HADIS/SUNNAH, DAN
PENANGGULANGANNYA
Disusun Oleh:
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadits adalah segala sesuatu yang datang dari Nabi SAW baik berupa
perkataan atau perbuatan dan atau ikrar. Hadits berkedudukan sebagai sumber
hukum Islam yang kedua setelah Al-Qur’an. Adanya hadits berfungsi sebagai
penjelas ayat-ayat Al-Qur’an.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
PEMBAHASAN
1. Arti Bahasa
1
Majma’ lughatal arabiyyah , Mu’jamul wajiz , majma’ lughatal arabiyyah 1989 hal 632
2
H. Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits, Jakarta: Bumi Aksara, 2008, hal. 27.
3
Khaalid bin mansur al Mutlaq manhaj al imam jalaluddin asy syurumi, Saudi: 2015
4
Muhammad Al Asyqar Al Utaybi , af’alu rasul wa dalaalatuha ala alhakaami assyar’iyyah
Beirut, 2003
2. Pengertian Istilah
8
Al-Hakim. Al-Mustadrak ‘ala Ash-Shahihain, (Beirut: Dar Al-Ma’rifat. T.t.), Juz
I, hal. 109-110.
9
Muhammad Musthafa Azami, Methodologi Kritik Hadits. Terj. A. Yamin.
(Jakarta: Pustaka Hidayah, 1992), hal. 42.
Dan itulah gejala-gejala ingkar as-sunnah yang timbul
dikalangan para sahabat. Sementara menjelang akhir abad kedua
hijriah muncul pula kelompok yang menolak sunnah sebagai salah
satu sumber syariat Islam, disamping ada pula yang menolak
sunnah yang bukan mutawatir saja.10
10
Muhammad Musthafa Azami, Methodologi Kritik Hadits. Terj. A. Yamin, hal,
42.
11
H. Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits, hal. 30.
12
H. Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits, hal. 30.
As-Siba’i berpendapat, bahwa pendapat Al-Khudhari Beik
lah yang lebih kuat, kerena dilihat dari segi argumentasinya sama
dengan yang diajukan oleh An-Nazhzham yang mengingkari
kepastian sunnah mutawatir. Pendapat ini menurutnya juga
didukung oleh Ibn Qutaibah dalam bukunya Ta’wil Mukhtalif Al-
Hadits yang menyebutkan kedudukan tokoh-tokoh Mu’tazilah
terhadap sunnah. Muhammad Abu Zahrah juga membenarkan
bahwa pengingkar as-sunnah tersebut dari kelompok Mu’tazilah.
Namun, bisa jadi esensi mereka adalah dari kelompok zindik dan
ekstrimis Khawarij (sebagaimana kata Abdurrahman bin Mahdi)
yang berkedok Mu’tazilah untuk mencapai tujuan tertentu.13
13
H. Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits, hal. 31.
14
H. Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits, hal. 31-32.
15
M. Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadits, hal. 214.
Ada beberapa hal yang perlu dicatat tentang ingkar as-sunnah
pada masa klasik, yaitu bahwa ingkar as-sunnah klasik kebanyakan
masih merupakan pendapat perseorangan dan hal itu muncul akibat
ketidaktahuan mereka tentang fungsi dan kedudukan sunnah dalam
Islam. Kerena itu, setelah diberi tahu tentang urgensi sunnah,
mereka akhirnya menerimanya. Sementara lokasi ingkar as-sunnah
klasik umumnya berada di Irak, khususnya Bashrah.16
16
M. Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadits, hal. 215.
Namun, sesudah kejadian fitnah tersebut, kelompok Khawaarij
menilai mayoritas sahabat Nabi SAW sudah keluar dari Islam.
Akibatnya, hadis-hadis yang diriwayatkan para sahabat sesudah
kejadian itu ditolak kelompok Khawarij.17
17
Musthafa As-Siba’i, As-Sunnah wa Makanatuha fi At-Tasyri’ Al-Islami, (Beirut:
Al-Maktab Al-Islami, 1980), Jilid I, hal. 22.
18
Muhammad Musthafa Azami, Methodologi Kritik Hadits. Terj. A. Yamin, hal.
43-44.
Arti kebahasaan dari mu’tazilah adalah “sesuatu yang
mengasingkan diri”. Sementara yang dimaksudkan di sini adalah
golongan yang mengasingkan diri dari mayoritas umat Islam
karena mereka berpendapat bahwa seorang muslim yang fasiq
(berbuat maksiat) tidak dapat disebut mukmin atau kafir. Adapun
golongan Ahlu As-Sunnah berpendapat bahwa orang muslim yang
berbuat maksiat tetap sebagai mukmin, meskipun ia berdosa.
Pendapat Mu’tazilah ini muncul pada masa Al-Hasan Al-Basri, dan
dipelopori oleh Washil bin ‘Ata (w. 131 H).
19
Musthafa As-Siba’i, As-Sunnah wa Makanatuha fi At-Tasyri’ Al-Islami, hal.
148.
hadis-hadis yang tidak dapat memberikan pengertian yang pasti
untuk dijadikan sebagai sumber syari’at Islam.
20
H. Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits, hal. 33.
21
M. Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadits, hal. 215.
22
M. Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadits, hal. 215-216.
Al-Mawdudi yang dikutip oleh Hadim Husein Ilahi Najasy
seorang guru besar Fakultas Tarbiyah Jamiah Umul Qura Tha’if,
demikian juga dikutip beberapa ahli hadis juga mengatakan, bahwa
ingkar as-sunnah lahir kembali di India, setelah kelahiran pertama
di Irak semasa klasik. Tokoh-tokohnya ialah Sayyid Ahmad Khan,
Ciraq Ali, Maulevi Aslam, Cirachburri, Ghulam Ahmad Parwes
dan Abdul Khalik Mawadah. Sayyid Ahmad Khan sebagai
penggagas sedangkan Cirag Ali dan lainnya sebagai pelanjut ide-
ide Abu Al-Hutzail pemikir ingkar as-sunnah tersebut.23
23
H. Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits, hal. 33.
24
H. Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits, hal. 33.
25
H. Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits, hal. 34.
Alasan pengingkar As-Sunnah mendapat bantahan karena meskipun
kebenaran Al-Qur’an sudah diyakini sebagai kalamullah, namun masih ada
ayat Al-Qur’an yang membutuhkan penjelasan karena belum pastinya
hukum yang terkandung. Untuk membantah argumen dari kelompok Inkar
As-Sunnah maka Abu Al Husain mengatakan, “Dalam menerima Hadits-
Hadits ahad, sebenarnya kita memakai dalil-dalil pasti yang mengharukan
untuk menerima Hadits-Hadits itu”, jadi sebenarnya kita tidak memakai
dhann (dugaan kuat), dan bagi siapa saja yang masuk dalam lingkaran inkar
sunnah maka dia telah terjerumus dalam dosa kafir akbar 26
Dalam ayat Al-Qur’an surah An-Nahl (16): ayat 44. Dari ayat tersebut
jelas bahwa Allah membebankan kepada Nabinya untuk menerangkan isi
dari Al-Qur’an. Maka suatu kekeliruan besar bagi golongan Inkar As-
Sunnah saat mereka menolak penjelasan Nabi (sunnah Nabi). Mereka juga
keliru dalam melakukan penafsiran atas ayat 38 Surat Al-An’am, sebab
Allah menyuruh kita untuk menggunakan apa-apa yang dijelaskan Nabi
SAW.
BAB III
PENUTUP
26
Nashiruddin al Bani Maushuu’ah Albanii Fil Aqidah (San’a, Markaz Nu’man
Lilbukhus Waddiraasat al Islaamiyyah 2010) juz 4 hal 210
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Majma’ Lughatal Arabiyyah , Mu’jamul Wajiz , Majma’
Lughatal arabiyyah, 1989.