Anda di halaman 1dari 23

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang Jamur yang bisa menyebabkan penyakit pada manusia antara lain adalah dermatofita (dermatophyte, bahasa yunani, yang berarti tumbuhan kulit) dan jamur serupa ragi candida albican, yang menyebabkan terjadinya infeksi jamur superficial pada kulit, rambut, kuku, dan selaput lendir. Jamur lainnya dapat menembus jaringan hidup dan menyebabkan infeksi dibagian dalam. Jamur yang berhasil masuk bisa tetap berada di tempat (misetoma) atau menyebabkan penyakit sistemik (misalnya, histoplasmosis).1 Insidensi mikosis superfisial sangat tinggi di Indonesia karena menyerang masyarakat luas, oleh karena itu akan dibicarakan secara luas. Yang termasuk ke dalam mikosis superfisial terbagi kepada dua yaitu kelompok dermatofitosis dan non-dermatofitosis. Istilah dermatofitosis harus dibedakan di sini dengan dermatomikosis.2 Dermatofitosis ialah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku yang disebabkan golongan jamur dermatofita.2 Penyebabnya adalah dermatofita yang mana golongan jamur ini mempunyai sifat mencerna keratin. Dermatofita termasuk kelas fungi imperfecti yang terbagi dalam genus, yaitu microsporum, trichophyton, dan epidermophyton. Selain sifat keratolitik masih banyak sifat yang sama di antara dermatofita, misalnya sifat faali, taksonomis, antigenik, kebutuhan zat makanan untuk pertumbuhannya, dan penyebab penyakit.1 Hingga kini dikenal sekitar 40 spesies dermatofita, masing-masing 2 spesies epidermophyton, 17 species microsporum, dan 21 species trichophyton. Pada tahun-tahun terakhir ditemukan bentuk sempurna (perfect stage), yang terbentuk oleh dua koloni yang berlainan jenis

kelaminnya. Adanya bentuk sempurna ini menyebabkan dermatofita dapat masuk kedalam family gymnoascaceae. Dikenal genus Nannizzia dan arthroderma yang masing-masing dihubungkan dengan genus microsporum dan tricophyton.3

B. Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui secara lebih dalam mengenai definisi, struktur anatomi, epidemiologi, etiologi, patogenesis, faktor predisposisi, gejala klinis, penegakan diagnosis, diagnosis banding, penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosis

onikomikosis.

C. Manfaat Penulisan Dapat memahami tentang onikomikosis dan hal-hal yang berkaitan dengan kejadian onikomikosis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Tinea unguium adalah kelainan kuku yang disebabkan oleh jamur dermatofita.3 Istilah tinea unguium digunakan setelah ditemukan dermatofit pada hasil sebuah kultur.4

B. Anatomi Kuku Kuku merupakan salah satu organ kulit tambahan yang mengandung lapisan tanduk yang terdapat pada ujung-ujung jari tangan dan kaki, gunanya selain membantu jari-jari untuk memegang juga digunakan sebagai cermin kecantikan. Lempeng kuku terbentuk dari sel-sel keratin yang mempunyai dua sisi berhubungan dengan udara luar dan sisi lainnya tidak. 5

Gambar 1.1 Anatomi Kuku

1. Matriks kuku Merupakan pembentuk jaringan kuku yang baru

2. Kutikel (cuticle) Merupakan penghubung dua permukaan epitel dari lipatan kulit proximal. Melindungi struktur dasar kuku (matrix germinatif) dari iritasi, alergi, bakteri/jamur patogen. 3. Lipatan kuku lateral Menutupi sisi lateral lempeng kuku 4. Lunula Dasar dari lipatan proximal. Merupakan bagian lempeng kuku yang berwarna putih di dekat akar kuku berbentuk bulan sabit,sering tertutup oleh kulit. 5. Dasar kuku (nail bed) Terdiri dari bagian epidermal dan mendasari dermis yang berhubungan dengan periosteum dari distal phalanx. Normal berwarna merah muda karena vaskularisasi yang nampak melalui lempeng kuku yang translusen. 6. Hiponikium Ruang di bawah kuku yang bebas, memisahkan lempeng kuku dan dasar kuku pada ujung distal. 7. Lempeng kuku (nail plate) Sebagai proteksi yang keras. Statis dan dengan kuat menempel pada dasar kuku. Dikelilingi tiga sisi lipatan kuku. Terbentuk dari tiga lapiasn horisontal: lamina dorsal tipis, lamina intermedit tebal, lapisan ventral dari dasar kuku. Kerasnya lempeng kuku karena high sulfur matrix protein.5 8. Sisi bebas

Gambar 1.2 Anatomi Kuku

C. Epidemiologi Perkembangan baru-baru ini infeksi jamur di Amerika Serikat dapat dilacak ke imigrasi dermatofita besar, terutama Trichophyton rubrum, dari Afrika Barat dan Asia Tenggara ke Amerika Utara dan Eropa. Insiden onikomikosis telah dilaporkan 2-13% di multicenter North America.Sebuah survei di Kanada menunjukkan prevalensi 6,5% onikomikosis.

Onikomikosis mempengaruhi setengah dari semua gangguan kuku, dan onikomikosis adalah penyakit kuku yang paling umum pada orang dewasa. Kuku kaki jauh lebih mungkin terinfeksi daripada kuku. 30 % pasien dengan infeksi jamur kulit juga memiliki onikomikosis. Insiden

onikomikosis semakin meningkat, karena faktor-faktor seperti diabetes, imunosupresi, dan peningkatan umur. Studi di Kerajaan Inggris, Spanyol, dan Finlandia menemukan tingkat prevalensi onikomikosis meningkat menjadi 3-8%. 2 Onikomikosis mempengaruhi orang dari semua ras. Onikomikosis mempengaruhi laki-laki lebih sering daripada perempuan. Namun, infeksi Candida lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan pada laki-laki.

Penelitian menunjukkan bahwa orang dewasa adalah 30 kali lebih mungkin untuk memiliki onikomikosis daripada anak-anak. Onikomikosis telah dilaporkan terjadi pada 2,6% anak-anak muda dari 18 tahun, tetapi sebanyak 90% dari orang tua. 2 Jamur bisa diperoleh melalui hubungan dengan orang yang terinfeksi atau berhubungan dengan permukaan seperti lantai kamar mandi dimana jamur tersebut ada. Orang yang lebih tua, orang yang menderita diabetes, dan orang yang sedikit sirkulasi pada kakinya yang terutama mudah terinfeksi jamur. 2,3

D. Etiologi Dermatofita adalah jamur yang paling sering menyebabkan

onikomikosis di negara-negara barat beriklim. Dermatofita terbagi dalam 3 genus, yaitu Microsporon, Epidermophyton dan Trichophyton.

Trichophyton rubrum menyebabkan sekitar 70% kasus dan Trichophyton mentagrophytes 20% dari semua kasus. Dermatofita lain yang mungkin terlibat adalah Trichophyton interdigitale, Epidermophyton floccosum, Trichophyton violaceum, Microsporum gypseum, Trichophyton tonsurans, Trichophyton soudanense (dianggap oleh sebagian orang Afrika varian T. rubrum daripada spesies penuh) dan Trichophyton verrucosum. 3 Sementara itu, Candida dan jamur non-dermatofita lebih sering terlibat di daerah tropis dan subtropis dengan iklim panas dan lembab. Onikomikosis nondermatofita disebabkan oleh jamur (Fusarium spesies, Scopulariopsis brevicaulis, Aspergillus spesies) menjadi lebih umum di seluruh dunia, jumlahnya hingga 15% dari kasus di beberapa negara. Onikomikosis akibat Candida adalah jarang. 2,3

E. Patogenesis Patogenesis onikomikosis tergantung pada subtipe klinis. Dalam onikomikosis subungual distal dan lateral, bentuk yang paling umum dari onikomikosis, jamur menyebar dari plantar kulit dan menyerang melalui hiponikium kuku. Peradangan yang terjadi pada bagian kuku ini

menyebabkan tanda-tanda fisik onikomikosis subungual distal dan lateral yang khas. Onikomikosis superfisial putih jarang terjadi, disebabkan oleh invasi langsung dari permukaan lempeng kuku. Pada onikomikosis subungual proksimal jamur menembus melalui matriks kuku-kuku proksimal dan menginvasi sebagian lempeng kuku proksimal dalam. Endonyx onikomikosis adalah varian dari onikomikosis subungual distal dan lateral di mana jamur menginfeksi melalui kulit dan langsung menyerang lempeng kuku.3,4 Invasi kuku oleh Candida tidak umum terjadi karena jamur membutuhkan respon imun yang menurun sebagai faktor predisposisi untuk dapat menembus kuku. Meskipun Candida sering terdapat pada lipat kuku proksimal atau ruang subungual pada pasien dengan paronikia kronis atau onikolisis, pada pasien infeksi Candida hanya terjadi sekunder. Pada mukokutan kandidiasis kronis, jamur menginfeksi lempeng kuku (nail plate) dan akhirnya lempeng kuku proksimal dan lateral lipatan kuku.2

F. Faktor Predisposisi Faktor predisposisi yang memudahkan terjadinya onikomikosis yaitu kelembaban, oklusi, trauma berulang pada kuku serta penurunan imunitas. Gaya hidup tertentu misalnya penggunaan kaos kaki dan sepatu tertutup terus menerus, olahraga berlebihan, penggunaan tempat mandi umum, akan memudahkan mendapat onikomikosis. Penurunan imunitas dapat terjadi pada orangtua, pasien immunocompromised, penggunaan obat

imunosupresan dan antibiotik jangka panjang. Pada anak-anak onikomikosis jarang ditemukan, kemungkinan dihubungkan dengan pajanan terhadap penyebab relatif jarang, pertumbuhan kuku yang lebih cepat, dan prevalensi tinea pedis yang rendah.6

G. Gejala Klinis Onikomikosis biasanya asimtomatik, karena itu, pasien biasanya pertama kali hadir untuk alasan kecantikan fisik tanpa keluhan. Ketika

penyakit berkembang, onikomikosis dapat mengganggu aktivitas berdiri, berjalan, dan berolahraga. Pasien dapat mengeluh parestesia, nyeri, ketidaknyamanan, dan kehilangan ketangkasan. Mereka juga dapat melaporkan kehilangan harga diri dan kurangnya interaksi sosial. Anamnesis yang cermat dapat mengungkapkan banyak faktor-faktor risiko lingkungan dan pekerjaan. 2 Kuku yang terinfeksi memiliki bentuk yang tidak normal tetapi tidak gatal atau terasa sakit sekali. Infeksi ringan hanya memberikan sedikit gejala atau bahkan tidak menimbulkan gejala. Pada infeksi yang lebih berat, kuku tampak keputihan, menebal dan terlepas dari dasar kuku. Biasanya sisa-sisa peradangan terkumpul dibawah ujung kuku. 4 Pada onikomikosis yang disebabkan dermatofita, yakni tinea unguium, gambaran tersering adalah distrofi dan debris pada kuku subungual distal. Sedangkan yang disebabkan kandida sering didahului oleh paronikia atau peradangan jaringan sekeliling kuku yang kronik akibat pekerjaan basah atau iritasi kronik. 1 Ada empat jenis onikomikosis yang dibedakan berdasarkan gambaran klinis dan juga menandai rute invasi jamur : a. Onikomikosis subungual distal dan lateral (OSDL)

Gambar 1.3 Onikomikosis subungual distal dan lateral : hiperkeratosis subungual, onikolisis dan alur

Onikomikosis subungual distal dan lateral adalah bentuk yang paling umum dari tinea unguium, biasanya disebabkan oleh Trichophyton rubrum. Bentuk ini mulai dari tepi distal atau distolateral. Proses ini menjalar ke proksimal dan di bawah kuku terbentuk sisa kuku yang hancur.
2,3

Jamur menyerang dasar kuku di bawah lempeng

kuku melalui hiponikium dan bergerak ke arah proksimal. Kulit telapak kaki dan tangan merupakan lokasi infeksi primer. Invasi juga dapat dimulai dari lateral. 5 Dalam onikomikosis subungual distal dan lateral, kuku menunjukkan hiperkeratosis subungual dan onikolisis, yang biasanya berwarna kuning-putih. Coretan kuning dan atau daerah onikolitik kuning di bagian tengah lempeng kuku yang umumnya diamati. 2,3 b. Onikomikosis superfisial putih (OSPT)

Gambar 1.4 Onikomikosis superfisial putih

Disebabkan oleh invasi jamur ke lapisan superfisial lempeng kuku yang membentuk "pulau-pulau putih" di lempeng.
2,3

Terjadi bila jamur

menginvasi langsung lapisan superfisial lempeng kuku. 5 Kuku menjadi kasar dan runtuh dengan mudah. Jumlahnya hanya 10 % dari kasus onikomikosis. 2,3 Penyebab tersering adalah T. mentagrophytes. 5

c. Onikomikosis subungual proksimal (OSP)

Gambar 1.5 Onikomikosis subungual proksimal :leukonikia proksimal

Infeksi dimulai dari lipatan kuku proksimal melalui kutikula dan masuk ke kuku yang baru terbentuk, selanjutnya bergerak ke arah distal.5 Muncul daerah leukonikia di lempeng kuku proksimal yang bergerak distal dengan pertumbuhan kuku. Ini adalah bentuk umum tinea unguium pada orang sehat tapi ditemukan lebih banyak pada pasien immunocompromised. 2,3 d. Onikomikosis kandida (OK)

Gambar 1.6 Onikomikosis kandida pada pasien dengan kandidiasis mukokutaneous kronis. Onikomikosis total dan paronikia.

10

Spesies Candida menyerang kuku biasanya terjadi pada orang yang sering membenamkan tangan mereka di dalam air. Dapat terjadi pada pasien immunocompromised, dan pada orang dengan kandidiasis mukokutan kronis. 2,3 Infeksi dapat dibedakan menjadi 3 kategori yaitu : (1) Dimulai sebagai paronikia yang kemudian menginvasi matriks kuku sehingga memberikan gambaran klinis depresi transversal kuku sehingga kuku menjadi cekung, kasar, dan akhirnya distrofi. (2) Pada kandidiasis mukokutan kronis, kandida langsung menginvasi lempeng kuku sehingga baru pada stadium lanjut tampak sebagai pembengkakan lipat kuku proksimal dan lateral yang membentuk gambaran

pseudoclubbing atau chicken drumstick. (3) Invasi pada kuku yang telah onikolisis, terutama pada tangan, tampak sebagai hiperkeratosis subungual dengan massa abu-abu kekuningan di bawahnya.4 Pada keadaan lanjut keempat tipe tersebut akan menunjukkan gambaran distrofik total. 5 Baran (1998) menambahkan 1 tipe lagi yakni onikomikosis endoniks, yang merupakan invasi langsung pada permukaan kuku sekaligus penetrasi ke lapisan dalam kuku, yang ditandai pelepasan lamelar. Umumnya disebabkan organisme yang menyebabkan tinea kapitis endotriks.5

E. Penegakan Diagnosi Untuk mendiagnosis Onikomikosis (tinea unguium) selain dari gejala klinis juga dapat menggunakan pemeriksaan mikroskopik, kultur, dan histopatologi.6 Oleh karena onikomikosis bertanggung jawab besar pada distropi kuku, maka pemeriksaan dengan laboratorium sangat membantu sebelum memberikan pengobatan anti jamur. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan KOH, hisopatologi, dan kultur jamur.7

11

Pemeriksaan mikologik untuk membantu menegakkan diagnosis terdiri atas pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan. Pada pemeriksaan mikologik untuk mendapatkan jamur diperlukan bahan klinis, yang dapat berupa kerokan kulit, rambut dan kuku. Bahan pemeriksaan mikologik diambil dan dikumpulkan terlebih dahulu di tempat kelainan dan dibersihkan dengan spiritus 70% lalu untuk kuku bahan diambil dari permukaan kuku yang sakit dan dipotong sedalam-dalamnya sehingga mengenai seluruh tebal kuku, bahan di bawah kuku diambil pula.8,13 a. Mikroskopi Langsung (Direct Microscopy) Pemeriksaan mikroskopik langsung pada sampel kuku untuk konfirmasi diagnosis. Materi keratinaseous dari kerokan kuku

ditempatkan pada kaca slide, ditutupi dengan kaca penutup, disuspensikan dengan larutan KOH lalu dipanaskan dengan hati-hati, KOH membantu melarutkan jaringan epitel. Penambahan dimethyl sulfoxide dan atau tinta Parker Quink pada larutan KOH dapat memudahkan identifikasi elemen jamur. Identifikasi spesifik untuk patogen biasanya sulit dengan mikroskopik, tetapi pada banyak kasus, ragi dapat dibedakan dengan dermatofita dari morfologinya.7 Gambaran mikroskopik jamur dermatofita 1. Trichophyton mentagrophytes

12

Koloni : putih hingga krem dengan permukaaan seperti tumpukan kapas pada PDA, tidak muncul pigmen.8,9 Gambaran mikroskopik : mikrokonidia yang bergerombol, bentuk cerutu yang jarang, terkadang hifa spiral.8,9

2. Trichophyton rubrum

Koloni : putih bertumpuk di tengah dan berwarna merah marun pada tepinya. 8,9 Gambaran mikroskopik : beberapa mikrokonidia berbentuk air mata, sedikit makrokonidia berbentuk pensil.8,9

13

3. Epidermophyton floccosum

Koloni : seperti bulu datar dengan lipatan sentral dan warna kuning kehijauan, kuning kecoklatan.8,9 Gambaran mikroskopik : tidak ada mikrokonidia, beberapa dinding tipis dan tebal. Makrokonidia berbentuk ganda. 8,9 b. Kultur Jamur Tujuan pemeriksaan biakan ialah identifikasi spesies jamur penyebab, membantu keperluan pengobatan, membantu prognosis penyakit dan untuk keperluan studi epidemiologi.10 Cara pemeriksaan yaitu pembiakan dilakukan dalam media agar sabouroud atau modifikasinya pada suhu kamar 25-30C kemudian sekitar 5 hari baru tampak adana pertumbuhan dan 1 minggu lagi baru terlihat jelas karakteristiknya. Selama pertumbuhan ini harus diperhatikan ada tidaknya warna yang dibentuk in verso atau in recto, ada tidaknya hifa aereal yang seperti kapas, beludru, bubuk, dan lain-lain. Juga bentuknya menonjol seperti gunung kecil dengan batas yang tajam, ireguler dengan permukaan yang licin seperti tetesan lilin. Pemeriksaan biakan sebaiknya dilakukan tidak terlalu lama setelah diperkirakan ada pertumbuhan sifatsifat khusus jamur tersebut. Untuk dermatofit tenggang waktunya 3

14

minggu setelah penanaman. Bila terlalu lama, golongan jamur ini akan terjadi pleomorfik, dimana tanda-tanda khasnya akan hilang. 10 c. Pemeriksaan Histopatologi Dilakukan jika hasil pemeriksaan KOH ditemukan negatif. Pewarnaan PAS digunakan untuk mendeteksi jamur pada kuku.7 Hifa dapat ditemukan melekat diantara lamina kuku paralel hingga kelapisan dasar, dengan predileksi bagian ventral kuku dan bantalan kuku bagian stratum korneum. Bagian epidermis menunjukkan spongiosis dan fokal parakeratosis, dan minimal inflamasi respon dermis.9

F. Diagnosis Banding 1. Psoriasis Kuku Psoriasis ini ditandai dengan lubang, (salmon) atau bercak yang berminyak, onikolisis dan distrofi kuku. Lubang ini mulai berkembang dari lesi psoriasis yang ada pada proksimal matriks kuku. Kedalaman dan durasi lubang mencerminkan keparahan dari psoriasis pada kuku. Pada kuku terdapat reaksi inflamasi terutama infiltrat limfosit pada dermis atas dengan kapiler yang melebar, spongiosis dengan eksositosik limfositik, dan parakeratosis yang mengandung neutrofil tunggal.11

Gambar 1.7 Psoriasis Kuku 2. Paronikia Paronikia adalah inflamasi yang mengenai lipatan kulit disekitar kuku. Paronikia ditandai dengan pembengkakan jaringan yang nyeri dan bernanah. Bila infeksi berlangsung kronik maka terdapat celah horizontal pada dasar

15

kuku. Biasanya mengenai 1-3 jari terutama jari telunjuk dan jari tengah. Penyebab terjadinya paronikia ini adalah akibat trauma yang kemudian terjadi pemisahan antara lempeng kuku dari eponikium, celah ini kemudian terkontaminasi oleh piogenik atau jamur. Piogen yang tersering tersering

adalah Staphylococcus atau Pseudomonas sedangkan adalah Candida albican.10 3. Liken planus kuku

jamur

Liken planus pada kuku dapat timbul tanpa kelainan kuku. Perubahan pada kuku berupa belahan longitudinal, lipatan kuku yang menggelembung (pterigium kuku), dan kadang-kadang anonikia. Lempeng kuku menipis dan papul liken planus dapat mengenai kuku.10

Gambar 1.8 Liken Planus Kuku

G. Penatalaksanaan Pilihan terapi untuk pengobatan onikomikosis antara lain terapi paliatif, debridemen mekanik atau kimia, anti jamur topikal dan sistemik. Kombinasi variasi pengobatan lainnya. Pilihan terapi dipengaruhi oleh gambaran dan keparahan penyakit, terapi lain yang digunakan penderita, terapi yang telah digunakan sebelumnya (dan efek lain).10 Terapi antibikotik sistemik12

Griseofulvin.

16

Obat ini bersifat fungistatik yang efektif untuk jamur. Dosis yang digunakan adalah 0,5-1 g untuk orang dewasa dan 0,25-0,5 g untuk anakanak dalam sehari atau 10-25 mg/kgBB.

Ketokonazol. Obat ini bersifat fungistatik dan juga digunakan jika resisten terhadap

pemberian griseofulvin dengan dosis 200 mg/ hari selama 10-14 hari pada pagi hari setelah makan.

Flukonazol Masih jarang digunakan, baik penggunaan dosis kontinyu 100 mg per hari atau dosis mingguan 150 mg, dengan hasil bervariasi.

Itrakonazol. Obat ini juga bersifat fungistatik dan digunakan jika pada pasien tidak bisa mengkonsumsi ketokonazol akibat penyakit pada hepar dan merupakan pilihan yang paling baik dengan dosis denyut selama 3 bulan pada onikomikosis. Cara pemberiannya secara tiga tahap dengan interval 1 bulan. Setiap tahap dalam 1 minggu dosisnya 2 x 200 mg sehari dalam kapsul.

Terbinafin. Obat ini bersifat fungisidal dan dapat diberikan sebagai pengganti dari griseofulvin dengan dosis 62,5 mg 250 mg sehari tergantung berat badan selama 2-3 minggu.

Terapi topical Pada terapi topikal tersedia dalam bentuk losion dan lacquer (cat kuku). Amorolfine lacquer dilaporkan efektif dengan penggunaan selama 12 bulan. Sedangkan ciclopirox (penlac) nail lacquer adalah agen topikal (ciclopirox 80%) yang efektif digunakan selama 48 minggu.13

17

Untuk memperoleh hasil pengobatan oprimal, Effendy mengajukan pertimbangan pemilihan obat topikal atau sistemik berdasarkan tipe onikomikosis seperti dibawah ini : Tipe onikomikosis ODS derajat I ODS derajat II ODS derajat III OSPT OSP ODT Obat topikal Ya Ya Ya Ya Ya Ya Obat oral Tidak Tidak Ya Tidak Ya Ya

Keterangan : derajat I, < 30 % terkena, derajat II : < 60 % terkena, derajat III : > 60 % terkena. Debridemen Mengangkat jaringan kuku yang distropik, pasien seharusnya didebridemen setiap satu minggu. Pada onikomikosis subungual distal, hiperkeratotik harus diangkat. Pada onikomikosis superfisial putih, kuku diangkat dengan cara dikuret.14 Terapi Novel laser Telah dikemukakan terapi laser untuk mengobati onikomikosis (total distropi, proksimal subungual onikomikosis, distal subungual onikomikosis dan onikomikosis endoniks). Terapi laser dikembangkan karena terapi dengan farmakologi dianggap membutuhkan waktu yang lama. Terapi bedah laser juga mempunyai efek bakterisidal. Karena cahaya lokal laser sangat panas yang dapat membunuh mikroorganisme dan sebagai simulasi proses penyembuhan. Pada studi laser yang digunakan adalah VSP Nd:YAG 1066 nm, yang penetrasi sampai ke plat kuku, dermis dan jaringan kuku lainnya.14

18

H. Prognosis Tanpa terapi yang efektif, onikomikosis tidak dapat sembuh secara spontan. Keterlibatan yang progresif dari beberapa kuku adalah biasa. Onikomikosis subungual distal/lateral menetap setelah terapi tinea pedis dan sering menyebabkan episode berulang dermatofita epidermal pada kaki, pangkal paha, dan lokasi lain. Tinea pedis dan/atau onikomikosis

subungual distal/lateral merupakan awal untuk infeksi bakteri berulang (S. aureus, group A streptococcus), khususnya sellulitis pada tungkai bawah.7 Prevalensi pada penderita diabetes diperkirakan 33%; onikomikosis subungual distal/lateral memberikan kontribusi terhadap keparahan masalah kaki: infeksi bakteri superfisial, ulserasasi, selulitis, osteomielitis, nekrosis, amputasi. Diabetes membutuhkan intervensi dini dan harus diskrining reguler oleh dermatologis. HIV yang tidak diobati dikaitkan dengan peningkatan dermatofita. Tingkat relaps jangka panjang dengan terapi oral terbaru seperti terbinafin, atau itarconazole dilaporkan 15-21% 2 tahun setelah terapi berhasil. Penyebab kambuh atau reinfeksi: reinfeksi, inkompetensi imulogis, trauma terus menerus, penyebab tidak diketahui. Kultur mikologi dapat positif tanpa gejala klinis yang jelas. Kebersihan kaki dan kuku sangat penting: sabunbenzoyl peroxide pada saat mandi dan preparat antijamur atau ethanol/isopropyl gel.7

19

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan Onikomikosis adalah satu kelainan kuku yang disebabkan oleh infeksi jamur dematofita, ragi (yeasts) dan kapang (moulds). Tinea unguium istilah khusus untuk kelainan kuku akibat infeksi dermatofita. Etiologi yang paling sering pada tinea unguium var.

terutama Trichophyton

rubrum dan Trichophyton

mentagrophytes

interdigitable. Onikomikosis primer disebabkan oleh karena infeksi jamur pada kuku yang sehat. Probabilitas infeksi terjadi karena suplai vaskuler yang rusak, post trauma, atau gangguang persarafan. Sedangkan onikomikosis sekunder biasanya terjadi setelah tinea pedis, tinea manum, tinea corporis atau tinea capitis. Keluhan utama berupa kerusakan kuku. Kuku menjadi suram, dan rapuh, dapat dimulai dari arah distal (perimarginal) atau proksimal. Terdapat beberapa tipe tinea unguium: onikomikosis subungual distal/lateral, onikomikosis subungual proksimal, onikomikosis superfisial putih,

onikomikosis endoniks, onikomikosis distrofik total, onikomikosis kandida. Onikomikosis memerlukan pemeriksaan laboratorium sebelum

memulai terapi, karena waktu terapi yang lama, mahal, dan dosis memiliki resiko. Pemeriksaan laboratorium berupa mikroskopi langsung, kultur jamur, dan pemeriksaan histopatologi. Onikomikosis (tinea unguium) dapat didiagnosis dari gejala yang tampak dan pemeriksaan lanoratorium. Pengobatan terdiri dari pengobatan topikal dengan Amoralfine nail lacquer dan Ciclopirox (Penlac) nail lacquer. Pengobatan oral antifungi dengan terbinafin, itrakoazole, dan flukonazol. Sedangkan untuk

penggunaan griseofulvin dan ketokonazole tidak dianjurkan. Kombinasi terapi lebih efektif daripada hanya terapi oral atau topikal. Terbinafin

20

dikombinasi amorolfine.

dengan ciclopirox dapt

juga

kombinasi

terbinafin

dan

B. Saran 1. Penelitian yang berkaitan dengan onikomikosis harus diperbanyak karena dapat menambah wawasan dan kepustakaan khususnya bagi mahasiswa dan juga untuk masyarakat umum. 2. Penyusunan referat tentang onikomikosis yang lebih baik dan lebih lengkap.

21

DAFTAR PUSTAKA

1.

Leelavathi M, Tzar MN, Adawiah J. Common Microorganisms Causing Onychomycosis in Tropical Climate. Sains Malays. 2012.

2.

Husein M, Hassab-El-Naby M, Shaheen IMI, Abdo HM, El-Shafey HAM. Comparative study for the reliability of potassium hydroxide mount versus nail clipping biopsy in diagnosis of onychomycosis. The Gulf Journal of Dermatology and Venerology. 2011.

3.

Budimulja U. Mikosis. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.

4.

Hay RJ, Moore MK. Mycology. In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editors. Rooks Textbook of Dermatology. 7th ed. UK: Blackwell Publishing; 2004. Wolff K, Johnson RA. Fitzpatricks Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology. 6th ed. New York: McGraw-Hill Companies.

5.

6.

Kurniati,

CR.

Etiopatogenesis

dermatofitosis. Jurnal

Berkala

Ilmu

Kesehatan Kulit dan Kelamin. 2008. 7. Amiruddin MD. Ilmu Penyakit Kulit. Makassar: Bagian Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2003. 8. James WD, Berger TG, Elston DM. Disease Resulting from Fungi and Yeasts. Andrews Disease of The Skin : Clinical Dermatology. 10th ed. Philadelphia: Elsevier; 2006. 9. Verna S, Heffernan MP. Fungal Disease. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 7th ed. New York: McGraw-Hill Companies; 2008. 10. Haneke E. Histopathology of common nail conditions. In : Baran R, Dowber RP, Haneke E, Tosti A, Bristow I, editors. A Text Atlas of Nail Disorders. 3rd ed. London: Taylor & Francis Group; 2003.

22

11.

Kaur R, Kashyap B, Bhalla P. Onychomicosis-epidemiology, diagnosis, and management.Indian J Med Microbi. 2008.

12.

Tosti A, Baran R, Dawber RP, Haneke E. Onychomycosis and its treatment. In: Baran R, Dowber RP, Haneke E, Tosti A, Bristow I, editors. A Text Atlas of Nail Disorders. 3rd ed. London: Taylor & Francis Group; 2003. Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapin RP. Dermatology. 2nd ed: Mosby Elsevier. Kozarev J, Vizintin Z. Novel Laser Therapy in Treatment of

13. 14.

Onychomycosis. J. LAHA.2010.

23

Anda mungkin juga menyukai