kiri celah supaya normal. d. Operasi terakhir pada usia 15-17 tahun dikerjakan setelah pertumbuhan tulang-tulang muka mendeteksi selesai. e. Operasi mungkin tidak dapat dilakukan jika anak memiliki kerusakan horseshoe yang lbar. Dalam hal ini, suatu kontur seperti balon bicara ditempl pada bagian belakang gigi geligi menutupi nasofaring dan membantu anak bicara yang lebih baik.

14

f.

Anak tersebut juga membutuhkan terapi bicara, karena langit-langit sangat penting untuk pembentukan bicara, perubahan struktur, juag pada sumbing yamh telah diperbaik, dapat mempengaruhi pola bicar secara permanen.

Perinsip perawatan secara umum :


1. lahir ; bantuan pernafasan dan pemasangan NGT (Naso Gastric Tube) bila perlu untuk membantu masuknya makanan kedalam lambung. 2. umur 1 minggu; pembuatan feeding plate untuk membantu menutup langit-langit dan mengarahkan pertumbuhan, pemberian dot khusus. 3. umur 3 bulan; labioplasty atau tindakan operasi untuk bibir, alanasi (untuk hidung) dan evaluasi telingga. 4. umur 18 bulan 2 tahun; palathoplasty; tindakan operasi langit-langit bila terdapat sumbing pada langit-langit. 5. Umur 4 tahun : dipertimbangkan repalatorapy atau pharingoplasty. 6. umur 6 tahun; evaluasi gigi dan rahang, evaluasi pendengaran. 7. umur 11 tahun; alveolar bone graft augmentation (cangkok tulang pada pinggir alveolar untuk memberikan jalan bagi gigi caninus). perawatan otthodontis. 8. umur 12-13 tahun; final touch; perbaikan-perbaikan bila diperlukan. 9. umur 17-18 tahun; orthognatik surgery bila perlu.

15

BAB IV PENUTUP

Labioschisis atau cleft lip atau bibir sumbing adalah suatu kondisi dimana terdapatnya celah pada bibir atas diantara mulut dan hidung. Kelainan ini dapat berupa takik kecil pada bahagian bibir yang berwarna samapai pada pemisahan komplit satu atau dua sisi bibir memanjang dari bibir ke hidung. Celah pada satu sisi disebut labioschisis unilateral, dan jika celah terdapat pada kedua sisi disebut labioschisis bilateral.

Faktor herediter berarti menyangkut gen penyebab bibir sumbing yang dibawa penderita. Hal ini dapat berupa mutasi gen atau kelainan kromosom : 75% dari faktor keturunan resesif dan 25% bersifat dominan.

Faktor eksternal merupakan hal-hal diluar tubuh penderita selama masa pertumbuhan dalam andungan yang mempengaruhi atau menyebaban terjadinya bibir sumbing yaitu seperti faktor usia ibu, obat-obatan, malnutrisi,terutama pada ibu yang kekurangan folat, penyakit infeksi Sifilis, virus rubella, radiasi, stres emosional, trauma (trimester pertama) dan kondisi ibu hamil yang mengalami rasa mual dan muntah berlebihan, berisiko melahirkan bayi dengan bibir sumbing.

16

BAB V DAFTAR PUSTAKA

1. http://midwiferoom.blog.com/2008/11/22/kelainan-kongenital-pada-bayi/ 2. http://budikolonjono.blogspot.com/2009/06/cacat.html 3. http://dokteryudabedah.com/labiopalatoscisis/ 4. http://puribunda.com/puribunda_content/puribunda_content.php?articleid=68 5. Behrman, Kliegman, Arvin. Labio gnato palatoschizis. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak edisi XV. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2002 6. Buku Ajar Geriartri Ed 2, Edit oleh R.BoedhiDarmojo & Hadi Martono. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2001 7. Pedoman Pengelolaan Kesehatan Pasien Geriatri. Editor Soejono CH, Setiati S

17

Anda mungkin juga menyukai