Anda di halaman 1dari 10

5

Maksud utama analisis stabilitas lereng adalah untuk mendukung upaya


desain bendungan, galian dan timbunan yang ekonomis dan aman
(Chowdury,1978 dalam Aryal, 2006).
Menurut Perloff (1976), metode-metode analisis stabilitas lereng pada
umumnya didasarkan atas asumsi-asumsi sebagai berikut:
1) Kelongsoran suatu lereng tanah terjadi di sepanjang sebuah permukaan
kelongsoran partikular, sehingga dapat diasumsikan bahwa kelongsoran
tersebut merupakan suatu masalah dua dimensi.
2) Kelongsoran massa lereng bergerak sebagai suatu bagian yang kaku, sehingga
deformasi-deformasi yang terjadi pada bagian-bagaian tertentu dari massa itu
tidak dipermasalahkan dalam analisis.
3) Tahanan geser massa tanah pada beragam titik sepanjang permukaan
kelongsoran tidak bergantung pada orientasi (arah) permukaan kelongsoran,
dengan kata lain, sifat kekuatan tanah adalah isotropik.

2.1.2 Konsep nilai faktor aman

Prinsip dari analisis stabilitas lereng adalah menentukan faktor keamanan.


Secara umum, faktor keamanan didefinisikan sebagai berikut (Bowles, 1984):
τf
Fs = .............…………………………….(2.1)
τd
dengan:
Fs = Faktor keamanan
τ r = Kuat geser tanah rata-rata (kN/m2)
τ d = Tegangan geser tanah rata-rata (kN/m2).
Kelongsoran pada lereng mengindikasikan bahwa kekuatan geser rata-rata
pada permukaan kelongsoran itu telah mencapai batasnya (overestimated)
(Terzaghi dkk, 1996). Kuat geser tanah terdiri dari tiga komponen, yakni kohesi
(cohession), tegangan normal para permukaan kelongsoran, dan sudut friksi atau
sudut geser (friction angle), dan bisa ditulis sebagai:
6

τ r = c + σ tan φ .............................................(2.2)

dengan:
c = Kohesi (kN/m2)
φ = Sudut friksi (0)
σ = Tegangan normal pada permukaan kelongsoran potensial (kN/m2).

2.1.3 Analisis stabilitas lereng terhingga dengan permukaan kelongsoran


lingkaran

Dalam perencanaan, secara umum bentuk permukaan kelongsoran


diasumsikan dan penentuan letak kelongsoran tersebut dilakukan secara coba-
coba (Fredlund dkk, 1993). Kebanyakan peristiwa kelongsoran lereng terjadi
dengan bentuk bidang kelongsoran berupa lingkaran (Collin, 1846 dalam
Hardiyatmo, 2007). Permukaan kelongsoran lereng berbentuk lingkaran dapat
terjadi pada lereng dengan lapisan tanah yang homogen, tanah liat homogen
(homogeneous clay), suatu massa tanah isian (fill) di atas tanah lembek (weak
soil), atau timbunan (embankment) di atas tanah liat berlanau yang lunak (soft
silty clay) (Perloff dkk, 1976).
Metode analisis stabilitas lereng dengan permukaan kelongsoran
berbentuk lingkaran pertamakali diperkenalkan oleh Hultin dan Petterson pada
tahun 1916 (Brand dkk,1981). Kemudian metode ini dikembangkan oleh Fellenius
(1918) hingga kemudian terkenal dengan sebutan metode lingkaran kelongsoran
swedia (Swedish Slip Circle Method) (Perloff dkk, 1976).

2.1.4 Tipe-tipe permukaan kelongsoran lingkaran

Ketika kelongsoran terjadi dimana permukaan kelongsoran berpotongan


dengan lereng tepat pada atau di bawah kaki lerengnya, maka ini disebut suatu
kelongsoran pada kaki lereng (toe failure) dan lingkaran kelongsorannya disebut
sebagai suatu lingkaran kaki lereng (toe circle) (Gambar 2.2).
7

Gambar 2.2 Tipe Kelongsoran kaki lereng (toe circle) (Das, 1990)

Apabila garis kelongsoran berpotongan pada lereng di atas kaki lereng,


maka model ini disebut kelongsoran pada badan lereng (slope failure) dan
lingkaran kelongsoran disebut sebagai suatu lingkaran badan lereng (slope circle)
(Gambar 2.3). Kelongsoran yang terjadi pada permukaan kelongsoran dan
melewati beberapa jarak di bawah kaki lereng disebut sebagai suatu kelongsoran
dasar (base failure) dan lingkaran kelongsoran dalam kasus ini disebut suatu
lingkaran tengah (a midpoint circle) (Gambar 2.4). Di bawah lingkup tertentu,
kelongsoran lereng dangkal dapat juga terjadi (Gambar 2.5).

2.1.5 Jenis prosedur analisis stabilitas lereng permukaan kelongsoran


lingkaran

Prosedur analisis stabilitas lereng dengan permukaan kelongsoran


berbentuk lingkaran dapat dibagi menjadi dua macam:
1) Prosedur Massa
Dalam kasus ini, massa tanah di atas permukaan kelongsoran diambil sebagai
satu kesatuan. Prosedur ini berguna apabila tanah yang membentuk lereng
diasumsikan homogen, walaupun ini tidak sesuai untuk lereng-lereng alami (Das,
1990) .
8

Gambar 2.3 Kelongsoran Badan Lereng (slope failure) (Das, 1990)

Gambar 2.4 Kelongsoran Dasar Lereng (base failure)(Das,1990)

Gambar 2.5 Kelongsoran lereng dangkal (Das, 1990)


9

2) Metode irisan
Dalam prosedur ini, tanah di atas permukaan kelongsoran dibagi menjadi
beberapa buah irisan vertikal yang paralel. Stabilitas setiap irisan dihitung secara
terpisah (Das, 1990). Para peneliti menemukan banyak jenis metode analisis
berdasarkan metode irisan dan variasi hasil perhitungan nilai faktor keamanan
antar metode-metode analisis ini adalah berkisar kurang lebih lima persen (5%)
(Singh, 1970 dalam Al-Karni dkk, 1999).

2.1.6 Analisis stabilitas lereng metode irisan biasa (Ordinary method of


slices)

Metode irisan biasa secara umum digunakan untuk membagi bagian


kelongsoran ke dalam beberapa irisan vertikal sebagaimana diilustrasikan pada
Gambar 2.6 dan 2.7 (Das, 1990).
Diasumsikan bahwa berat irisan ke n atau ke i (Wn atau Wi ) di atas pias
berlaku pada titik tengah area irisan. Dengan asumsi-asumsi tersebut hubungan di
bawah ini dibuat (Bowles,1984):
N i = (Wi ).Cosα i ….........….........………………………(2.3)

Ti = (Wi ).sin α i .........................…………………………(2.4)

∆xi
bi = ………………………….…………………..(2.5)
cos α i
∆x
Fsi = N i tan φ + cb = (Wi ) cos α i tan φ + c …..…….(2.6)
cos α i
∆y
α i = arctan( ) ..............................................................(2.7)
∆x
dengan:
i = Nomor urut pias dihitung dari kiri gambar.
Wi= Berat pias ke –i (kN)
Ni = Beban tegak lurus pada dasar pias ke –i (kN)
Ti = Vektor gaya berat Wi sejajar dasar pias (kN)
Fsi = Gaya tahan geser (kN)
10

bi = Lebar alas pias (m)

Δx = Jarak horisontal antar pias (m)


Δy = Jarak vertikal antar pias (m)
α = Sudut kemiringan lereng pias ke –i (0)
c = Kohesi (kN/m2)
φ = Sudut friksi (0)
σ = Tegangan normal pada permukaan kelongsoran potensial (kN/m2)

O
R
bi
R
i

Wi

Fsi

αi

Gambar 2.6 Pembagian massa tanah dalam beberapa irisan (Das, 1990)
Keseimbangan momen di sekitar titik O menggunakan penjumlahan semua
irisan yang ada di dalam lingkaran kelongsoran, dirumuskan dalam persamaan di
bawah ini (Bowles,1984):
ΣRFsi − ΣRWi sin α i = 0 ......……………………(2.8)

dengan:
R =Jari-jari lingkaran kelongsoran kritis (m)
Fsi = Gaya tahan geser tanah (kN)

Momen penahan adalah ΣRF , dan faktor keamanan (Fs) adalah


ΣRFsi
Fs = ......…………………………(2.9)
ΣR(Wi ) sin α i

Eliminasi R dan substitusi (2.6) untuk gaya tahan geser Fsi , menentukan:
11

Σ( cb + (Wi ) cos α i tan φ )


Fs = ...………………..(2.10)
Σ(Wi ) sin α i
Baik tegangan total maupun tegangan efektif dengan c dan ф yang sesuai
dalam persamaan (2.3) dapat digunakan. Tegangan efektif sering secara
konvensional ditentukan dengan menggunakan γ dan γ’ sebagaimana yang dipakai
dalam perhitungan berat vektor Wi.

Gambar 2.7 Gaya-gaya pada elemen pias ke- i (Bowles, 1984)


Metode irisan biasa (Ordinary Method of Slices) hanya memenuhi
keseimbangan momen dari massa lereng, mengabaikan keseimbangan momen
dari setiap masing-masing elemen irisannya dan kurang mempertimbangkan
keseimbangan gaya setiap irisan (Dunn dkk, 1980). Metode ini menghasilkan nilai
faktor aman yang mendekati hasil analisis menggunakan metode Bishop apabila
sudut geser tanah sama dengan nol ( φ = 0 ) (Atkinson, 1981).

2.1.7 Metode Analisis Bishop yang tersederhanakan (Simplified Bishop


Analysis Method)

Dalam metode analisis Bishop, terdapat beberapa asumsi sebagai berikut


(Albataineh, 2006):
1) Kelongsoran massa tanah terjadi karena rotasi massa tersebut pada
permukaan kelongsoran yang berbentuk lingkaran.
12

2) Gaya-gaya pada sisi irisan diasumsikan menghasilkan resultan


horisontal sehingga tidak ada tegangan di antara irisan.
3) Titik tangkap total gaya normal bekerja tegak lurus terhadap dasar tiap
irisan.
Total gaya normal tersebut diturunkan melalui persamaan berikut (Bowles,
1984):
 N tan φ cbi 
Wi + ∆X i = N i cos α i + Fsi sin α i = N cos α i +  i +  sin α 1 ......(2.11)
 Fs Fs 

cbi sin α i
Wi + ∆X i −
Fs
Ni = .......................................................................(2.12)
tan φ sin α i
cos α i +
Fs
tan φ sin α i
mαi = cos α i + ........................................................................(2.13)
Fs

Karena (Wi ) cos α i dalam persamaan (2.3) adalah Ni, maka dengan
mensubstitusikan persamaan (2.12) ke dalam persamaan (2.10) menghasilkan :


 {Wi + ∆X i } − cbi sin α i 

 Fs
Σ cbi + tan φ 
 tan φ sin α i 
 cos α i + 
Fs
Fs =  
Σ(Wi ) sin α1
 Fs 
Σ [ cbi cos α i + tan φ {Wi + ∆X i } ] 
 Fs cos α i + tan φ sin α i 
= ...............(2.14)
Σ(Wi ) sin α1

Apabila panjang sisi dasar pias dianggap trapezoid, maka menurut

∆xi
persamaan (2.5) bi = , dan apabila gaya vertikal pada sisi pias dianggap nol
cos α i

( ∆X i = 0 ), maka persamaan (2.13) biasanya disederhanakan sebagai berikut:


13

 Fs 
Σ [ c∆xi + tan φ {Wi } ] 
Fs cos α i + tan φ sin α i
Fs =   ..........................(2.15)
Σ(Wi ) sin α 1

Wi = λ.b.hi = λ . Ai ..........................................................................(2.16)

dengan:
∆X i = Selisih gaya vertikal pada sisi-sisi pias ke –i. (N)
λ =Berat satuan tanah (kN/m3)
hi = Tinggi pias (m)
Ai = Luas pias (m2)
Menurut Bowles (1984), suatu analisis iteratif diperlukan untuk
menentukan Fs dalam persamaan (2.14) di atas, karena Fs terdapat di kedua sisi
persamaan. Pemrograman pada komputer akan memberikan pemecahan yang
cepat setelah beberapa putaran (biasanya 2 atau 3 kali). Cara iterasinya yaitu
dengan mengasumsikan Fs =1 (Fs bagian kanan persamaan) pada mulanya untuk
menentukan nilai dari Fs sebelah kiri persamaan. Kemudian nilai ini dibandingkan
dengan nilai yang diasumsikan. Jika tidak memadai, diperlukan perhitungan
berikutnya dengan menggunakan nilai Fs yang telah didapat. Proses ini diulang
terus hingga nilai Fs pada ruas kiri dan kanan persamaan (nilai Fs yang ditentukan
dan nilai Fs yang diasumsikan) sama atau hampir sama satu sama lain.

2.1.8 Penyelesaian atas kesalahan numerik metode irisan akibat


ketidakrasionalan nilai gaya normal (unreasonable normal force)

Perhitungan numerik analisis stabilitas lereng menggunakan metode irisan


terkadang dapat mengalami kesalahan (Hoek dan bray, 1981 dalam Ari, 2008).
Nilai gaya normal pada dasar irisan (persamaan 2.12) dapat menjadi tidak rasional
dan hal ini dapat menyebabkan nilai faktor aman menjadi tidak proporsional
(Whitman dan Bailey, 1967 dalam Fredlund dan Rahardjo, 1993). Nilai gaya

normal yang tidak rasional itu disebabkan oleh nilai mαi (persamaan 2.13) yang

tidak realistis (bernilai negatif). Ketidak realistisan nilai mαi biasanya terjadi
14

sebagai hasil dari sebuah bentuk permukaan gelincir (slip surface) yang
diasumsikan, yang mana tidak konsisten dengan teori tekanan tanah (earth
pressure theory). Masalah ini bisa diatasi dengan cara membatasi sudut
kemiringan permukaan gelincir pada puncak lereng (the active zone) dengan sudut

maksimum ( α max ) tanah aktif (the active state) (Gambar 2.8) (Fredlund dan
Rahardjo, 1993):
φ
α max = 45 + .............................................................(2.17)
2
dengan cara yang sama, sudut kemiringan permukaan gelincir pada kaki lereng

(the passive zone) dibatasi dengan sudut maksimum ( α max ) tanah pasif (the
passive state):
φ
α max = 45 − .............................................................(2.18)
2

Pusat rotasi
Zona retak tarik

Permukaan
kelongsoran
lingkaran

Zona tekanan aktif Zona tekanan pasif

Gambar 2.8 Pembatasan kemiringan permukaan gelincir lereng pada puncak dan
kaki lereng (Fredlund dan Rahardjo, 1993)

Anda mungkin juga menyukai