Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS

BELLS PALSY Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Salah Satu Syarat Dalam Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Penyakit Syaraf Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang

Disusun oleh: Lina Fathonah H2A009029

Pembimbing: dr. Istiqomah, Sp.S

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG SEMARANG 2013

STATUS MAHASISWA KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SYARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TUGUREJO SEMARANG Kasus Nama Mahasiswa NIM I. : BELLS PALSY : Lina Fathonah : H2A009029 IDENTITAS PENDERITA Nama : Ny. S Umur Jenis Kelamin Status Pendidikan Agama Pekerjaan Alamat No CM Dirawat di ruang Tanggal masuk RS : 50 Tahun : Perempuan : Menikah : SMA : Islam : Ibu Rumah Tangga : Margosari RT 02/1 Limbangan, Kendal : 34 70 39 : Kenanga 4B : 8 Desember 2013

Semarang, 11 Desember 2013 Pembimbing Klinis

dr. Istiqomah, Sp.S

II.

DAFTAR MASALAH Masalah Aktif 1. Paresis N. VII Dextra perifer 2. Hipertensi Grade I Masalah Pasif -

III.

PEMERIKSAAN SUBYEKTIF ANAMNESIS Diperoleh dari Autoanamnesa dengan pasien pada hari selasa tanggal 3 Desember 2013 di bangsal Anggrek. 1. Keluhan utama : Lumpuh separuh wajah sebelah kanan.

2. Riwayat Penyakit Sekarang Onset : 2 hari SMRS saat bangun tidur pasien mengaca dan tiba-tiba melihat mulut mencong ke sebelah kiri dan kelopak mata sebelah kanan tidak dapat menutup sempurna. Lokasi : Wajah sebelah kanan.

Kualitas

: Kelopak mata sebelah kanan tidak dapat menutup sempurna dan bibir sebelah kanan tidak dapat digerakkan.

Kuantitas

: Wajah sebelah kanan tidak dapat digerakkan, dan pasien masih mampu dalam melakukan ADL.

Kronologis

2 hari SMRS saat pasien bangun tidur dan mengaca tiba-tiba melihat mulut mencong ke sebelah kiri, kelopak mata sebelah kanan tidak dapat menutup sempurna dan alis mata serta dahi sulit diangkat. Sebelum adanya keluhan pasien sering mengendarai sepeda motor tidak menutup kaca helm. 1 hari SMRS pasien memeriksakan diri ke klinik 24 jam dekat rumah karena takut terkena stroke. Dari klinik 24 jam pasien dirujuk ke RSUD Tugurejo untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.

Faktor yang memperberat Faktor yang memperingan

::-

3. Gejala penyerta

: Keluhan lain seperti mual (-), muntah (-), kejang (-), gangguan penglihatan(-), penglihatan ganda (-), gangguan pengecapan(-), lidah terasa kering(-), gangguan pendengaran (-), bunyi berdenging(-),bicara pelo(-),

kelemahan anggota gerak sesisi (-), dan mengompol (-). 4. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat sakit serupa Riwayat Hipertensi Riwayat Diabetes Melitus Riwayat trauma kepala Riwayat stroke : disangkal : diakui : disangkal :disangkal :disangkal

Riwayat sakit karena infeksi(batuk, pilek, herpez zoster atau herpez simplek) :disangkal

5. Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan atau sakit yang serupa Riwayat hipertensi Riwayat Diabetes Melitus :disangkal : disangkal

6. Riwayat Sosial Ekonomi Pasien seorang ibu rumah tangga dan suaminya bekerja sebagai guru SD. Biaya perawatan rumah sakit di tanggung oleh ASKES Wajib. Kesan ekonomi cukup. IV. PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan dilakukan tanggal 10 Desember 2013 pukul 18.00

Keadaan umum : Baik BB TB Status gizi Vital sign TD Nadi RR T Status Internus Thorax Cor Inspeksi Palpasi : ictus cordis tidak terlihat : ictus cordis teraba namun tidak kuat angkat, thrill (-), pulsus epigastrium (-), pulsus parasternal (-), sternal lift (-) Perkusi - batas atas : : ICS II lin.parasternal sinistra : 140/90 mmHg : 86 kali/menit : 18 : 36,4oC : 49 : 157 : normal (19.87)

- pinggang jantung : ICS III parasternal sinsitra - batas kanan bawah : ICS V lin.sternalis dextra. - bataskiri bawah : ICS VI2 cm ke arah medial midclavikula sinistra konfigurasi jantung Normal Auskultasi : reguler

Suara jantung murni : SI,SII (normal) reguler. Suara jantung tambahan gallop (-), murmur (-) SIII (-), SIV () Pulmo Inspeksi :Bentuk dada dan gerak nafas simetris saat statis dan dinamis. Palpasi :NT (-), massa (-), gerak nafas teraba simetris saat statis dandinamis, vokal fremitus normal Perkusi Auskultasi Abdomen Inspeksi : Permukaan datar, warna sama seperti kulit di sekitar, ikterik (-) Auskultasi Perkusi : Bising usus (+) normal : timpani seluruh regio abdomen, ascites (-), Tidak terdapat nyeri ketok ginjal dextra/sinistra Palpasi : nyeri tekan epigastrum (-), hepar tidak nyeri tekan, konsistensi normal, tidak ada massa, permukaan halus. Lien dan ginjal tidak teraba. Ekstremitas : Ekstremitas Sianosis Superior -/Inferior -/:Sonor pada kedua hemithorax. : Vesikular simetris pada kedua hemithorax, Rh -/-, Wh -/-

Akral dingin Oedem Capillary refill

+/+ -/< 2 detik

+/+ -/< 2 detik

Status Neurologik Kesadaran Kuantitatif Kualitatif : compos mentis : GCS 15, (E4 V5 M6) : tingkah laku : sesuai mood Perasaan hati : baik Orientasi : tempat Waktu Orang Jalan pikiran Kecerdasan Daya ingat baru daya ingat lama Kemampuan bicara Sikap tubuh Cara berjalan Gerakan abnormal Kepala Mata : baik : baik : baik : baik : baik tidak ada disorientasi : baik : baik : tidak ada : bentuk mesosefal, nyeri tekan (-) : konjungtiva anemis (-)/(-) , Sklera Ikterik(-)/(-) , reflek cahaya (+)/(+), edem palpebra (-)/(-), pupil isokor 2,5 mm/2,5 mm Hidung Telinga : nafas cuping (-) , deformitas (-) , secret (-) : serumen ( -) , nyeri mastoid (-) , nyeri tragus (-) : baik : baik : baik

Mulut Leher

: lembab (-) , sianosis (-) : pembesaran limfonodi (-)/(-), pembesaran tiroid (-)/(), JVP N/N, Deviasi (-), gerakan (N), kaku kuduk (-), Pulsasi teraba (N), bising karotis (-)/(-), Bising subklavia (-/-).

Nervi Cranialis N I. (OLFAKTORIUS) Daya pembau N II. (OPTIKUS) Kanan Daya penglihatan Pengenalan warna Medan penglihatan baik (+) = pemeriksa Kanan Fundus okuli Pupil tidak dilakukan isokor R.cahaya (+) Retina Perdarahan N III. (OKULOMOTORIUS) Kanan Ptosis Gerak mata ke atas Gerak mata ke bawah Gerak mata media Ukuran pupil Bentuk pupil Reflek cahaya langsung (-) (+)N N N 2,5 mm bulat (+) kiri (-) (+)N N N 2,5 mm bulat (+) tidak diperiksa (-) Kiri baik (+) = pemeriksa Kiri tidak dilakukan isokor R.cahaya (+) tidak diperiksa (-) : normosmia/ normosmia

Reflek cahaya konsensual R. akomodasi Strabismus divergen Diplopia N IV. (TROKHLEARIS)

(+) (+) (-) (-)

(+) (+) (-) (-)

Kanan Gerak mata lateral bawah Strabismus konvergen Diplopia N V. (TRIGEMINUS) Kanan Reflek kornea Menggigit Membuka mulut Sensibilitas muka atas Sensibilitas muka tengah Sensibilitas muka bawah Reflek bersin Reflek masseter Reflek zigomatikus Trismus N VI. (ABDUSEN) Kanan Gerak mata ke lateral Strabismus konvergen Diplopia N VII. (FASIALIS) Kanan Mengerutkan dahi (-) Kiri (+) normal (-) (-) kiri normal (-) (-) (+) normal normal (+) (+) (+) normal normal normal (-) Kiri (+) N (-) (-)

kiri N (-) (-)

normal normal (+) (+) (+) normal normal normal (-)

Kerutan kulit dahi Mengerutkan alis Kedipan mata Menutup mata Lakrimasi Lipatan naso-labial tik fasial Sudut mulut Meringis N VIII. (AKUSTIKUS)

(-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) asimetris asimetris

(+) (+) (+) (+) (-) (+) (-) simetris simetris

Kanan Mendengar suara berbisik Mendengar detik arloji Tes Rinne Tes Weber Tes Swabach N IX. (GLOSOFARINGEUS) Kanan Sengau Daya kecap 1/3 belakang Arkus faring Tersedak Reflek muntah N X. (VAGUS) Kanan Arkus faring Daya kecap 1/3 belakang Bersuara Menelan simetris (+) (+) (+) (-) (+) simetris (-) tidak dilakukan (+) (+) tidak dilakukan tidak dilakukan tidak dilakukan

kiri (+) (+) tidak dilakukan tidak dilakukan tidak dilakukan

kiri (-) (+) simetris (-) tidak dilakukan

Kiri simetris (+) (+) (+)

N XI. (AKSESORIUS) Kanan Memalingkan kepala Mengangkat bahu Sikap bahu trofi otot bahu N XII. (HIPOGLOSUS) Kanan Menjulurkan lidah Sikap lidah (+) simetris Kiri (+) simetris (+) (+) simetris eutrofi Kiri (+) (+) simetris eutrofi

Tremor lidah Kekuatan lidah Trofi otot lidah Fasikulasi lidah Artikulasi

(-) normal (-) (-) jelas

(-) normal (-) (-) jelas

BADAN Trofi otot punggung Trofi otot dada Nyeri membungkukkan badan Palpasi dinding perut Vertebra Sensibilitas ANGGOTA GERAK ATAS Kanan Inspeksi: Drop hand (-) (-) Kiri : (-) : (-) : (-) : NT (-) : baik : dalam batas normal

Kontraktur Warna kulit Palpasi Lengan atas Lengan bawah Gerakan Kekuatan Trofi Sensibilitas Nyeri Posisi Bisep Reflek fisiologik Perluasan reflek (+)/(+) (-)/(-)

(-) sama dengan sekitar

(-) sama dengan sekitar

dbn dbn dbn 5.5.5 eutrofi (+) (+) dbn Trisep (+)/(+) (-)/(-) radius (+)/(+) (-)/(-)

dbn dbn dbn 5.5.5 eutrofi (+) (+) dbn ulna (+)/(+) (-)/(-)

ANGGOTA GERAK BAWAH Kanan Inspeksi: Warna kulit Drop foot Kontraktur Palpasi: udem Tungkai atas Kanan Gerakan Kekuatan Tonus Trofi Sensibilitas (+) 5 (+) eutrofi (+) kiri (+) 5 (+) eutrofi (+) (-) (-) Tungkai bawah kanan (+) 5 (+) eutrofi (+) kiri (+) 5 (+) eutrofi (+) kuning langsat (-) (-) kuning langsat (-) (-) Kiri

Nyeri Posisi

(+) dbn

(+) dbn Patella Kanan Kiri (+)

(+) dbn

(+) dbn Achiles

Kanan (+)

Kiri (+)

Reflek fisiologis

(+)

Kanan Reflek Patologis Babinski Chaddock Oppenheim Gordon Gonda Bing Rossolimo Mendel-Becterew klonus kaki Pemeriksaan tambahan : Tes Lasegue Tes Bragard Tes Sikard Tes Brudzinski Tes patrik Tes kontra patrik Tes Kernig Tes Hofman Trommer (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-)

Kiri

(-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-)

(-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-)

Skala Ugo Fisch Presentasi (%) Posisi - Istirahat - Mengerutkan dahu - Menutup mata - Tersenyum - Bersiul Nilai 20 10 30 30 10 0, 30, 70, 100 70 70 30 70 70 Skor 14 7 9 21 7 58 (Derajat III = kelumpuhan sedang)

KOORDINASI LANGKAH DAN KESEIMBANGAN Cara berjalan Tes Romberg Ataksia Disdiadokhokinesis Robound fenomen Nistagmus : tidak dilakukan : tidak dilakukan : tidak dilakukan : tidak dilakukan : tidak dilakukan : tidak dilakukan : tidak dilakukan

Dismetri : tes telunjuk hidung Tes telunjuk telunjuk

Tes hidung telunjuk hidung: tidak dilakukan

FUNGSI VEGETATIF Miksi : inkontinentia urin (-), retensio urin (-), anuria (-), poliuria (-) Defekasi: inkontinentia alvi (-), retensio alvi (-) RESUME Ny. S, 50 Tahun seorang ibu rumah tangga datang dengan keluhan lumpuh separuh wajah sebelah kanan. Dari hasil anamnesis didapatkan : 2 hari SMRS saat pasien bangun tidur dan mengaca tiba-tiba melihat mulut mencong ke sebelah kiri, kelopak mata sebelah kanan tidak dapat menutup sempurna dan alis mata serta dahi sulit diangkat. Sebelum adanya keluhan pasien sering mengendarai sepeda motor tidak menutup kaca helm. Keluhan lain seperti mual (-), muntah (-), kejang (-), gangguan penglihatan(-), penglihatan ganda (-), gangguan pengecapan(-), lidah terasa kering(-), gangguan pendengaran (-), bunyi berdenging(-),bicara anggota gerak sesisi (-), dan mengompol (-). Dari pemeriksaan fisik didapatkan : keadaan umum baik, kesadaran composmentis, status gizi normal, TD : 140/90, HR : 86x/menit, RR : 18 x/menit, T : 36,40C. Status internus (cor, pulmo, abdomen dan ekstremitas dalam batas normal), status neurologis (nn. Cranialis : paresis nervus VII dexstra perifer, motorik : dalam batas normal, sensibilitas : dalam batas normal, vegetatif : dalam batas normal) dan skala ugo fisch : derajat III(kelumpuhan sedang). DIAGNOSIS BANDING : -Bells Palsy - Sindrom Guillain-Barre pelo(-),kelemahan

DIAGNOSIS KERJA :

Diagnosis neurologis : Diagnosis Klinik Diagnosis Topik Diagnosis Etiologik : paresis nervus VII dextra perifer : intra chorda tympani sekitar foramen stilomastoideum : idiopatik

Diagnosis non-neurologis : Hipertensi grade II DIAGNOSIS AKHIR : Bells Palsy Hipertensi Grade I

PEMERIKSAAN PENUNJANG Usul : GD I/II PENATALAKSANAAN Bells Palsy : Medikamentosa: 1. Teapi Kausatif 2. Kortikosteroid : Prednisolon 3mg/kgBB Neurotropik : B1, B6, B12 dosis tinggi Antibiotik antiviral

Terapi simptomatik -

Non medikamentosa:

fisioterapi : pemanasan dengan infrared, stimulasi listrik, latihan otot-otot wajah dan pemijatan.

Pantau skala ugo fisch

Hipertensi Grade I Medikamentosa : Obat oral antihipertensi : Diuretik B-Bloker Angiotensin Converting Enzin Inhibitor Angiotensin Reseptor Bloker Calsium Channel Bloker Anti aldosteron

Non-medikamentosa : Life style (mengurangi konsumsi garam, olahraga teratur) Edukasi : Obat diminum teratur. Ikuti fisioterapi dan lakukan home program secara rutin. Hindari paparan angin scara statis. Diet makanan tinggi garam dan rajin berolahraga. Kontrok ke poli saraf

PROGNOSIS Death Disease Disability Discomfort : ad bonam : dubia ad bonam : ad bonam : dubia ad bonam

Dissatisfaction: dubia ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA
BELLS PALSY DEFINISI Bell's Palsy (BP) ialah suatu kelumpuhan akut n. fasialis perifer yang tidak diketahui sebabnya. Sir Charles Bell (1821) adalah orang yang pertama meneliti beberapa penderita dengan wajah asimetrik, sejak itu semua kelumpuhan n. fasialis perifer yang tidak diketahui sebabnya disebut Bell's palsy.(1,2,3)

ETIOLOGI Penyebab kelumpuhan n. fasialis perifer sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Umumnya dapat dikelompokkan sbb : o Kongenital. Anomali kongenital (sindroma Moebius) Trauma lahir (fraktur tengkorak, perdarahan intrakranial,dll.) o Didapat Trauma Penyakit tulang tengkorak (osteomielitis) Proses intrakranial (tumor, radang, perdarahan dll.) Proses di leher yang menekan daerah prosesus stilomastoideus) Infeksi tempat lain (otitis media, herpes zoster dll.)

Sindroma paralisis n. fasialis familial Faktor-faktor yang diduga berperan menyebabkan BP antara lain : sesudah bepergian jauh dengan kendaraan, tidur di tempat terbuka, tidur di lantai, hipertensi, stres, hiperkolesterolemi, diabetes mellitus, penyakit vaskuler, gangguan imunologik dan faktor genetik.(4,8)

PATOFISIOLOGI Terdapat beberapa teori yang telah dikemukakan, yaitu teori iskemik vaskuler dan teori infeksi virus, teori kombinasi. Teori iskemik vaskuler. Teori ini dikemukakan oleh Mc. Groven pada tahun 1955 yang menyatakan bahwa adanya ketidakstabilan otonomik dengan respon simpatis yang berlebihan. Hal ini menyebabkan spasme pada arteriol dan statis pada vena di bagian bawah kanalis spinalis. Teori infeksi virus. Teori ini menyatakan bahwa beberapa penyebab infeksi yang dapat ditemukan pada kasus saraf fasialis adalah otitis media, meningitis bakteri, penyakit limfe, infeksi HIV, dan lainnya. Adanya reaktivasi infeksi ini menyebabkan terjadinya reaksi inflamasi dan edema saraf fasialis, sehingga saraf terjepit dan terejadi kematian sel saraf karena sel saraf tidak mendapatkan suplai oksigen yang cukup.(10) Teori kombinasi, teori ini dikemukakan oleh Zalvan yang menyatakan bahwa kemungkinan Bells palsy disebabkan oleh suatu infeksi atau reaktivitas virus Herpes Simpleks dan merupakan reaksi imunologis sekunder atau karena proses vaskuler sehingga menyebabkan inflamasi dan penekanan saraf perifer ipsilateral.(10)

GEJALA KLINIK a. Lesi di luar foramen stylomastoideus

Mulut tertarik ke arah sisi mulut yang sehat, makanan berkumpul di antar pipi dan gusi, dan sensasi dalam (deep sensation) di wajah menghilang, lipatan kulit dahi menghilang. Apabila mata yang terkena tidak tertutup atau tidak dilindungi maka aur mata akan keluar terus menerus.(1,4) b. Lesi di canalis facialis (melibatkan chorda tympani) Gejala dan tanda klinik seperti pada lesi di luar foramen stylomastoideus, ditambah dengan hilangnya ketajaman pengecapan lidah (2/3 bagian depan) dan salivasi di sisi yang terkena berkurang. Hilangnya daya pengecapan pada lidah menunjukkan terlibatnya intermedius nerve, sekaligus menunjukkan lesi di daerah antara pons dan titik di mana chorda tympani bergabung dengan facial nerve (N.VII) di canalis facialis.(1,6) c. Lesi di canalis facialis lebih tinggi lagi (melibatkan musculus stapedius) Gejala dan tanda klinik seperti pada lesi di luar foramen stylomastoideus, lesi di canalis facialis, ditambah dengan adanya hiperakusis. d. Lesi di tempat yang lebih tinggi lagi (melibatkan ganglion genikulatum) Gejala dan tanda klinik seperti lesi di luar foramen stylomastoideus. Lesi di canalis facialis, lebih tinggi lagi disertai dengan nyeri di belakang dan di dalam liang telinga. Kasus seperti ini dapat terjadi pasca herpes di tympani membrane dan conchae. (1,5) e.Lesi di daerah meatus acusticus interna Gejala dan tanda klinik seperti lesi di luar foramen stylomastoideus, lesi di canalis facialis, lesi di canalis facialis lebih tinggi lagi, lesi di tempat yang lebih tinggi lagi, ditambah dengan tuli sebagai akibat dari terlibatnya vagus nerve (N.X).(1) f. Lesi di tempat keluarnya facial nerve (N.VII) dari pons. Gejala dan tanda klinik sama dengan di atas, disertai gejala dan tanda

terlibatnya trigeminus nerve (N.V), vagus nerve (N.X), dan kadang-kadang juga abducens nerve (N.VI), accessory nerve (N.XI), dan hypoglossal nerve (N.XII).

DIAGNOSA

Umumnya diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik adanya kelumpuhan n. fasialis perifer diikuti pemeriksaan untuk menyingkirkan penyebab lain dad kelumpuhan n. fasialis perifer (1,10) Beberapa pemeriksaan penunjang yang penting untuk menentukan letak lesi dan derajat kerusakan n. fasialis sbb:(4,17,18) 1) Uji kepekaan saraf (nerve excitability test) 2) Uji konduksi saraf (nerve conduction test) 3) Elektromiografi 4) Uji fungsi pengecap 2/3 bagian depan lidah 5) Uji Schirmer

DIAGNOSA BANDING 1. Infeksi herpes zoster pada ganglion genikulatum (Ramsay Hunt syndrom) Ramsay Hunt Syndrome (RHS) adalah infeksi saraf wajah yang disertai dengan ruam yang menyakitkan dan kelemahan otot wajah. Tanda dan gejala RHS meliputi : (1,9) Ruam merah yang menyakitkan dengan lepuh berisi cairan di gendang telinga,

saluran telinga eksternal, bagian luar telinga, atap dari mulut (langit-langit) atau lidah Kelemahan (kelumpuhan) pada sisi yang sama seperti telinga yang terkinfeksi Kesulitan menutup satu mata Sakit telinga Pendengaran berkurang Dering di telinga (tinnitus) Sebuah sensasi berputar atau bergerak (vertigo) Perubahan dalam persepsi rasa

2. Miller Fisher Syndrom Miller Fisher syndrom adalah varian dari Guillain Barre syndrom yang jarang dijumpai.Miiler Fisher syndrom atau Acute Disseminated

Encephalomyeloradiculopaty ditandai dengan trias gejala neurologis berupa

opthalmoplegi, ataksia, dan arefleksia yang kuat. Pada Miller Fisher syndrom didapatakan double vision akibat kerusakan nervus cranial yang menyebabkan kelemahan otot otot mata . Selain itu kelemahan nervus facialis menyebabkan kelemahan otot wajah tipe perifer. Kelumpuhan nervus facialis tipe perifer pada Miller Fisher syndrom menyerang otot wajah bilateral. Gejala lain bisa didapatkan rasa kebas, pusing dan mual. (1,9)

TATA LAKSANA 1) Istirahat terutama pada keadaan akut 2) Medikamentosa : Prednison : pemberian sebaiknya selekas-lekasnya terutama pada kasus BP yang secara elektrik menunjukkan denervasi. Tujuannya untuk mengurangi udem dan mempercepat reinervasi. Dosis yang dianjurkan 3 mg/kg BB/hari sampai ada perbaikan, kemudian dosis diturunkan bertahap selama 2 minggu.(2) 3) Fisioterapi Sering dikerjakan bersama-sama pemberian prednison, dapat dianjurkan pada stadium akut. Tujuan fisioterapi untuk mempertahankan tonus otot yang lumpuh. Cara yang sering digunakan yaitu : mengurut/massage otot wajah selama 5 menit pagi-sore.(7) 4) Operasi Tindakan operatif umumnya tidak dianjurkan pada anak anak karena dapat menimbulkan komplikasi lokal maupun intrakranial(8) Tindakan operatif dilakukan apabila : Tidak terdapat penyembuhan spontan Tidak terdapat perbaikan dengan pengobatan prednison

KOMPLIKASI 1. Crocodile tear phenomenon.

Yaitu keluarnya air mata pada saat penderita makan makanan. Ini timbul beberapa bulan setelah terjadi paresis dan terjadinya akibat dari regenerasi yang salah dari serabut otonom yang seharusnya ke kelenjar saliva tetapi menuju ke kelenjar lakrimalis. Lokasi lesi di sekitar ganglion genikulatum.(1,9) 2. Synkinesis Dalam hal ini otot-otot tidak dapat digerakkan satu per satu atau tersendiri. selalu timbul gerakan bersama. Misal bila pasien disuruh memejamkan mata, maka akan timbul gerakan (involunter) elevasi sudut mulut,kontraksi platisma, atau berkerutnya dahi. Penyebabnya adalah innervasi yang salah, serabut saraf yang mengalami regenerasi bersambung dengan serabut-serabut otot yang salah.(2,4) 3. Tic Facialis sampai Hemifacial Spasme Timbul kedutan pada wajah (otot wajah bergerak secara spontan dan tidak terkendali) dan juga spasme otot wajah, biasanya ringan. Pada stadium awal hanya mengenai satu sisi wajah saja, tetapi kemudian dapat mengenai pada sisi lainnya. Kelelahan dan kelainan psikis dapat memperberat spasme ini. Komplikasi ini terjadi bila penyembuhan tidak sempurna, yang timbul dalam beberapa bulan atau 1-2 tahun kemudian.(2,5)

PROGNOSIS Penderita Bells Palsy dapat sembuh total atau meninggalkan gejala sisa. Faktor resiko yang memperburuk prognosis Bells palsy adalah (2,6) : Usia di atas 60 tahun Paralisis komplit Menurunnya fungsi pengecapan atau aliran saliva pada sisi yang lumpuh Nyeri pada bagian belakang telinga Berkurangnya air mata.

Pada umumnya prognosis Bells palsy baik yaitu sekitar 80-90% penderita sembuh dalam waktu 6 minggu sampai tiga bulan tiga bulan tanpa ada kecacatan. Penderita yang berumur 60 tahun atau lebih, mempunyai peluang 40% sembuh total dan beresiko tinggi meninggalkan gejala sisa. Penderita yang

berusia 30 tahun atau kurang, hanya punya perbedaan peluang 10-15% antara sembuh total dengan meninggalkan gejala sisa. Jika tidak sembuh dalam waktu 4 bulan, maka penderita cenderung meninggalkan gejala sisa, yaitu sinkinesis, crocodile, tears dan kadang spasme hemifasial.

HIPERTENSI DEFINISI Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah penyakit yang terjadi akibat meningkatnya tekanan darah. Hipertensi digolongkan menjadi dua jenis yaitu hipertensi primer atau essensial yang penyebabnya tidak diketahui dan hipertensi sekunder yang disebabkan oleh penyakit ginjal, penyakit endokrin, penyakit jantung, gangguan anak ginjal, dll. Tekanan darah adalah tekanan yang dikenakan oleh darah pada pembuluh darah arteri ketika darah dipompa oleh jantung ke seluruh anggota tubuh.(11) KOMPLIKASI Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan meningkatnya resiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal. Tanpa melihat usia atau jenis kelamin ,semua orang bisa terkena hipertensi dan biasanya tanpa ada gejala-gejala sebelumnya. Hipertensi sering kali tidak menimbulkan gejala, sementara tekanan darah yang terus menerus tinggi dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan komplikasi.

Target kerusakan organ akibat Hipertensi antara lain: Otak : menyebabkan stroke Mata : menyebabkan retinopati hipertensi dan dapat menimbulkan kebutaaN Jantung : menyebabkan penyakit jantung koroner (termasuk infark jantung), gagal jantung Ginjal : menyebabkan penyakit ginjal kronik, gagal ginjal terminal.

KLASIFIKASI Menurut JNC VII sebagai berikut: Normal apabila tekanan sistolik di bawah 120 mmHg dan tekanan diastolik di bawah 80 mmHg. Prehipertensi apabila tekanan sistolik antara 120-139 mmHg dan diastolik antara 8089 mmHg. Hipertensi stadium 1 apabila tekanan sistolik antara 140-159 mmHg dan tekanan diastolik antara 90-99 mmHg. Hipertensi stdium II apabila tekanan sistolik di atas atau sama dengan 160 mmHg dan tekanan diastolik diatas atau sama dengan 100 mmHg.

PENATALAKSANAAN Obat-obatan yang sering diberikan oleh dokter adalah: Diuretik, misalnya: furosemid, HCT.

Beta-blocker,misalnya : propanolol, bisoprolol, metoprolol, atenolol dll ACE-inhibitor, misalnya : captopril, ramipril, imidapril, enalapril dll Receptor Angiotensin II antagonist, misalnya : candesartan, irbesartan, valsartan, losartan dll

Calcium antagonist, misalnya : amlodipin, felodipin, verapamil,nifedipin dll Aldosteron antagonist Centrally acting drug, misalnya reserpin.(11)

DAFTAR PUSTAKA
1. Djamil Y, A Basjiruddin. Paralisis Bell. Dalam: Harsono, ed. Kapita selekta neurologi; Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.2009. hal 297-300 2. Dr P Nara, Dr Sukardi, Bells Palsy, http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/sPalsy-html 3. Danette C Taylor, DO, MS. 2011, Bell Palsy, http://emedicine.medscape.com/ article/1146903-overview#a0156 4. Annsilva, 2010, Bells Palsy, http://annsilva.wordpress.com/2010/04/04/bellspalsy-case-report/ 5. 6. 7. Lumbantobing. 2007.Neurologi Klinik.Jakarta: Universitas Indonesia. Irga, 2009, Bells Palsy, http://www.irwanashari.com/260/bells-palsy.html Weiner HL, Levitt LP. Ataksia. Wita JS, editor. Buku Saku Neurologi. Ed 5. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2001. Hal. 174 8. Nurdin, Moslem Hendra, 2010, Bell Palsy, http://coolhendra.blogspot.com/2010.blogspot.com/2010/08/bell-palsy.html9. 9. Sabirin J. Bells Palsy. Dalam : Hadinoto dkk. Gangguan Gerak. Cetakan I. Semarang : Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, 1990 : 171-81 2

10. Sidharta P. Tata Pemeriksaan Klinis dalam Neurologi. Edisi ke-2. Jakarta : Dian Rakyat, 1985 : 311-17 11. Laura, 2010, Hipertensi, http://praktekku.blogspot.com/2009/02/hipertensi.html

Anda mungkin juga menyukai