Anda di halaman 1dari 0

1

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN


PENYAKIT SKABIES PADA PESANTREN
DI KABUPATEN ACEH BESAR
TAHUN 2007

TESIS

Oleh

MUZAKIR
047023015/AKK




SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

2
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010 adalah
meningkatkan kesehatan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui terciptanya
masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduk yang
hidup dengan perilaku dan lingkungan yang sehat. Upaya perbaikan dalam bidang
kesehatan masyarakat salah satunya dilaksanakan melalui pencegahan dan
pemberantasan penyakit menular. Program pemberantasan penyakit menular
bertujuan untuk mencegah terjadinya penyakit, menurunkan angka kesakitan dan
angka kematian sehingga tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat.
Paradigma sehat menjadi orientasi baru dalam pembangunan kesehatan di
dunia termasuk Indonesia. Perumusan visi Indonesia sehat 2010, melalui empat
strategi pembangunan kesehatan merupakan wujud dari perubahan paradigma
yang kita anut. Paradigma sehat adalah upaya pembangunan kesehatan
berorientasi kepada peningkatan, pemeliharaan dan perlindungan penduduk sehat
dan bukan hanya penyembuhan pada orang sakit. Kebijaksanaan pembangunan
akan lebih ditekankan pada upaya promotif dan preventif dengan meningkatkan,
memelihara, melindungi orang sehat agar menjadi lebih sehat dan produktif serta
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008
1

3
tidak jatuh sakit, sedangkan yang sakit dapat pula segera disembuhkan agar
menjadi sehat (Depkes. RI, 2004).
Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang, di mana pelayanan
kesehatan masyarakatnya belum memadai sehubungan dengan adanya krisis
ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997. Permasalahan utama yang
dihadapi masih didominasi oleh penyakit infeksi yang sebagian besarnya adalah
penyakit menular yang berbasis lingkungan. Skabies ditemukan disemua negara
dengan prevalensi yang bervariasi. Dibeberapa negara yang sedang berkembang
prevalensi skabies sekitar 6% - 27% dari populasi umum dan cenderung tinggi
pada anak-anak serta remaja. Berdasarkan Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, prevalensi penyakit skabies dalam masyarakat diseluruh Indonesia
pada tahun 1996 adalah 4,6% - 12,95% dan skabies menduduki urutan ketiga dari
12 penyakit kulit tersering.
Data pola penyakit di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam menunjukkan
bahwa penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat seperti
malaria, demam berdarah dan penyakit infeksi lainnya termasuk skabies. Di
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam tahun 2003 terjadi Kejadian Luar Biasa
(KLB) penyakit skabies. Pada tahun 2004 kejadian penyakit skabies prevalensinya
40,78% (Depkes, RI 2004 dan Dinkes Prov. NAD, 2005).
Begitu juga dengan pola penyakit yang terjadi di Kabupaten Aceh Besar
mempunyai pola yang sama dengan pola penyakit di tingkat provinsi yang
akhir-akhir ini terjadi peningkatan kasus penyakit menular terutama penyakit
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

4
skabies. Peningkatan kasus penyakit skabies yang meluas secara cepat, baik
jumlah kasus maupun daerah terjangkit terutama di daerah yang padat
penghuninya, seperti asrama, panti asuhan dan pesantren. Penularan penyakit
skabies yang sangat cepat dilingkungan pesantren terutama disebabkan penyakit
skabies merupakan penyakit yang dapat menular secara langsung dan juga
disebabkan oleh perilaku santri yang kurang menjaga kebersihan diri (Dinkes
Kab. Aceh Besar, 2005).
Pada Kecamatan Indrapuri juga terdapat dua pesantren yaitu satu pesantren
terpadu dan satu pesantren tradisional. Pesantren terpadu yaitu pesantren
Oemar Diyan, dari jumlah santri pada tahun 2005 sebanyak 745 terhadap penyakit
skabies sebanyak 287 kasus. Sedangkan untuk pesantren tradisional tidak tercatat
kasus penyakit gatal-gatal maupun penyakit skabies. Kedua kecamatan tersebut
dan juga adanya pesantren, merupakan kasus terbanyak penyakit skabies di
Kabupaten Aceh Besar (Pustu Lamkareung, 2007).
Pada Kecamatan Ingin Jaya terdapat dua pesantren yaitu Pesantren
Al-Falah dan Pesantren Ulumul Quran. Pada Pesantren Al-Falah tahun 2006, dari
625 santri didapatkan 108 santri menderita penyakit gatal-gatal, sementara itu
pesantren Ulumul Quran dari 650 santri didapatkan 125 santri menderita penyakit
gatal-gatal. Selain itu juga ke tiga pesantren tersebut memiliki asrama bagi santri
dan santri diwajibkan untuk tinggal di asrama.
Penyakit skabies yang terjadi di pesantren berdampak terhadap santri
terutama tingkat kemampuan santri dalam belajar akan terganggu. Banyak mata
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

5
pelajaran yang terlewatkan baik di sekolah maupun di pesantren, karena santri
adanya rasa kurang percaya diri dalam pergaulan. Bila sudah dalam keadaan parah
santri sering dijemput oleh orang tuanya atau keluarga untuk dilakukan
pengobatan diluar pesantren. Tingginya angka kejadian di pesantren menyebabkan
santri merasa terganggu dalam belajar, sehingga prestasi belajarnya menurun.
Berdasarkan data dari tiga pesantren tahun 2006 didapatkan 15,5% santri yang
menderita skabies nilai rapornya menurun bahkan diantaranya tinggal kelas dan
tidak lulus ujian akhir.
Ketiga pesantren tersebut dilengkapi dengan fasilitas yang sama seperti
asrama pemondokan, penyediaan air bersih, serta memiliki peraturan yang sama.
Namun berkaitan dengan penyakit skabies sebagian dari santri menderita dan juga
ada yang tidak menderita dalam hal ini adanya tingkat perbedaan pengetahuan,
sikap dan tindakan (kebersihan dan kebiasaan) santri di pesantren tersebut dalam
kehidupan sehari-hari. Dengan adanya perbedaan tersebut maka penyebaran
penyakit skabies juga berbeda pada setiap pesantren maupun secara individu
santri.
Subchan, 2001 dalam majalah PERDOKSI menyatakan perilaku manusia
sangat komplek dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Salah satu
bentuk perilaku terhadap sakit dan penyakit yaitu bagaimana manusia bereaksi,
baik secara pasif (mengetahui, bersikap, dan mempersepsi penyakit yang ada pada
dirinya atau diluar dirinya) maupun aktif (tindakan atau praktik) yang dilakukan
sehubungan dengan sakit maupun penyakit skabies. Terbentuknya perilaku baru
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

6
dimulai dari pengetahuan yang kemudian menimbulkan respon batin dalam
bentuk sikap yang akhirnya menimbulkan respon yang lebih jauh yaitu tindakan.
Skabies merupakan salah satu penyakit yang sering diderita oleh penghuni
pesantren dan sering dianggap sebagai penyakit tradisional dikalangan santri.
Anggapan ini disebabkan karena penyakit skabies selalu terjadi pada santri yang
tidak pernah putus dan juga penyakit skabies ini sudah dianggap sebagai penyakit
ringan.

1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka perumusan masalah
yang dapat dikembangkan adalah bagaimana hubungan antara pengetahuan, sikap
dan tindakan dengan kejadian penyakit skabies di pesantren.

1.3. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikap, tindakan (kebersihan diri
dan kebiasaan) dengan kejadian penyakit skabies pada santri di pesantren
Kabupaten Aceh Besar.

1.4. Hipotesis
a. Adanya hubungan pengetahuan santri dengan kejadian penyakit skabies.
b. Adanya hubungan sikap santri dengan kejadian penyakit skabies.
c. Adanya hubungan kebersihan santri dengan kejadian penyakit skabies.
d. Adanya hubungan kebiasaan santri dengan kejadian penyakit skabies.
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

7
1.5. Manfaat Penelitian
a. Bagi peneliti
Dapat memberikan suatu masukan yang berkaitan dengan penyakit skabies
dan meningkatkan pengetahuan terhadap pola pencegahan penyakit
skabies.
b. Bagi santri
Dapat menjadi masukan terhadap perbaikan kebiasaan hidup yang
merugikan bagi kesehatan sehingga dapat menjaga kesehatan diri
khususnya yang berkaitan dengan penyakit skabies.
c. Bagi pengelola
Menjadi suatu acuan dalam membuat suatu aturan yang berkaitan dengan
penularan penyakit skabies dalam lingkungan pesantren.
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

8
BAB 2
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Sarcoptes Scabiei
2.1.1. Klasifikasi Sarcoptes scabiei
Sarcoptes scabiei termasuk Filum Arthropoda, Kelas Arachnida, Ordo
Ackari, superfamili Sarcoptoidea dan Genus Sarcoptes.
2.1.2. Morfologi
Sarcoptes scabiei secara morfologik adalah tungau kecil berbentuk
lonjong, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau tersebut
translusen, berwarna putih kotor dan tidak bermata. Besar tungau bervariasi, yang
betina berukuran kurang lebih 339-450 x 250-350 mikron, sedangkan tungau
jantan lebih kecil yaitu 200-240 x 150-200 mikron. Tubuh tungau terbagi bagian
anterior yang disebut nototoraks dan bagian posterior yang disebut dengan
notogaster. Nototoraks dan notogaster masing-masing mempunyai dua pasang
kaki. Pada tungau betina dua pasang kaki kedua berakhir dengan rambut dan kaki
keempat berakhir dengan ambulacra (semacam alat yang melengketkan diri)
(Harahap, 2006).
2.1.3. Kebiasaan hidup Sarcoptes scabiei
Setelah tungau betina dan jantan berkopulasi, tungau betina yang telah
dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum dengan kecepatan 1 5
milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya dua atau empat butir sehari
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008
7

9
sampai mencapai jumlah 40 hingga 50 butir. Tungau betina yang telah dibuahi
dapat hidup sebulan lamanya setelah telur menetes. Telur ini dapat tinggal dalam
terowongan, tetapi dapat juga diluar terowongan (Djuanda, 2006).
Tungau skabies lebih suka hidup didaerah yang berkulit tipis seperti sela
jari, penggelangan tangan, kaki, aksila, umbilikus, penis, areola mammae dan
dibawah payudara wanita. Kutu dapat hidup diluar kulit manusia hanya 2 3 hari
dan pada suhu kamar 21 derajat celsius dengan kelembaban relatif 40 80%.
Kutu jantan membuahi kutu betina dan kemudian mati. Kutu betina kemudian
menggali lobang ke dalam epidermis membentuk terowongan didalam stratum
korneum. Kecepatan menggali terowongan 1 5 mm/hari. Kemudian kutu betina
mati di ujung terowongan. Terowongan lebih banyak terdapat di daerah yang
berkulit tipis dan tidak banyak mengandung folikel pilosebasea, pada permukaan
kulit dapat bergerak kurang lebih 2,5 centimeter permenit (Harahap, 2000).
2.1.4. Siklus hidup skabies
Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan
mati, kadang-kadang masih dapat hidup beberapa hari didalam terowongan yang
digali oleh tungau betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan
dan dapat tinggal selama hidupnya yaitu kurang lebih 30 hari.
Tungau betina bertelur sebanyak 2 3 butir perhari dapat bertelur
sepanjang hidupnya 4 5 minggu dan telurnya akan menetes setelah 3 5 hari
menjadi larva yang mempunyai tiga pasang kaki, larva ini dapat tinggal dalam
terowongan, dan dapat juga keluar setelah 2 3 hari larva akan menjadi nimfa
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

10
yang mempunyai dua bentuk jantan dan betina. Waktu yang diperlukan dari telur
hingga bentuk dewasa adalah 10 14 hari. Tungau jantan mempunyai masa hidup
yang lebih pendek daripada tungau betina, dan mempunyai peran yang lebih kecil
pada patogenesis penyakit biasanya hanya hidup di permukaan kulit dan akan mati
setelah membuahi tungau betina. Tungau ini merupakan parasit obligat pada
manusia dan hanya dapat hidup diluar tubuh manusia selama kurang lebih 2 3
hari (Ginanjar, 2006).
2.1.5. Skabies
1. Pengertian skabies
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitisasi terhadap tungau Sarcoptes scabiei varietas hominis. Skabies disebut
juga dengan the itch, pamaan itch, seven year itch (diistilahkan dengan penyakit
yang terjadi tujuh tahunan). Di Indonesia skabies lebih dikenal dengan nama
gudik, kudis, buduk, kerak, penyakit ampera dan gatal agogo (Djuanda, 2006).
2. Sejarah skabies
Pakar yang pertama mengungkapkan penyakit skabies adalah dokter
Aboumezzan Abdel Malek Ben Zohar yang lahir di Spanyol pada tahun 1070 dan
wafat di Maroko pada tahun 1162. Dokter tersebut menulis sesuatu yang disebut
soab yang hidup pada kulit dan menimbulkan rasa gatal. Bila kulit digaruk
muncul binatang kecil yang sulit dilihat dengan mata telanjang. Pada tahun 1687
Giovan Bonomo menyatakan bahwa seorang perempuan miskin dapat
mengeluarkan little bladder of water dari lesi skabies anaknya. Pada tahun
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

11
1812 Bonomo telah menemukan sercoptes skabiei yang dijelaskan oleh Meunir.
Penemuan tersebut yang dibuktikan oleh temuan orang lain. Pada tahun 1820
Raspail menyatakan bahwa tungau yang ditemukan Gales identik dengan tungau
keju sehingga Gales dinyatakan sebagai penipu penemuan. Gales baru diakui pada
tahun 1839 dengan berhasil mendemontrasikan cara mendaptkan tungau dari
penderita skabies dengan sebuah jarum (Kandun, 2000).
2.1.6. Epidemiologi skabies
Skabies ditemukan di semua negara dengan prevalensi yang bervariasi. Di
beberapa negara yang sedang berkembang prevalensi skabies sekitar 6% - 27%
populasi umum, dan cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja. Suatu survei
yang dilakukan pada tahun 1983 diketahui bahwa di sepanjang sungai Ucayali,
Peru, ditemukan beberapa desa di mana semua anak-anak dari penduduk asli desa
tersebut mengidap skabies. Behl pada tahun 1985 menyatakan bahwa prevalensi
skabies pada anak-anak di desa-desa Indian adalah 100%.

Di Santiago, Chili,
insiden tertinggi terdapat pada kelompok umur 10 -19 tahun (45%) sedangkan di
Sao Paulo, Brazil insiden tertinggi terdapat pada anak di bawah 9 tahun. Di India,
Gulati (dikutip dari 4) melaporkan prevalensi tertinggi pada anak usia 5 - 14 tahun.
Hal tersebut berbeda dengan laporan Srivastava yang menyatakan prevalensi
tertinggi terdapat pada anak di bawah 5 tahun. Di negara maju, prevalensi skabies
sama pada semua golongan umur (Maibach, 1997).
Pada tahun 1975 terjadi wabah skabies di perkampungan Indian di
Kepulauan San Blas, Panama. Penduduk didaerah tersebut hidup dalam
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

12
lingkungan yang padat dengan jumlah penghuni tiap rumah 13 orang atau lebih.
Pada survei pertama didapatkan prevalensi skabies sebesar 28% pada suatu
kelompok dan pada kelompok yang lain 42%. Dua tahun kemudian dilakukan
survei pada pulau Van
"
,
lebih besar yang berpenduduk 2.000 orang. Pada survei
tersebut ditemukan bahwa 90% penduduk mengidap skabies. Pada tahun 1986
survei di desa Indian lainnya yang berpenduduk 756 orang didapatkan bahwa
prevalensi skabies pada anak-anak yang berumur 10 tahun adalah 61% dan pada
bayi yang berumur kurang dari 1 tahun adalah 84% (Orkin, 1997).
Skabies merupakan penyakit endemik pada banyak masyarakat. Penyakit
ini dapat mengenai semua ras dan golongan di seluruh dunia. Penyakit skabies
banyak dijumpai pada anak dan orang dewasa muda, insidennya sama terjadi pada
pria dan wanita. Insiden skabies di negara berkembang menunjukkan siklus
fluktuasi yang sampai saat ini belum dapat dijelaskan. Interval antara akhir dari
suatu epidemik dan permulaan epidemik berikutnya kurang lebih 10 15 tahun
(Harahap, 2000).
Menurut Departemen Kesehatan RI prevalensi skabies di Puskesmas
seluruh Indonesia pada tahun 1986 adalah 4.6%-12,9%, dan skabies menduduki
urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering. Di Bagian Kulit dan Kelamin
FKUI/RSCM pada tahun 1988, dijumpai 734 kasus skabies yang merupakan
5,77% dari seluruh kasus baru. Pada tahun 1989 dan 1990 prevalensi skabies
adalah 6% dan 3,9%. Prevalensi skabies sangat tinggi pada lingkungan dengan
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

13
tingkat kepadatan penghuni yang tinggi dan kebersihan yang kurang memadai
(Depkes. RI, 2000).
Dariansyah, 2006 dalam penelitiannya yang dilakukan juga di pesantren
Oemar Diyan dari 61 santri yang diambil 37 orang menderita skabies dan 24
orang tidak menderita skabies. Hasil penelitian ini didapatkan OR 2,2. Di
pesantren yang padat penghuninya prevalensi skabies mencapai 78,7%, tingginya
prevalensi pada kelompok tersebut yang kebersihan dirinya kurang baik 72,7%
dan pada kelompok yang kebersihan dirinya baik hanya 2,2% - 3,8% (Sungkar,
2001).
2.1.7. Patogenesis skabies
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau sarcoptes
scabiei, tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi
disebabkan oleh sesitisasi terhadap sekreta dan eksreta tungau yang memerlukan
waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai
dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain. Akibat
garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder.
2.1.8. Gambaran klinis skabies
Gatal merupakan gejala utama sebelum gejala klinis lainnya muncul, rasa
gatal biasanya hanya pada lesi tetapi pada skabies kronis gatal dapat dirasakan
pada seluruh tubuh. Gejala yang timbul antara lain ada rasa gatal yang hebat pada
malam hari, ruam kulit yang terjadi terutama di bagian sela-sela jari tangan, di
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

14
bawah ketiak, pinggang, alat kelamin, sekeliling siku, aerola mammale (area
sekeliling puting susu), dan permukaan depan pergelangan (Sungkar, 2001).
Ciri-ciri seseorang terkena skabies adalah kulit penderita penuh bintik-
bintik kecil sampai besar, berwarna kemerahan yang disebabkan garukan keras.
Bintik-bintik itu akan menjadi bernanah jika terinfeksi (Djuanda, 2006). Ginanjar,
2006 menyatakan ada empat tanda kardinal yaitu :
a. Pruritus nokturna yaitu gatal pada malam hari yang disebabkan karena
aktifitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
b. Penyakit ini menyerang secara kelompok, mereka yang tinggal di asrama,
barak-barak tentara, pesantren maupun panti asuhan berpeluang lebih
besar terkena penyakit ini. Penyakit ini amat mudah menular melalui
pemakaian handuk, baju maupun seprai secara bersama-sama. Skabies
mudah menyerang daerah yang tingkat kebersihan diri dan lingkungan
masyarakatnya rendah.
c. Adanya torowongan (kunikulus) dibawah kulit yang berbentuk lurus atau
berkelok-kelok. Jika terjadi infeksi sekunder oleh bakteri maka akan
timbul gambaran pustula (bisul kecil), lokalisasi kulit ini berada pada
daerah lipatan kulit yang tipis seperti sela-sela jari tangan, daerah sekitar
kemaluan, siku bagian luar, kulit sekitar payudara bokong dan perut
bagian bawah.
d. Menemukan tungau pada pemeriksaan kerokan kulit, merupakan hal yang
paling diagnostik, dapat ditemukan satu atau lebih stadium tungau ini.
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

15
2.1.9. Bentuk-bentuk skabies
Skabies adalah penyakit kulit yang sering menyerupai penyakit kulit
lainnya sehingga disebut sebagai the great imitator. Terdapat beberapa bentuk
skabies atipik yang jarang ditemukan dan sulit dikenal, sehingga dapat
menimbulkan kesalahan diagnosis. Handoko dalam buku Djuanda, 2006
menyatakan selain bentuk skabies yang klasik, terdapat pula bentuk-bentuk yang
khusus antara lain :
a. Skabies pada orang bersih (Scabies of cultivated)
Bentuk ini ditandai dengan lesi berupa papul dan torowongan yang sedikit
jumlahnya hingga sangat sukar ditemukan. Dalam penelitian dari 1000
orang penderita skabies menemukan hanya 7% terowongan.
b. Skabies in cognito
Bentuk ini timbul pada skabies yang diobati dengan kortikosteroid
sehingga gejala dan tanda klinis membaik, tetapi tungau tetap ada dan
penularan masih bisa terjadi. Skabies incognito sering juga menunjukkan
gejala klinis yang tidak biasa, distribusi atipik, lesi luas dan mirip penyakit
gatal lainnya.
c. Skabies nodular
Pada bentuk ini lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal. Nodus
biasanya terdapat daerah yang tertutup, terutama pada genitalia laki-laki,
inguinal dan aksila. Nodus timbul sebagai reaksi hipersensitivitas terhadap
tungau skabies. Pada nodus yang berumur lebih dari satu bulan tungau
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

16
jarang ditemukan. Nodus dapat bertahan selama beberapa bulan sampai
satu tahun meskipun telah diberikan pengobatan anti skabies dan
kortikosteroid.
d. Skabies yang ditularkan melalui hewan
Sumber utama skabies ini adalah anjing. Kelainan ini berbeda dengan
skabies manusia yaitu tidak terdapat torowongan, tidak menyerang sela
jari dan genitalia eksterna. Lesi biasanya terdapat pada daerah dimana
orang sering kontak atau memeluk binatang kesayangannya yaitu paha,
dada dan lengan. Masa inkubasi lebih pendek dan transmisi lebih mudah.
Kelainan ini bersifat sementara (4 - 8 minggu) dan dapat sembuh sendiri
karena skabies varietas binatang tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya
pada manusia.
e. Skabies Norwegia
Skabies norwegia atau skabies krustosa pertama kali dilaporkan oleh
Danielsen, seorang warga Norwegia yang menderita kusta. Skabies ini
juga tidak hanya terjadi pada penderita kusta namun juga dapat terjadi
pada redardasi mental, dementia senilis, penderita keganasan, penderita
dengan defisiensi imunologik.
f. Skabies terbaring di tempat tidur (Bed-ridden)
Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal di
tempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya terbatas.

Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

17
g. Skabies pada bayi dan anak-anak muda
Dalam kelompok usia ini, wajah, kulit kepala, telapak tangan dan telapak
kaki dapat terserang, yang paling umum menimbulkan lesi adalah papule,
vesicopustules dan nodules, akan tetapi distribusi dapat bersifat atipikal.
Eksemastisasi dan impetigenisasi sekunder umum terjadi dan burrow sulit
ditemukan. Prevalensi skabies adalah paling tinggi pada bayi yang berusia
dibawah dua tahun (Stone, dikutip Orkin, 1997).
2.1.10. Penularan skabies
Penularan penyakit skabies dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung, adapun cara penularanya adalah :
a. Kontak langsung (kulit dengan kulit)
Penularan skabies terutama melalui kontak langsung seperti berjabat tangan,
tidur bersama dan hubungan seksual. Pada orang dewasa hubungan
seksual merupakan cara tersering, sedangkan pada anak-anak penularan
didapat dari orang tua atau temannya.
b. Kontak tak langsung (melalui benda)
Penularan melalui kontak tidak langsung, misalnya melalui perlengkapan
tidur, pakaian atau handuk dahulu dikatakan mempunyai peran kecil pada
penularan. Namun demikian, penelitian terakhir menunjukkan bahwa hal
tersebut memegang peranan penting dalam penularan skabies dan dinyatakan
bahwa sumber penularan utama adalah selimut, pakaian dalam dan penderita
perempuan. Skabies Norwegia, merupakan sumber utama terjadinya wabah
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

18
skabies pada rumah sakit, panti jompo, pemondokan/asrama dan rumah sakit
jiwa karena banyak mengandung tungau (Djuanda, 2006).
2.1.11. Pencegahan skabies
Siregar (1996) yang dikutip Ruteng, 2007, penyakit ini sangat erat
kaitannya dengan kebersihan dan lingkungan yang kurang baik oleh sebab itu
untuk mencegah penyebaran penyakit ini dapat dilakukan dengan cara :
a. Mandi secara teratur dengan menggunakan sabun
b. Mencuci pakaian, sprei, sarung bantal, selimut dan lainnya secara teratur
minimal 2 kali dalam seminggu
c. Menjemur kasur dan bantal minimal 2 minggu sekali.
d. Tidak saling bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain.
e. Hindari kontak dengan orang-orang atau kain serta pakaian yang dicurigai
terinfeksi tungau skabies.
f. Menjaga kebersihan rumah dan berventilasi cukup.
Menjaga kebersihan tubuh sangat penting untuk menjaga infestasi parasit.
Sebaiknya mandi dua kali sehari, serta menghindari kontak langsung dengan
penderita, mengingat parasit mudah menular pada kulit. Walaupun penyakit ini
hanya merupakan penyakit kulit biasa, dan tidak membahayakan jiwa, namun
penyakit ini sangat mengganggu kehidupan sehari-hari (Prabu, 1996).
Bila pengobatan sudah dilakukan secara tuntas, tidak menjamin terbebas
dari infeksi ulang. Dariansyah, 2006 yang mengutip pendapat Azwar, langkah
yang dapat diambil adalah sebagai berikut :
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

19
1) Suci hamakan sisir, sikat rambut dan perhiasan rambut dengan cara
merendam di cairan antiseptik.
2) Cuci semua handuk, pakaian, sprei dalam air sabun hangat dan gunakan
seterika panas untuk membunuh semua telurnya, atau dicuci kering
(dry-cleaned).
3) Keringkan topi yang bersih, kerudung dan jaket.
4) Hindari pemakaian bersama sisir, mukena atau jilbab.
Departemen Kesehatan RI, 2002, memberikan beberapa cara pencegahan
yang dilakukan penyuluhan kepada masyarakat dan komunitas kesehatan tentang
cara penularan, diagnosis dini dan cara pengobatan penderita skabies dan orang-
orang yang kontak meliputi :
1) Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
2) Laporan kepada Dinas Kesehatan setempat namun laporan resmi jarang
dilakukan.
3) Isolasi santri yang terinfeksi dilarang masuk ke dalam pondok sampai
dilakukan pengobatan. Penderita yang dirawat di Rumah Sakit diisolasi
sampai dengan 24 jam setelah dilakukan pengobatan yang efektif.
Disinfeksi serentak yaitu pakaian dalam dan sprei yang digunakan oleh
penderita dalam 48 jam pertama sebelum pengobatan dicuci dengan menggunakan
sistem pemanasan pada proses pencucian dan pengeringan, hal ini membunuh
kutu dan telur. Tindakan ini tidak dibutuhkan pada infestasi yang berat. Mencuci
sprei, sarung bantal dan pakaian pada penderita (Ruteng, 2007).
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

20
Penanggulangan wabah yang terjadi dapat dilakukan dengan beberapa cara
diantaranya :
1) Berikan pengobatan dan penyuluhan kepada penderita dan orang yang
berisiko.
2) Pengobatan dilakukan secara massal.
3) Penemuan kasus dilakukan secara serentak baik didalam keluarga, didalam
unit atau institusi militer, jika memungkinkan penderita dipindahkan.
4) Sediakan sabun, sarana pemandian, dan pencucian umum, jika ada sangat
membantu dalam pencegahan infeksi.
2.1.12. Diagnosis skabies
Diagnosis klinis ditetapkan berdasarkan anamnesis yaitu adanya pruritus
nokturna dan erupsi kulit berupa papul, vesikel dan pustula di tempat predileksi.
Selain itu, didapat keterangan bahwa gejala penyakit ini terdapat pada
sekelompok orang. Diagnosis pasti ditetapkan dengan menemukan tungau
atau telurnya pada pemeriksaan laboratorium. Namun dengan cara
permeriksaan tersebut tungau sulit ditemukan karena tungau yang
menginfestasikan penderita hanya sedikit (Medicastore, 2007).
Beberapa cara yang dapat dipakai untuk menemukan tungau, telur atau
terowongan adalah :
a. Kerokan kulit
Papul atau terowongan yang baru dibentuk dan utuh ditetesi minyak mineral,
kemudian dikerok dengan skalpel steril untuk mengangkat atap papul atau
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

21
terowongan. Hasil kerokan diletakkan di gelas obyek dan ditutup dengan kaca
tutup lalu diperiksa dibawah miskroskop.
b. Mengambil tungau dengan jarum
Jarum ditusukkan pada terowongan di bagian yang gelap dan digerakkan
tangensial. Tungau akan memegang ujung jarum dan dapat diangkat
ke luar.
c. Kuretasi terowongan (kuret dermal)
Kuretasi dilakukan secara superfisial mengikuti sumbu panjang, terowongan
atau puncak papul. Hasil kuret diletakkan pada gelas obyek dan ditetesi
minyak mineral lalu diperiksa dengan mikroskop.
d. Sweb kulit
Kulit dibersihkan dengan eter lalu dilekatkan selotip dan diangkat dengan
cepat. Selotip dilekatkan pada gelas obyek kemudian diperiksa dengan
mikroskop.
e. Burow ink test
Papul skabies dilapisi tinta cina dengan menggunakan pena lalu dibiarkan
selama 20 - 30 menit kemudian dihapus dengan alkohol. Tes dinyatakan
positif bila tinta masuk ke dalam terowongan dan membentuk gambaran khas
berupa garis zig zag.
f. Uji tetrasiklin
Tetrasiklin dioleskan pada daerah yang dicurigai ada terowongan, kemudian
dibersihkan dan diperiksa dengan lampu Wood. Tetrasiklin dalam terowongan
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

22
akan menunjukkan fluoresensi.
g. Epidermal shave biopsy
Papul atau terowongan yang dicurigai diangkat dengan ibu jari dan telunjuk
lalu diiris dengan skalpel. Biopsi dilakukan sangat superfisial sehingga
perdarahan tidak terjadi dan tidak perlu anestesi. Spesimen diletakkan pada
gelas obyek, ditetesi dengan minyak mineral dan diperiksa dengan mikroskop.
h. Pemeriksaan histopatologik
Gambaran histopatologik menunjukkan bahwa terowongan terletak pada
stratum korneum, dan hanya ujung terowongan tempat tungau betina berada
terletak di irisan dermis. Pemeriksaan histopatologik tidak mempunyai nilai
diagnostik kecuali bila pada pemeriksaan tersebut ditemukan tungau atau
telurnya. Daerah yang berisi tungau menunjukkan sejumlah eosinofil dan sulit
dibedakan dengan reaksi gigitan artropoda lainnya misalnya gigitan nyamuk
atau katu busuk.
Berbagai cara pemeriksaan di atas, kerokan kulit merupakan cara yang
paling mudah dilakukan dan memberikan hasil yang paling memuaskan.
Mengambil tungau dengan jarum memerlukan keterampilan khusus dan jarang
berhasil karena biasanya terowongan sulit diidentifikasi dan letak tungau sulit
diketahui. Swab kulit mudah dilakukan tetapi memerlukan waktu lama karena dari
1 lesi harus dilakukan 6 kali pemeriksaan sedangkan pemeriksaan dilakukan pada
hampir seluruh lesi. Burrow ink test, dan uji tetrasiklin jarang memberikan hasil
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

23
positif karena biasanya penderita datang pada keadaan lanjut dan sudah terjadi
infeksi sekunder sehingga terowongan tertutup oleh krusta dan tidak dapat
dimasuki tinta atau salep (Ginanjar, 2006).
Agar pemeriksaan berhasil baik terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan pada waktu melakukan pemeriksaan laboratorium yaitu :
1) Kerokan kulit jangan dilakukan pada lesi ekskoriasi dan lesi dengan
infeksi sekunder. Pada lesi ekskoriasi tungau mungkin sudah terangkat
oleh garutan dan pada lesi dengan infeksi sekunder terdapat pus yang
bersifat akarisida sehingga tungau tidak ditemukan pada lesi tersebut,
selain itu kerok kulit didaerah infeksi sekunder dapat memperberat infeksi.
2) Kerokan harus superfisial karena tungau berada dalam stratum korneum,
jadi kerokan tidak boleh berdarah.
3) Papel yang baik untuk dikerok adalah papul yang baru dibentuk yaitu
berbentuk lonjong dan tidak berkrusta karena biasanya tungau ditemukan
pada papul atau terowongan yang baru dibentuk.
4) Jangan mengerok dari satu lesi tetapi keroklah dari beberapa lesi tungau
belum tentu berada dalam lesi tersebut.
5) Lokasi yang paling sering terinfeksi adalah sela jari tangan, karena itu
perhatian utama ditujukan pada daerah tersebut.
6) Sebelum mengerok, tetes minyak mineral pada scalpel dan pada lesi yang
akan dikerok.

Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

24
2.2. Faktor yang Berkaitan dengan Kejadian Penyakit Skabies
Penyakit skabies merupakan penyakit yang sangat mudah menular melalui
kontak langsung dengan penderita, beberapa hal yang dapat mempengaruhi
terhadap kejadian penyakit skabies diantaranya :
2.2.1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu terhadap
objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan sebagainya).
Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sampai menghasilkan pengetahuan
tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas pengetahuan seseorang diperoleh
melalui indera pendengar dan indera penglihatan. Pengetahuan seseorang terhadap
objek mempunyai tingkat yang berbeda-beda termasuk dalam hal ini kemampuan
santri dalam menjaga penyakit skabies baik dalam pencegahan maupun dalam
pengobatan. Pengetahuan tentang usaha-usaha kesehatan perseorangan untuk
memelihara kesehatan diri sendiri, memperbaiki dan mempertinggi nilai
kesehatan, serta mencegah timbulnya penyakit (Damayanti, 2005).
Usaha-usaha tersebut meliputi :
a. Kebersihan badan
Mandi memakai sabun sekurang-kurangnya dua kali sehari, tangan selalu
dalam keadaan bersih, kuku bersih dan pendek, rambut dalam keadaan bersih
dan rapi.
b. Kebersihan pakaian
Pakaian dicuci, dan diseterika, disimpan di lemari.
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

25
c. Kebersihan tempat tinggal
Pengetahuan tentang kesehatan adalah mencakup apa yang diketahui oleh
seseorang terhadap cara-cara memelihara kesehatan. Pengetahuan tentang
cara-cara tersebut meliputi :
1) Penularan terhadap penyakit menular termasuk dalam hal ini penyakit
skabies yang diketahui (tanda-tanda, gejala, penyebab, cara penularan, dan
cara pencegahan).
2) Pengetahuan tentang faktor-faktor yang terkait mempengaruhi kesehatan
antara lain gizi makanan, sarana air bersih, pembuangan air limbah,
pembuangan sampah, polusi udara, serta kebersihan diri.
3) Pengetahuan tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang profesional
maupun tradisional.
2.2.2. Sikap
Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek
tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi seseorang. Newcomb
dalam buku Notoadmodjo, 2005 menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan
atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu.
Fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan
tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan) atau reaksi tertutup. Sikap
terdiri dari 3 komponen pokok yaitu :
a. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek artinya,
bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

26
objek. Sikap santri terhadap penyakit skabies misalnya, berarti, bagaimana
pendapat atau keyakinan orang tersebut terhadap penyakit skabies.
b. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek artinya
bagaimana penilaian (terkandung di dalamnya faktor emosi) orang tersebut
terhadap objek. Seperti contoh butir a tersebut, berarti bagaimana orang
menilai terhadap penyakit skabies, apakah penyakit yang biasa saja atau
penyakit yang membahayakan.
c. Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave), artinya sikap adalah
merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka.
Sikap adalah ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka
(tindakan). Misalnya, tentang contoh sikap terhadap penyakit skabies di
atas, adalah apa yang dilakukan seseorang bila ia menderita penyakit skabies
Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap yang
utuh (total attitude). Dalam menentukan sikap yang utuh ini pengetahuan, pikiran,
keyakinan dan emosi memegang peranan penting (Notoatmodjo, 2005).
Menurut Kagan, 1990 yang dikutip Sugiharto, 2003, menyatakan
kebanyakan orang mempunyai kebutuhan untuk mempertahankan konsistensi,
inilah kunci terhadap perubahan sikap, yang terdiri dari tiga unsur yaitu unsur
pemikiran, emosional dan aksi. Perubahan salah satu dari ketiga unsur ini akan
membawa perubahan pada unsur lainnya. Misalnya santri kebiasaan hidup kurang
bersih, baik dari segi pakaian maupun peralatan tempat tidur, meskipun semua
sumber menasehatinya untuk menjaga kebersihan diri. Jika santri sendiri
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

27
menganggap kebersihan diri bukanlah soal yang penting diperhatikan, maka
sikapnya dapat dikarakteristikan oleh pikiran, perasaan dan tindakan yang
konsisten satu sama lain (Azwar, 2000).
2.2.3. Tindakan
Tindakan merupakan hal yang sulit bagi sasaran, karena sudah terbiasa
dengan perilaku tersebut yang berasal dari tradisi. Misalnya kebiasaan santri tidur
ditempat tidur orang lain. Tindakan ini dilakukan tidak melihat resiko yang
dialaminya termasuk dalam hal ini tertularnya penyakit skabies (Hasan, 2005).
Praktik atau tindakan ini dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan menurut
kualitasnya yaitu :
a. Praktik terpimpin (Guided response)
Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi mesih
bergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan. Misalnya seseorang
menjaga kesehatannya tetapi menunggu diingatkan oleh orang lain, Begitu juga
dengan santri mereka mau menjemur kasur bila selalu diingatkan oleh kawannya
atau diingatkan oleh pengasuh asrama, ini adalah disebut praktik atau tindakan
terpimpin.
b. Praktik secara mekanisme (mechanism)
Apabila seseorang atau subjek telah melakukan atau mempraktekkan
sesuatu hal secara otomatis maka disebut praktik atau tindakan mekanis. Misalnya
bila seorang santri menderita gatal-gatal pada kulitnya, dia langsung memeriksa
kesehatannya tanpa menunggu perintah dari orang lain.
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

28
c. Adopsi (adoption)
Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang, artinya
apa yang dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah
dilakukan modifikasi atau tindakan perilaku yang berkualitas. Misalnya mencuci
pakaian bukan hanya saja menjadi bersih tetapi juga berusaha bajunya tidak
bercampur dengan orang yang menderita penyakit skabies.
Berdasarkan tiga tingkatan terhadap tindakan dapat juga dilihat terhadap
kebersihan diri dan kebiasaan.
1) Kebersihan diri (personal hygiene)
Kebersihan diri adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan
kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. Banyak manfaat yang
dapat dipetik dengan merawat kebersihan diri, memperbaiki kebersihan diri,
mencegah penyakit, meningkatkan kepercayaan diri dan menciptakan keindahan.
Kebersihan individu yang buruk atau bermasalah akan mengakibatkan
berbagai dampak baik fisik maupun psiskososial. Dampak fisik yang sering
dialami seseorang tidak terjaga dengan baik adalah gangguan integritas kulit
(Wartonah, 2003).
2) Kebiasaan
Kebiasaan adalah bentuk tingkah laku yang tetap dari usaha penyesuaian diri
terhadap lingkungan yang mengandung unsur afektif/perasaan. Kebiasaan itu
ditentukan oleh lingkungan sosial dan kebudayaan, dan dikembangkan manusia
sejak ia lahir. Kebiasaan seseorang tidak terlepas dari kebiasaan yang ada dalam
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

29
lingkungan masyarakat tempat seseorang atau kelompok masyarakat berinteraksi.
Hal ini dapat disimpulkan kebiasaan para santri yang ada dalam sebuah pesantren
tentu tidak akan terlepas dari kebiasaan-kebiasan dalam lingkungan pesantren
tersebut (Damayanti, 2005).
Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan kebiasaan untuk menerapkan
kebiasaan yang baik, bersih dan sehat secara berhasil guna dan berdaya guna baik
di rumah tangga, institusi-institusi maupun tempat-tempat umum. Kebiasan
menyangkut pinjam meminjam yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit
menular seperti baju, sabun mandi, handuk, sisir haruslah dihindari (Dinkes Prov.
NAD, 2005).
Kebiasaan yang sangat berpengaruh dalam penularan penyakit skabies di
pesantren adalah menyangkut dengan kebersihan diri, serta kebiasaan saling tukar
menukar pakaian, serta handuk yang sering digunakan bersama-sama, sehingga
penularan penyakit skabies sangat cepat terjadi.
2.2.4. Penyuluhan
Penyuluhan kesehatan adalah gabungan dari berbagai kesempatan dan
kegiatan yang berdasarkan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai keadaan,
dimana individu, keluarga, ataupun masyarakat ingin hidup sehat, tahu bagaimana
caranya dan melaksanakan apa yang bisa mereka kerjakan baik secara individu
maupun secara kelompok, serta mencari pertolongan bila perlu. Jadi tujuan
penyuluhan kesehatan adalah perubahan perilaku salah satu faktor penyebab
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

30
timbulnya masalah kesehatan adalah karena perilaku yang menyimpang.
(Notoatmojo, 2005).
Steward (1968) yang dikutip Susanto, 2003, mengemukakan bahwa
penyuluhan kesehatan adalah salah satu unsur dari program kesehatan dan
kedokteran yang didalamnya terkandung rencana untuk mengubah perilaku
perorangan dan masyarakat serta meningkat pengetahuan masyarakat tentang
suatu hal yang dibutuhkan oleh masyarakat tesebut sehingga membantu
tercapainya tujuan program pengobatan, rehabilitasi, pencegahan penyakit dan
peningkatan kesehatan termasuk dalam usaha pencegah penyakit menular disuatu
daerah. Philosofi yang melandasi penyuluhan kesehatan ialah bahwa individu atau
kelompok mempunyai hak dan potensi untuk menentukan pilihan mengenai hal-
hal sehubungan dengan kesehatannya. Karena sebagian besar masalah kesehatan
muncul akibat dari perilaku individu atau kelompok itu sendiri.
Tenaga penyuluhan adalah petugas yang melakukan promosi kesehatan
yang mempunyai disiplin ilmu yang profisional dan kemampuan untuk melakukan
pendekatan dengan masyarakat khususnya dibidang kesehatan, sesuai dengan
strategi yang ditujukan oleh pimpinanya, serta mampu menyusun strategi untuk
dapat memotivasi atau mempengaruhi masyarakat dalam perubahan perilakunya
yang dapat menunjang derajat kesehatan (Mantra, 1997).
Penyebar luasan informasi kesehatan tentu hanya dapat dilakukan melalui
saluran komunikasi. Dalam pondok pesantren, disamping saluran komunikasi
seperti media massa, kelompok santri, Puskesmas dan lainnya, petugas kesehatan
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

31
maupun kader kesehatan berfungsi sebagai saluran komunikasi. Dalam
penyampaian informasi petugas dengan para santri menyangkut tiga hal pokok
yaitu :
1) Pengembangan prasarana
Dalam hal ini meliputi semua upaya untuk mengembangkan, mengelola dan
memelihara kelestarian jaringan pesantren kendati begitu hanya menyediakan
pelayanan bagi santri bukanlah jaminan bahwa mereka akan mengenalnya
serta memahami manfaat atau alasan menggunakan pelayanan yang
disediakan. Komponen penyuluhan diperlukan untuk memberi informasi,
saran dan mempopulerkan alasan dan manfaat menjaga kesehatan diri serta
mendidik para santri dan pengelola atau petugas tentang manfaat pelayanan
kesehatan yang diberikan oleh Puskesmas ataupun sarana pelayanan kesehatan
lainnya (Depkes RI, 2000).
2) Komponen penyuluhan
Komponen penyuluhan merupakan bagian pennting dari pelayanan kesehatan
santri di Pesantren. Tapi pengalaman membuktikan, bila penyuluhan hanya
dianggap sebagai menyebarluaskan pengetahuan, jarang sekali berhasil untuk
meyakinkan para santri supaya mau melaksanakan perilaku baru yang
dianjurkan.
3) Perubahan perilaku
Langkah yang perlu diambil adalah melakukan kegiatan yang akan
menimbulkan perubahan. Selama bertahun-tahun suatu pendekatan yang
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

32
sistimatis telah dikembangkan. Pendekatan ini berdasarkan sikap tanggapan
terhadap sikap santri mengenai kesehatan diri dan lingkungan. Teknik
pemasaran sosial untuk mempromosikan kesehatan diri dan lingkungan.
Penggunaan pendekatan ini juga dimaksudkan untuk memperkuat program
penyuluhan kesehatan secara menyeluruh (Depkes. RI, 2002).
2.2.5. Pesantren
Pesantren adalah tempat mengaji, belajar agama Islam. Suatu lembaga
pendidikan Islam dikatakan pesantren apabila terdiri dari unsur-unsur Kyai/
Syekh/ Ustadz yang mendidik serta mengajar, ada santri yang belajar, ada mesjid/
musalla dan ada pondok/ asrama tempat para santri bertempat tinggal. Asrama
adalah rumah pemondokan yang ditempati oleh santri-santri, pegawai dan
sebagainya yang digunakan sebagai tempat untuk berlindung, beristirahat dan
sebagai tempat bergaul antar sesama teman (Dariansyah, 2006).
Pesantren telah berdiri sejak berkembangnya agama Islam yang di siarkan
oleh orang Arab dan lokasinya tersebar di seluruh wilayah Indonesia dengan
jumlah tidak kurang dari 40.000 pesantren, namun 80% dari padanya masih
menghadapi persoalan air bersih dan rawan sanitasi lingkungan sehingga sering
terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) termasuk penyakit skabies dan diare di
pesantren.
Pesantren terpadu adalah merupakan wahana pendidikan formal yang
efektif dalam upaya meningkatkan pendidikan melalui jalur madrasah dalam
rangka meningkatkan sumber daya manusia dan membentuk manusia yang
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

33
menguasai iman, taqwa, ilmu pengetahuan dan teknologi. Pesantren tradisional
adalah tempat pendidikan dalam meningkatkan pengetahuan dan ketaqwaan
kepada Allah tanpa dibatasi waktu atau umur dalam menuntut ilmu pada pesantren
tersebut (Dinkes. NAD, 2005).
Azwar, 2003 menyatakan fungsi secara sederhana adalah tempat
beristirahat dan menunaikan ibadah, mengaji dan melakukan kegiatan sehari-hari
serta tempat berlindung dari keadaan lingkungannya. Arti dan fungsi pondok
pesantren adalah sebagai berikut :
1) Tempat mengaji/belajar
2) Tempat untuk berlindung dari pengaruh lingkungan.
3) Tempat yang dapat memberi jaminan psikologis bagi penghuni seperti
kebebasan, keamanan, kebahagiaan dan ketenangan.
4) Tempat atau lembaga pendidikan agama Islam.
5) Tempat beristirahat.
6) Tempat pemondokan para santri.

2.3. Landasan Teori
Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit skabies
diantaranya sosial ekonomi yang rendah, kebersihan individu yang buruk,
hubungan seksual, kesalahan diagnosis, perkembangan demografik, kepadatan
penduduk, ketersediaan pelayanan kesehatan, dan peran petugas kesehatan.
Penyakit skabies yang merupakan penyakit menular secara langsung maupun
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

34
secara tidak langsung. Penularan secara langsung melalui sentuhan dengan
penderita sedangkan secara tidak langsung melalui peralatan yang digunakan oleh
penderita. (Ginanjar, 2006, Djuanda, 2006 dan Notoatmodjo, 2005).

2.4. Kerangka Konsep



Sarcoptes scabiei












Kebersihan diri
- Pakaian
- Handuk
- Tempat tidur
Pengetahuan
T
i
n
d
a
k
a
n

Sikap
Kebiasaan
- Pinjam pakaian
- Pinjam Handuk
- Pinjam Tempat
tidur
Kulit


Kejadian Penyakit
Skabies
Gambar 1. Kerangka Konsep
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

35
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian studi analitik observasional dengan
kasus kontrol berpasangan.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1. Lokasi
Penelitian ini dilakukan pada tiga (3) pesantren terpadu yang kasus
penyakit skabies terbanyak pada tahun 2006, yang berada di Kabupaten Aceh
Besar pengambilan data tahun 2007.
3.2.2. Waktu
Penelitian lapangan dimulai dengan penelusuran daftar pustaka, survey
awal, mempersiapkan proposal penelitian, merancang kuisioner, pelaksanaan
penelitian dan penyusunan laporan akhir. Penelitian ini selama 6 bulan sejak
penelusuran pustaka, seminar hasil dan ujian komprehensif, yaitu mulai bulan Juli
sampai dengan Desember 2007.




Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008
34

36
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
a. Kasus santri kelas II Tsanawiyah (SLTP) sampai dengan kelas III Aliyah
(SMA) yang menderita penyakit skabies dan gatal-gatal sebanyak 520
orang.
b. Kontrol adalah santri II Tsanawiyah (SLTP) sampai dengan kelas III
Aliyah (SMA) yang tidak menderita penyakit skabies yang diambil
berdasarkan jumlah kasus dalam satu kelas.
3.3.2. Sampel
Besarnya sampel dihitung berdasarkan rumus (Ariawan, 1998).
[ ]
2
2
1 2 / 1
) 2 / 1 (
) 1 ( 2 / ) (

+
=

P
P P Z Z
n


) 1 ( R
R
P
+
=
Keterangan :
n = Jumlah sampel
R = Perkiraan Odds Rasio = 2,2 dari hasil penelitian terdahulu (Dariansyah,
2006)
= Tingkat kemaknaan (0,05)
= Besar perkiraan yang diperlukan (0,10)
Z = Deviat baku normal untuk (1,96)
Z = Deviat baku normal untuk (1,28)
P = Dugaan Proporsi atau insiden dalam populasi (0,68)
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

37
[ ]
7 , 76
) 5 , 0 68 , 0 (
) 68 , 0 1 ( 68 , 0 28 , 1 2 / 96 , 1
2
2
=

+
= n
a. Kasus
Kasus adalah santri yang menderita penyakit skabies, yang telah dilakukan
diagnosa oleh dokter spesialis penyakit kulit atau dokter umum yang telah dilatih
oleh dokter spesialis penyakit kulit, besar sampel dalam penelitian ini yaitu 77
orang. Besarnya sampel untuk masing-masing pesantren ditentukan secara
proporsional sehingga diperoleh besarnya sampel sebagai berikut.
Tabel 3.1. Pengambilan Sampel Berdasarkan Pesantren

Pesantren Jumlah kasus Besar sampel
1. Oemar Diyan
2. Al-Falah
3. Ulumul Quran
287
108
125
42
16
19
Total 520 77

Besarnya sampel untuk masing-masing kelas ditentukan secara
proporsional sehingga diperoleh besarnya sampel sebagai berikut.












Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

38
Tabel 3.2. Pengambilan Sampel Berdasarkan Kelas

Pesantren
Kelas
Oemar Diyan Al-Falah Ulumul Quran
1. II SLTP
2. III SLTP
3. I SLTA
4. II SLTA
5. III SLTA
56
72
49
41
69
7
18
8
36
39
19
31
25
6
44
Jumlah 287 108 125

Pengembilan sampel dilakukan secara sistimatis.
b. Kontrol
Kontrol adalah santri yang berada dalam pesantren yang sama dengan
kasus namun tidak menderita penyakit skabies dalam penelitian ini diambil sesuai
dengan jumlah kasus yaitu 77 sampel, kemudian dilakukan matching (kelas, umur
dan jenis kelamin). Pengambilan sampel juga dlakukan hal yang sama dengan
jumlah kasus.

3.4. Metode Pengumpulan Data
3.4.1. Data primer
Data yang diperoleh dari peninjauan langsung pada objek penelitian yaitu
ke lapangan melalui wawancara dengan menggunakan format kuisioner.
3.4.2. Data sekunder
Data yang diperoleh sebagai pendukung data utama yaitu melalui
pesantren, Puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar, Dinas
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

39
Kesehatan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, serta instansi-instansi
yang terkait yang ada hubungannya dengan pengumpulan data seperti
Badan Statistik dan Departemen Agama.
3.4.3. Pengujian validitas dan reliabilitas
a. Pengujian validitas
Pengujian validitas instrumen diperlukan untuk mendapatkan instrumen
sebagai alat ukur penelitian yang dapat mengukur apa yang ingin diukur dan
sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam mengukur suatu
data, koofisien korelasi dikatakan valid jika nilai r hasil hitung > dari r tabel, dan
berdasarkan tabel dengan taraf kepercayaan 95% dengan responden 30 orang
nilai r tabel adalah 0,351 (df = n - 2). Berdasarkan hasil hitung dapat disimpulkan
semua pertanyaan dalam intrumen penelitian ini valid karena semua hasil dari
nilai r hitung > 0,351. Nilai r dapat dilihat pada lampiran colom corrected item-
total correlation.
b. Pengujian reliabilitas
Pengujian reliabilitas instrumen diperlukan untuk mendapatkan instrumen
penelitian yang tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih
terhadap gejala yang sama dan dengan alat ukur yang sama, koofisien korelasi
dikatakan valid dan reliabel jika nilai r hasil hitung > dari r tabel, dan berdasarkan
tabel pada taraf kepercayaan 95% dengan responden 30 orang nilai r tabel adalah
0,351 (df = n - 2), dapat disimpulkan semua pertanyaan dalam intrumen penelitian
ini reliabel karena nilai r hitung > 0,351.
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

40
3.5. Definisi Operasional
3.5.1. Kejadian penyakit skabies adalah berdasarkan diagnosis dokter.
3.5.2. Pengetahuan adalah kemampuan santri mengetahui cara penularan dan
pencegahan penyakit skabies diukur dengan menggunakan kuisioner.
3.5.3. Sikap adalah respon melibatkan faktor pendapat dan emosi santri terhadap
penyakit skabies.
3.5.4. Tindakan
a. Kebersihan diri
1) Pakaian adalah kebersihan akan pakaian yang meliputi menggantikan
pakaian serta mencuci pakaian.
2) Handuk adalah yang digunakan untuk membersihkan diri setelah mandi
dan frekuensi mencuci handuk.
3) Tempat tidur adalah kebersihan tempat tidur berdasarkan frekuensi
menjemur kasur dan bantal serta mengantikan sprei dan sarung bantal
dalam seminggu. Diukur dengan menggunakan kuisioner yang masing-
masing bobot dijumlahkan yaitu pakaian, handuk dan tempat tidur karena
merupakan satu kesatuan (kebersihan), diberikan kategori baik, sedang dan
kategori kurang.
b. Kebiasaan
1) Pinjam handuk adalah suatu hal yang sering dilakukan terhadap
kelengkapan mandi (handuk) tidak digunakan sendiri atau
meminjamkan/mengambil handuk orang lain
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

41
2) Pinjam pakaian adalah ada tidaknya atau sering meminjamkan pakaian
orang lain
3) Tempai tidur adalah kebiasaan santri tidur berpindah-pindah tempat tidur
baik pada malam hari maupun pada saat istirahat siang hari. Terhadap
ketiga kebisasan tersebut diukur dengan menggunakan kuisioner yang
masing-masing bobot dijumlahkan yaitu pinjam pakaian, pinjam handuk
dan tempat tidur karena merupakan satu kesatuan (kebiasaan) kemudian
diberikan kategori baik, sedang dan kurang.

3.6. Metode Pengukuran
Untuk mempermudah melakukan penilaian, maka diperlukan suatu cara
pengukuran variabel sebagai berikut :
3.6.1. Pengetahuan
a. Baik : apabila responden menjawab seluruh pertanyaan terhadap hal-
hal yang berkaitan dengan pencegahan dan penularan penyakit skabies
bila didapatkan bobot nilai 75% ( 27).
b. Sedang : apabila responden menjawab seluruh pertanyaan terhadap
hal-hal yang berkaitan dengan pencegahan dan penularan penyakit
skabies bila didapatkan bobot nilai 40% - 75% (15 - 26).
c. Kurang : apabila responden menjawab seluruh pertanyaan terhadap
hal-hal yang berkaitan dengan pencegahan dan penularan penyakit
skabies bila didapatkan bobot nilai < 40% (< 14).
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

42
3.6.2. Sikap
a. Baik : apabila responden menjawab seluruh pertanyaan terhadap hal-
hal yang berkaitan dengan pencegahan dan penularan penyakit skabies
bila didapatkan bobot nilai 75% ( 22).
b. Sedang : apabila responden menjawab seluruh pertanyaan terhadap
hal-hal yang berkaitan dengan pencegahan dan penularan penyakit
skabies bila didapatkan bobot nilai 40% - 75% (13 21)
c. Kurang : apabila responden menjawab seluruh pertanyaan terhadap
hal-hal yang berkaitan dengan pencegahan dan penularan penyakit
skabies bila didapatkan bobot nilai < 40% (< 12).
3.6.3. Kebersihan
a. Baik : apabila responden menjawab seluruh pertanyaan terhadap hal-
hal yang berkaitan dengan kebiasaan pinjam meminjamkan pakaian,
handuk dan tukar menukar tempat tidur bila didapatkan bobot nilai
75% ( 16).
b. Sedang : apabila responden menjawab seluruh pertanyaan terhadap
hal-hal yang berkaitan dengan kebiasaan pinjam meminjamkan
pakaian, handuk dan tukar menukar tempat tidur bila didapatkan bobot
nilai 40% - 75% (9 15).
c. Kurang : apabila responden menjawab seluruh pertanyaan terhadap
hal-hal yang berkaitan dengan kebiasaan pinjam meminjamkan
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

43
pakaian, handuk dan tukar menukar tempat tidur bila didapatkan bobot
nilai < 40% (< 8).
3.6.4. Kebiasaan
a. Baik : apabila responden menjawab seluruh pertanyaan terhadap hal-
hal yang berkaitan dengan kebiasaan pinjam meminjamkan pakaian,
handuk dan tukar menukar tempat tidur bila didapatkan bobot nilai
75% ( 16).
b. Sedang : apabila responden menjawab seluruh pertanyaan terhadap
hal-hal yang berkaitan dengan kebiasaan pinjam meminjamkan
pakaian, handuk dan tukar menukar tempat tidur bila didapatkan bobot
nilai 40% - 75% (9 15).
c. Kurang : apabila responden menjawab seluruh pertanyaan terhadap
hal-hal yang berkaitan dengan kebiasaan pinjam meminjamkan
pakaian, handuk dan tukar menukar tempat tidur bila didapatkan bobot
nilai < 40% (< 8).

3.7. Metode Analisa Data
3.7.1. Analisi univariat
a. Untuk menjelaskan variabel independen yaitu pengetahuan, sikap dan
tindakan (kebersihan diri, kebiasaan) yang dibuat dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi dan dideskripsikan.
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

44
b. Untuk menjelaskan variabel dependen yaitu kejadian penyakit skabies
dan dideskripsikan.
3.7.2. Analisa bivariat
Untuk melihat hubungan satu variabel independen dengan variabel
dependen diuji dengan uji Chi square dengan menggunakan program komputer
(software), dimana taraf signifikan () sebesar 5%.
3.7.3. Analisis multivariat
Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan pengetahuan,
sikap dan tindakan (kebiasaan, kebersihan) sekaligus kejadian penyakit skabies,
melalui analisis regresi logistik dengan rumus :
) . . .......... 3 3 2 2 1 1 (
1
1
biXi X b X b X b a
e
P
+ + + +
+
=
P = Peluang terjadinya efek
e = Bilangan natural (2,718)
a = Konstanta
b = Keofisien regresi
x = Variabel independen
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

45
BAB 4
HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum dan Keadaan Wilayah
4.1.1. Letak geografis
Kabupaten Aceh Besar terletak di ujung pulau sumatera yaitu 5,20
0
5,8
0

Lintang Utara dan 95
0
95,8
0
Bujur Timur, dengan batas-batas wilayah sebagai
berikut ; sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka, sebelah selatan berbatasan
dengan Kabupaten Aceh Barat, sebelah barat berbatasan dengan Samudera
Indonesia dan sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Pidie.
Kabupaten Aceh Besar memiliki wilayah pantai yaitu terletak dibagian
utara dan barat, mulai dari Kecamatan Lhoong sampai dengan Kecamatan Mesjid
Raya, wilayah tengah merupakan dataran rendah dan tergolong lebih padat
penduduknya, dan wilayah dataran tinggi, terletak di sebelah timur yang dibatasi
oleh gunung Seulawah. Disamping dataran tinggi di wilayah Kabupaten Aceh
Besar terdapat juga gugus kepulauan, yaitu kepulauan Aceh, terdiri dari Pulau
Breuh, Pulau Nasi dan pulau-pulau kecil lainnya.
4.1.2. Luas wilayah dan jumlah penduduk
Luas wilayah Kabupaten Aceh Besar adalah 2.969 Km
2
, dibagi menjadi 22
kecamatan yang terdiri dari 68 Mukim dan 593 desa. Kecamatan Jantho,
Kecamatan Lembah Seulawah, Kecamatan Cot Glie merupakan kecamatan terluas
dibandingkan dengan wilayah-wilayah lainnya, tetapi mempunyai jumlah mukim
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008
44

46
dan desa yang sedikit. Kemukiman yang terbanyak terdapat di Kecamatan Ingin
Jaya, Kuta Baro, Seulimum, Darul Imarah. Jumlah keseluruhan yang ada di
Kabupaten Aceh Besar berjumlah lima kelurahan yang terdapat di Kecamatan
Seulimum. Indrapuri, Suka Makmur, Ingin Jaya dan Kecamatan Lhooknga
masing-masing satu kelurahan. Desa terbanyak adalah Kecamatan Ingin Jaya,
Kuta Baro, Montasik, Indrapuri dan Kecamatan Seulimum.

4.2. Latar Belakang Pesantren
4.2.1. Pesantren Oemar Diyan
Pesantren Oemar Diyan merupakan salah satu pesantren modern terpadu,
bernaung di bawah Yayasan Pendidikan Islam Oemar Diyan yang berlokasi di
Desa Krueng Lamkareung Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh Besar yang
telah diresmikan oleh Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam pada tanggal 27
Oktober 1990. Pesantren ini berdiri atas prakarsa dan usaha almarhum H.
Saaduddin Djamal, SE. Beliau adalah seorang aktifis muslim yang lama
sehidupnya aktif di berbagai organisasi Islam seperti PII, HMI, MI dan dewan
Dakwah Islamiyah Indonesia. Sejak berdiri pesantren ini sampai saat ini sistim
dan kurikulum yang dipakai sama yaitu sistim pendidikan terpadu.
a. Lokasi
Pesantren Oemar Diyan merupakan salah satu pusat pendidikan agama
yang dilengkapi dengan Sekolah Tsanawiyah dan Aliyah, yang berlokasi di Desa
Krueng Lamkareung dengan luas tanah 12 Ha. Fasilitas-fasilitas yang ada di
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

47
Pesantren Oemar Diyan antara lain 6 asrama Putri (12 kamar/asrama), 4 asrama
putra (8 kamar/asrama). Ruangan belajar sebanyak 19 ruang, 1 lapangan bola
kaki, 2 lapangan voli dan basket, 1 tenis meja, 1 mushalla, 1 ruangan untuk
kantor, 1 ruangan untuk pustaka, 1 ruangan untuk laboratorium, 10 WC untuk
santri putri dan 10 WC untuk santri putra serta satu Puskesmas pembantu. Jumlah
santri setiap kamar 20 santri dengan 10 ranjang yang bertingkat.
Adapun batasan lingkungan Pesantren Oemar Diyan adalah sebagai
berikut :
1) Sebelah Timur berbatasan dengan Sungai.
2) Sebelah Barat berbatasan dengan Jalan Krueng Jrue
3) Sebelah Utara berbatasan dengan Jalan dan perkebunan penduduk
4) Sebelah Selatan berbatasan dengan Sungai
b. Keadan santri
Pesantren Oemar Diyan saat ini memiliki santri 735 santri yang terdiri dari
540 santri dari Tsanawiyah (laki-laki sebanyak 279 orang dan perempuan
sebanyak 261 orang) dan 195 santri dari Aliyah (laki-laki sebanyak 96 orang dan
perempuan sebanyak 99 orang). Sementara guru pengasuh sekaligus merangkap
sebagai tenaga pengajar saat ini berjumlah 90 orang.
4.2.2. Pesantren Al-Falah
Pesantren Al-Falah merupakan salah satu pesantren modern terpadu di
Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar. Pesantren ini sampai saat ini sistem
dan kurikulum yang dipakai sama yaitu sistem pendidikan terpadu.
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

48
a. Lokasi
Pesantren Al-Falah merupakan salah satu pusat pendidikan agama yang
dilengkapi dengan Sekolah Tsanawiyah dan Aliyah, yang berlokasi di Desa
Santan dengan luas tanah 15 Ha. Fasilitas-fasilitas yang ada di pesantren antara
lain 5 asrama Putri (10 kamar/asrama), 4 asrama putra (8 kamar/asrama), 15
ruangan untuk belajar, 1 lapangan bola kaki, dan 1 lapangan voli, 1 mushalla, 1
ruangan untuk kantor, 1 ruangan untuk pustaka, 10 jamban untuk santri putri dan
5 WC untuk santri putra. Adapun batasan lingkungan Pesantren Al-Falah adalah
sebagai berikut :
1) Sebelah Timur berbatasan dengan permukiman penduduk
2) Sebelah Barat berbatasan dengan Sungai
3) Sebelah Utara berbatasan dengan persawahan
4) Sebelah Selatan berbatasan dengan Sungai dan perbukitan
b. Keadaan santri
Pesantren Al-Falah saat ini memiliki santri 531 santri yang terdiri dari 249
santri dari Tsanawiyah dan 282 santri dari Aliyah
4.2.3. Pesantren Ulumul Quran
Pesantren Ulumul Quran merupakan salah satu pesantren modern terpadu,
yang diresmikan pada tanggal 15 Juli 1995. Pesantren Ulumul Quran sejak
berdiri pesantren ini sampai saat ini sistim dan kurikulum yang dipakai sama yaitu
sistim pendidikan terpadu.

Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

49
a. Lokasi
Pesantren Ulumul Quran merupakan salah satu pusat pendidikan agama
yang dilengkapi dengan Sekolah Tsanawiyah dan Aliyah, yang berlokasi di Desa
Lamjampok, luas tanah 9 Ha. Fasilitas-fasilitas yang ada di pesantren antara lain
4 asrama Putri (8 kamar/asrama), 3 asrama putra (6 kamar/asrama), 10 ruangan
untuk belajar, 1 lapangan bola kaki, dan 1 lapangan voli, 1 tenis meja, 1 mushalla,
1 ruangan untuk kantor, 1 ruangan untuk pustaka, 8 jamban untuk santri putri dan
6 WC untuk santri putra. Jumlah santri setiap kamar 10 santri dengan 5 ranjang
yang bertingkat.
Adapun batasan lingkungan Pesantren Ulumul Quran adalah sebagai
berikut :
1) Sebelah Timur berbatasan dengan Sungai
2) Sebelah Barat berbatasan dengan perbukitan
3) Sebelah Utara berbatasan dengan jalan dan pemukiman penduduk
4) Sebelah Selatan berbatasan dengan Jalan dan pemukiman penduduk.
b. Keadaan santri
Pesantren Ulumul Quran saat ini memiliki santri 342 santri yang terdiri
dari 102 santri dari Tsanawiyah (laki-laki sebanyak 46 orang dan perempuan
sebanyak 56 orang) dan 240 santri dari Aliyah (laki-laki sebanyak 85 orang dan
perempuan sebanyak 155 orang).


Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

50
4.2.4. Keadaan kesehatan di pesantren secara umum
Kasus penyakit yang sering berjangkit dilingkungan santri pada pesantren
diantaranya gatal-gatal, ISPA, gastroenterithys (penyakit perut), diare dan
penyakit mata, serta nutrisi. Kasus kejadian penyakit yang sering diderita oleh
para santri di pesantren pada umumnya diakibatkan keadaan kebersihan pondok
(penginapan), alur pikir penghuni (pengelola) pesantren. Data kebutuhan atau
fasilitas bagi santri pesantren belum memadai sumber dana masih relatif kurang
atau bantuan dari instansi terkait masih kurang (Dinkes Kabupaten Aceh Besar,
2007).

















Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

51
4.3. Hasil Analisis
4.3.1. Analisis univariat
Tabel 4.1. Distribusi Karakteristik Responden Kasus dan Kontrol di Pesantren
Kabupaten Aceh Besar Tahun 2007

Kasus Kontrol
Karakteristik
Frek % Frek %
Total
1. Pesantren Oemar Diyan
Kelas II SLTP
Kelas III SLTP
Kelas I SLTA
Kelas II SLTA
Kelas III SLTA

8
11
7
6
10

19,1
26,2
16,7
14,2
23,8

8
11
7
6
10

19,1
26,2
16,7
14,2
23,8

16
22
14
12
20
Jumlah 42 100,0 42 100,0 84
14 tahun
15 tahun
16 tahun
17 tahun
18 tahun
19 tahun
5
12
7
9
4
5
11,9
28,6
16,7
21,4
9,5
11,9
5
12
7
9
4
5
11,9
28,6
16,7
21,4
9,5
11,9
10
24
14
18
8
10
Jumlah 42 100,0 42 100,0 84
Laki-laki
Perempuan
16
26
38,1
61,9
16
26
38,1
61,9
32
52
Jumlah 42 100,0 42 100,0 84
2. Pesantren Al-Falah
Kelas II SLTP
Kelas III SLTP
Kelas I SLTA
Kelas II SLTA
Kelas III SLTA

1
3
1
5
6

6,3
18,7
6,3
31,2
37,5

1
3
1
5
6

6,3
18,7
6,3
31,2
37,5

2
6
2
10
12
Jumlah 16 100,0 16 100,0 32
14 tahun
15 tahun
16 tahun
17 tahun
18 tahun
19 tahun
3
1
3
2
6
1
18,7
6,3
18,7
12,5
37,5
6,3
3
1
3
2
6
1
18,7
6,3
18,7
12,5
37,5
6,3
6
2
6
4
12
2
Jumlah 16 100,0 16 100,0 32
Laki-laki
Perempuan
6
10
37,5
62,5
6
10
37,5
62,5
12
20
Jumlah 16 100,0 16 100,0 32
3. Pesantren Ulumul Quran
Kelas II SLTP
Kelas III SLTP
Kelas I SLTA
Kelas II SLTA
Kelas III SLTA

3
5
3
1
7

15,8
26,3
15,8
5,3
36,8

3
5
3
1
7

15,8
26,3
15,8
5,3
36,8

6
10
6
2
14
Jumlah 19 100,0 19 100,0 38
14 tahun
15 tahun
16 tahun
17 tahun
18 tahun
19 tahun
4
1
6
1
6
1
21,1
5,3
31,6
5,3
31,6
5,3
4
1
6
1
6
1
21,1
5,3
31,6
5,3
31,6
5,3
8
2
12
2
12
2
Jumlah 19 100,0 19 100,0 38
Laki-laki
Perempuan
6
13
31,6
68,4
6
13
31,6
68,4
12
26
Jumlah 19 100,0 19 100,0 38
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

52
Berdasarkan hasil tabel 4.1 responden terbanyak didapatkan di pesantren
Oemar Diyan, menurut jenis kelamin terbanyak perempuan. Berdasarkan
terbanyak dijumpain pada kelas III SLTP dan umur yang paling dominan
menderita skabies adalah umur 16 - 18 tahun. Pesantren Al-Falah responden
terbanyak dijumpai pada perempuan, berdasarkan kelas dijumpai pada kelas III
SLTA dan umur yang banyak menderita skabies pada golongan umur 18 tahun.
Untuk pesantren Ulumul Quran kasus banyak dijumpai juga pada perempuan,
berdasarkan kelas banyak dijumpai pada kelas III SLTA, dan golongan umur
terbanyak pada umur 15 tahun dan 18 tahun.













Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

53
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Kasus dan Kontrol Berdasarkan Variabel
Independen di Pesantren Kabupaten Aceh Besar Tahun 2007

Kontrol Kasus
Variabel Independen
Frek % Frek %
Total
1. Pengetahuan
- Baik
- Sedang
- Kurang

35
28
14

45,5
36,4
18,2

16
14
47

20,8
18,2
61,0

51
42
61
Jumlah 77 100,0 77 100,0 154
2. Sikap
- Baik
- Sedang
- Kurang

24
43
10

31,2
55,8
13,0

25
37
15

32,5
48,1
19,4

49
80
25
Jumlah 77 100,0 77 100,0 154
3. Kebersihan
- Baik
- Sedang
- Kurang

29
30
18

37,7
39,0
23,3

11
20
46

14,3
26,0
59,7

40
50
64
Jumlah 77 100,0 77 100,0 154
4. Kebiasaan
- Baik
- Sedang
- Kurang

25
27
25

32,5
31,0
32,5

15
21
41

19,5
27,3
53,2

40
48
66
Jumlah 77 100,0 77 100,0 154

Santri yang menderita skabies lebih banyak yang berpengetahuan kurang
dibandingkan dengan santri yang tidak menderita skabies, ini berarti pengetahuan
seseorang dapat mendukung terhindar dari penyakit, terutama penyakit menular.
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

54
Berdasarkan sikap santri yang menderita skabies baik lebih banyak dibandingkan
dengan sikap baik santri yang tidak menderita skabies. Dalam hal ini sikap
seseorang baik belum tentu akan terhidar dari penyakit, sikap yang baik juga harus
didukung oleh tindakan. Terhadap kebersihan diri santri dengan kebersihan
kurang juga lebih banyak bila dibandingkan dengan santri yang tidak menderita
skabies. Kebersihan juga merupakan suatu tuntutan yang harus dijalankan oleh
santri dalam lingkungan pesantren, namun kebersihan ini sering terabaikan, hal ini
diketahui kasus skabies lebih sering terjadi dalam lingkungan pesantren.
Kebiasaan kurang pada santri yang menderita skabies lebih banyak dari pada
santri yang tidak menderita skabies.
Berdasarkan hasil lampiran 4 pada nomor urut pertanyaan 5 tentang
pengetahuan 76,6% santri menyatakan skabies ditularkan melalui pakaian begitu
juga dengan umur mereka menyatakan hanya pada golongan umur tertentu saja.
Dilihat dari kebersihan diri, hasil dari lampiran 3, tentang kebersihan nomor urut
pertanyaan 1 didapatkan 57,1% santri yang menderita skabies menggantikan baju
satu kali dalam sehari. Dalam mencuci handuk 66,2% dicuci dua minggu sekali,
begitu juga jarak waktu menjemur kasur dan bantal 67,5% menyatakan sebulan
sekali (Lampiran 4 tentang kebersihan).
Hasil pengamatan yang dilakukan terhadap fasilitas seperti tempat sampah,
sumur dan jamban sudah memenuhi syarat. Air bersih yang digunakan bersumber
dari sumur bor dan sumur gali, sedangkan tempat sampah sudah disediakan ditiap-
tiap depan kamar. Walaupun air bersih sudah tersedia dengan cukup namum
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

55
kebanyakan dari santri masih menggunakan air sungai untuk mandi dan mencuci.
Tentang peraturan atau tata tertib didalam lingkungan pesantren juga tersedia,
seperti buanglah sampah pada tempatnya, santri dilarang mandi di sungai, sehabis
buang air kecil atau air besar mohan disiram sebanyak mungkin, dan peraturan-
peraturan lainnya yang bersifat mengajak. Kontruksi pesantren dilihat dari
kontruksi bangunan dan kamar tidur rata-rata cukup.
















Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

56
4.3.2. Analisis bivariat
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Kontrol dan Kasus Berdasarkan Variabel
Independen dan Dependen di Pesantren Kabupaten Aceh Besar
Tahun 2007

Kontrol Kasus
Variabel
Independen
Frek % Frek %
Total
X
2
/
(p value)
OR/
(CI 95%)
1. Pengetahuan
- Baik
- Sedang
- Kurang

35
28
14

45,5
36,4
18,2

16
14
47

20,8
18,2
61,0

51
42
61
Jumlah 77 100,0 77 100,0 154
29,598
(0,000)*


1,094 (0,457-2,617)
7,344 (3,170-17,015)

2. Sikap
- Baik
- Sedang
- Kurang

24
43
10

31,2
55,8
13,0

25
37
15

32,5
48,1
19,4

49
80
25
Jumlah 77 100,0 77 100,0 154
1,470
(0,479)


0,826 (0,405-1,683)
1,440 (0,542-3,824)
3. Kebersihan
- Baik
- Sedang
- Kurang

29
30
18

37,7
39,0
23,3

11
20
46

14,3
26,0
59,7

40
50
64
Jumlah 77 100,0 77 100,0 154
22,350
(0,000)*


1,758 (0,718-4,309)
6,737 (2,788-16,282)
4. Kebiasaan
- Baik
- Sedang
- Kurang

25
27
25

32,5
31,0
32,5

15
21
41

19,5
27,3
53,2

40
48
66
Jumlah 77 100,0 77 100,0 154
7,129
(0,028)*


1,296 (0,550-3,055)
2,733 (1,215-6,148)
Ket * = Signifikan
Dalam menentukan kemaknaan hubungan variabel independen dengan
dependen dilakukan uji dengan hasil Chi-square.
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

57
a. Hubungan pengetahuan dengan kejadian skabies
Hubungan pengetahun santri dengan kejadian skabies, semakin baik
pengetahun semakin kecil frekuensi untuk menderita skabies. Hasil uji yang
diperoleh adanya hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan
kejadian skabies (p=0,000). Santri yang berpengetahuan sedang tidak memberikan
dampak yang berarti terhadap penyakit skabies. Dari nilai OR dapat disimpulkan
bahwa santri yang pengetahuan kurang berpeluang menderita skabies 7,344 (95%
CI:3,170-17,015) kali dibandingkan santri yang berpengetahuan baik, dan santri
yang berpengetahuan sedang berisiko menderita skabies 1,049 kali dibandingkan
dengan santri yang berpengetahuan kurang.
b. Hubungan sikap dengan kejadian skabies
Hasil uji statistik diperoleh nilai p > 0,05 artinya tidak terdapat hubungan
bermakna antara sikap dengan kejadian skabies. Nilai OR 1,440 (0,542-3,824),
artinya sikap santri bukan merupakan faktor terjadinya penyakit skabies pada
tingkat kepercayaan 95%.
c. Hubungan tindakan kebersihan dengan kejadian skabies

Hubungan kebersihan diri dengan kejadian skabies berdasarkan hasil uji
statistik didapatkan nilai p < 0,05, artinya terdapat hubungan yang bermakna
tindakan kebersihan dengan kejadian skabies. Nilai OR 6,737 (CI 95% 2,788-
16,282), artinya santri yang kebersihan kurang mempunyai risiko menderita
skabies 6,7 kali dibandingkan dengan santri dengan kebersihan baik pada tingkat
kepercayaan 95%.
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

58
d. Hubungan tindakan kebiasaan dengan kejadian skabies
Proporsi kasus yang kebiasaan kurang 53,2% sedangkan kontrol 32,5%.
Hasil uji statistik diperoleh nilai p < 0,05, artinya terdapat hubungan yang
bermakna tindakan kebiasaan dengan kejadian skabies. Nilai OR 2,733 (CI 95% :
1,215-6,148), artinya santri yang menderita skabies kemungkinan besar 2,7 kali
yang kebiasaan kurang, dibandingkan santri yang menderita skabies dengan
kebiasaan sedang pada tingkat kepercayaan 95%.
Penelitian ini ada empat variabel yang diduga berhubungan dengan
kejadian skabies, yaitu pengetahuan, sikap, kebersihan dan kebiasaan. Untuk
mendapatkan model multivariat keempat variabel tersebut terlebih dahulu
dilakukan analisis bivariat dengan variabel dependen. Variabel yang pada saat
dilakukan uji memiliki p < 0,25 dan mempunyai kemaknaan secara substansi
dapat dijadikan kandidat yang akan dimasukkan kedalam model multivariat.
4.3.3. Analisis multivariat
Tabel 4.4. Multivariat Regresi Logistik antara Pengetahuan, Kebersihan dan
Kebiasaan dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Santri Di
Pesantren Kabupaten Aceh Besar Tahun 2007

Variabel Independen B P OR 95% CI
Pengetahuan
Kebersihan
Kebiasaan
Constant
1,808
-860
-046
0,969
0,000
0,002
0,867*
0,113
6,096
1,423
1,955
2,635
2,521-14,739
1,036-2,695
0,244-0,733
Ket * : Dikeluarkan dari model
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

59
Dari hasil tabel 4.4, didapatkan p. valuenya lebih besar dari 0,05 akan
dikeluarkan dari model dalam hal ini adalah kebiasaan, maka variabel kebiasaan
tidak masuk ke model multivariat. Kebiasaanya adanya hubungan dengan
kejadian skabies, namun pengaruhnya kurang dalam kejadian penyakit skabies.
Tabel 4.5. Uji Regresi Logistik Untuk Identifikasi Variabel yang Masuk
dalam Model Faktor Kejadian Penyakit Skabies pada Santri di
Pesantren Kabupaten Aceh Besar Tahun 2007

Variabel Independen B P OR 95% CI
Pengetahuan
Kebersihan
Constant
1,846
1,664
-1,495
0,000
0,001
0,001
6,336
5,280
0,244
2,601-15,434
2,036-13,695
Overall percentage 73,4%
Analisis multivariat bertujuan untuk mendapatkan model yang terbaik
dalam menentukan determinan kejadian skabies. Dalam pemodelan ini semua
variabel independen dicoba secara bersama-sama. Setelah dikeluarkan variabel
yang nilai p > 0,05 secara bertahap maka didapatkan 2 variabel yang masuk dalam
kandidat model yaitu pengetahuan dan kebersihan.
Model regresi logistik dalam bentuk persamaan dengan 2 buah variabel
independen yang terdiri dari pengetahuan dan kebersihan dapat diperkirakan
pengaruh faktor risiko dalam hubungannya dengan kejadian skabies sebesar
73,4% (Overall percentage 73,4%). Variabel pengetahuan diperoleh nilai OR 6,3
artinya santri yang pengetahuan kurang menderita skabies kemungkinan 6 kali
lebih besar pengetahuan baik. Variabel kebersihan didapatkan OR 5,2, artinya
santri yang menderita skabies kemungkinan 5 kali lebih besar pada kebersihan
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

60
kurang dibandingkan santri yang kebersihan baik. Berdasarkan nilai OR kita
dapat memperkirakan kekuatan pengaruh variabel pengetahuan dan kebersihan
dalam hubungannya dengan kejadian skabies. Semakin besar nilai OR, semakin
kuat pula pengaruh variabel terhadap kejadian skabies. Variabel dengan nilai OR
terbesar merupakan variabel yang paling dominan atau berisiko dalam
hubungannya dengan kejadian skabies, dalam hal ini adalah pengetahuan. Melalui
model ini dengan dua buah variabel independen yang terdiri dari pengetahuan dan
kebersihan dapat diperkirakan pengaruh faktor risiko dalam hubungannya dengan
kejadian skabies sebesar 73,4%. Model ini didapatkan suatu turunan perhitungan
matematika tentang pengetahuan dan kebersihan yang menderita skabies.
) 664 , 1 846 , 1 495 , 1 (
1
1
kebersihan n pengetahua
e
P
+ +
+
=

Tabel 4.6. Peluang Terjadinya Penyakit Skabies Berdasarkan Pengetahuan
dan Kebersihan

Kebersihan
Pengetahuan
Kurang Sedang Baik
Kurang
Sedang
Baik
12%
2%
0,3%
2,5%
0,39%
0,05%
0,48%
0,075%
0,01%

Santri yang berpengetahuan kurang dengan kebersihan kurang berpeluang
menderita skabies 12%, santri yang pengetahuan baik dengan kebersihan baik
berpeluang menderita skabies 0,01%.
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

61
BAB 5
PEMBAHASAN

5.1. Hubungan Pengetahuan dengan Kejadian Skabies
Secara statistik menunjukkan adanya hubungan pengetahuan santri dengan
kejadian skabies. Dimana didapatkan p = 0,000 dengan nilai OR 7,344 artinya
santri yang berpengetahuan kurang akan berpeluang menderita skabies.
Pengetahuan santri yang berkaitan dengan kejadian skabies dimana masih
dijumpai santri yang belum mengetahui penyebab terjadinya skabies, begitu juga
tentang penularan skabies mereka lebih banyak menyatakan menular melalui
pakaian.
Banyak penelitian yang sejalan dengan hasil yang diperoleh pada
penelitian ini, diantaranya Taufik (2006), membuktikan ada peningkatan
bermakna pengetahuan pengungsi tentang pencegahan skabies yang dilihat dari
segi promosi kesehatan. Tingkat pengetahuan mempunyai peran penting dalam
pencegahan penyakit skabies, khususnya dalam lingkungan yang penduduknya
padat dalam hal ini termasuk asrama.
Sugiharto (2003) menyatakan ada peningkatan pengetahuan responden
setelah diberikan pendidikan kesehatan pada kader untuk pencegahan HIV/AIDS,
Sosanto, (2002) yang memberikan intervensi pendidikan dengan berbagai model
dapat meningkatkan pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi.
Novelasari, (2004) membuktikan intervensi pendidikan kesehatan dapat
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008
60

62
meningkatkan pengetahuan guru surau untuk mencegah kejadian Anemia gizi
besi, penelitian Rahanto, (1997) membuktikan peningkatan pengetahuan ibu-ibu
hamil tentang pencegahan risiko kehamilan melalui intevensi penyuluhan
kesehatan serta penelitian Suskamdani, (1995) yang membuktikan peningkatan
pengetahuan masyarakat tentang pencegahan penyakit menular dengan
dilakukannya penyuluhan kesehatan pada masyarakat.
Peningkatan pengetahuan untuk santri selama menempati asrama telah
banyak memperoleh informasi tentang kesehatan, diantaranya tentang penyakit
kulit. Pendidikan kesehatan yang diberikan kepada santri ini disampaikan melalui
kuliah singkat yang bisanya dilakukan setiap selesai shalat magrib. Sebagai
penyegaran terhadap informasi yang telah diperoleh dengan penekanan terhadap
pengetahuan pencegahan lebih mendalam tentang penyakit skabies. Peningkatan
pengetahuan santri memang tidak semata dipengaruhi proses pelaksanaan
pendidikan kesehatan saja. WHO (1992) menyatakan faktor lain yang juga
mempengaruhi antara lain motivasi, kebutuhan terhadap informasi,
pengalaman/mengalami, kecerdasan, guru, teman, buku dan media massa (Werner
dan Bower, 1986).
Peningkatan pengetahuan juga dapat dilibatkan Unit Kesehatan Sekolah
(UKS) yang ada dilingkungan sekolah dan pesantren. Peran UKS sangat penting
dalam meningkatkan kesehatan para santri, karena merema memiliki wewenang
terhadap kesehatan. Berkaitan dengan pengetahuan santri tentang kejadian skabies
ada beberapa hal yang berkaitan dengan pengetahuan diantaranya ; tahu (know)
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

63
diartikan mengingat suatu materi atau ilmu yang berkaitan dengan skabies. Dalam
hal ini santri mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau didapatkan atau rangsangan yang telah diterima. Tahu merupakan
tingkat pengetahuan yang rendah. Misalnya dalam menguraikan, mendefinisikan
tentang penyakit skabies. Memahami (comprehension), adalah kemampuan santri
dalam menjelaskan secara benar tentang penyakit skabies. Orang yang telah
paham terhadap objek atau materi dapat menjelaskan kembali, misalnya dapat
menjelaskan penyakit skabies dapat ditularkan melalui apa saja. Aplikasi
(application) adalah kemampuan untuk mengaplikasikan pengetahuan yang
didapat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Analisis (analysis)
diartikan kemampuan dalam menjabarkan objek kehidupan sehari-hari misalnya
saling menjaga kebersihan diri atau tidak menggunakan pakaian orang lain.
Sintesis (synthesis) diartikan adanya kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Misalnya dapat menjelaskan tentang hal-hal yang harus dijaga dengan orang yang
menderita skabies. Evaluasi artinya kemampuan seseorang dalam melakukan
penilaian terhadap kejadian skabies. Penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria
yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria orang lain. Misalnya
dapat membandingkan dengan kebiasaan hidup yang kurang maka santri mudah
terkena penyakit skabies. Pada penelitian ini santri kemungkinan belum
mengetahui penyebab skabies dan cara menghindari penyakit skabies.
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

64
Roger (1974), berpendapat bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku
baru didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berturut-turut. Kesadaran
(awareness) yaitu orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui objek terlebih
dahulu, Interest adalah orang mulai tertarik kepada stimulus, misalnya santri ingin
mengikuti hidup bersih sesuai dengan kaidah yang menyatakan kebersihan bagian
dari iman, evaluation artinya menimbang baik atau tidaknya stimulus yang
diterima. Trial adalah mereka telah mulai mencoba dengan perilaku baru untuk
menghindar terjadinya penyakit skabies. Adoption yaitu seseorang telah
berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, sikap terhadap stimulus
(Notoatmodjo, 2005).
Sesuai dengan tiori di atas maka santri yang menderita skabies
membutuhkan tahap-tahap dalam meningkatkan pengatahuan. Peningkatan
pengatahuan juga harus diikuti dengan informasi-informasi yang dapat
menguntungkan bagi santri. Pengetahuan tentang penyakit skabies belum dapat
mengubah sikap dan perilaku. Kebiasaan pola hidup yang sudah rutin dan hampir
berlaku disemua pesantren termasuk opini dan persepsi yang salah terhadap
penyakit skabies ternyata cukup sulit diubah.
Kurangnya pengetahuan terhadap penyakit skabies, sehingga
menyebabkan cepatnya penularan skabies yang terjadi didalam lingkungan
pesantren. Penularan skabies dalam kategori tinggi di dalam masyarakat,
lingkungan keluarga, sekolah-sekolah dalam hal ini termasuk pesantren yang
santrinya terinfeksi skabies. Kerlinger (2003) menyatakan bahwa pengetahuan
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

65
yang maksimal dalam waktu singkat sulit terjadi perubahan baik peningkatan
ataupun penurunannya. Banyak faktor yang menjadi alasan diantaranya
masyarakat kesulitan memperoleh informasi yang lebih banyak tentang sesuatu
setelah informasi utama diperolehnya (Sadulloh, 2003).
Analisis distribusi frekuensi terhadap jenis pertanyaan yang diberikan
menunjukkan bahwa penyebab, tanda dan gejala skabies umumnya tidak diketahui
oleh santri. Pengetahuan ini sebagian besar mereka peroleh dari pengalaman
mengalami baik langsung pada dirinya maupun tidak langsung pada anggota
keluarga atau tetangga. Werner and Bower (1986) menyatakan bahwa penyakit
bila seseorang pernah mengalami penyakit atau sedang menderita, bila ada
informasi yang berkaitan dengan penyakit yang ia derita maka akan lebih tertarik
untuk mendengarkannya. Seperti halnya santri yang memiliki pengalaman
menderita skabies baik diri atau kawannya serta anggota keluarganya memiliki
ketertarikan lebih tinggi dalam mengikuti pendidikan atau penyuluhan yang
disampaikan.
Penyebutan kudee buta dalam bahasa Aceh dipahami santri sebagai
kudis seperti yang dipahami oleh sebagian besar santri. Dalam masyarakat Aceh
sendiri masih sangat awam dengan sebutan kudee buta, karena memang penyakit
ini sudah jarang sekali ditemukan saat ini. Kutu sarcoptes scabeie juga banyak
yang tidak diketahui oleh santri, hal ini disebabkan informasi yang pernah mereka
dapatkan tidak terlalu mendalam.
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

66
Cara menghindari penyakit skabies yang efektif untuk menanggulangi
skabies masih banyak kurang dipahami, kebiasaan selama ini mereka hanya
mengobati penderita saja. Mereka juga masih banyak yang menganggap
pengobatan skabies memerlukan karantina. Pencegahan efektif sebaiknya harus
meliputi seluruh anggota keluarga dan untuk pengobatan hanya diperlukan obat
esensial yang dapat diperoleh dengan biaya yang lebih murah (Orkin dan
Maibach, 1997).
Pengetahuan yang bekaitan dengan penyakit skabies di lingkungan
pesantren masih merupakan suatu masalah yang menjadi perhatian khusus dalam
mencegah penyakit skabies. Peningkatan pengetahuan santri dapat dilakukan
secara berjenjang dan bertahap salah satunya dapat dilakukan melalui penyuluhan-
penyuluhan.

5.2. Hubungan Sikap dengan Kejadian Skabies
Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan sikap dengan kejadian
skabies. Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,479 artinya tidak terdapat
hubungan yang bermakna sikap dengan kejadian skabies. Penelitian berdasarkan
analisis distribusi frekuensi terhadap pernyataan yang diukur dapat dibicarakan
beberapa hal yang berkaitan dengan sikap santri. Sikap baik yang dimiliki santri
antara lain tidak saling menukarkan pakaian dengan penderita skabies dan sikap
untuk menjaga jarak dengan penderita skabies. Kondisi ini dapat dipahami sebagai
bentuk ketakutan mereka dapat ditulari penyakit tersebut, meskipun alasan
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

67
tersebut tidak terlalu kuat. Penjelasan yang lebih sederhana dan mudah diterima
(Werner dan Bower, 1986) tentang cara penularan skabies mungkin akan lebih
membantu mengatasi penularan tanpa muncul sikap antipati terhadap penderita.
Penelitian lain yang mendukung hasil penelitian ini antara lain, Astuti,
(2002) membuktikan bahwa sikap baik pada anak sekolah dasar untuk mencegah
kecacingan dapat ditingkatkan dengan memberikan penyuluhan yang ideal.
Santoso, (2002) membuktikan penyuluhan kesehatan mampu meningkatkan sikap
positif penduduk untuk melakukan pencegahan malaria. Sikap positif kader
posyandu untuk melaksanakan tugas pelayanan posyandu dapat ditingkatkan
secara signifikan dengan pendidikan kesehatan menggunakan metode belajar
berbasis masalah dibuktikan oleh Tjahjowati, (2002). Sikap positif untuk
melakukan pencegahan penyakit demam berdarah dengue oleh guru UKS dapat
dapat ditingkatkan dengan penyuluhan kesehatan.
Sikap yang terbentuk pada individu selalu didasari pengetahuannya
tentang masalah yang dihadapinya disamping itu terdapat konsistensi antara
pengetahuan dan sikap. Informasi yang telah diperoleh pengungsi telah
membentuk sikap positif mereka dalam menghadapi masalah kesehatan.
Pemilihan promotor kesehatan yang paham dengan masalahnya dan menarik
(Kiesler dan Kiesler, 1969), dalam hal ini dokter Puskesmas dipercaya menjadi
salah satu faktor yang mendukung terjadinya peningkatan sikap santri. Perubahan
sikap santri juga dapat didasari keinginan mereka untuk memperlihatkan identitas
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

68
diri mereka, bahwa mereka memiliki sikap yang lebih baik daripada komunitas
lain untuk menghadapi masalah kesehatan (Azwar, 2003).
Komunikasi yang lebih mudah dilakukan antara sesama santri karena
berada dalam satu kelompok yang mudah dijangkau menyebabkan intensitas
interaksi dan pertukaran informasi diantara mereka lebih tinggi. Komunikasi yang
mudah dipahami dan diterima menurut Azwar (2003) lebih banyak terjadi dari
pertukaran informasi sesama anggota kelompok sehingga mereka cenderung
memiliki sikap yang sama terhadap suatu masalah.
Berdasarkan analisis distribusi frekuensi terhadap pernyataan yang diukur
dapat dibicarakan beberapa hal menarik. Sikap kurang yang dimiliki santri antara
lain menjaga jarak dengan penderita skabies. Kondisi ini dapat dipahami sebagai
bentuk ketakutan mereka dapat ditulari penyakit skabies, meskipun alasan tersebut
tidak terlalu kuat. Penjelasan yang lebih sederhana dan mudah diterima tentang
cara penularan skabies mungkin akan lebih membantu mengatasi penularan tanpa
muncul sikap antipati terhadap penderita.
Santri banyak yang mempunyai anggapan bahwa pencegahan dan
pemberantasan skabies lingkungan perlu diperhatikan juga. Sikap ini tentunya
menyulitkan, karena sikap tersebut menghalangi mereka berpartisipasi dan
berperan secara aktif untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan skabies.
Perlu ditumbuhkan sikap baik bahwa masalah kesehatan di pesantren menjadi
tanggung jawab bersama untuk mengatasinya. Menggali pengalaman pribadi
santri tentang sikapnya terhadap masalah yang pernah dihadapinya, memberi
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

69
contoh sikap orang-orang yang dihormati santri, menyandarkan cara bersikap
pada tuntunan agama atau komunikasi dan informasi dari media massa tentang
masalah yang sedang dihadapi adalah beberapa alternatif untuk menumbuhkan
sikap baik yang bisa ditawarkan kepada santri (Azwar 2003).

5.3. Hubungan Tindakan Kebersihan dengan Kejadian Skabies
Hasil penelitian ini menunjukkan secara statistik adanya pengaruh yang
signifikan antara kebersihan dengan kejadian skabies. Dimana nilai p = 0,000
artinya adanya hubungan yang bermakna tindakan kebersihan dengan kejadian
skabies. Nilai OR didapatkan 6,737 artinya santi yang kebersihanya kurang
mempunyai resiko menderita 6,7 kali dibandingkan dengan santri yang
kebersihannya baik. Kebersihan kurang yang sangat muncul pada santri adalah
mandinya satu (1) kali dalam sehari, sedangkan santri yang tidak menderita
skabies mandinya tiga (3) kali dalam sehari. Kebersihan dalam menggantikan
pakaian pada santri yang menderita skabies satu hari sekali. Santri yang tidak
menderita skabies juga didapatkan persentase tertinggi dalam menggantikan
pakaian 1 kali dalam sehari. Kebersihan santri dalam menggantikan sprei
dilakukan diatas dua minggu sekali. Kebersihan inilah yang menyebabkan santri
lebih mudah terularnya penyakit skabies. Dalam menjemur kasur dilakukan satu
kali dalam sebulan. Penelitian ini dilakukan dengan kasus dan kontrol terhadap
kebersihan persentasenya sama-sama kurang.
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

70
Kebersihan diri sangat berkaitan dengan pakaian, tempat tidur yang
mereka gunakan sehari-hari. Hasil penelitian ini diperkuat oleh Irijal, 2004
dikaitkan dengan yang pernah menderita penyakit kulit 51,9% pernah mengalami
karena kurangnya menjaga kebersihan diri. Penyakit kulit yang terjadi disebabkan
pemeriksaan yang dilakukan tidak secara rutin. Penyakit kulit yang diderita
khususnya gatal-gatal. Kebersihan diri perlu dijaga, untuk terhindar dari penyakit
kulit terutama skabies.
Islam sangat memperhatikan umutnya agar selalu menjaga thuharah
(kesucian) dan kebersihan. Maka Islam menganjurkan mereka untuk berwudhuk
ketika hendak shalat. Wudhuk dalam Islam disamping merupakan perintah dalam
ibadah juga merupakan sarana terbaik dalam menjaga kebersihan, bukan hanya
kebersihan diri saja numun juga kebersihan pakaian, atau tempat shalatnya. Selain
wudhuk dan mandi, diantara upaya menjaga kebersihan dalam Islam adalah
bersikat gigi ketika wadhuk (Raqith, 2007).
Berdasarkan tiori dari Ragith tersebut bila telah dijalankan dengan baik
maka santri akan terbebas dari penyakit skabies. Berdasrkan hasil penelitian yang
kebersihan santri yang masih menjadi suatu penyebab terjadinya skabies adalah
kebersihan tempat tidur, dan mencuci pakaian. Bila dilihat fisik santri sudah
bersih namun kebersihan yang dilakukan hanya sebatas pada dirinya sendiri,
belum ada kaitan dengan lingkungan sekitarnya, dalam hal ini tempat tidur, dan
handuk yang digunakan belum begitu bersih.
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

71
Kebersihan diri adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan
kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psiskis yang mempunyai
banyak manfaat diantaranya meningkatkan derajat kesehatan seseorang,
memelihara kebersihan diri, mencegah penyakit dan meningkatkan kepercayaan
diri. Penderita dengan kebersihan baik dapat menderita skabies karena skabies
adalah penyakit kulit yang mudah menular sehingga lingkungan tempat tinggal
yang telah terinfeksi kuman skabies dapat menyebabkan seseorang menderita
skabies. Tindakan kebersihan yang kurang baik memudahkan penyebaran skabies.
Kebanyakan kasus-kasus yang terjadi karena adanya kontak personal. Secara
tioritis kaum muda yang tinggal sendirian, mereka kebanyakan terinfeksi penyakit
menular tetapi jika salah satu anggota keluarga tidak terinfeksi, maka yang
lainnya juga akan ikut terinfeksi (Parish, 1997).

5.4. Hubungan Tindakan Kebiasaan dengan Kejadian Skabies
Hasil penelitian yang dilakukan pada tiga pesantren di Kabupaten Aceh
Besar, yang dilakukan melalui uji multivariat maka kebiasaan tidak berhubungan
dengan kejadian skabies. Seseorang dengan kebiasaan baik, namun bila orang lain
yang memiliki kebiasaan kurang, maka untuk terjadinya penularan penyakit
skabies sangat memungkinkan, karena penularan skabies salah satunya dapat
terjadi melalui handuk, pakaian dan tempat tidur. Konsekuensi dari kebiasaan baik
model dapat menerangkan manfaat berperilaku. Perlu adanya santri yang dapat
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

72
menjadi model kebiasaan sehingga dapat dijadikan pengalaman berperilaku oleh
santri yang lain.
Elder, (1993) cit Graeff (1996) yang dikutip dari Notoadmodjo, 2005
menyatakan bahwa kebiasaan yang berkaitan dengan kesehatan dibentuk oleh
kejadian-kejadian yang terjadi di lingkungan sosial maupun fisik. Penghuni
asrama (santri) menganggap bahwa tukar menukar pakaian merupakan hal yang
biasa terjadi dalam lingkungan pesantren. Bilapun mereka tidak meminjamkan
pakaian maupun handuk maka orang lain atau temannya yang akan meminjam
pakaian atau handuk. Terkadang pula mereka mengambil tanpa memberitahukan
pada pemiliknya. Handuk merupakan hal yang sering mereka tukar menukarkan.
Begitu juga dengan kebiasaan mereka dalam menggunakan tempat tidur,
terkadang kawan atau orang yang menderita penyakit skabies tidur ditempat tidur
orang lain yang tidak menderita skabies, dengan kejadian seperti ini maka
penularan skabies dalam lingkungan pesantren sangat cepat. Kurangnya
pengetahuan santri tentang penularan penyakit skabies, maka santri yang
menderita penyakit skabies, kurang memperhatikan penularan terhadap orang lain.
Tana, (2004) juga melaporkan hasil penelitiannya dengan penyuluhan
kesehatan dapat meningkatkan perilaku pekerja menggunakan pelindung telingan
di tempat kerja bising, namun penelitian ini juga tidak melakukan pemantauan
ulang terhadap perubahan perilaku tersebut maka penggunaan alat pelindung diri
tidak digunakan karena kebiasaan mereka, yang sering dilakukan menyababkan
mereka merasa risih bila menggunakan alat pelindung diri. Rahanto, (1997)
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

73
menyatakan perilaku positif untuk peduli terhadap kehamilan pada perempuan
dapat ditingkatkan melalui penyuluhan kesehatan melalui organisasi sosial.
Tindakan kebiasaan yang sering dilakukan oleh individu-individu
sebaiknya mendapatkan dukungan untuk mengidentifikasikan tingkah laku yang
khusus dan positif sehingga mereka mendapatkan kesempatan untuk memulai
tindakan dan kemudian mengevaluasikan apakah tindakan ini berhubungan
dengan bagaimana mereka ingin bertingkah laku. Kepentingan tujuan mencoba
untuk membedakan tujuan yang penting bagi individu dan sasaran yang penting
bagi orang lain, untuk mencapai suatu tujuan dari tindakan kebiasaan yang sering
dilakukan mereka juga memiliki beberapa rintangan. Rintangan yang dimaksud
antara lain kurangnya pengetahuan dan dibutuhkannya informasi atau fakta-fakta
yang dibutuhkan jika tujuan ingin dicapai.
Rintangan yang ke dua adalah kurangnya kemapuan untuk mengambil
keputusan karena individu sering kali tahu apa yang seharusnya dilakukan tetapi
tidak tahu bagaimana melakukannya. Rintangan yang ketiga adalah kekhawatiran
terhadap risiko yang mungkin ada pada tindakan yang diambil. Beberapa individu
tahu apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara melakukannya tetapi takut
mengadapi risikonya. Begitu juga dengan kebiasaan santri di pesantren dalam
meminjamkan handuk kepada temannya, bila mereka tidak memberikan maka
individu tersebut merasa kurang berinteraksi atau merasa tidak dimasukkan dalam
kelompokn tersebut (Niven, 2002).
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

74
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap sanitasi lingkungan di
tiga pesantren dikategorikan sudah baik, hal ini dapat dilihat dari sarana air bersih
yang digunakan bersumber dari air sumur bor, secara fisik air sudah memenuhi
syarat. Bagitu juga dengan penggunaan jamban yang tersedia setiap bak mandi.
Ketiga pesantren tersebut letaknya berdekatan dengan sungai, maka kebiasaan
dari santri masih menggunakan air sungai untuk keperluan mandi dan mencuci
pakaian.
Bila dilihat dari letak kamar sudah sesuai dengan persyaratan kontruksi
dimana setiap kamar memiliki ventilasi yang mudah masuknya sinar matahari.
Bila dilihat dari kebiasaanya santri dalam menata tempat tidur masih kurang,
dimana sering dijumpai bila salah satunya sprei kotor maka terkadang pula santri
saling menukarkan dengan kawannya. Kebiasaan yang seperti ini masih banyak
dijumpai di lingkungan pesantren. Secara umum hubungan dengan kesehatan
lingkungan sudah baik penataan kamar, air bersih serta jamban sudah memenuhi
syarat kesehatan. Tempat pengambilan air wudhu masih banyak digunakan bak air
yang terbuka hanya beberapa saja yang menggunakan kran air.
Hasil penelitian yang dikemukakan oleh Tabri (2003), bahwa lingkungan
atau perkembangan suatu wilayah dapat mempengaruhi penyebaran penyakit
skabies. Lingkungan yang buruk seperti pada keadaan karena perang
memudahkan infeksi skabies sehingga penderita skabies pada umumnya dicirikan
dengan lingkungan sekitar tempat tinggal yang kurang bersih. Pendapat tersebut
dikaitkan dengan lingkungan yang lembab umumnya dijumpai di negara yang
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

75
beriklim tropis dan subtropis adalah lingkungan yang mempermudah perkembang
biakan skabies, sehingga prevalensi skabies cenderung meningkat di negara
tersebut. Pengetahuan berarti tindakan yang diambil untuk mengetahui sesuatu.
Ketika seseorang telah mengetahui atau mendapatkan informasi mengenai
sesuatu, maka ia akan melaksanakannya (Devita, 2006).
Berdasarkan hasil model regresi yang dilakukan pengetahuan dan
kebersihan mempunyai peran yang besar dalam kejadian penyakit skabies. Kedua
variabel tersebut saling mendukung, dengan pengetahuan yang baik berarti
kebersihan seseorang juga akan baik. Kebersihan dengan kebiasaan bukan tidak
ada kaitan, namun dalam penelitian ini kebiasaan santri dalam pesantren hampir
sama. Kebiasaan yang santri lakukan sesuai dengan peraturan-peraturan yang ada
didalam pesantren. Jadi kebiasaan santri akan terhalangi oleh adanya suatu aturan.
Misalnya kita lihat dalam hal ini ada aturan yang melarang santri tidur ditempat
tidur orang lain atau tidur dikamar lain.

5.5. Pengetahuan dan Kebersihan dengan Kejadian Skabies
Berdasarkan hasil regresi logistik dalam model multivariat pengetahuan
dan kebersihan merupakan faktor paling dominan terjadinya penyakit skabies.
Hasil hitung terhadap peluang yang terjadinya kejadian skabies semakin baik
pengetahuan maka peluang terhadap kejadian skabies semakin kecil begitu juga
dengan kebersihan semakin bersihnya santri maka peluang untuk terjadinya
skabies semakin kecil. Maka berdasarkan hal tersebut jelaslah pengetahuan dan
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

76
kebersihan sangat menentukan dalam penularan skabies. Dalam kehidupan ini
individu akan bernilai baik (positif) maupun kurang (negatif) disuatu daerah atau
wilayah tertentu. Apabila seseorang keadaannya berada pada daerah positif, maka
berarti ia ditolak dari daerah negatif. Berkaitan dengan pernyataan tersebut maka
santri berada dalam wilayah negatif artinya daerah yang penghuninya banyak
(asrama) yang memudahkan penuluran penyakit skabies. Perbedaan yang terjadi
kelompok kasus dan kelompok kontrol, dimana pada kasus penyebab terjadinya
skabies karena adanya pengaruh garutan. Penularan skabies lebih banyak
disebabkan oleh pakaian, maka dalam mencegah skabies mereka hanya
menghindari untuk tidak meminjamkan pakaian orang lain. Pada kasus
kebanyakan mereka menyatakan penyakit skabies bukan penyakit yang berbahaya
bagi tubuh, dalam memutuska mata rantai penyakit skabies hanya dengan menjaga
jarak dengan penderita saja.
Pada kontrol mereka menyatakan penularan skabies sangat bervariasi
diantaranya tungau skabiei didalam tubuh, dan karena adanya garutan. Cara
terjadinya penularan skabies juga mereka menyatakan melalui pakaian dan kulit
secara keseluruhan mereka dapat menyebutkan penularan secara langsung
maupun secara tidak langsung. Maka disini pentingnya pengetahuan santri dalam
mencegah terjadinya penularan penyakit skabies. Selain pengetahuan dan
kebersihan kemungkinan pengaruh fasilitas yang tersedia juga sangat berpengaru
seperti lemari, jumlah ranjang dalam satu kamar, serta pencahayaan dalam kamar
yang cukup.
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

77
Tindakan kebersihan pada kelompok kasus, dalam menggantikan pakaian
mereka hanya melakukan satu kali dalam sehari sedangkan pada kelompok
kontrol mereka sangat bervariasi yaitu tiga kali dan dua kali dalam sehari hanya
sebagian kecil saja yang menyatakan 1 kali sehari. Kebersihan yang paling
menonjol pada kontrol adalah dalam menjemur kasur dan bantal yang hanya
dilakukan sebulan sekali. Sedangkan pada kontrol merekan menjemur kasur dan
bantal 2 minggu sekali. Berdasarkan tindakan kebersihan tersebut maka jelas
adanya perbedaan pada kelompok kasus dengan kelompok kontrol. Hasil
penelitian yang didapatkan hal-hal tersebut belum ada tindakan dari santri ini
terlihat bahwa penyakit skabies bukan merupakan penyakit yang menakutkan
dikalangan pesantren. Penyakit skabies yang sering muncul di kalangan santri
sudah merupakan suatu hal yang biasa atau penyakit yang berkelanjutan yang
diwariskan oleh kakak kelasnya. menjaga kebersihan diri sehingga angka
penularan skabies dapat diatasi.
Berdasarkan perbedaan tersebut maka penularan skabies yang terjadi
dilingkungan pesantren sulit diatasi. Penyebabnya semua tergantung pada masing-
masing individu, apalagi penyakit skabies dapat menular secara langsung maupun
tidak langsung. Apabila individu bertindak untuk melawan atau mengobati
penyakitnya, ada empat variabel kunci yang terlibat didalam tindakan tersebut
yakni, kerentanan yang dirasakan terhadap suatu penyakit, keseriusan yang
dirasakan, manfaat yang diterima dan rintangan yang dialami dalam tindakannya
melawan penyakit.
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

78
Berkaitan dengan pengetahuan dan kebersihan sebagaimana salah satu
penyebab munculnya penyakit adalah membiarkan kotoran berserakan dan tidak
menjaga kebersihan. Sebagaimana dalam ajaran Islam mendidik umatnya untuk
hidup bersih, menjauhi kotoran dan barang najis, seperti kencing dan air yang
keruh (tidak mengalir). Diantara penyebab munculnya penyakit adalah
meninggalkan sesuatu yang baik yang dihalalkan oleh Allah. Berdasarkan inilah
kebersihan santri yang sering terabaikan dalam menjaga kebersihan secara
menyeluruh (Raqith, 2007).
Praktik (tindakan) dalam menjaga kesehatan dalam Islam terdapat
beberapa unsur diantaranya :
1. Sesungguhnya aspek kesehatan dalam Islam berkaitan dengan masalah ajaran-
ajaran ritual, hukum-hukum yang ada dalam Islam dan pendidikan. Seperti
wudhuk yang mengandung arti kebersihan, wajib hukumnya untuk
dilaksananakan. Shalat tidak sah bila tidak berwudhuk, anjuran dan larangan
ini bukan hanya merupakan nasehat umum, tetapi merupakan kewajiban yang
benar-benar harus terwujud dalam pelaksanaan.
2. Keistimewaan tentang kesehatan dalam Islam itu meluas dan dirasakan oleh
semua kalangan, baik bagi penduduk kota, desa, pegunungan, tua, muda, kaya,
fakir dan orang yang maju atau terbelakang. Pentingnya unsur kesehatan
berkaitan dengan agama dan keyakinan umat keseluruhan.
3. Keistimewaan tatacara kesehatan dalam Islam berdiri atas dasar tetap dan
benar. Ia tidak pernah berubah dengan berlalunya hari dan tahun. Praktek
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

79
kesehatan dalam Islam tidaklah sama dengan penemuan-penemuan para ahli
yang kadang-kadang mengalami kesalahan.
4. Aturan kesehatan dalam Islam itu mudah dan tidak mengalami kesulitan sebab
syariah Islam berdiri atas dasar kemaslahatan manusia, berdasarkan kekuatan,
kemampuan dan keadaan umatnya.
Pelaksanaan ajaran Islam yang diperintahkan kepada umatnya itu menurut
ukuran kemampuan setiap manusia, sekalipun hal itu bertentangan antara
kesehatan dan ibadah, maka yang didahulukan adalah kesehatannya. Misalnya
orang yang sakit dikepalanya ketika mandi suci dari hadas, dan juga orang yang
tidak mampu berpuasa saat berpergian, maka dibolehkan baginya untuk berbuka
dan menggantikannya dengan hari-hari lain (Raqith, 2007).
Berpijak dari teori tersebut maka pentingnya pengetahuan santri dan
kebersihan untuk mencegah terjadinya penyakit sudah diatur sedemikian rupa.
Peningkatan pengetahuan dapat dilakukan melalui ceramah ataupun diskusi yang
menyakut dengan mata pelajaran seperti pelajaran akhlak. Peningkatan
pengetahuan juga dapat dilakukan dengan menegur secara tegas atupun
memberikan sangsi yang berat bila mereka melanggar suatu peraturan, sehingga
dengan adanya suatu kesadaran maka peningkatan pengetahuan akan dilakukan
oleh santri ingin mencari tahu tentang apa yang dilarang dapat terjawab, maka
dengan sendirinya pengetahuan santri akan meningkat.
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

80
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
a. Adanya hubungan pengetahuan santri dengan kejadian penyakit skabies.
b. Tidak ada hubungan sikap santri dengan kejadian penyakit skabies.
c. Adanya hubungan kebersihan santri dengan kejadian penyakit skabies.
d. Tidak ada hubungan kebiasaan santri dengan kejadian penyakit skabies.

6.2. Saran
a. Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar
1. Untuk mengatasi kejadian skabies dilingkungan santri, dapat meningkatkan
pengetahuan santri dengan memberikan pendidikan kesehatan, sehingga dapat
diharapkan :
a) Santri dapat menghilangkan anggapan bahwa skabies adalah penyakit para
santri.
b) Dapat melatih guru atau ustad/ustazah yang terlibat dalam Unit Kesehatan
Sekolah, sehingga mereka lebih mudah dalam mengarahkan santri dalam
mencegah penyakit skabies.
2. Dapat menghidupkan kembali Pusat pelayanan kesehatan pesantren
(Poskestren).

Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008
79

81
b. Pengelola pesantren
1) Melarang santri saling tukar menukarkan pakaian, tempat tidur agar
penularan penyakit skabies tidak terjadi.
2) Melakukan pengobatan massal guna untuk memutuskan mata rantai
penyakit skabies.
3) Dapat meningkatkan mutu lingkungannya antara lain dengan kerja bakti
tiap hari tertentu, atau diadakanya lomba kebersihan antar kamar (bilik),
serta menganjurkan santri untuk menjemur kasur dan bantal setiap
minggu.
4) Menyediakan fasilitas yang cukup seperti tempat menyimpan pakaian,
serta tempat menjemur jemuran.
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

82
DAFTAR PUSTAKA


Ariawan, I., 1998. Besar Sampel dan Metode Sampel pada Penelitian Kesehatan,
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Astuti, 2002. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Murid SD dalam
Penaggulangan Kecacingan, Skripsi, Unmuha Banda Aceh.

Azwar, A., 2000. Pendidikan Kesehatan Masyarakat, Jakarta : Rineka Cipta.

________, 2003. Pendidikan Kesehatan dan Promosi Kesehatan, Jakarta : Rineka
Cipta.

Azwar, S., 2007. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, Jakarta : Pustaka
Pelajar

Dariansyah, F., 2006. Tinjauan Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan
Kejadian Penyakit Skabies Di Pesantren Oemar Diyan, Kecamatan Indrapuri
Kabupaten Aceh Besar, Skripsi

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2000. Pedoman Umum Pelaksanaan
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Melalui
Pendekatan PKMD, Jakarta.

______, 2002, Metode Penyuluhan, PPLP, Jakarta

______, 2004. Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta

Devita, R., 2006. Gambaran Karekteristik Penderita Skabies Yang Berobat jalan
Di Puskesmas Darul Aman Kabupaten Aceh Timur, Langsa.

Dinas Kesehatan Provinsi NAD., 2005. Program Pemberantasan Penyakit
Menular, Banda Aceh.

Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar, 2005. Profil Kesehatan, Jantho

_____, 2006. Laporan Tahunan, P2P, Jantho

Djuanda, A., Hamzah M., Aisah S., 2006. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin,
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008
81

83
Ginanjar, G., 2006. Klinika Skabies, http : //mail. yahoo. com

Harahap, M., 2000. Ilmu Penyakit Kulit, Jakarta : Hipokrates

Hastono, P. S., 2001. Analisis Data, Jakarta : FKM UI

Irijal, 2004. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Sanitasi Dasar di Pesantren,
Banda Aceh, Skripsi : FKM Unmuha

Kandun, N., 2000. Manual Pemberantasan Penyakit Menular, Jakarta

Lemeshow, S., Hosmer. Jr., Klar.J., Lwenga SK., 1997. Besar sample dalam
Penelitian Kesehatan, (Terjemahan Pramono. D), Yogjakarta : UGM Press.

Majalah Ilmiah Resmi Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin
Indonesia (PERDOKSI), 2001, Jakarta : Sari Pustaka.

Mantra, S., 1997. Pendidikan dan Kesehatan, Jakarta : Rineka Cipta

Medicastore, 2007. Kelainan Kulit, copyring@.www. Medicastore.com

Niven, N., 2002. Psiskologi Kesehatan, Jakarta : EGC

Notoadmodjo, S. ; Damayanti ; Hasan, 2005 Tiori Aplikasi Promosi Kesehatan,
Jakarta : Rineka Cipta.

______, 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Jakarta : Rineka Cipta.

Orkin, M.; Maibach. H.; Parish, C.L.; Mellanby, 1997. Scabies and Pediculosis,
J.B. Lippincott Company.

Rahanto, W., 1997. Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Pekerja dalam
Menggunakan Alat Pelindung Diri Pada Pekerja Tekmako, Skripsi, UGM

Ruteng, 2007. Penderita Skabies, http://www.pii

Raqith, H., 2007. Hidup Sehat Cara Islam, Bandung : Marja

Sastroasmoro, S., Ismael. S., 2000. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis,
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Universitas Indonesia, Jakarta : Binarupa
Aksara.

Sadulloh, 2003. Pentingnya Informasi, Media Indonesia, Jakarta.
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

84
Sungkar, S., 2001. Skabies, Jakarta : IDI.

Susanto, 2002. Media Efektif dalam Penyuluhan, Jakarta, Bina Rupa

Sugiharto, 2003. Pentingnya penyuluhan dalam Penanggulangan Penyakit
Menular, Jakarta, IDI

Suskamdani, 1995. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tentang Pencegahan
Penyakit, EGC.

Parish, 1997. Diseases Of the Skin Clinical Dermatology London, W. B. Saunders
Company

Pukesmas Pembantu, Lamkareng, 2007. Laporan Bulanan, Jantho

Prabu, B.D.R., 1996. Penyakit-Penyakit Infeksi Umum, Jakarta : Widya Medika.

Tabri, S., 2003. Pengaruh Lingkungan Terharhadap Perkembangan Penyakit
Menular, Skripsi, Unmuha, Banda Aceh

Taufik, M., 2006, Analisi Terhadap Penykit Skabies pada Barak Hunian
Sementara di Kabupaten Aceh Utara Tahun 2006. Tesis, Yogjakarta : UGM

Tana, SP., 2004. Pengaruh Penggunaan Media Komunikasi dengan Menggunakan
Alat Peraga, Skripsi, Unmuha Banda Aceh.

Tjahjowati, 2002. Peran Guru dalam Pencegahan Penyakit Demam Berdarah,
Bandung

Werner & Bower, 1986. Dermato Venereologica Indonesia, Jakarta : Artikel.

Wortonah, 2003. Kesehatan Keluarga dan lingkungan, Bandung : Kanisius





Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

85
Lampiran 1
INFORMED CONSENT PENELITIAN


Perihal : Pemberian informasi dan persetujuan

Dengan hormat,
Sehubungan dengan akan dilaksanakan penelitian dengan judul Faktor yang
Berhubungan dengan Kejadian Penyakit Skabies pada Pesantren Di Kabupaten
Aceh Besar, sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan program
studi Administrasi Kebijakan Kesehatan konsentrasi Epidemiologi, saya
menyampaikan surat ini.
Penelitian ini bertujuan untuk mengumpulkan data tentang gambaran
perilaku santri yang berkaitan dengan penyakit skabies. Hasil penelitian ini dapat
memberikan gambaran tentang cara pencegahan penyakit skabies di lingkungan
pesantren.
Sasaran dalam penelitian ini adalah santri yang menderita penyakit
skabies. Oleh karena itu guna untuk terlaksananya penelitian ini saya bersedia
untuk menjadi peserta dalam penelitian ini dengan memberikan informasi yang
berkaitan dengan penyakit skabies. Penelitian ini hanya semata-mata untuk
kepetingan pendidikan dan perkembangan ilmu pengetahuan.
Demikianlah surat pernyataan ini dibuat.


Hormat, Saya




(__________________)


84
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

86
KUISIONER







A. Data umum

No :
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pesantren :
Responden : (Kasus/Kontrol) ***coret yang tidak perlu***
B. Data khusus

I. Pengetahuan

1. Apakah anda pernah mendengar penyakit skabies ?
a. Pernah
b. Tidak

2. Jika pernah apa penyebabnya ?
a. Adanya tungau sarcoptes scabiei
b. Karena kuman
c. Pengaruh dari garutan

3. Apa saja tanda-tanda penyakit skabies ?
a. Bintik-bintik kecil sampai besar, berwarna kemerahan dan bernanah
b. Gatal pada malam hari dan terasa panas
JUDUL
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT
SKABIES PADA PESANTREN DI KABUPATEN ACEH BESAR
TAHUN 2007
Lampiran 2
c. Timbulnya nanah

4. Bagian tubuh mana saja penyakit skabies timbul ?
a. Sela jari, ketiak, pinggang, alat kelamin, siku dan depan pegelangan
b. Bagian yang sering tertutup
c. Kebanyakan bagian kelamin

85
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

87
5. Bagaimana cara penularan penyakit skabies ?
a. Kontak kulit dengan kulit dan melalui pakaian, handuk, sprei dan peralatan
lain yang digunakan oleh si penderita
b. Hanya melalui kulit saja
c. Hanya melalui pakaian dan tempat tidur saja

6. Siapa saja yang dapat menderita penyakit skabies ?
a. Semua golongan umur, namun lebih sering pada usia remaja
b. Pada golongan umur remaja saja
c. Hanya pada golongan umur tertentu saja

7. Apakah dengan saling menukar pakaian dengan penderita dapat menular
penyakit skabies ?
a. Ya dapat menular
b. Bila daya tahan tubuh kuat tidak
c. Tidak menular

8. Apakah penyakit skabies merupakan penyakit berbahaya bagi kesehatan kulit
a. Ya
b. Tidak

9. Apakah penderita penyakit skabies perlu dikarantinakan (dipisahkan)?
a. Tidak, hanya perlu dilakukan pengobatan secara teratur
b. Hanya menjaga jarak saja dengan penderita
c. Perlu, dikarantinakan

10. Apa yang dilakukan untuk memutuskan mata rantai penyakit skabies ?
a. Disinfeksi serentak pada pakaian, sprei dan pengobatan serentak
b. Menjaga jarak dengan orang lain bila menderita scabies
c. Cukup melakukan pengobatan secara teratur

11. Apakah dengan menjemur kasur dan bantal dapat menghindari penyakit
skabies ?
a. Dapat
b. Tidak

12. Bagaimana cara menghindari penyakit skabies ?
a. Mandi 2 kali sehari dengan menggunakan sambun dan menjaga kontak
langsung dengan penderita
b. Cukup mandi 2 kali sehari dan menaga kebersihan pakaian
c. Menjaga pakaian, handuk dan tempat tidur agar terkontaminasi dengan
penderita skabies

Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

88
II. Sikap

No Pernyataan SS S KS
1
Kasur dan bantal perlu dijemur tiap minggu
2
Penyakit skabies harus diwaspadai walaupun tidak
membawa kematian

3
Penderita skabies perlu dilakukan karantina atau
pemisahan

4
Tidak saling menukarkan pakaian, handuk dan tempat
tidur

5 Penderita skabies tidak perlu dijauhi
6
Kebersihan diri sangat perlu dijaga agar terbebas dari
penyakit skabies

7
Menjaga jarak dengan penderita skabies sangat perlu
dilakukan

8
Penyakit skabies dapat dicegah dengan menjaga
kebersihan diri

9
Bila ditemukan kasus penyakit skabies, harus segera
mungkin dilakukan pengobatan untuk mencegah
penularan

10
Selain kebersihan diri kebersihan lingkungan juga sangat
perlu diperhatikan untuk terhindar dari penyakit skabies



III. Tindakan

Kebersihan diri
1. Berapa kali anda menggantikan pakaian dalam satu hari



2. Berapa kali dalam satu hari anda mandi

3. Bila anda mencuci handuk berapa lama jaraknya ?





a. 3 kali
b. 2 kali
c. 1 kali

a. 3 kali
b. 2 kali
c. 1 kali

a. Tiap minggu
b. 2 minggu sekali
c. > 2 minggu


Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

89
4. Berapa lama jarak anda menganti sprei ?



5. Berapa lama jarak anda menganti sarung bantal ?



6. Berapa lama jarak anda menjemur kasur ?



7. Berapa lama jarak anda menjemur bantal ?


a. < 1 minggu
b. 2 minggu sekali
c. > 2 minggu

a. Tiap minggu
b. 2 minggu sekali
c. > 2 minggu

a. Teratur tiap
minggu
b. 2 minggu sekali
c. 1 bulan sekali

a. Teratur tiap
minggu
b. 2 minggu sekali
c. 1 bulan sekali
Kebiasaan
8. Apakah anda sering pinjam handuk kawan ?



9. Apakah handuk anda dipinjam kawan ?



10. Apakah anda sering menukar pakaian sesama teman ?

11. Apakah kawan anda sering meminjam baju anda ?

12. Apakah anda sering tidur ditempat tidur orang lain ?



13. Apakah kawan sering tidur ditempat tidur anda ?


14. Apakah handuk setelah anda gunakan dijemur

a. Tidak
b. Jarang
c. Sering

a. Tidak
b. Sering
c. Jarang

a. Tidak
b. Jarang
c. Sering

a. Tidak
b. Jarang
c. Sering

a. Tidak
b. Jarang
c. Sering

a. Tidak
b. Jarang
c. Sering

a. Sering
b. Jarang
c. Tidak
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

90
Lampiran 3
TABEL SKOR

Bobot/skor
No Variabel
No urut
pertanyaan a b c
Rentang
1 3 0
2 3 2 1
3 3 2 1
4 3 2 1
5 3 2 1
6 3 2 1
7 3 2 1
8 3 0
9 3 2 1
10 3 2 1
11 3 0
1 Pengetahuan
12 3 2 1

- Baik : Jika nilai skor 75% (>27)
- Sedang : Jika nilai skor 40-75% (15-26)
- Kurang : Jika nilai skor <40% (<14)
1 3 2 1
2 3 2 1
3 1 2 3
4 3 2 1
5 3 2 1
6 3 2 1
7 1 2 3
8 3 2 1
9 3 2 1
2 Sikap
10 3 2 1

- Baik : Jika nilai skor 75% (>22)
- Sedang : Jika nilai skor 40-75% (13-21)
- Kurang : Jika nilai skor <40% (<12)
1 3 2 1
2 3 2 1
3 3 2 1
4 3 2 1
5 3 2 1
6 3 2 1
3
Tindakan
kebersihan diri
7 3 2 1

- Baik : Jika nilai skor 75% (>16)
- Sedang : Jika nilai skor 40-75% (9-15)
- Kurang : Jika nilai skor <40% (<8)
8 3 2 1
9 3 2 1
10 3 2 1
11 3 2 1
12 3 2 1
13 3 2 1
4
Tindakan
kebiasaan
14 3 2 1

- Baik : Jika nilai skor 75% (>16)
- Sedang : Jika nilai skor 40-75% (9-15)
- Kurang : Jika nilai skor <40% (<8)

89
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

91
Lampiran 4
HASIL UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS

1. Kuesioner Pengetahuan
Case Processing Summary


N %
Cases Valid
30 100.0
Excluded(a)
0 .0
Total
30 100.0
a Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items
0.904 12
Item Statistics


Mean Std. Deviation N
tahu1
.67 .479 30
tahu2
2.00 .830 30
tahu3
1.97 .615 30
tahu4
.67 .479 30
tahu5
2.03 .615 30
tahu6
2.10 .548 30
tahu7
2.63 .615 30
tahu8
2.20 .664 30
tahu9
2.10 .666 30
tahu10
2.16 .668 30
tahu11
2.10 .662 30
tahu12
1.97 .615 30


















Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008
90

92
Item-Total Statistics


Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-
Total Correlation
Cronbach's Alpha if
Item Deleted
tahu1
17.67 17.402 .736 .892
tahu2
16.33 14.368 .876 .878
tahu3
16.37 16.792 .676 .893
tahu4
17.67 16.782 .907 .883
tahu5
16.30 17.045 .621 .896
tahu6
16.23 17.633 .574 .899
tahu7
15.70 18.010 .419 .909
tahu8
16.32 17.422 .438 .902
tahu9
16.22 16.288 .588 .892
tahu10
16.13 16.878 .596 .898
tahu11
16.23 16.875 .600 .898
tahu12
16.37 16.654 .706 .891

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items
18.33 20.575 4.536 12


2. Kuesioner Sikap

Case Processing Summary

N %
Cases Valid
30 100.0
Excluded(a)
0 .0
Total
30 100.0
a Listwise deletion based on all variables in the procedure.


Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items
0.895 10










Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

93
Item Statistics


Mean Std. Deviation N
sikap1
2.13 .629 30
sikap2
2.07 .691 30
sikap3
2.10 .662 30
sikap4
1.93 .691 30
sikap5
2.07 .691 30
sikap6
2.00 .643 30
sikap7
2.10 .712 30
sikap8
2.10 .712 30
sikap9
2.10 .607 30
sikap10
2.03 .556 30

Item-Total Statistics


Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance if Item
Deleted
Corrected Item-
Total Correlation
Cronbach's Alpha
if Item Deleted
sikap1
18.50 18.879 .581 .888
sikap2
18.57 18.116 .655 .883
sikap3
18.53 18.395 .637 .884
sikap4
18.70 18.217 .636 .884
sikap5
18.57 17.702 .733 .877
sikap6
18.63 18.240 .690 .881
sikap7
18.53 17.982 .656 .883
sikap8
18.53 18.120 .630 .885
sikap9
18.53 18.947 .592 .887
sikap10
18.60 19.352 .570 .889

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items
20.63 22.447 4.738 10











Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

94
3. Kuesioner tindakan kebersihan
Case Processing Summary


N %
Cases Valid
30 100.0
Excluded(a)
0 .0
Total
30 100.0
a Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items
0.780 7


Item Statistics

Mean Std. Deviation N
bersih1
.67 .479 30
bersih2
2.07 .640 30
bersih3
.63 .490 30
bersih4
.67 .479 30
bersih5
.33 .479 30
bersih6
2.00 .743 30
bersih7
2.07 .740 30

Item-Total Statistics


Scale
Mean if
Item
Deleted
Scale Variance if Item
Deleted
Corrected Item-
Total Correlation
Cronbach's Alpha if
Item Deleted
bersih1
7.77 5.978 .490 .757
bersih2
6.37 5.413 .516 .750
bersih3
7.80 5.959 .484 .757
bersih4
7.77 6.254 .364 .776
bersih5
8.10 6.093 .437 .765
bersih6
6.43 4.737 .640 .722
bersih7
6.37 4.792 .623 .727

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items
8.43 7.357 2.712 7



Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

95
4. Kuesioner tindakan kebiasaan

Case Processing Summary

N %
Cases Valid
30 100.0
Excluded(a)
0 .0
Total
30 100.0
a Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items
0.780 7


Item Statistics


Mean Std. Deviation N
biasa1
1.90 .403 30
biasa2
2.13 .819 30
biasa3
2.83 .461 30
biasa4
2.80 .551 30
biasa5
.90 .305 30
biasa6
.87 .346 30
biasa7
2.30 .952 30

Item-Total Statistics


Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-
Total Correlation
Cronbach's Alpha if
Item Deleted
biasa1
11.83 6.075 .608 .744
biasa2
11.60 5.007 .482 .769
biasa3
10.90 5.748 .671 .729
biasa4
10.93 5.375 .691 .717
biasa5
12.83 6.420 .602 .756
biasa6
12.87 6.051 .749 .734
biasa7
11.43 5.013 .357 .826


Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items
13.73 7.444 2.728 7


Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

96
Lampiran 5
PESANTREN * SKABIES Crosstabulation

SKABIES Total
kontrol kasus kontrol
Count
42 42 84
OEMARDIYAN
% within SKABIES
54.5% 54.5% 54.5%
Count
16 16 32
AL-FALAH
% within SKABIES
20.8% 20.8% 20.8%
Count
19 19 38
PESANTREN
ULUMUL
% within SKABIES
24.7% 24.7% 24.7%
Count
77 77 154
Total
% within SKABIES
100.0% 100.0% 100.0%

UMUR * SKABIES Crosstabulation

SKABIES Total
kontrol kasus kontrol
Count
12 12 24
14 TAHUN
% within SKABIES
15.6% 15.6% 15.6%
Count
14 14 28
15 TAHUN
% within SKABIES
18.2% 18.2% 18.2%
Count
16 16 32
16 TAHUN
% within SKABIES
20.8% 20.8% 20.8%
Count
12 12 24
17 TAHUN
% within SKABIES
15.6% 15.6% 15.6%
Count
16 16 32
18 TAHUN
% within SKABIES
20.8% 20.8% 20.8%
Count
7 7 14
UMUR
19 TAHUN
% within SKABIES
9.1% 9.1% 9.1%
Count
77 77 154
Total
% within SKABIES
100.0% 100.0% 100.0%

J.KELAMIN * SKABIES Crosstabulation

SKABIES
Total
kontrol kasus kontrol
Count
28 28 56
laki-laki
% within SKABIES
36.4% 36.4% 36.4%
Count
49 49 98
J .KELAMIN
perempuan
% within SKABIES
63.6% 63.6% 63.6%
Count
77 77 154
Total
% within SKABIES
100.0% 100.0% 100.0%


Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008
95

97
Crosstabs

Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
PENGETAHUANKEL *
SKABIES
154 100.0% 0 .0% 154 100.0%
SIKAPKEL * SKABIES
154 100.0% 0 .0% 154 100.0%
BERSIHKEL * SKABIES
154 100.0% 0 .0% 154 100.0%
KEBIASAANKEL *
SKABIES
154 100.0% 0 .0% 154 100.0%

PENGETAHUANKEL * SKABIES
Crosstab

SKABIES
kontrol kasus
Total
Count
35 16 51
BAIK
% within SKABIES
45.5% 20.8% 33.1%
Count
28 14 42
SEDANG
% within SKABIES
36.4% 18.2% 27.3%
Count
14 47 61
PENGETAHUANKEL
KURANG
% within SKABIES
18.2% 61.0% 39.6%
Count
77 77 154
Total
% within SKABIES
100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests


Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Pearson Chi-Square
29.598(a) 2 .000
Likelihood Ratio 30.854 2 .000
Linear-by-Linear
Association
24.126 1 .000
N of Valid Cases
154
a 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 21.00.








Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

98
SIKAPKEL * SKABIES
Crosstab

SKABIES
kontrol kasus
Total
Count
24 25 49
BAIK
% within SKABIES
31.2% 32.5% 31.8%
Count
43 37 80
SEDANG
% within SKABIES
55.8% 48.1% 51.9%
Count
10 15 25
SIKAPKEL
KURANG
% within SKABIES
13.0% 19.5% 16.2%
Count
77 77 154
Total
% within SKABIES
100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests


Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Pearson Chi-Square
1.470(a) 2 .479
Likelihood Ratio 1.478 2 .478
Linear-by-Linear
Association
.226 1 .634
N of Valid Cases
154
a 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12.50.

BERSIHKEL * SKABIES
Crosstab

SKABIES
kontrol kasus
Total
Count
29 11 40
BAIK
% within SKABIES
37.7% 14.3% 26.0%
Count
30 20 50
SEDANG
% within SKABIES
39.0% 26.0% 32.5%
Count
18 46 64
BERSIHKEL
KURANG
% within SKABIES
23.4% 59.7% 41.6%
Count
77 77 154
Total
% within SKABIES
100.0% 100.0% 100.0%









Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

99
Chi-Square Tests


Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Pearson Chi-Square
22.350(a) 2 .000
Likelihood Ratio 23.086 2 .000
Linear-by-Linear
Association
20.968 1 .000
N of Valid Cases
154
a 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 20.00.

KEBIASAANKEL * SKABIES
Crosstab

SKABIES
kontrol kasus
Total

Count
25 15 40
BAIK
% within SKABIES
32.5% 19.5% 26.0%
Count
27 21 48
SEDANG
% within SKABIES
35.1% 27.3% 31.2%
Count
25 41 66
KEBIASAANKEL
KURANG
% within SKABIES
32.5% 53.2% 42.9%
Count
77 77 154
Total
% within SKABIES
100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests


Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Pearson Chi-Square
7.129(a) 2 .028
Likelihood Ratio 7.196 2 .027
Linear-by-Linear
Association
6.610 1 .010
N of Valid Cases 154
a 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 20.00.

LOGI STI C REGRESSI ON VARI ABLES SKABI ES
/ METHOD = ENTER KTRTAHU
/ CONTRAST ( KTRTAHU) =I ndi cat or
/ PRI NT = CI ( 95)
/ CRI TERI A = PI N( . 05) POUT( . 10) I TERATE( 20) CUT( . 5) .



Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008
100
Lampiran 6

101
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

102
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

103
Lampiran 7
UJI REGRESI LOGISTIK

Logistic Regression
Case Processing Summary

Unweighted Cases(a)
N Percent
Included in Analysis
154 100.0
Missing Cases
0 .0
Selected Cases
Total
154 100.0
Unselected Cases
0 .0
Total
154 100.0
a If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value
kontrol
0
kasus
1


Categorical Variables Codings


Frequency Parameter coding

(1) (2)
KTRTAHU kurang
61 1.000
sedang
42 .000
baik
51 .000

Block 0: Beginning Block
Classification Table(a,b)

Observed
Predicted

SKABIES

kontrol kasus
Percentage
Correct
Step 0 SKABIES kontrol
0 77 .0
kasus
0 77 100.0
Overall Percentage
50.0
a Constant is included in the model.
b The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant
.000 .161 .000 1 1.000 1.000

Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008
102

104
Variables not in the Equation


Score df Sig.
KTRTAHU
29.598 2 .000
KTRTAHU(1)
29.562 1 .000
Variables
KTRTAHU(2)
6.417 1 .011
Step 0
Overall Statistics
29.598 2 .000

Block 1: Method = Enter
Omnibus Tests of Model Coefficients


Chi-square df Sig.
Step
30.854 2 .000
Block
30.854 2 .000
Step 1
Model
30.854 2 .000

Model Summary

Step
-2 Log
likelihood
Cox & Snell
R Square
Nagelkerke R
Square
1
182.635(a) .182 .242
a Estimation terminated at iteration number 4 because parameter estimates changed by less than
.001.

Classification Table(a)


Observed Predicted

SKABIES

kontrol kasus
Percentage
Correct
Step 1 SKABIES kontrol
63 14 81.8
kasus
30 47 61.0
Overall Percentage
71.4
a The cut value is .500

Variables in the Equation

95.0% C.I.for
EXP(B)


B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Lower Upper
Step
1(a)
KTRTAHU
26.905 2 .000
KTRTAHU
(1)
1.994 .429 21.632 1 .000 7.344 3.170 17.015
KTRTAHU
(2)
.090 .445 .041 1 .840 1.094 .457 2.617
Constant
-.783 .302 6.728 1 .009 .457
a Variable(s) entered on step 1: KTRTAHU.
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

105
Logistic Regression
Case Processing Summary

Unweighted Cases(a)
N Percent
Included in Analysis
154 100.0
Missing Cases
0 .0
Selected Cases
Total
154 100.0
Unselected Cases
0 .0
Total
154 100.0
a If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.


Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value
kontrol
0
kasus
1

Categorical Variables Codings

Frequency Parameter coding

(1) (2) (1)
KTRSIKAP kurang
25 1.000 .000
sedang
80 .000 1.000
baik
49 .000 .000

Block 0: Beginning Block
Classification Table(a,b)

Observed Predicted

SKABIES

kontrol kasus
Percentage
Correct
Step 0 SKABIES kontrol
0 77 .0
kasus
0 77 100.0
Overall Percentage
50.0
a Constant is included in the model.
b The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant
.000 .161 .000 1 1.000 1.000




Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

106
Variables not in the Equation


Score df Sig.
KTRSIKAP
1.470 2 .479
KTRSIKAP(1)
1.194 1 .275
Variables
KTRSIKAP(2)
.936 1 .333
Step 0
Overall Statistics
1.470 2 .479

Block 1: Method = Enter
Omnibus Tests of Model Coefficients


Chi-square df Sig.
Step
1.478 2 .478
Block
1.478 2 .478
Step 1
Model
1.478 2 .478


Model Summary

Step
-2 Log
likelihood
Cox & Snell
R Square
Nagelkerke R
Square
1
212.012(a) .010 .013
a Estimation terminated at iteration number 3 because parameter estimates changed by less than
.001.

Classification Table(a)


Observed
Predicted

SKABIES

kontrol kasus
Percentage
Correct
Step 1 SKABIES kontrol
43 34 55.8
kasus
37 40 51.9
Overall Percentage
53.9
a The cut value is .500














Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

107
Variables in the Equation
95.0% C.I.for
EXP(B)

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Lower

Upper
Step
1(a)
KTRSIKAP
1.456 2 .483
KTRSIKAP(1)
.365 .498 .535 1 .464 1.440 .542 3.824
KTRSIKAP(2)
-.191 .363 .277 1 .599 .826 .405 1.683
Constant
.041 .286 .020 1 .886 1.042
a Variable(s) entered on step 1: KTRSIKAP.

Logistic Regression
Case Processing Summary

Unweighted Cases(a) N Percent
Included in Analysis
154 100.0
Missing Cases
0 .0
Selected Cases
Total
154 100.0
Unselected Cases
0 .0
Total
154 100.0
a If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value
kontrol
0
kasus
1


Categorical Variables Codings

Frequency Parameter coding

(1) (2) (1)
KTRBERSIH kurang
64 1.000 .000
sedang
50 .000 1.000
baik
40 .000 .000








Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

108
Block 0: Beginning Block
Classification Table(a,b)

Observed
Predicted

SKABIES

kontrol kasus
Percentage
Correct
Step 0 SKABIES kontrol
0 77 .0
kasus
0 77 100.0
Overall Percentage
50.0
a Constant is included in the model.
b The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant
.000 .161 .000 1 1.000 1.000

Variables not in the Equation


Score df Sig.
KTRBERSIH
22.350 2 .000
KTRBERSIH(1)
20.961 1 .000
Variables
KTRBERSIH(2)
2.962 1 .085
Step 0
Overall Statistics
22.350 2 .000

Block 1: Method = Enter
Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square
df Sig.
Step
23.086 2 .000
Block
23.086 2 .000
Step 1
Model
23.086 2 .000

Model Summary

Step
-2 Log
likelihood
Cox & Snell
R Square
Nagelkerke R
Square
1
190.403(a) .139 .186
a Estimation terminated at iteration number 4 because parameter estimates changed by less than
.001.







Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

109
Classification Table(a)


Observed Predicted

SKABIES

kontrol kasus
Percentage
Correct
Step 1 SKABIES kontrol
59 18 76.6
kasus
31 46 59.7
Overall Percentage
68.2
a The cut value is .500

Variables in the Equation

95.0% C.I.for
EXP(B)

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Lower
a Variable(s) entered on step 1: KTRBERSIH.
Upper
Step
1(a)
KTRBERSIH
20.850 2 .000
KTRBERSIH(1)
1.908 .450 17.955 1 .000 6.737 2.788 16.282
KTRBERSIH(2)
.564 .457 1.524 1 .217 1.758 .718 4.303
Constant
-.969 .354 7.494 1 .006 .379

Logistic Regression
Case Processing Summary

Unweighted Cases(a)
N Percent
Included in Analysis
154 100.0
Missing Cases
0 .0
Selected Cases
Total
154 100.0
Unselected Cases
0 .0
Total
154 100.0
a If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value
kontrol
0
kasus
1









Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

110
Categorical Variables Codings

Frequency Parameter coding
(1) (2)
KTRBIASA kurang
66 1.000
sedang
48 .000
baik
40 .000

Block 0: Beginning Block
Classification Table(a,b)


Observed Predicted

SKABIES

kontrol kasus
Percentage
Correct
Step 0 SKABIES kontrol
0 77 .0
kasus
0 77 100.0
Overall Percentage
50.0
a Constant is included in the model.
b The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant
.000 .161 .000 1 1.000 1.000

Variables not in the Equation


Score df Sig.
KTRBIASA
7.129 2 .028
KTRBIASA(1)
6.788 1 .009
Variables
KTRBIASA(2)
1.090 1 .297
Step 0
Overall Statistics
7.129 2 .028

Block 1: Method = Enter
Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.
Step
7.196 2 .027
Block
7.196 2 .027
Step 1
Model
7.196 2 .027






Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

111
Model Summary

Step
-2 Log
likelihood
Cox & Snell
R Square
Nagelkerke R
Square
1
206.293(a) .046 .061
a Estimation terminated at iteration number 3 because parameter estimates changed by less than
.001.

Classification Table(a)


Observed Predicted

SKABIES

kontrol kasus
Percentage
Correct
Step 1 SKABIES kontrol
52 25 67.5
kasus
36 41 53.2
Overall Percentage
60.4
a The cut value is .500
Variables in the Equation

95.0% C.I.for
EXP(B)


B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Lower Upper
Step
1(a)
KTRBIASA
6.993 2 .030
KTRBIASA(1)
1.006 .414 5.911 1 .015 2.733 1.215 6.148
KTRBIASA(2)
.260 .437 .352 1 .553 1.296 .550 3.055
Constant
-.511 .327 2.446 1 .118 .600
a Variable(s) entered on step 1: KTRBIASA.

Logistic Regression
Case Processing Summary

Unweighted Cases(a) N Percent
Included in Analysis
154 100.0
Missing Cases
0 .0
Selected Cases
Total
154 100.0
Unselected Cases
0 .0
Total
154 100.0
a If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value
kontrol
0
kasus
1


Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

112
Categorical Variables Codings


Frequency Parameter coding
(1) (2)
KTRTAHU kurang
61 1.000
sedang
42 .000
baik
51 .000

Block 0: Beginning Block
Classification Table(a,b)

Observed Predicted

SKABIES

kontrol kasus
Percentage
Correct
Step 0 SKABIES kontrol
0 77 .0
kasus
0 77 100.0
Overall Percentage
50.0
a Constant is included in the model.
b The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant
.000 .161 .000 1 1.000 1.000

Variables not in the Equation


Score df Sig.
KTRTAHU
29.598 2 .000
KTRTAHU(1)
29.562 1 .000
KTRTAHU(2)
6.417 1 .011
KTRBERSIH
21.105 1 .000
Variables
KTRBIASA
6.653 1 .010
Step 0
Overall Statistics
41.113 4 .000

Block 1: Method = Enter
Omnibus Tests of Model Coefficients


Chi-square df Sig.
Step
45.093 4 .000
Block
45.093 4 .000
Step 1
Model
45.093 4 .000



Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

113
Model Summary

Step
-2 Log
likelihood
Cox & Snell
R Square
Nagelkerke R
Square
1
168.396(a) .254 .338
a Estimation terminated at iteration number 4 because parameter estimates changed by less than
.001.

Classification Table(a)


Observed Predicted

SKABIES

kontrol kasus
Percentage
Correct
Step 1 SKABIES kontrol
49 28 63.6
kasus
14 63 81.8
Overall Percentage
72.7
a The cut value is .500

Variables in the Equation
95.0% C.I.for
EXP(B)

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Lower

Upper
Step
1(a)
KTRTAHU
20.836 2 .000
KTRTAHU(1)
1.808 .450 16.103 1 .000 6.096 2.521 14.739
KTRTAHU(2)
.012 .472 .001 1 .980 1.012 .401 2.553
KTRBERSIH
-.860 .280 9.408 1 .002 .423 .244 .733
KTRBIASA
-.046 .275 .028 1 .867 .955 .557 1.636
Constant
.969 .612 2.507 1 .113 2.635
a Variable(s) entered on step 1: KTRTAHU, KTRBERSIH, KTRBIASA.
Logistic Regression
Case Processing Summary

Unweighted Cases(a)
N Percent
Included in Analysis
154 100.0
Missing Cases
0 .0
Selected Cases
Total
154 100.0
Unselected Cases
0 .0
Total
154 100.0
a If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.






Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

114
Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value
kontrol
0
kasus
1

Categorical Variables Codings

Frequency Parameter coding

(1) (2)
KTRBERSIH kurang
64 1.000
sedang
50 .000
baik
40 .000
KTRTAHU kurang
61 1.000
sedang
42 .000
baik
51 .000

Block 0: Beginning Block
Classification Table(a,b)

Predicted
SKABIES
Observed
kontrol kasus
Percentage
Correct
Step 0 SKABIES kontrol
0 77 .0
kasus
0 77 100.0
Overall Percentage
50.0
a Constant is included in the model.
b The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant
.000 .161 .000 1 1.000 1.000

Variables not in the Equation

Score df Sig.
KTRTAHU
29.598 2 .000
KTRTAHU(1)
29.562 1 .000
KTRTAHU(2)
6.417 1 .011
KTRBERSIH
22.350 2 .000
KTRBERSIH(1)
20.961 1 .000
Variables
KTRBERSIH(2)
2.962 1 .085
Step 0
Overall Statistics
42.434 4 .000


Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

115
Block 1: Method = Enter
Omnibus Tests of Model Coefficients


Chi-square df Sig.
Step
46.661 4 .000
Block
46.661 4 .000
Step 1
Model
46.661 4 .000

Model Summary

Step
-2 Log
likelihood
Cox & Snell
R Square
Nagelkerke R
Square
1
166.829(a) .261 .349
a Estimation terminated at iteration number 4 because parameter estimates changed by less than
001.

Classification Table(a)


Observed Predicted

SKABIES

kontrol kasus
Percentage
Correct
Step 1 SKABIES kontrol
49 28 63.6
kasus
13 64 83.1
Overall Percentage
73.4
a The cut value is .500


Variables in the Equation
95.0% C.I.for
EXP(B)

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Lower
a Variable(s) entered on step 1: KTRTAHU, KTRBERSIH
Upper
Step
1(a)
KTRTAHU
21.180 2 .000
KTRTAHU(1)
1.846 .454 16.521 1 .000 6.336 2.601 15.434
KTRTAHU(2)
.021 .474 .002 1 .965 1.021 .403 2.583
KTRBERSIH
14.805 2 .001
KTRBERSIH(1)
1.664 .486 11.708 1 .001 5.280 2.036 13.695
KTRBERSIH(2)
.326 .499 .427 1 .514 1.386 .521 3.687
Constant
-1.495 .452 10.932 1 .001 .224
Muzakir : Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten..., 2008
USU e-Repository 2008

Anda mungkin juga menyukai