Anda di halaman 1dari 0

KARYA ILMIAH

SENYAWA TERPENOIDA DAN STEROIDA





SOVIA LENNY, SSi, MSi
NIP : 132 258 139






DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2006
Sovia Lenny: Senyawa Terpenoida dan Steroida, 2006
USU Repository2006

2
KARYA ILMIAH

1. J udul Tulisan : Senyawa Terpenoida dan Steroida

2. Identitas Penulis
a. Nama : Sovia Lenny, SSi, MSi
b. NIP : 132 258 139
c. Pangkat / Gol : Penata Muda Tk I / IIIb
d. J abatan : Asisten Ahli
e. Departemen/Fak : Kimia / MIPA

3. Bidan Ilmu : Kimia Organik Bahan Alam


Medan, Mei 2006
Diketahui Oleh : Penulis
Ketua Departeman Kimia FMIPA USU



Dr. Rumondang Bulan, MS Sovia Lenny, Msi
NIP. 131 459 466 NIP. 132 258 139






Sovia Lenny: Senyawa Terpenoida dan Steroida, 2006
USU Repository2006

3
KATA PENGANTAR

Tulisan dengan judul Senyawa Terpenoida dan Steroida ditulis
dengan maksud untuk memberikan gambaran tentang betapa luasnya
ruang lingkup senyawa-senyawa metabolit sekunder terutama senyawa
terpenoida dan steroida yang baik yang berasal dari tumbuhan maupun
dari hewan yang dapat berguna bagi kehidupan manusia. Kegunaan
bahan alam mencakup sebagai bahan makanan, bahan obat-obatan,
vitamin, zat warna dan lain-lain.
Dalam tulisan ini akan disajikan suatu pengantar mengenaii
klalsifikasi, nama, sifat-sifat dan sumber alam sekaligus cara untuk
mengidentifikasi senyawa terpenoida dan steroida tersebut.
Semoga tulisan ini dapat memberi informasi dan bermanfaat bagii
para peneliti dan pembaca.











Sovia Lenny: Senyawa Terpenoida dan Steroida, 2006
USU Repository2006

4
DAFTAR ISI

Halaman
Kata Pengantar ........................................................................... i
Daftar Isi ...................................................................................... ii
Senyawa Terpenoida dan Steroida
1. Pendahuluan ........................................................................... 1
2. Terpenoida .............................................................................. 3
A. Monoterpenoid ............................................................. 8
B. Seskuiterpenoid ............................................................ 9
C. Diterpenoid .................................................................. 10
D. Triterpenoid ................................................................. 10
3. Steroida ................................................................................... 11
A. Asal Usul Steroida ....................................................... 12
B. Tata Nama Steroida .................................................... 15
C. Stereokimia Steroida ................................................. 17
Daftar Pustaka ........................................................................... 21







Sovia Lenny: Senyawa Terpenoida dan Steroida, 2006
USU Repository2006

5
SENYAWA TERPENOIDA DAN STEROIDA

1. PENDAHULUAN
Sejak abad ke-17 orang telah dapat memisahkan berbagai jenis
senyawa dari sumber-sumber organik, baik tumbuhan, hewan maupun
mikroorganisme. senyawa-senyawa tersebut misalnya asam laktat, morfin,
kuinin, mentol, kolesterol, penisilin dan sebagainya. Tidaklah berlebihan
bila dinyatakan bahwa ilmu kimia senyawa-senyawa organik yang berasal
dari organisme atau disebut juga ilmu kimia bahan alam memrupakan
bagian yang terpenting dari ilmu kimia organik.
Perkembangan ilmu kimia organik pada hakekatnya seriring
dengan usaha pemisahan dan penyelidikan bahan alam. Hal ini antara
lain disebabkan karena struktur molekul dari senyawa-senyawa yang
dihasilkan oleh organisme mempunyai variasi yang sangat luas.
Kenyataan ini dapat digunakan untuk mendalami pengetahuan mengenai
reaksi-reaksi organik dan juga untuk menguji hipotesa atau penataan
ulang molekul dan spektroskopi serapan elektron. Disamping itu, bahan
alam juga merupakan tantangan daalam penetapan struktur molekul yang
kadang kala sangat rumit seperti vitamin B
12
dan sintesa molekul tersebut
in vitro. Oleh karena itu ilmu kimia bahan alam adalah salah satu bidang
dimana banyak reaksi kimia dapat dipelajari.
Hutan tropis yang kaya dengan berbagai jenis tumbuhan adalah
merupakan sumber daya hayati dan sekaligus sebagai gudang senyawa
kimia baik berupa senyawa kimia hasil metabolisme primer yang disebut
Sovia Lenny: Senyawa Terpenoida dan Steroida, 2006
USU Repository2006

6
juga sebagai senyawa metabolit primer seperti protein, karbohidrat, lemak
yang digunakan sendiri oleh tumbuhan tersebut untuk pertumbuhannya,
maupun sebagai sumber senyawa metabolit sekunder seperti terpenoid,
steroid, kumarin, flavonoid dan alkaloid. senyawa metabolit sekunder
merupakan senyawa kimia yang umumnya mempunyai kemampuan
bioaktifitas dan berfungsi sebagai pelindung tumbuhan tersebut dari
gangguan hama penyakit untuk tumbuhan itu sendiri atau lingkungannya.
Senyawa kimia sebagai hasil metabolit sekunder atau metabolit
sekumder telah banyak digunakan sebagai zat warna, racun, aroma
makanan, obat-obatan dan sebagainya serta sangat banyak jenis tumbuh-
tumbuhan yang digunakan obat-obatan yang dikenal sebagai obat
tradisional sehingga diperlukan penelitian tentang penggunaan tumbuh-
tumbuhan berkhasiat dan mengetahui senyawa kimia yang berfungsi
sebagai obat.
Untuk mendapatkan jumlah senyawa aktif yang relatif besar dari
metabolit sekunder diperlukan tanaman yang cukup berlimpah sehingga
mengalami kesulitan dalam penyediaan tanam,an dan karena itu
diperlukan lahan untuk pengembangan tumbuhan tersebut. sehingga
usaha-usaha untuk mendapatkan metabolit tersebut terus menerus
dilakukan dan penetilitan-penelitian dengan memanfaatkan kultur jaringan
saat ini merupakan pilihan yang sangat tepat untuk dikembangkan.
Ditinjau dari sudut kimia organik, maka mempelajari senyawa kimia bahan
alam ini sangat menarik, walaupun banyak sekali yang mempunyai
struktur kimia yang rumit.
Sovia Lenny: Senyawa Terpenoida dan Steroida, 2006
USU Repository2006

7
Senyawa kimia beserta derivat-derivatnya yang bermanfaat untuk
kehidupan pada tumbuhan merupakan proses yang sangat menarik untuk
dipelajari sehingga mendorong perhatian peneliti untuk mengenal dan
mengetahui struktur senyawa dan dengan demikian melahirkan
bermacam-macam metode pemisahan dan penentuan karakterisasi
senyawa murni fitokimia untuk digunakan dalam bioassay serta pengujian
farmakologis.
Senyawa-senyawa kimia yang merupakan hasil metabolisme
sekiunder pada tumbuhan sangat beragam dan dapat diklasifikasikan
dalam beberapa golongan senyawa bahan alam yaitu terpenoid, steroid,
kumarin, flavonoid dan alkaloid.

2. TERPENOIDA
Terpenoida adalah merupakan komponen-komponen tumbuhan
yang mempunyai bau dan dapat diisolasi dari bahan nabati dengan
penyulingan disebut sebagai minyak atsiri. Minyak atsiri yang berasal dari
bunga pada awalnya dikenal dari penentuan struktur secara sederhana,
yaitu dengan perbandingan aton hidrogen dan atom karbon dari suatu
senyawa terpenoid yaitu 8 : 5 dan dengan perbandingan tersebut dapat
dikatakan bahwa senyawa tersebut adalah golongan terpenoid.
Minyak atsiri bukanlah senyawa murni akan tetapi merupakan
campuran senyawa organik yang kadangkala terdiri dari lebih dari 25
senyawa atau komponen yang berlainan. Sebagaian besar komponen
minyak atsiri adalah senyawa yang hanya mengandung karbon dan
Sovia Lenny: Senyawa Terpenoida dan Steroida, 2006
USU Repository2006

8
hidrogen atau karbon, hidrogen dan oksigen yang tidak bersifat aromatik
yang secara umum disebut terpenoid. Minyak atsiri adalah bahan yang
mudah menguap sehingga mudah dipisahkan dari bahan-bahan lain yang
terdapat dalam tumbuhan. Salah satu cara yang paling populer untuk
memisahkan minyak atsiri dari jaringan tumbuhan adalah destilasi.
Dimana, uap air dialirkan kedalam tumpukan jaringan tumbuhan sehingga
minyak atsiri tersuling bersama-sama dengan uap air. setelah
pengembunan, minyak atsiri akan membentuk lapisan yang terpisah dari
air yang selanjutnya dapat dikumpulkan.
Fraksi yang paling mudah menguap biasanya terdiri dari golongan
terpenoid yang mengandung 10 ataom karbon. Fraksi uyang mempunyai
titik didih lebih tinggi biasanya terdiri dari terpenoid yang mengandung 15
atom karbon.
Sebagian besar terpenoid mempunyai kerangka karbon yang
dibangun oleh dua atau lebih unit C-5 yang disebut unit isopren. Unit C-5
ini dinamakan demikian karena kerangka karbonnya sama seperti
senyawa isopren.

Isopren
Unit Isopren
Kepala Ekor



Sovia Lenny: Senyawa Terpenoida dan Steroida, 2006
USU Repository2006

9
Klasifikasi terpenoid ditentukan dari unit isopren atau unit C-5
penyusun senyawa tersebut. Secara umum biosintesa dari terpenoid
dengan terjadinya 3 reaksi dasar yaitu :
1. Pembentukan isopren aktif berasal dari asam asetat melalui asam
mevalonat
2. Pengganbungan kepala dan ekor dua unit isopren akan
membentuk mono-, seskui-, di-, sester- dan poli-terpenoid
3. Penggabungan ekor dan ekor dari unit C-15 atau C-20
menghasilkan triterpenoid dan steroid
Mekanisme dari tahap-tahap reaksi biosintesa terpenoid adalah
asam asetat setelah diaktifkan oleh koenzim A melakukan kondensasi
jenis Claisen menghasilkan asam asetoasetat. Senyawa yang dihasilkan
ini dengan asetil koenzim A melakukan kondensasi jenis aldol
menghasilkan rantai karbon bercabang sebagaimana ditemukan pada
asam mevalinat. reaksi-reaksi berikutnya adalah fosforilasi, eliminasi asam
fosfat dan dekarboksilasi menghasilkan Isopentenil pirofosfat (IPP) yang
selanjutnya berisomerisasi menjadi Dimetil alil pirofosfat (DMAPP) oleh
enzim isomerase. IPP sebagai unit isopren aktif bergabung secara kepala
ke ekor dengan DMAPP dan penggabungan ini merupakan langkah
pertama dari polimerisasi isopren untuk menghasilkan terpenoid.
Penggabungan ini terjadi karena serangan elektron dari ikatan
rangkap IPP terhhadap atom karbon dari DMAPP yang kekurangan
elektron diikuti oleh penyingkiran ion pirofosfat yang menghasilkan Geranil
Sovia Lenny: Senyawa Terpenoida dan Steroida, 2006
USU Repository2006

10
pirofosfat (GPP) yaitu senyawa antara bagi semua senyawa
monoterpenoid.
Penggabungan selanjutnya antara satu unit IPP dan GPP dengan
mekanisme yang sama menghasilkan Farnesil pirofosfat (FPP) yang
merupakan senyawa antara bagi semua senyawa seskuiterpenoid.
senyawa diterpenoid diturunkan dari Geranil-Geranil Pirofosffat (GGPP)
yang berasal dari kondensasi antara satu unit IPP dan GPP dengan
mekanisme yang sama.
Mekanisme biosintesa senyawa terpenoid adalah sebagai berikut :


O

CH
3
CSCoA +
O

CH
3
CSCoA
O O

CH
3
CCH
2
CScoA




OH O

CH
3
CCH
2
CScoA

CH
2
CScoA

O
OH O

CH
3
CCH
2
COH

CH
2
CH
2
OH












CH
3
CCH
2
CH
2
OPP

CH
2


CH
3
CCHCH
2
OPP

CH
3





IPP DMAPP

Sovia Lenny: Senyawa Terpenoida dan Steroida, 2006
USU Repository2006

11
OPP
OPP
+
OPP
OPP
OPP
+
Monoterpen
OPP
+
Seskuiterpen
2X
Triterpenoid
OPP
Diterpenoid
Tetraterpenoid
DMAPP
IPP


Berdasarkan mekanisme tersebut maka senyawa terpenoid dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
No J enis senyawa J umlah atom karbon Sumber
1. Monoterpenoid 10 Minyak atsiri
2. Seskuiterpenoid 15 Minyak atsiri
3. Diterpenoid 20 Resin pinus
4. Triterpenoid 30 Damar
5. Tetraterpenoid 40 Zat warna karoten
6. Politerpenoid 40 Karet alam

Sovia Lenny: Senyawa Terpenoida dan Steroida, 2006
USU Repository2006

12
A. Monoterpenoid
Monoterpenoid merupakan senyawa essence dan memiliki bau
yang spesifik yang dibangun oleh 2 unit isopren atau dengan jumlah atom
karbon 10. Lebih dari 1000 jenis senyawa monoterpenoid telah diisolasi
dari tumbuhan tingkat tinggi, binatang laut, serangga dan binatang jenis
vertebrata dan struktur senyawanya telah diketahui.
Struktur dari senyawa mono terpenoid yang telah dikenal
merupakan perbedaan dari 38 jenis kerangka yang berbeda, sedangkan
prinsip dasar penyusunannya tetap sebagai penggabungan kepala dan
ekor dari 2 unit isopren. struktur monoterpenoid dapat berupa rantai
terbuka dan tertutup atau siklik. senyawa monoterpenoid banyak
dimanfaatkan sebagai antiseptik, ekspektoran, spasmolotik dan sedatif.
Disamping itu monoterpenoid yang sudah dikenal banyak dimanfaatkan
sebagai bahan pemberi aroma makan dan parfum dan ini merupakan
senyawa komersial yang banyak diperdagangkan.
Dari segi biogenetik, perubahan geraniol nerol dan linalol dari yang
satu menjadi yang lain berlangsung sebagai akibat reaksi isomerisasi.
Ketiga alkohol ini, yang berasal dari hidrolisa geranil pirofosfat (GPP)
dapat menjadi reaksi-reaksi sekunder, misalnya dehidrasi menghasilkan
mirsen, oksidasi menjadi sitral dan oksidasi-reduksi menghasilkan
sitronelal.
Perubahan GPP in vivo menjadi senyawa-senyawa monoterpen
siklik dari segi biogenetik disebabkan oleh reaksi siklisasi yang diikuti oleh
reaksi-reaksi sekunder.
Sovia Lenny: Senyawa Terpenoida dan Steroida, 2006
USU Repository2006

13
Seperti senyawa organik bahan alam lainnya, mono terpenoida
mempunyai kerangka karbon yang banyak variasinya. Oleh karena itu
penetapan struktur merupakan salah satu bagian yang penting.
Penetapan struktur monoterpenoida mengikuti suatu sistematika tertentu
yang dimulai dengan penetapan jenis kerangka karbon. J enis kerangka
karbon Suatu monoterpen monosiklik antara lain dapat ditetapkan oleh
rekasi dehidrogenasi menjasi suatu senyawa aromatik (aromatisasi).
Penetapan struktur selanjutnya ialah menetukan letak atau posisi gugus
fungsi dari senyawa yang bersangkutan didalam kerangka karbon
tersebut. Posisi gugus fungsi dapat diketahui berdasarkan penguraian
oksidatif. Cara laing aialah mengubah senyawa yang bersangkutan oleh
reaksi-reaksi tertentu menjadi senyawa lain yang telah diketaui
strukturnya. Dengan kata lain, saling mengaitkan gugus fungsi senyawa
yang bersangkutan dengan gugus fungsi senyawa lain yang mempunyai
kerangka karbon yang sama. Pembuktian struktur suatu senyawa akhirnya
didukung oleh sintesa senyawa yang bersangkutan dari suatu senyawa
yang diketahui strukturnya.

B. Seskuiterpenoid
Seskuiterpenoid merupakan senyawa terpenoid yang dibangun
oleh 3 unit isopren yang terdiri dari kerangka asiklik dan bisiklik dengan
kerangka dasar naftalen.
Sovia Lenny: Senyawa Terpenoida dan Steroida, 2006
USU Repository2006

14
Senyawa seskuiterpenoid ini mempunyai bioaktifitas yang cukup
besar, diantaranya adalah sebagai antifeedant, hormon, antimikroba,
antibiotik dan toksin serta regulator pertumbuhan tanaman dan pemanis.
Senyawa-senyawa seskuiterpen diturunkan dari cis farnesil
pirofosfat dan trans farnesil pirofosfat melalui reaksi siklisasi dan reaksi
sekunder lainnya. Kedua isomer farnesil pirofosfat ini dihasilkan in vivo
melalui mekanisme yang sama seperti isomerisasi abtara geranil dan
nerol.

C. Diterpenoid
Senyawa diterpenoid merupakan senyawa yang mempunyai 20
atom karbon dan dibangun oleh 4 unit isopren. senyawa ini mempunyai
bioaktifitas yang cukup luas yaitu sebagai hormon pertumbuhan tanaman,
podolakton inhibitor pertumbuhan tanaman, antifeedant serangga, inhibitor
tumor, senyawa pemanis, anti fouling dan anti karsinogen. Senyawa
diterpenoid dapat berbentuk asiklik, bisiklik, trisiklik dan tetrasiklik dan
tatanama yang digunakan lebih banyak adalah nama trivial.

D. Triterpenoid
Lebih dari 4000 jenis triterpenoid telah diisolasi dengan lebih dari
40 jenis kerangka dasar yang sudah dikenal dan pada prinsipnya
merupakan proses siklisasi dari skualen. Triterpenoid terdiri dari kerangka
dengan 3 siklik 6 yang bergabung dengan siklik 5 atau berupaka 4 siklik 6
yang mempunyai gugus fungsi pada siklik tertentu. Sedangkan penamaan
Sovia Lenny: Senyawa Terpenoida dan Steroida, 2006
USU Repository2006

15
lebih disederhanakan dengan memberikan penomoran pada tiap atom
karbon, sehingga memudahkan dalam penentuan substituen pada
masing-masing atom karbon.
Struktur terpenoida yang bermacam ragam itu timbul sebagai akibat
dari reaksi-reaksi sekunder berikutnya seperti hidrolisa, isomerisasi,
oksidasi, reduksi dan siklisasi atas geranil-, farnesil- dan geranil-geranil
pirofosfat.


3. STEROIDA
Steroid terdiri atas beberapa kelompok senyawa dan
penegelompokan ini didasarkan pada efek fisiologis yang diberikan oleh
masing-masing senyawa. Kelompok-kelompok itu adalah sterol, asam-
asam empedu, hormon seks, hormon adrenokortikoid, aglikon kardiak dan
sapogenin. Ditinjau dari segi struktur molekul, perbedaan antara berbagai
kelompok steroid ini ditentukan oleh jenis substituen R
1
, R
2
dan R
3

yang terikat pada kerangka dasar karbon. sedangkan perbedaan antara
senyawa yang satu dengan yang lain pada suatu kelompok tertentu
ditentukan oleh panjang rantai karbon R
1
, gugus fungsi yang terdapat
pada substituen R
1
, R
2
, dan R
3
, jumlah serta posisi gugus fungsi oksigen
dan ikatan rangkap dan konfigurasi dari pusat-pusat asimetris pada
kerangka dasar karbon tersebut.


Sovia Lenny: Senyawa Terpenoida dan Steroida, 2006
USU Repository2006

16
A. Asal Usul Steroida
Percobaan-percobaan biogenetik menunjukkan bahwa steroid yang
terdapat dialam berasal dari triterpenoid. Steroid yang terdapat dalam
jaringan hewan beasal dari triterpenoid lanosterol sedangkan yang
terdapat dalam jaringan tumbuhan berasal dari triterpenoid sikloartenol
setelah triterpenoid ini mengalami serentetan perubahan tertentu. tahap-
tahap awal dari biosintesa steroid adalah sama bagi semua steroid alam
yaitu pengubahan asam asetat melalui asam mevalonat dan skualen
(suatu triterpenoid) menjadi lanosterol dan sikloartenol.
Percobaan-percobaan menunjukkan bahwa skualen terbentuk dari
dua molekul farnesil pirofosfat yang bergabung secara ekor-ekor yang
segera diubah menjadi 2,3-epoksiskualen. selanjutnya lanosterol
terbentuk oleh kecenderungan 2,3-epoksiskualen yang mengandung lima
ikatan rangkap untuk melakukan siklisasi ganda. Siklisasi ini diawali oleh
protonasi guigus epoksi dan diikuti oleh pembukaan lingkar epoksida.
Kolesterol terbentuk dari lanosterol setelah terjadi penyingkiran tiga
gugus metil dari molekul lanosterol yakni dua dari atom karbon C-4 dan
satu dari C-14. Penyingkiran ketiga gugus metil ini berlangsung secara
bertahap, mulai dari gugus metil pada C-14 dan selanjutnya dari C-4.
Kedua gugus metil pada kedua C-4 disingkirkan sebagai karbon dioksida,
setelah keduanya mengalami oksidasi menjadi gugus karboksilat.
sedangkan gugus metil pada C-14 disingkirkan sebagai asam format
setelah gugus metil itu mengalami oksidasi menjadi gugus aldehid.
Sovia Lenny: Senyawa Terpenoida dan Steroida, 2006
USU Repository2006

17
Percobaan dengan jaringan hati hewan, emnggunakan 2,3-
epoksiskualen yang diberi tanda dengan isotop 180 menunjukkan bahwa
isotop 180 itu digunakan untuk pembuatan lanosterol menghasilkan (180)-
lanosterol radioaktif. Hasil percobaan ini membuktikan bahwa 2,3-
epoksiskualen terlibat sebagai senyawa antara dalam biosintesa steroida.
Molekul kolestrol terdiri atas tiga lingkar enam yang tersusun
seperti fenantren dan terlebur dalam suatu lingkar lima. Hidrokarbon
tetrasiklik jenuh yang mempunyai sistem lingkar demikian dan terdiri dari
17 atom karbon sering ditemukan pada banyak senyawa yang tergolong
senyawa bahan alam yang disebut stroida.


O

CH
3
CSCoA +
O

CH
3
CSCoA
O O

CH
3
CCH
2
CScoA




OH O

CH
3
CCH
2
CScoA

CH
2
CScoA

O
OH O

CH
3
CCH
2
COH

CH
2
CH
2
OH












CH
3
CCH
2
CH
2
OPP

CH
2


CH
3
CCHCH
2
OPP

CH
3




IPP DMAPP
Sovia Lenny: Senyawa Terpenoida dan Steroida, 2006
USU Repository2006

18
OPP OPP
+
HO
HO
HO
HO
HO
Lanosterol
Sikloartenol
HO
Kolesterol
Fitosterol

Sovia Lenny: Senyawa Terpenoida dan Steroida, 2006
USU Repository2006

19
Kesimpulan bahwa lanosterol dan sikloartenol adalah senyawa-
senyawa antara untuk sintesa steroid masing-masing dalam jaringan
hewan dan jaringan tumbuhan didasarkan pada beberapa pengamatan
dan percobaan berikut :
1. Sikloartenol bertanda ternyata digunakan dalam pembentukan
steroid tumbuhan (fitosterol)
2. Sikloartenol banyak ditemukan dalam tumbuhan sedangkan
lanosterol jarang.
3. J aringan hati tidak dapat menggunakan sikloartenol sebagai
pengganti lanosterol dalam pembuatan kolesterol dan setroid
lainnya.

B. Tata nama steroid
Sebagaimana senyawa organik lainnya, tata nama sistematika dari
steroid didasarkan pada struktur dari hidrokarbon steroid tertentu. nama
hidrokarbon steroid itu ditambahi awalan atau akhiran yang menunjukkan
jenis substituen. Sedangkan, posisi dari substituen itu ditunjukkan oleh
nomor atom karbon, dimana substituen itu terikat. Penomoran atom
karbon dalam molekul steroid adalah sebagai berikut :
CH
3
CH
3 1
2
4
3
5
6
7
8 10
9
11
12
13
14
15
16
17
R

Sovia Lenny: Senyawa Terpenoida dan Steroida, 2006
USU Repository2006

20
Berdasarkan struktur umum steroid tersebut, maka jenis-jenis hidrokarbon
induk dari steroid adalah sebagai berikut :
Nama J umlah atom C J enis rantai samping ( R)
Androstan 19 -H
Pregnan 21 -CH
2
CH
3
Kolan 24 -CH(CH
3
)(CH
2
)
2
CH
3
Kolestan 27 -CH(CH
3
)(CH
2
)
3
CH(CH
3
)
2
Ergostan 28 -CH(CH
3
)(CH
2
)
2
CH(CH
3
)CH(CH
3
)
2
Stigmastan 29 -CH(CH
3
)(CH
2
)
2
CH(C
2
H
5
)CH(CH
3
)
2

Hidrokarbon induk yang lain dari steroida ialah estran, kardanolida
dan spirostan, seperti tercantum dibawah ini :
Estran (C
18
) :
CH
3
1
2
4
3
5
6
7
8 10
9
11
12
13
14
15
16
17

Spirostan (C
27
) :
CH
3
CH
3
O
O

Sovia Lenny: Senyawa Terpenoida dan Steroida, 2006
USU Repository2006

21
Kardanolida (C
23
) :
CH
3
CH
3
O
O

Dalam pemberian nama steroida, jenis substituen ditunjukkan
sebagaimana biasanya, yaitu memberi nama awalan atau akhiran pada
hidrokarbon induk. Sedangkan posisi dari substituen harus ditunjukkan
oleh nomor dari atom karbon dimana ia terikat.

C. Stereokimia Steroida
Stereokimia steroida telah diselidiki oleh para ahli kimia dengan
menggunakan cara analisa sinar X dari struktur kristalnya atau cara-cara
kimia, Percobaan-percobaan menunjukkan bahwa konfigurasi dari
kerangka dasar steroida dapat dinyatakan sebagai berikut :

CH3
H
H
H
CH3
R
H
CH3
H
H
CH3
R
H
H
A/B trans
A/B Cis

Sovia Lenny: Senyawa Terpenoida dan Steroida, 2006
USU Repository2006

22
Dari model molekul menunjukkan bahwa molekul steroida adalah
planar (datar). Atom atau gugus yang terikat pada inti molekul dapat
dibedakan atas dua jenis yaitu :
1. Atom atau gugus yang terletak disebelah atas bidang molekul yaitu
pada pihak yang sama dengan gugus metil pada C
10
dan C
13
yang
disebut konfigurasi . Ikatan-ikatan yang menghubungkan atom atau
gugus ini dengan inti molekul digambarkan dengan garis tebal
2. Atom atau gugus yang berada disebelah bawah bidang molekul yang
disebut dengan konfigurasi dan ikatan-ikatannya digam,barkan
dengan garis putus-putus. Sedangkan atom atau gugus yang
konfigurasinya belum jelas apakah atau . Dinyatakan dengan garis
bergelombang.
Kedua konfigurasi steroida tersebut mempunyai perbedaan yaitu :
1. Pada konfigurasi pertama, Cincin A dan cincin B terlebur sedemikian
rupa sehingga hubungan antara gugus metil pada C
10
dan atom
hidrogen pada atom C
5
adalah trans (A/B trans). Pada konfigurasi ini
gugus metil pada C
10
adalah dan atom hidrogen pada C
5
adalah .
2. Pada konfigurasi kedua, peleburan cincin A dan B menyebabkan
hubungan antara gugus metil dab atom hidrogen menjadi Cis (A/B Cis)
dan konfigurasi kedua substituen adalah . Steroida dimana
konfigurasi atom C
5
adalah termasuk deret 5.
Pada kedua konfigurasi tersebut, hubungan antara cincin B/C dan
C/D keduanya adalah trans. Cincin B dan C diapit oleh cincin A dan cincin
D sehingga perubahan konfirmasi dari cincin B dan cincin C sukar terjadi.
Sovia Lenny: Senyawa Terpenoida dan Steroida, 2006
USU Repository2006

23
Oleh karena itu peleburan cincin B/C dalam semua steroida alam adalah
trans Akan tetapi perubahan konfirmasi dari cincin A dan Cincin B dapat
terjadi. Perubahan terhadap cincin A menyebabkan steroida dapat berada
dalam salah satu dari kedua konfigurasi tersebut. Perubahan terhadap
cincin D dapat m,engakibatkan hal yang sama, sehingga peleburan cincin
C/D dapat cis atau trans. Peleburan cincin C/D adalah trans ditemukan
pada hampir sebagian besar steroida alam kecuali kelompok aglikon
kardiak dimana C/D adalah cis.
Pada semua steroida alam, substituen pada C
10
dan C
9
berada
pada pihak yang berlawanan dengan bidang molekul yaitiu trans. Dan
juga hubungan antara sunstituen pada posisi C
8
dan C
14
adalah trans
kecuali pada senyawa-senyawa yang termasuk kelompok aglikon kardiak.
Dengan demikian, stereokimia dari steroida alan mempunyai suatu pola
umum, yaitu substituen-substituen pada titik-titik temu dari cincin
sepanjang tulang punggung molekul yaitu C-5-10-9-8-14-13 mempunyaii
hubungan trans.
Sifat-sifat steroida sama seperti senyawa organik lainnya, yaitu
reaksi-reaksi dari gugus-gugus fungsi yang terikat pada molekul steroida
tersebut. Misalnya, gugus 3-hidroksil menunjukkan semua sifat dari
alkohol sekunder, tak ubahnya seperti ditunjukkan oleh 2-propanol. Gugus
hidroksil ini dapat diesterifikasi untuk menghasilkan ester atau dioksidasi
dengan berbegai oksidator yang menghasilkan suatu keton. Karena
bentuk geometri gugus 3-hidroksil sedikit berbeda dengan sifat-sifat
gugus hidroksil yang terikat pada posisi lain. Karena faktor geometri maka
Sovia Lenny: Senyawa Terpenoida dan Steroida, 2006
USU Repository2006

24
gugus 3-hidroksil memperlihatkan sifat yang sidikit berbeda dengan 3-
hidroksil, yaitu gugus 3-hidroksil lebih sukar mengalami dehidrasi
dibandingkan dengan gugus 3-hidroksil walaupun prinsip dari reaksi
yang terjadi adalah sama.
Kestabilan steroida ditentukan oleh interaksi 1,3 yang terjadi antara
suatu gugus fungsi yang berorientasi aksial dan molekul akan lebih stabil
apabila sebagian besar gugus fungsi berorientasi ekuatorial.
Laju reaksi juga ditentukan oleh faktor sterik, tanpa kecuali gugus
hidroksi ekuatorial lebih mudah diesterifikasi dari pada gugus aksial. Akan
tetapi gugus fungsi aksial lebih mudah dioksidasi dari pada gugus hidroksil
yang ekuatorial.













Sovia Lenny: Senyawa Terpenoida dan Steroida, 2006
USU Repository2006

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Sastrohamidjojo. H, 1996, Sintesis Bahan alam, Cetakan ke-1, Liberty,
Yogyakarta
2. Herbert. R.B, 1995, Biosintesis Metabolit Sekunder, Edisi ke-2, cetakan
ke-1, terjemahan Bambang Srigandono, IKIP Press
semarang
3. Duke.J , 2005, Phytochemical and Etnobotanical Databases, Maryland,
Beltsuille Agricultural Researah Center
4. Darwis.D, 2001, Teknik Isolasi dan Karakterisasi Senyawa Metabolit
Sekunder, Workshop Peningkatan Sumber Daya Manusia
Untuk Pemanfaatan Sumber Daya Alam Hayati dan
Rekayasa Bioteknologi, FMIPA Universitas Andalas padang
5. Achmad. S.A, 1986, Kimia Organik Bahan Alam, Universitas Terbuka,
J akarta
6. Makin. H.L, 1977, Biochemistry of Steroids Hormines, London, Nlack
Well Scientific Oxford Ikan. R, 1991, Natural products A
Laboratory Guide, 2
nd
edition, Unioversity of J erusalem
7. Harborne.J .B, 1987, Metode Fitokimia, Penuntun Modern Menganalisa
Tumbuhan, terbitan ke-2, Terjemahan Kosasih Padmawinata
dan iwang Soediro, ITB Bandung
8. Mannito.P, 1981, Biosynthesis of Natural Products, Terjemahan PG
Sammes, Chicster Ellis Horwood Ltd
9. Robinson.T. 1991, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, ITB Bandung
Sovia Lenny: Senyawa Terpenoida dan Steroida, 2006
USU Repository2006

Anda mungkin juga menyukai