Anda di halaman 1dari 30

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan Menurut Anusavice (2004) pengujian bahan-bahan kedokteran gigi meliputi uji, uji sekunder, dan uji pra klinis. Sedangkan menurut ANSI/ADA Dokumen 41 terdiri dari tahap awal, uji sitotoksisitas secara in vitro, uji lisis membrane sel darah merah, metagenesis dan karsinogenesis; tahap kedua, uji pada hewan untuk keradangan dan respon imun; tahap pemakaian, uji respon tulang dan pulpa. Lebih dari 150 tahun amalgam digunakan sebagai bahan restorasi karena sifatnya yang sangat kuat dan tahan lama di dalam rongga mulut (Solanki, 2012). Konsentrasi perak dalam logam campur amalgam adalah 40%-70% dan timah 12%-30%, tembaga kurang dari 12%-24%, paladium 0,5%, indium 1% dan seng sampai dengan 1% (Bharti, 2010). Dapat dikatakan sejauh ini amalgam adalah bahan tambal yang paling kuat dibandingkan dengan bahan tambal lain dalam melawan tekanan kunyah, sehingga amalgam dapat bertahan dalam jangka waktu yang sangat lama di dalam mulut (pada beberapa penelitian dilaporkan amalgam bertahan hingga lebih dari 15 tahun dengan kondisi yang baik) asalkan tahap-tahap penambalan sesuai dengan prosedur (Sundoro, 2005). Merkuri adalah elemen yang beracun, baik sebagai logam bebas maupun unsur dari senyawa kimia. Raksa larut dalam lemak dan sewaktu-waktu dapat terhirup oleh paru-paru yang mana akan teroksidasi menjasi Hg2+. Kemudian ia akan ditransportasikan dari paru-paru oleh sel darah merah ke jaringan lain termasuk sistem saraf pusat. Merkuri dengan mudah menjadi senyawa metil merkuri, melewati barrier darah otak dan juga plasenta kepada janin. Senyawa merkuri organik dianggap lebih berbahaya dan ia dapat larut dalam lapisan lemak pada kulit yang menyelimuti korda syaraf (McCabe, 2008).

Berdasarkan latar belakang diatas dan sesuai issue 4 dalam blok 7 ini, maka kami menyusun makalah ini dengan topik bahasan Metode Diagnosis Laboratorik Kedokteran Gigi. 1.2 Rumusan Masalah 1) Bagaimana komposisi dan sifat dari dental amalgam? 2) Bagaimana efek samping dental amalgam? 3) Bagaimana pemeriksaan bahan-bahan yang dipakai di kedokteran gigi?

1.3 Tujuan 1) Mengetahui komposisi dan sifat dari dental amalgam. 2) Mengetahui efek samping dental amalgam. 3) Mengetahui pemeriksaan bahan-bahan yang dipakai di kedokteran gigi.

1.4 Hipotesa Pentingnya pemeriksaan dan pengujian bahan-bahan kedokteran gigi sebelum dilakukan pengaplikasian dalam tindakan dalam bidang kedokteran gigi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uji Keamanan Bahan Biomaterial 2.1.1 Biokompatibilitas Bahan-Bahan Kedokteran Gigi Tujuan uji biokompatibilitas adalah untuk menghilangkan produk atau komponen produk potensial yang dapat merugikan atau merusak jaringan mulut atau maksilofasial. Uji biokompatibilitas dikelompokkan menjadi 3 tingkatan (baris) (Anusavice, 2003). 1. Kelompok I (Uji Primer) Uji primer terdiri atas evaluasi toksik dimana bahan kedokteran gigi dalam keadaan segar atau tanpa diproses ditempatkan langsung pada biakan sel jaringan atau membran (penghalang seperti lempeng dentin) yang menutupi sel jaringan biakan yang bereaksi terhadap efek dari produk atau komponen yang merembes melalui penghalang (Anusavice, 2003). Uji Genotoksik Sel mamalia atau non mamalia, bakteri, ragi atau jamur digunakan untuk menentukan apakah mutasi gen, perubahan dalam struktur kromosom atau perubahan asam deoksiribonukleat lain, atau perubahan genetik disebabkan oleh bahan, alat dan ekstrak dari bahan yang diujikan (Anusavice, 2003). 2. Kelompok II (Uji Sekunder) Pada tingkat ini, produk dievaluasi terhadap potensinya untuk menciptakan toksisitas sistemik, toksisitas inhalasi, iritasi kulit dan sensitivitas serta respons implantasi. Dalam uji toksisitas sitemik seperti uji dosis letal rata-rata untuk rongga mulut (LD50), sampel bahan yang diujikan diberikan setiap hari pada tikus selama 14 hari baik secara oral

maupun dimasukkan dalam makanannya. Bila 50% tikus-tikus tersebut tetap hidup, produk tersebut lolos uji (Anusavice, 2003). Uji toksisitas kulit adalah penting karena banyaknya jumlah substansi kimia, tidak hanya produk kedokteran gigi, yang berkontak dengan kita setiap hari. Sekali bahan, produk atau komponen toksik teridentifikasi, bisa diganti, diencerkan, dinetralkan dan dikelasi untuk mengurangi resiko keracunan (Anusavice, 2003). Uji toksisitas inhalasi dilakukan pada tikus, kelinci atau marmot dalam kamar pemajanan dengan preparat aerosol melalui cara

menyemprotkan bahan disekitar kepala dan saluran pernapasan atas dari binatang tersebut. Binatang-binatang tersebut dipajankan selama 30 detik terhadap penyemprotan terus menerus yang diulangi lagi setelah istirahat 30 menit. Setelah 10 kali pemajanan terus menerus, binatang-binatang tersebut diamati selama 4 hari. Bila ada binatang yang mati dalam 2-3 menit, bahan tersebut dianggap amat toksik. Bila tidak ada binatang yang mati, bahan tersebut cenderung tidak berbahaya bagi manusia (Anusavice, 2003). Uji Implantasi penggunaan teknik implan secara in vivo, juga mempertimbangkan sifat fisik produk, seperti bentuk, kepadatan, kekerasan, dan kehalusan permukaan yang dapat mempengaruhi karakter respons jaringan. Untuk implantasi subkutan dan otot, bahan uji implan dikemas dalam berbagai tube plastik (variasi polietilen, atau teflon). Untuk implantasi tulang, korteks lateral dari tulang femur atau tibia atau keduanya dibuka, dan dibuat lubang dengan menggunakan bur putaran rendah, intermiten, dibawah irigasi larutan salin fisiologis untuk mencegah panas berlebihan pada tulang (Anusavice, 2003). 3. Kelompok III: uji penggunaan pra-klinis suatu produk dapat disetujui oleh us food and Drug administration (FDA) Setelah berhasil melalui uji primer dan sekunder berdasarkan bahwa produk tersebut tidak membahayakan manusia. Berkaitan dengan obat-obatan, FDA amat

memperhatikan bahwa uji tersebutdigunakan dengan efisien, teliti dan

cermat. Namun, berkaitan dengan bahan-bahan gigi, pabrik pembuat memiliki kesempatan sampai 7 tahun untuk membuktikan efisiensinya setelah produk itu dipasarkan dengan persetujuan FDA. 4. Uji penggunaan pulpa dan Dentin : uji ini dirancang untuk melihat

biokompatibilitas bahan kedokteran gigi yang diletakkan pada dentin dekat pulpa gigi. Mamalia bukan pengerat dipilh untuk menjamin bahwa gigigeligi mereka adalah permanen yang sudah bererupsi sempurna. Preparasi kavitas kelas V pada permukaan bukal atau labial keduanya dibuat menggunakan bur tajam yang dilengkapi dengan semprotan air secukupnya dengan meninggalkan tubulus dentin setela 1mm atau kurang di antara dasar preparasi kavitas dan pulpa. Sebagai kontrol negatif digunakan oksida seng eugenol (OSE). Sebagai kontrol positif, dipilih bahan restorasi yang secara konsisten merangsang respon pulpa dari tahap sedang hingga parah. (anusavice, 2004) 5. Uji penggunaan kaping pulpa dan pulpatomi: Prosedur pengujian di sini serupa dengan uji penggunaan pulpa dan dentin, kecuali pulpa sedikit terbuka untuk evaluasi kaping pulpa dan pulpa sebagian diambil untuk pengujian pulpatomi. Suatu produk kalsium hidroksida (CH) digunakan sebagai kontrol negatif. 6. Penggunaan endodonsi : untuk pengujian ini, digunakan jenis binatang yang sama tetapi pulpa sudah diangkatseluruhnya atau hampir seluruhnya dari ruang pulpa dan saluran akar, serta digantikan dengan bahan pengisi dan bahan pengontrol OSE saja atau OSE dikombinasikan dengan bahan pengisi (biasanya pengisi grossman) digunakan sebagai bahan kontrol (Anusavice, 2004) 7. Adhesi dan Biokompatibilitas Amalgam Amalgam tidak mempunyai sifat adhesi terhadap email dan dentin. Oleh karena itu potensi untuk terjadinya celah antara tumpatan dan gigi sangat besar. Pada saat awalnya, celah ini dapat dikurangi dengan pengulasan pernis pada dinding kavitas ketika menambal. Setelah beberapa bulan

kebocoran mikro restorasi amalgam yang tidak dipernis berkurang oleh adanya deposit mineral dari saliva atau oleh produk korosi. 8. Amalgam dianggap sebagai bahan tumpatan yang tidak mengiritasi pulpa, namun tidak adanya ikatan antara bahan tumpat dengan gigi akan memungkinkan kuman memasuki tumpatan dan mengiritasi pulpa melalalui tubulus dentin. Oleh sebab itu dinding kavitas yang menutupi pulpa harus ditutupi oleh pelapik dan sisanya dilapisi pernis kavitas (Ford, 1993). 2.1.2 Tahap Uji Keamanan Biomaterial a. Pengujian awal biomaterial adalah secara in vitro Untuk pengujian secara in vitro biasanya menggunakan kultur MTT Assay untuk menguji toksisitas bahan. b. Pengujian in vitro menggunakan hewan coba untuk mengamati reaksi jaringan sekitar, uji darah secara sistemik dan lain-lain. Pengujian carcinogenicity bisa dilakukan post marketing, jadi setelah produk beredar di pasaran baru diamati dampak carcinogenity dari biomaterial tersebut. Contoh pada uji biokompatibilitas menggunakan jaringan pulpa anjing yang digunakan sebagai uji tersebut. c. Pengujian Klinis Untuk pengujian secara klinis ini dilakukan pada pasien langsung dengan mengamati dampak yang terjadi (drg. Widowati, 2008). 2.1.3 Alat Pengukur Kekerasan

Gambar 3: Rockwell Hardness Test

Gambar 4: Knoop Hardness Test

Gambar 1: Digital Vickers Hardness Test

Gambar 2: Brinell Hardness Test

2.2 Amalgam 2.2.1 Definisi Amalgam Amalgam adalah bahan tambalan berupa campuran beberapa logam, diantaranya perak (Ag), timah (Sn), tembaga (Cu), seng (Zn) bahan-bahan lain seperti gallium, indium, dan palladium dengan komposisi tertentu. Dental amalgam merupakan kombinasi alloy dengan merkuri melalui suatu proses yang disebut amalgamasi (Anusavice, 2004). 2.2.2 Klasifikasi Dental Amalgam

Amalgam merupakan campuran dari dua atau beberapa logam (alloy) yang salah satunya adalah merkuri (Sumawita, 2006). Kata amalgam juga didefenisikan untuk menggambarkan kombinasi atau campuran dari beberapa bahan seperti merkuri, perak, timah, tembaga, dan lainnya. Dental amalgam sendiri adalah kombinasi alloy dengan merkuri melalui suatu proses yang disebut amalgamasi. Ketika powder alloy dan liquid merkuri dicampur, terjadi suatu reaksi kimia yang menghasilkan dental amalgam yang berbentuk bahan restorasi keras dengan warna perak abu-abu (Anusavice, 2004). Amalgam dapat diklasifikasikan atas beberapa jenis yaitu (Craig, 2000): a. Berdasarkan jumlah metal alloy, yaitu: 1) Alloy binary, contohnya: silve-tin 2) Alloy tertinary, contohnya: silvertincopper 3) Alloy quartenary, contohnya: silver tincopperindium b. Berdasarkan ukuran alloy, yaitu: 1) Microcut, dengan ukuran 10-30 m. 2) Macrocut, dengan ukuran lebih besar dari 30 m. c. Berdasarkan bentuk partikel alloy, yaitu: 1) Alloy lathe cu Alloy ini memiliki bentuk yang tidak teratur, seperti yang terlihat pada gambar :

Gambar 1. Partikel alloy amalgam lathe cut (100x) 10 2) Alloy spherical Alloy spherical dibentuk melalui proses atomisasi. Dimana cairan alloy diatomisasi menjadi tetesan logam yang berbentuk bulat kecil, seperti yang terlihat pada gambar. Alloy ini tidak berbentuk bulat

sempurna tetapi dapat juga berbentuk persegi, tergantung pada teknik atomisasi dan pemadatan yang digunakan.

Gambar 2. Partikel alloy amalgam spherical (500x) 10 3) Alloy spheroidal Alloy spheroidal juga dibentuk melaui proses atomisasi. d. Berdasarkan kandungan tembaga Kandungan tembaga pada amalgam berguna untuk meningkatkan kekuatan (strength), kekerasan (hardness), dan ekspansi saat pengerasan. Pembagian amalgam berdasarkan kandungan tembaga yaitu (Ucar, 2011): 1) Low copper alloy Low copper alloy ini mengandung silver (68-70%), tin (26-27%), copper (4-5%), zinc (0-1%). 2) High copper alloy High copper alloy mengandung silver (40-70%), tin (22-30%), copper (13-30%), zinc (0-1%). Alloy ini dapat diklasifikasikan sebagai: a) Admixed dispersiblended alloys Alloy ini merupakan campuran spherical alloy dengan lathe cut alloy dengan komposisi yang berbeda yaitu high copper spherical alloy dengan low copper lathecut alloy. Komposisi seluruhnya terdiri atas silver (69%), tin (17%), copper (13%), zinc (1%).

10

b) Single composisition atau unicomposition alloys Tiap partikel dari alloy ini memiliki komposisi yang sama. Komposisi seluruhnya terdiri atas silver (40-60%), tin (2230%), copper (13-30%), zinc (0-4%). e. Berdasarkan kandungan zinc 1) Alloy mengandung seng: mengandung lebih dari 0.01% zinc. 2) Alloy bebas seng: mengandung kurang dari 0.01% zinc. 2.2.3 Komposisi Amalgam Komposisi bahan restorasi dental amalgam terdiri dari perak, timah, tembaga, merkuri, platinum, dan seng. Unsur-unsur kandungan bahan restorasi amalgam tersebut memiliki fungsinya masing-masing, dimana sebagian diantaranya akan saling mengatasi kelemahan yang ditimbulkan logam lain, jika logam tersebut dikombinasikan dengan perbandingan yang tepat. Pada Tabel 1 dapat dilihat komposisi persentase berat kandungan alloy amalgam (Anusavice, 2004). Tabel 1. Komposisi Dari Alloy Amalgam Alloy Persentase Berat

Silver

65 (minimum)

Tin

29 (maximum)

Copper

6 (maximum)

11

Palladium Zinc

0,5 2 (maximum)

Mercury

3 (maximum)

2.2.4 Fungsi unsur unsur kandungan bahan restorasi 1. Silver a. Memutihkan alloy b. Menurunkan creep c. Meningkatkan strength d. Meningkatkan setting ekspansion e. Meningkatkan resistensi terhadap tarnis 2. Tin a. Mengurangi strength dan hardness b. Menngendalikan reaksi antara perak dan merkuri. Tanpa timah reaksi akan terlalu cepat terjadi dan setting ekspansi tidak dapat ditoleransi. c. Meningkatkan kontraksi d. Mengurangi resistensi terhadap tarnis dan korosi 3. Copper a. Meningkatkan ekspansi saat pengerasan b. Meningkatkan strength dan hardness 4. Zinc a. Zinc dapat menyebabkan terjadinya suatu ekspansi yang tertunda bila campuran amalgam terkontaminasi oleh cairan selama proses

pemanipulasiannya.

12

b. Dalam jumlah kecil, tidak dapat mempengaruhi reaksi pengerasan dan sifat sifat amalgam. Zinc berperan sebagai pembersih ataupun deoxidizer selama proses pembuatannya, sehingga dapat mencegah oksidasi dari unsurunsur penting seperti silver, copper ataupun tin. Alloy yang dibuat tanpa zinc akan menjadi lebih rapuh, sedangkan amalgam yang dibuat dengan penambahan zinc akan menjadi kurang palstis. 5. Merkuri Dalam beberapa merek, sejumlah kecil merkuri (sampai 3%)

ditambahkan kedalam alloy. Campuran yang terbentuk disebut dengan alloy pre-amalgamasi yang dapat menghasilkan reaksi yang lebih cepat. 6. Palladium a. Mengeraskan alloy b. Memutihkan alloy 7. Platinum a. Mengeraskan alloy b. Meningkatkan resistensi terhadap korosi (Anusavice, 2004). 2.2.5 Sifat Amalgam

2.2.5.1 Sifat Fisik Amalgam a. Creep Creep adalah sifat viskoelastik yang menjelaskan perubahan dimensi secara bertahap yang terjadi ketika material diberi tekanan atau beban. Untuk tumpatan amalgam, tekanan mengunyah yang berulang dapat menyebabkan creep. ANSI-ADA specification no.1 menganjurkan agar creep kurang dari 3%. Amalgam yang rendah tembaga lebih rentan mengalami kerusakan di bagian tepi, dibandingkan dengan amalgam yang tinggi kandungan tembaga. Amalgam dengan kandungan tembaga yang tinggi mempunyai nilai creep yang jauh lebih rendah, beberapa bahkan kurang dari 0,1%. Tidak ada data yang menunjukkan bahwa mengurangi

13

nilai creep 1% akan dapat mempengaruhi kerusakan tepi. Secara umum besarnya creep yang terjadi adalah sebagai berikut (Craig, 2000): Creep alloy konvensional>creep blonded alloy>creep alloy komposisi tunggal Kekurangan amalgam yang memiliki tingkat creep tinggi akan mengalami kerusakan marginal dan mengakibatkan menurunnya nilai estetik. Solusi (McCabe, 2008): 1) Meminimalkan fase gamma 2 saat setting 2) penambahan palladium dan indium 3) Stabilitas dimensional Idealnya amalgam harus mengeras tanpa terjadi perubahan pada dimensinya dan kemudian tetap stabil. Beberapa faktor penting yang dapat mempengaruhi perubahan dimensi adalah (McCabe, 2008): 1) Komposisi alloy: semakin banyak jumlah silver dalam amalgam, maka akan lebih besar pula expansi yang terjadi. Semakin besar jumlah tin, maka kontraksi akan lebih besar. 2) Rasio mercuri/alloy: makin banyak mercuri, akan semakin besar tingkat expansinya 3) Ukuran partikel alloy: dengan berat yang sama, jika ukuran partikel menyusut, maka total area permukaan alloy akan meningkat. Area permukaan yang lebih besar akan menghasilkan mercuri dengan kecepatan difusi ke partikel yang lebih tinggi, saat triturasi. Hal ini akan mengakibatkan kemungkinan kontraksi lebih tinggi saat tahap pertengahan. 4) Waktu triturasi: merupakan faktor paling penting. Secara umum, semakin lama waktu triturasi, maka expansi akan lebih kecil. 5) Tekanan kondensasi: jika amalgam tidak mengalami kondensasi setelah triturasi, akan terjadi kontraksi dalam skala besar karena tidak terganggunya difusi mercuri ke alloy.

14

b.

Difusi termal Difusi termal amalgam adalah empat puluh kali lebih besar dari dentin sedangkan koefisien ekspansi termal amalgam 3 kali lebih besar dari dentin yang mengakibatkan mikroleakage dan sekunder karies. Solusinya adalah mengisolasi dan menyekat dasar cavitas dengan semen amalgam (Craig, 2000).

c.

Abrasi Proses abrasi yang terjadi saat mastikasi makanan, berefek pada hilangnya sebuah substansi/zat, biasa disebut wear. Mastikasi melibatkan pemberian tekanan pada tumpatan, yang mengakibatkan kerusakan dan terbentuknya pecahan/puing amalgam (Craig, 2000).

2.2.5.2 Sifat Biologi Amalgam a. Alergi Secara khas respon alergi mewakili antigen dengan reaksi antibodi yang ditandai dengan rasa gatal, ruam, bersin, kesulitan bernafas,

pembengkakan, dan gejala lain. Dermaititis kontak atau reaksi hipersensitif tipe 4 dari Commbs mewakili efek samping fisiologis yang paling mungkin terjadi pada amalgam gigi, tetapi reaksi ini terjadi oleh kurang dari 1% dari populasi yang di rawat(Anusavice, 2004). Solusinya adalah tidak menggunakan tumpatan amalgam (tumpatan jenis lain yang dipakai). b. Toksisitas Sejak awal penggunaannya kemungkinan efek samping dari air raksa sudah mulai dipertanyakan. Tidak diragukan bahwa air raksa merembes ke dalam struktur gigi. Suatu analisis pada dentin dibawah tambalan amalgam mengungkapkan adanya air raksa yang turut berperan dalam perubahan warna gigi. Sejumlah air raksa dilepaskan pada saat pengunyahan tetapi kemungkinan keracunan dari air raksa yang menembus gigi atau sensititasi terhadap garam-garam air raksa yang larut dari permukaan amalgam

15

sangat jarang terjadi. Kemungkinan yang paling menonjol bagi asimilasi air raksa dari amalgam gigi adalah melalui tahap uapnya (Anusavice, 2004). 2.2.5.3 Sifat Mekanik Amalgam Dental amalgam mempunyai berbagai macam struktur, dan kekuatan struktur tersebut tergantung dari sifat individu dan hubungannya antara satu struktur dengan struktur yang lainnya. Dental amalgam adalah material yang brittle/rapuh. kekuatan tensile amalgam lebih rendah dibanding kekuatan kompresif. kekuatan komperesif ini cukup baik untuk mempertahankan kekuatan amalgam, tetapi rendahnya kekuatan tensile yang memperbesar kemungkinan terjadinya fraktur/retakan. Faktor yang mempengaruhi kekuatan amalgam (Anusavice, 2004): a. Rasio mercury (Alloy): jika mercuri yang digunakan terlalu sedikit, maka partikel alloy tidak akan terbasahi secara sempurna sehingga bagian

restorasi alloy tidak akan bereaksi dengan mercury, menyisakan peningkatan lokal porositas dan membuat amalgam menjadi lebih rapuh. b. Ukuran dan Bentuk partikel : kekuatan amalgam diperoleh dengan ukuran partikel yang kecil, mendukung kecenderungan fine atau microfine particles. c. Porositas: sejumlah kecil porositas pada amalgam akan mempengaruhi kekuatan. d. Efek triturasi: efek ini tergantung pada jenis lugam campur amalgam, waktu triturasi, dan kecepatan amalgamator. Efek laju pengerasan amalgam menurut spesifikasi ADA menyebutkan kekuatan kompresif minimal adalah 80 Mpa pada 1 jam dari amalgam komposisi tunggal yang kandungan tembaganya tinggi sangatlah besar. 2.2.5.4 Sifat Kimia Amalgam Sifat kimia amalgam antara lain:

16

a. Reaksi Elektrokimia Sel Galvanik Korosi galvanik atau bimetalik terjadi ketika kedua atau lebih logam berbeda atau alloy berkontak dengan larutan elektrolit, dalam hal ini adalah saliva. Besarnya arus galvanis dipengaruhi oleh lama/usia restorasi, perbedaan potensial korosi sebelum berkontak dan daerah permukaa. Jarak yang cukup lebar/besar dihasilkan dan berkontak elektrik dari beberapa restorasi secara in vivo. Untuk restorasi amalgam-amalgam, perbedaan potensial korosi sebelum berkontak mungkin akan berguna dalam memprediksi besarnya arus galvanis, yang mana paling tidak perbedaan keluar adalah 24 V. Hubungan lama restorasi dengan besar arus galvanis bebarbanding terbalik, artinya semakin lama usia restorasi amalgam dengan tumpatan lainnya, semakin kecil arus galvanis yang dihasilkan (Craig, 2000). b. Korosi Korosi adalah reaksi elektrokimiawi yang akan menghasilkan degradasi struktur dan properti mekanis. Banyak korosi amalgam terjadi pada bagian pits dan cervical. Korosi dapat mengurangi kekuatan tumpatan sekitar 50%, serta memperpendek keawetan penggunaannya (Craig, 2000). c. Tarnis Reaksi elektrokimia yang tidak larut, adherent, serta permukaan film yang terlihat dapat menyebabkan tarnish. Penyebab discoloration yang paling terkenal adalah campuran silver dan copper sulfida karena reaksi dengan sulfur dalam makanan dan minuman (Craig, 2000). 2.2.6 Kelebihan dan Kekurangan Dental Amalgam

2.2.6.1 Kelebihan Dapat dikatakan sejauh ini amalgam adalah bahan tambal yang paling kuat dibandingkan dengan bahan tambal lain dalam melawan tekanan kunyah, sehingga amalgam dapat bertahan dalam jangka waktu yang sangat lama di dalam mulut (pada beberapa penelitian dilaporkan amalgam bertahan hingga lebih dari

17

15 tahun dengan kondisi yang baik) asalkan tahap-tahap penambalan sesuai dengan prosedur (Sundoro, 2005). a. Ketahanan terhadap keausan sangat tinggi, tidak seperti bahan lain yang pada umumnya lama kelamaan akan mengalami aus karena faktor-faktor dalam mulut yang saling berinteraksi seperti gaya kunyah dan cairan mulut. b. Penambalan dengan amalgam relatif lebih simpel dan mudah dan tidak terlalu technique sensitive bila dibandingkan dengan resin komposit, di mana sedikit kesalahan dalam salah satu tahapannya akan sangat mempengaruhi ketahanan dan kekuatan bahan tambal resin komposit. c. Biayanya relatif lebih rendah

2.2.6.2 Kekurangan Merkuri adalah elemen yang beracun, baik sebagai logam bebas maupun unsur dari senyawa kimia. Raksa larut dalam lemak dan sewaktu-waktu dapat terhirup oleh paru-paru yang mana akan teroksidasi menjasi Hg2+. Kemudian ia akan ditransportasikan dari paru-paru oleh sel darah merah ke jaringan lain termasuk sistem saraf pusat. Merkuri dengan mudah menjadi senyawa metil merkuri, melewati barrier darah otak dan juga plasenta kepada janin. Konsekuensinya, metilmerkuri dapat nerakumulasi di otak dan berefek kepada bayi yang akan dilahirkan. Debu merkuri bisa dikeluarkan ke udara selama triturasi, kondensasi atau pembuangan tunpatan amalgam yang telah lama. Tumpatan merkuri dalam proses pembedahan dapat mengakibatkan kontaminasi udara dalam jangka panjang. Solusinya adalah (McCabe, 2008): a. Material yang mengandung raksa harus disimpan jauh dari sumber panas. b. Menjamin adanya ventilasi yang baik pada pembedahan c. Pemilihan tipe lantai yang cocok d. Penyimpanan amalgam di bawah air atau larutan fiksatif kimia e. Jangan disentuh dengan tangan

18

f. Menggunakan masker g. Memakai teknik hand condensor h. Ruang tidak berkarpet

2.2.7

Faktor Mempengaruhi Kekuatan Amalgam Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan dental amalgam yaitu

(Handayani, S, 2005): a. Jumlah merkuri Merkuri hendaknya dicampur dengan alloy dalam jumlah yang tepat sehingga setiap partikel dari alloy bercampur dengan merkuri. Jika merkuri yang digunakan terlalu sedikit, maka tidak semua partikel alloy dapat bercampur dengan merkuri sehingga menghasilkan campuran yang kasar dan kering. Campuran yang kasar dan kering ini akan sulit dimanipulasi dan dapat menghasilkan tumpatan yang poreus. Namun jika merkuri yang digunakan terlalu banyak, campuran amalgam menjadi basah. Ini akan menyulitkan dalam kondensasi dan amalgam akan lebih lama mengeras. Bagaimanapun, merkuri yang berlebihan dapat

menyebabkan kekuatan amalgam berkurang. b. Kondensasi Tingkat tekanan kondensasi mempengaruhi kekuatan amalgam. Tekanan kondensasi yang lebih besar dianjurkan untuk meminimalkan porositas dan untuk mengeluarkan kelebihan merkuri. c. Porositas Kekosongan dan porositas dari amalgam yang dikeraskan telah diketahui sebagai faktor yang mempengaruhi compressive strength. Untuk mendapatkan kekuatan yang maksimal, manipulasi dan prosedur penempatan harus didesain agar dapat mengontrol kandungan merkuri pada akhir restorasi dan dapat meminimalkan porositas. d. Logam lain yang ditambahkan pada amalgam

19

Logam lain yang ditambahkan dalam jumlah kecil pada alloy amalgam dapat mempengaruhi strength amalgam. Logam-logam tersebut antara

lain zinc, palladium, platinum, ataupun indium. Alloy yang dibuat tanpa penambahan zinc akan menjadi rapuh. Palladium dan platinum dapat mengeraskan alloy. Indium yang ditambahkan pada alloy dapat sedikit meningkatkan compressive strength.

2.2.8

Indikasi dan Kontraindikasi Amalgam

2.2.8.1 Indikasi dari amalgam 1. Untuk gigi posterior 2. Karies pit dan fisur gigi posterior, karies proksimal gigi posterior, karies permukaan halus (sisi bukal atau lingual). 3. Pasien dengan insidensi karies tinggi 2.2.8.2 Kontra indikasi Gigi yang memerlukan estetika baik (terutama gigi anterior).

2.2.9

Manipulasi Amalgam Pemanipulasian amalgam dilakukan dengan cara mencampurkan alloy

amalgam dengan merkuri. Rasio powder alloy amalgam dengan merkuri yang biasa digunakan adalah 1:1.1-3 Pada alloy spherical, rasio powder : liquid biasanya lebih kecil, dengan kandungan merkuri sekitar 45% (Craig, 2000). Proses selanjutnya adalah triturasi, yaitu pengadukan powder dengan liquid yang dapat dilakukan secara manual menggunakan mortar dan pastel maupun

20

secara mekanis menggunakan amalgamator dan kapsul. Hasil dari proses triturasi adalah didapatnya suatu massa plastis yang disebut amalgam (Craig, 2000). Setelah triturasi, amalgam dimasukkan ke dalam kavitas menggunakan amalgam carrier dan dilanjutkan dengan kondensasi yaitu memberikan tekanan yang besar menggunakan amalgam stopper agar dapat berkontak rapat dengan dinding kavitas. Kondensasi yang baik perlu dilakukan untuk membuang kelebihan merkuri, karena merkuri yang berlebihan dapat melemahkan struktur amalgam dan menyebabkan porositas pada amalgam (Craig, 2000). Prosedur selanjutnya adalah carving yang dilakukan untuk mendapatkan kontur, kontak dan anatomi yang sesuai sehingga mendukung kesehatan gigi dan jaringan lunak di sekitarnya. Setelah itu dilakukan pemolesan (polishing) dengan burnisher untuk meminimalisir korosi dan mencegah perlekatan plak. Pemolesan dilakukan 24 jam setelah penambalan, setelah tambalan cukup kuat (Craig, 2000).

2.3

Merkuri

2.3.1 Pengertian Merkuri Merkuri atau yang dikenal dengan air raksa adalah suatu logam cair berwarna keperakan. Merkuri berasal dari bahasa Yunani yaitu

Hidragirum,dengan simbol Hg. Logam ini menguap pada suhu kamar dan titik beku -39 derajat C. Uap merkuri tidak memiliki bau,warna,maupun rasa (Alfian, 2006).

2.3.2 Manfaat Merkuri

21

Bidang kedokteran telah menggunakan merkuri sejak abad ke-15 dimana merkuri digunakan untuk pengobatan penyakit kelamin (sifilis). Kalomel (HgCl) digunakan sebagai pembersih luka sampai di ketahui bahwa bahan tersebut beracun sehingga tidak digunakan lagi. Komponen merkuri organik digunakan untuk obat diuretika sampai bertahun-tahun dan juga digunakan untuk kosmetik (Alfian, 2006).

2.3.3 Macam-Macam Merkuri Bentuk kimia merkuri mempunyai pengaruh terhadap pengendapannya. Secara umum ada tiga bentuk merkuri (Alfian, 2006), yaitu: a. Unsur Merkuri Mempunyai tekanan uap yang tinggi dan sukar larut di dalam air. Pada suhu kamar kelarutannya kira-kira 60 mg/l dalam air dan antara 5-50 mg/l dalam lipida. Bila ada oksigen, merkuri diasamkan langsung ke dalam bentuk ionik. Uap merkuri wujud (hadir) dalam bentuk monoatom yang apabila terserap ke dalam tubuh akan dibebaskan ke dasar alveolar. b. Merkuri Anorganik Di antara dua tahapan pengoksidaan, Hg2+ adalah lebih reaktif. Ia dapat membentuk kompleks dengan ligan organik, terutama golongan sulfurhidril. c. Merkuri Organik Senyawa merkuri yang terikat dengan satu logam karbon, contohnya metil merkuri. Saluran pernapasan merupakan jalan utama penyerapan raksa dalam bentuk unsur. Persen pengendapan dan akumulasinya adalah tinggi, lebih kurang 80%, karena sifatnya yang larut di dalam lipida. Di dalam bentuk penyerapannya dari saluran gastrointestin sangat sedikit, mungkin kurang dari 0,01%, karena merkuri berbentuk partikel globular yang besar. Oleh karena itu sukar melintasi selaput mukosa. Merkuri mungkin dapat

22

melintasi kulit tetapi belum dapat dibuktikan. Senyawa merkuri organik dianggap lebih berbahaya dan ia dapat larut dalam lapisan lemak pada kulit yang menyelimuti korda syaraf. 2.3.4 Sifat-Sifat Merkuri Menurut Anusavice (2004), ada beberapa sifat merkuri adalah sebagai berikut: a. kelarutan rendah b. sifat kimia yg stabil terutama di lingkungan sediman c. mempunyai sifat yg mengikat protein, sehingga mudah terjadi

biokonsentrasi pada tubuh organism air melalui rantai makanan. d. Merkuri merupakan satu-satunya logam yang berbentuk cair pada suhu kamar (250C) dan mempunyai titik beku terendah dari semua logam, yaitu390C. e. Merkuri mempunyai volatilitas yang tertinggi dari semua logam. f. Ketahanan listrik merkuri sangat rendah sehingga merupakan konduktor yang terbaik dari semua logam. g. Banyak logam yang dapat larut di dalam merkuri membentuk komponen yang disebut amalgam (alloy). h. Merkuri dan komponen-komponennya bersifat racun terhadap semua makhluk hidup. i. pada fase padat berwarna abu abu dan pada fase cair berwarna putih perak. 2.3.5 Faktor Mempengaruhi Pelepasan Merkuri Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelepasan Merkuri pada Tumpatan Amalgam. Pelepasan merkuri pada tumpatan amalgam dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain (Syafiar L, 2012) :

23

1. Penempatan Amalgam Uap merkuri dilepaskan selama penempatan/insersi amalgam ke dalam kavitas. Banyaknya merkuri yang dilepaskan dapat diukur dari udara yang dikeluarkan selama bernapas dan saliva. 2. Kondensasi Kondensasi dengan tangan dapat menghasilkan tingkat uap merkuri diatas 300 g/m , sementara kondensasi mekanis dapat menyebabkan nilai tersebut lebih tinggi dua kali lipat. 3. Pembongkaran / Pembuangan Amalgam Uap merkuri dilepaskan selama pembongkaran / pembuangan amalgam. Konsentrasi uap merkuri yang meningkat terjadi dalam rongga mulut dan udara pernapasan pasien dan operator selama pembongkaran/pembuangan tumpatan amalgam yang lama. 4. Selama Penggunaan Tumpatan Merkuri selalu lepas selama adanya tumpatan, mula-mula dalam bentuk uap, ion, dan partikel. Mengunyah makanan atau permen karet, menyikat gigi, dan minum cairan panas memicu pelepasan merkuri. 5. Pengunyahan Sebagian kecil merkuri dilepaskan pada saat mengunyah makanan. Uap merkuri elemental keluar dari tumpatan amalgam selama mengunyah, menyikat, dan makan makanan pedas atau asam. 6. Menyikat Gigi Menyikat gigi menyebabkan pelepasan merkuri yang lebih tinggi daripada pengunyahan. Nilai pelepasan merkuri lebih tinggi pada amalgam konvensional daripada amalgam high copper. 7. Usia Amalgam dan Tipe Amalgam Usia amalgam dan tipe amalgam mempengaruhi luasnya pelepasan uap merkuri yang tidak tetap. 8. Komposisi Alloy

24

Kandungan/konsentrasi timah dalam fase matriks 1 amalgam adalah faktor penentu utama kecepatan penguapan merkuri dari amalgam setelah abrasi. 9. Korosi Korosi merupakan kejadian pengrusakan logam atau logam campur karena mbereaksi secara kimia dengan lingkungan sekitarnya. Alloy amalgam konvensional yang terdiri atas logam perak, timah, tembaga, seng, mempunyai struktur heterogen karena setelah dicampur dengan merkuri akan terjadi 3 fase padat yang strukturnya berbeda. Pembasahan oleh larutan sodium chloride dan/atau asam lemah memungkinkan terjadinya korosi amalgam. Akibatnya merkuri metalik akan dilepaskan dalam rongga mulut.

2.3.6 Efek Positif dan Negatif Merkuri 2.3.6.1 Efek positif merkuri untuk kesehatan Efek positif untu kesehatan, merkuri digunakan sebagai campuran untuk bahan penambal gigi (amalgam) oleh para Dokter gigi, obat-obatan, juga sebagai bahan untuk cairan Termometer. Oleh Dokter gigi merkuri digunakan sebagai penambal bagi pasien yang memiliki gangguan pada giginya yaitu gigi yang berlubang (Martono, H. 2005). Dan pada obat-obatan umumnya digunakan oleh para Dokter kecantikan atau kulit untuk produk pemutih atau perawatan wajah seperti pencegahan jerawat, dan lain-lain. Pada termometer tentunya berfungsi untuk menunjukan suhu pada pasien, namun pada termometer digital sudah tidak menggunakan air raksa atau merkuri lagi (Martono, H. 2005).

2.3.6.2 Efek negatif merkuri untuk kesehatan Pada dasarnya telah lama diketahui bahwa merkuri dan turunannya sangat beracun, sehingga kehadirannya di lingkungan perairan dapat mengakibatkan kerugian pada manusia karena sifatnya yang mudah larut dan terikat dalam

25

jaringan tubuh organisme air. Pengaruh toksisitas merkuri terhadap ikan dan biota perairan dapat bersifat lethal dan sublethal. Pengaruh lethal disebabkan gangguan pada saraf pusat sehingga ikan tidak bergerak atau bernapas akibatnya cepat mati. Pengaruh sub lethal terjadi pada organ-organ tubuh, menyebabkan kerusakan pada hati, mengurangi potensi untuk perkembangbiakan, pertumbuhan dan sebagainya (Martono, H. 2005). Selain itu pencemaran perairan oleh merkuri mempunyai pengaruh terhadap ekosistem setempat yang disebabkan oleh sifatnya yang stabil dalam sedimen, kelarutannya yang rendah dalam air dan kemudahannya diserap dan terkumpul dalam jaringan tubuh organisme air, baik melalui proses

bioaccumulation maupun biomagnification yaitu melalui food chain. Merkuri yang dapat diakumulasi adalah merkuri yang berbentuk methyl merkuri (CH3Hg), yang mana dapat diakumulasi oleh ikan, dan juga merupakan racun bagi manusia (Martono, H. 2005). Sehingga menimbulkan efek negatif bagi manusia yaitu, sistem saraf pusat adalah target organ dari toksisitas metil merkuri tersebut, sehingga menimbulkan gejala yang terlihat erat hubungannya dengan kerusakan saraf pusat. Gejala yang timbul adalah sebagai beriku (Martono, H. 2005) : a. Gangguan saraf sensoris: Paraesthesia, kepekaan menurun dan sulit menggerakkan jari tangan dan kaki, penglihatan menyempit, daya pendengaran menurun, serta rasa nyeri pada lengan dan paha. b. Gangguan saraf motorik: lemah, sulit berdiri, mudah jatuh, ataksia, tremor, gerakan lambat, dan sulit berbicara. c. Gangguan lain: gangguan mental, sakit kepala. Tremor pada otot merupakan gejala awal dari toksisitas merkuri tersebut. Tetapi derajat berat atau ringannya toksisitas ini bergantung pada lama mengkonsumsi, dan umur dari penderita. Dengan demikian, semakin banyak dan semakin lama orang mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi metil merkuri per hari, maka semakin berat gejala terjadinya penyakit karena toksisitas metil merkuri tersebut. Di samping itu, anak-anak lebih peka terhadap toksisitas metil merkuri ini dari pada orang dewasa (Martono, H. 2005).

26

Selain dari pencemaran limbah yang menggunakan merkuri, dalam bidang kesehatan kulit pun merkuri menimbulkan efek negatif. Awalnya penggunaan kosmetik yang mengandung merkuri memang menimbulkan efek positif, seperti kulit lebih terlihat halus dan sehat. Namun, setelah penggunaan dalam jangka waktu yang cukup panjang, penggunaan kosmetik yang mengandung merkuri menimbulkan efek negatif, yaitu (Martono, H. 2005) : a. Dapat memperlambat pertumbuhan janin, bahkan bisa mengakibatkan keguguran (Kematian janin dan Mandul). b. Flek hitam pada kulit akan memucat (seakan pudar) dan bila pemakaian dihentikan, flek itu dapat atau akan timbul lagi dan bertambah parah (melebar). c. Efek rebound yaitu memberikan respon berlawanan, kulit akan menjadi gelap atau kusam saat pemakaian kosmetik dihentikan. d. Bagi Wajah yang tadinya bersih lambat laun akan timbul flek yang sangat parah (lebar). Dapat mengakibatkan kanker kulit. Walau tidak seburuk efek merkuri yang tertelan dari makanan ikan yang tercemar, tetap menimbulkan efek buruk pada tubuh. Kendati cuma dioleskan ke permukaan kulit, merkuri mudah diserap masuk ke dalam darah, lalu ,memasuki system saraf tubuh. Manifestasi gejala keracunan merkuri akibat pemakaian krim kulit muncul sebagai gangguan system saraf, seperti tremor (gemetar), insomnia (tidak bisa tidur), pikun, gangguan penglihatan, ataxia (gerakan tangan tak normal), gangguan emosi, depresi, dan lain-lain(Martono, H. 2005). Oleh karena umumnya tak terduga kalau itu penyakitnya, kasus keracunan merkuri sering didiagnosis sebagai kasus Alzheimer, Parkinson, atau penyakit gangguan otak. Setelah sekian lama, kosmetik tersebut akan diserap melalui kulit dan dialirkan melalui darah ke seluruh tubuh, akhirnya merkuri itu akan mengendap di dalam ginjal, sehingga menyebabkan gagal ginjal yang sangat parah bagi pemakainya dan menyebabkan kematian. Merkuri dalam krim pemutih yang mungkin tidak tercantum pada labelnya dapat menimbulkan keracunan bila digunakan untuk waktu lama. Produk kosmetik yang dipakai tersebut akan

27

menyebabkan iritasi parah pada kulit, yakni berupa kulit yang kemerah-merahan dan menyebabkan kulit menjadi mengkilap secara tidak normal (Martono, H. 2005). Cara mengetahui produk kosmetik bermerkuri, yaitu umumnya

menjanjikan wajah putih dalam tempo singkat. Seperti, seminggu saja menggunakan produk ini, wajah langsung putih dan halus (Martono, H. 2005).

2.3.7 Efek Samping Penggunaan Merkuri 2.3.7.1. Toksisitas Merkuri Dalam Restorasi Amalgam kandungan merkuri dalam bahan restorasi amalgam dalam beberapa peristiwa memang dapat menyebabkan terjadinya reaksi hipersensitivitas atau alergi. Tetapi peristiwa alergi yang terjadi pada pasien yang menggunakan restorasi amalgam tidaklah signifikan, karena tidak setiap pasien yang melakukan treatment menggunakan amalgam mengalami alergi.Beberapa penelitian menerangkan bahwa penggunaan restorasi amalgam dapat pula menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan secara sistemik seperti kerusakan pada ginjal, alergi atau hipersensitivitas atau gangguan terhadap neurobehavior. Namun, apabila penggunaan alamgam dilakukan secara benar, tidak akan terjadi masalah terhadap biokombatibilitas dari restorasi amalgam (Craig, 1993). Seseorang dapat terpapar merkuri daridiet makanan, minuman, udara, dan restorasi amalgam. Merkuri yang terlepas dari bahan restorasi amalgam biasanya terjadi akibat adanya penguapan merkuri. Uap merkuri pada manusia dapat ditemukan pada hembusan nafas, pada rongga mulut dengan keadaan mulut terbuka atau tertutup melalui kateter yang dipasang ditrakea melalu bronkoskop. Data dari penelitian menjelaskan bahwa merkuri secara terus menerus terlepas dalam rongga mulut dari bahan restorasi amalgam. Tingkat pelepasan merkuri pada seseorang dipengaruhi oleh banyak factor yaitu area restorasi, usia, diet, komposisi amalgam, dan kuantitas permukaan yang mengalami oksidasi. Uap merkuri dapat terlarut pada udara intraoral ataupun

28

oleh saliva, kemudian dapat penetrasi ke organisme melalui banyak cara (Uar and Brantley, 2011). World Health Organization (WHO) menjelaskan bahwa ditemukan kadar merkuri dalam urin yang lebih tinggi yaitu sekitar 5 sampai 20 pada orang yang mengkonsumsi seafood dengan frekuensi seminggu sekali jika dibandingkan dengan kadar merkuri akibat pajanan restorasi amalgam yaitu sekitar 1 atau sekitar 1 mg (Craig, 1993). WHO merekomendasikan nilai batas paparan merkuri jangka panjang untuk para pekerja atau operator adalah sebesar 25 selain itu WHO merekomendasikan paparan yang merkuri untuk wanita dalam masa subur harus lebih rendah dari nilai standar yaitu sekitar 10 (bindslev, 1991). Penguapan merkuri dari bahan restorasi amalgam lebih kecil jika dibandingkan dengan pengkonsumsian berbagai jenis ikan. Peningkatan kadar amalgam dalam urin dan darah dapat dipengaruhi oleh berbagai factor, tidak hanya dipengaruhi oleh merkuri yang berasal dari bahan restorasi amalgam. Secara keseluruhan merkuriyang berasal dari amalgam hanya memberikan sedikit pengaruh terhadap total kadar merkuri dalam tubuh .secara epidemiologi, kadar merkuri dalam urin dan darah berkolerasi dengan jumlah paparan yang berasal dari lingkungan dan diet (Craig, 1993). Pencemaran merkuri terhadap lingkungan hidup dapat menimbulkan dampak negatif pada kesehatan manusia. Pencemaran tersebut akan

menyebabkan terjadinya toksisitas atau keracunan tubuh manusia. Hal ini dapat terjadi pada lingkungan pekerjaan seperti pertambangan, pertanian, industri, farmasi, kedokteran gigi dan banyak pekerjaan lain dengan potensi paparan terhadap merkuri. Pencemaran merkuri di lingkungan dokter dapat terjadi pada saat proses pembuatan amalgam sampai pemaaian amalgam sebagai tumpatan gigi (Silalahi, 2002). 1. Toksik merkuri a. Toksik merkuri berkaitan dengan afinitasnya untuk membentuk ikatn kovalen dengan gugus sulfhidril yang akan menganggu sistem enzim dalam organ. Keracunan merkuri terjadi karena

29

terbentuknya senyawa yang mudah di serap yaitu merkuri yang teroksidasi atau terikat dengan sulfida. Merkuri dapat diabsorbsi oleh tubuh melalui tiga cara yaitu inhalasi, pencernaan, dan permukaan kulit. Inhlasi adalah jalur utama absorbsi persenyawaan merkuri yaitu sebesar 80% (Silalahi, 2002). 2. Toksisitas akut a. lemah,mual, muntah, diare disertai lendir dan darah, sakit kepala, sukar berbicara dan menelan, kulit pucat dingin, iritasi membran mukosa bronkus, pneumonitis yang diikuti demam dan dispena, rasa sakit dan terbakar di kerongkongan dan perut, penyempitan lapangan pandang, serta berkurangnya pengeluaran air seni sampai berhenti sama sekali (Silalahi, 2002). 3. Toksisitas kronis a. Paparan yang terus menerus dengan merkuri akan menimbulkan tiga gejala berupa eretisme (keadaan sangat mudah terangsang), tremor, dan stomatitis. Gejala-gejala neurologis dan psikis merupakan gejala yang paling karakteristik. Gejala dini nonspesifik berupa anoreksia, penurunan berat badan, dan sakit kepala. Kemudian gejala ini diikuti gangguan-gangguan yang lebih karakteristik seperti iritabilitas meningkat, gangguan tidur, mudah terangsang, kecemasan, depresi, gangguan daya ingat, dan kehilangan kepercayaan diri. Keracunan berat sering berakibat kelainan bicara terutama mengenai pengecapan (Silalahi, 2002).

2.3.8 Meminimalisir Efek Merkuri yang Terkandung Dalam Restorasi Amalgam Resiko merkuri dapat diminimalisir, apabila dilakukan langkah-langkah berikut: a. Tempatkan merkuri pada tempat dengan segel rapat b. Bersihkan segera semua komponen yang terkena merkuri. c. Gunakan kapsul yang rapat selama prosesamalgamasi

30

d. Gunakan teknik tanpa sentuh selama pengaplikasian amalgam e. Simpan semua kepingan amalgam dalam air yang mengandung sodium thiosulfate f. Bekerja pada ruangan dengan ventilasi yang baik g. Hindari pemasangan karpet pada ruang perawatan karena proses dekontaminasi pada karpet sulit. h. Kurangi penggunaan bahan yang memakai merkuri. i. Hindari pemanasan pada merkuri dan amalgam. j. Gunakan semprot dan suction air ketika grinding amalgam. k. Gunakan prosedur amalgam konvensional, secara manual maupun mekanis. Jangan gunakan condenser amalgam ultrasonik. l. Tentukan level paparan uap merkuri pada operator secara periodik. (Craig, 1993).

Anda mungkin juga menyukai