s regional, dan hemaoroid interna, sedang disentri ameba sukar dibedakan dengan disentri basilar (shigellosis) atau salmonelosis, kolitis ulserosa, dan skistosmiasis (terutama di daerah endemis). Pemeriksaan tinja sangat penting. Tinja penderita amebiasis tidak banyak mengandung leukosit, tetapi banyak mengandung bakteri. Diagnosis pasti baru dapat ditegakkan apabila ditemukan amoeba (trofozoit). Akan tetapi mengakibatkan dengan diketemukannya amoeba tersebut tidak berarti menyingkirkan kemungkinan diagnosis penyakit lain, karena amebiasis dapat terjadi bersamaan dengan penyakit lain pada seorang asien. Sering amebiasis terdapat bersamaan dengan Carsinoma usus besar. Oleh karena itu, bila pasie amebiasis yang telah mendapat pengobatan spesifik masih tetap mengeluh perutnya sakit, perlu dilakukan pemeriksaan lain misalnya endoskopi, doto kolon dengan barium enema, atau biakan tinja. Abses hati ameba sukar dibedakan dengan abses piogenik, neoplasma, dan kista hidatidosa. Ultrasonografi dapat membedakan dengan neoplasma, sedang ditemukan echinococcus dapat membedakannya dengan abses piogenik. Salah satu cara adalah dengan pungsi abses. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan tinja merupakan pemeriksaan laboratorium yang sangat penting. Pada disentri ameba biasanya tinja berbau busuk, bercampur darah dan lendir. Untuk pemeriksaan mikroskopik, perlu tinja yang masih baru (segar). Kadang kadang perlu pemeriksaan berulang- ulang, minimal 3 kali seminggu dan sebaiknya dilakukan sebelum pasien mendapat pengobatan. Apabila direncanakkan akan dibuat foto colon dengan barium enema, pemeriksaan tinja harus dikerjakan sebelumnya atau minimal 3 hari sesudahnya. Pada pemeriksaan ginjal yang berbentuk (pasien tidak diare), perlu dicari bentuk kista, karena bentuk trofozoit tidak akan dapat ditemukan. Dengan sediaan lansung tampak kista berbentuk bulat, berkilau seperti mutiara. Didalamnya terdapat badan- badan kromatoid, yang berbentuk batang, dengan ujung tumpul, sedang inti tidak tampak. Untuk dapat melihat intinya dibuat sediaan dengan larutan lugol. Sebaliknya badan - badan kromatoid tidak tampak pada sediaan dengan lugol ini. Bila jumlah kista sedikit, dapat dilakukan pemeriksaan dengan metode konsetrasi yaitu dengan larutan seng sulfat dan eterformalin. Dengan larutan seng sulfat, kista akan terapung dipermukaan sedangkan dengan larutan eterformalin kista akan mengandap.
Di dalam tinja pasien akan ditemukan bentuk trofozoit. Untuk itu diperlukan tinja yang masih segar. Apabila pemeriksaan ditunda untuk bebrapa jam, maka tinja dapat disimpan dilemari pendingin (4C) atau dicampur dalam larutan polifinil alkohol. Sebaiknya diambila bahan dari bagian tinja yang mengandung darah dan lendir. Pada sediaan lansung dapat dilihat trofozoit yang masih bergerak aktif seperti keong, dengan menggunakan pseudopodinya yang seperti kaca. Jika tinja berdarah, akan tampak ameba denga eritrosit di dalamnya. Bentuk ini akan nampak jelas bila dibuat sediaan dengan larutan eosin. Untuk membedakan dengan leukosit (makrofag), perlu dibuat sediaan dengan cat supravital, misalnya buf-fered methylene blue. Dengan menggunakan mikrometer, dapat disingkirkan kemungkinan E. hartmanni. Pemeriksaan protoskopi, sigmoidoskopi, dan kolonoskopi berguna untuk membantu diagnosis penderita dengan gejala desentri, terutama apabila pada pemeriksaan tinja tidak didapatkan ameba. Pada beberapa pemeriksaan ini tidak berguna untuk carrier. Tampak ulkus yang khas dengan tepi menonjol, tertutup eksudat kekuningan, mukosa usu antara ulkusulkus tampak normal. Pemeriksaan mikroskopis bahan eksudat atau bahan biopsi jaringan usus akan ditemukkan trofozoit. Fota rontgen kolon tidak banyak membantu, karena sering ulkus tidak tampak. Kadang kadang pada amebiasis kronik, foto rontgen kolon dengan barium enema tampak ulkus disertai spasme otot. Pada ameboma tampak filling defect yang mirip carcinoma. Ameba hanya dapat dibiakkan pada media khusus, misalnya Boeck Dr. Bohlav. Tetapi tidak semua strain dapat dibiakkan. Oleh karena itu pemeriksaan ini tidak dikerjakan rutin. Pemeriksaan uji serologi banyak digunakkan sebagai uji bantu diagnosis abses hati amebik dan epidemiologis. Uji serologi positif apabila ameba menembus jaringan (invasif). Oleh karena itu uji ini akan positif pada pasien abses hati dan disentri ameba, akan negatif pada earner. Hasil uji serologis positif belum tentu menderita amebiasis aktif, tetapi bila negatif pasti bukan amebiasis. Indirect Fuores-cent antibodu (IFA) dan enzyme linked immunosorbant assay (ELISA) merupakan uji yang paling sensitif. Juga up Indirect Fuorescent antibodu (IFA) dan agar gel diffusion precipitin . sedang uji serologi yang cepat hasilnya
adalah latex aglutination test dan cellulosa acetate difussion. Oleh karena antibodi yang terbentuk lama sekali menghilang, maka nilai diagnostiknya di daerah endemis rendah.