Anda di halaman 1dari 133

PENGARUH PELAKSANAAN PEMERIKSAAN PAJAK TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN

(Suatu Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees)

SKRIPSI

Untuk memenuhi salah satu syarat sidang skripsi Guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

Oleh: HAFSYAH NUR HIDAYAH HARAHAP 094020112

PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG 2013

Untuk memenuhi salah satu syarat sidang skripsi Guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan

Bandung, 1 Juni 2013

Mengetahui,

Pembimbing,

Bardjo Sugeng, SE., MSi

Dekan,

Ketua Program Akuntansi,

Dr. H. R. Abdul Maqin, SE., M.P

Dr. H. Sasa S. Suratman, SE., M.Sc

MOTTO

Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar (QS. Al-Baqarah :153)

Kupersembahkan karya kecil ku ini Untuk kedua orang tuaku yang tidak pernah lelah memberikan dorongan motivasi, semangat serta doa yang tiada henti. Mamaku tersayang, ridhamu adalah ridha yang utama setelah Rabb dan teladanku Rasulullah. Terima kasih atas segala kasih sayangmu yang tak pernah padam menerangi jiwa ini di kala diri ini berkeluh kesah. Buyaku tersayang, dengan segala pengorbananmu ku berharap dapat membahagiakanmu dunia dan akhirat. Suatu saat nanti aku akan menjadi sesuatu yang berharga untuk kaliam kelak.

To study the abnormal is the best way of understanding the normal

ABSTRAK

Undang-undang perpajakan di Indonesia saat ini menganut self assessment system yaitu sistem di mana Wajib Pajak diberi kepercayaan oleh undang-undang untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri jumlah pajak terutang sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dalam pelaksanaannya sistem pemungutan pajak dengan self assessment system ini mengandung banyak kelemahan, salah satunya sistem ini sering digunakan oleh Wajib Pajak untuk melakukan berbagai kelalaian, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar Pengaruh Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan. Pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran angket yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Penelitian ini dilakukan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees. Populasi dalam penelitian ini adalah pemeriksa pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees. Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan simple random sampling yang berukuran 11 orang responden. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey dengan metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis deskriptif asosiatif karena adanya variabel yang akan dijelaskan dan ditelaah seberapa besar pengaruh dari varibel yang diteliti. Analisis data menggunakan statistika parametrik dengan bantuan software SPSS (Statistical Product and Service Solution) 20.0 for windows. Hasil penghitungan koefisien korelasi variabel pelaksanaan pemeriksaan pajak dengan variabel tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan sebesar 0,831 yang menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel Sangat Kuat. Hasil pen ghitungan persamaan Regresi Linier Sederhana dapat diinterpretasikan bahwa nilai koefisien regresi adalah positif, artinya bahwa hubungan kedua variabel bersifat searah. Hasil uji hipotesis menunjukkan thitung > ttabel (4,483 > 2,262) yang berarti H0 ditolak Ha diterima yang dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pemeriksaan pajak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan. Selanjutnya dari hasil koefisien determinasi menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan dipengaruhi pelaksanaan pemeriksaan pajak sebesar 69,1% dan sisanya 30,9% dipengaruhi oleh faktor lain. Kata kunci: Pelaksanaan pemeriksaan pajak, tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala rahmat, anugerah, dan karunia, sehingga dengan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini dengan baik dan tepat waktu. Tidak lupa pula shalawat beriring salam juga penulis panjatkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW yang membawa rahmat bagi semesta alam (rahmatan lil alamin). Skripsi ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan. Skripsi ini berjudul PENGARUH PELAKSANAAN PEMERIKSAAN PAJAK TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN (Suatu Studi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees). Penulis sangat menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini sangat jauh dari kesempurnaan dan masih banyak yang harus diperbaiki, mengingat keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki, untuk segala kritik dan saran yang sifatnya membangun penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu dengan segala kerendahan hati, perkenankan penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya

ii

kepada Buya dan Mama tercinta, Jakaria Harahap dan Khairani Usman, yang telah membesarkan penulis, mengajarkan pentingnya sebuah tanggung jawab dan kejujuran dalam kehidupan, memberikan bimbingan serta embun penyejuk bagi kehidupan penulis, doa dan kasih sayang yang tulus telah kalian berikan kepada penulis. Setiap doa yang kalian lantunkan adalah ketulusan yang tiada pernah ternilai dengan apapun. Terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis persembahkan untuk kedua orang tua penulis yang dengan penuh kecintaan serta kasih sayang telah memberikan kepercayaan dan perhatian kepada penulis. Kalian berdua adalah orang tua yang terbaik di dunia. Semoga Allah SWT selalu meridhoi setiap langkah kedua orang tua penulis di dunia dan akhirat. Amin. Pada kesempatan ini juga dengan penuh rasa hormat penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: Bapak Bardjo Sugeng, SE., MSi Dosen pembimbing yang telah banyak mengorbankan waktu, tenaga, perhatian, kesabaran, komitmen, dan pemikiran dalam membimbing penulis hingga penyelesaian skripsi ini. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang sama, penulis sampaikan kepada: 1. Prof. Dr. Ir. H. Eddy Yusuf, Sp., M.Si., M.Kom, Rektor Universitas Pasundan. 2. Dr. H. R. Abdul Maqin, SE., M.P, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan.
iii

3.

Dr. H. Juanim, SE., MSi., Wakil Dekan I Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan.

4.

Dr. Atang Hermawan, SE., MSIE., Ak, Wakil Dekan II Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan.

5.

Bapak Sadikun Citra Rusmana, SE., MM, Wakil Dekan III Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan.

6.

Dr. H. Sasa S. Suratman, SE., M.Sc., Ketua Program Studi Akuntansi Universitas Pasundan.

7.

Bapak Dadan Soekardan, SE., M.Si., Sekretaris Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan.

8.

Bapak Drs. R. Muchamad Noch, M.Ak., Ak., dosen wali penulis yang telah memberikan motivasi dan nasihat kepada penulis.

9.

Bapak Kosim, staf Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan yang telah banyak berjasa dan terima kasih atas bantuannya selama ini.

10. Seluruh dosen Program Studi Akuntansi, staf administrasi serta perpustakaan, dan karyawan Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan. 11. Seluruh pimpinan dan pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees. 12. Kakak dan adikku tersayang, Kak Nur Asiah Harahap dan Adik Dalillah Ulfah Harahap, yang senantiasa memberikan motivasi, doa, dorongan, dan yang selalu bersedia mendengarkan curahan hati selama penulis menyusun

iv

13. skripsi ini. Terima kasih telah memberikan semangat dan menjadikan hidup ini lebih berwarna. 14. Kak Vika dan Bang Iman yang menjadi keluarga terdekat penulis selama di Bandung, yang selalu memberikan perhatian, motivasi, dorongan, dan selalu ada ketika penulis membutuhkan bantuan. Terima kasih banyak atas semangatnya selama ini. 15. Seluruh keluarga besar penulis yang telah memberikan nasihat dan motivasi. Terima kasih atas dukungan dan doanya. 16. Teman-teman mahasiswa/i Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas

Pasundan, terima kasih atas dukungan serta doanya. 17. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Terima kasih atas perhatian, bantuan, dan dukungannya. Akhir kata dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan konstribusi yang positif bagi semua pihak termasuk penulis khususnya bagi perkembangan perpajakan Indonesia. Penulis senantiasa berdoa semoga mendapat petunjuk dan bimbingan dari Allah SWT. Amin. Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh Bandung, Juni 2013

Penulis,

Hafsyah Nur Hidayah Harahap

DAFTAR ISI

LEMBARAN PENGESAHAN MOTTO ABSTRAK ....................................................................................................................... KATA PENGANTAR ..................................................................................................... DAFTAR ISI .................................................................................................................... DAFTAR TABEL ........................................................................................................... DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................... BAB I PENDAHULUAN 1.1 1.2 1.3 1.4 Latar Belakang Penelitian .................................................................... Rumusan Masalah Penelitian ................................................................ Tujuan Penelitian .................................................................................. Kegunaan Penelitian ............................................................................. 1.4.1 Kegunaan Teoretis ........................................................................... 1.4.2 Kegunaan Praktis ............................................................................. 1.5 BAB II Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................ 1 7 7 8 8 8 9 i ii vi xi xiii xiv

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka ........................................................................................... 10 2.1.1 Perpajakan ........................................................................................ 10 2.1.1.1 Pengertian pajak ................................................................... 10

vi

2.1.1.2 Fungsi Pajak ......................................................................... 11 2.1.1.3 Jenis Pajak ............................................................................ 12 2.1.1.4 Asas Pemungutan Pajak ....................................................... 13 2.1.1.5 Cara Pemungutan Pajak ....................................................... 13 2.1.1.6 Sistem Pemungutan Pajak .................................................... 14 2.1.2 Pemeriksaan Pajak ............................................................................ 15 2.1.2.1 Pengertian Pemeriksaan Pajak ............................................. 15 2.1.2.2 Unsur-unsur Pemeriksaan Pajak .......................................... 15 2.1.2.3 Tujuan Pemeriksaan Pajak ................................................... 16 2.1.2.4 Ruang Lingkup Pemeriksaan Pajak ..................................... 16 2.1.2.5 Jenis-jenis Pemeriksaan Pajak ............................................. 17 2.1.2.6 Metode Pemeriksaan Pajak .................................................. 18 2.1.2.7 Prosedur Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak ........................... 19 2.1.2.8 Jangka Waktu Pelaksanaan Pemeriksaan ............................. 19 2.1.2.9 Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak ........................... 20 2.1.2.10 Produk Hukum Pemeriksaan Pajak .................................... 21 2.1.2.11 Hak dan Kewajiban Wajib Pajak Selama Pemeriksaan ....................................................................... 22 2.1.2.12 Sanksi Terkait Pemeriksaan Pajak ..................................... 23 2.1.3 Kepatuhan Wajib Pajak Badan ......................................................... 24 2.1.3.1 Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak...................................... 24 2.1.3.2 Jenis-jenis Kepatuhan Wajib Pajak ...................................... 25 2.1.3.3 Manfaat Kepatuhan Wajib Pajak ......................................... 27

vii

2.1.3.4 Kriteria Kepatuhan Wajib Pajak .......................................... 27 2.1.3.5 Pengertian Wajib Pajak Badan ............................................. 29 2.2 Kerangka Pemikiran .................................................................................. 30 2.3 Hipotesis .................................................................................................... 37 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian yang Digunakan........................................................... 3.1.1 Objek Penelitian ............................................................................... 3.1.2 Metode Penelitian ............................................................................. 3.1.3 Model Penelitian ............................................................................... 3.2 Definisi Variabel dan Operasionalisasi Variabel Penelitian ..................... 3.2.1 Definisi Variabel Penelitian ............................................................. 3.2.2 Operasionalisasi Variabel Penelitian ................................................ 3.3 Populasi dan Sampel.................................................................................. 3.3.1 Populasi ............................................................................................ 3.3.2 Sampel .............................................................................................. 3.3.3 Teknik Sampling .............................................................................. 3.4 Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 3.5. Metode Analisis yang Digunakan ............................................................. 3.5.1 Analisis Data .................................................................................... 3.5.2 Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen ............................... 3.5.3 Uji Normalitas Data .......................................................................... 3.6 Rancangan Analisi dan Uji Hipotesis ........................................................ 38 38 38 41 41 41 41 45 45 45 46 47 50 50 53 56 56

viii

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian .......................................................................................... 4.1.1 Gambaran Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees............................................................................................... 4.1.1.1 Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees ................................................................... 4.1.1.2 Struktur Organisasi dan Deskripsi Jabatan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees .......................... 4.1.1.2.1 Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees ..................................... 4.1.1.2.2 Deskripsi Jabatan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees ..................................... 4.1.1.3 Aspek-Aspek Kegiatan di Kantor Pajak Pratama Bandung Karees ................................................................... 4.1.2 Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees ....................................................... 4.1.3 Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees ...................................... 4.1.4 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen .......................................... 4.1.4.1 Uji Validitas Instrumen ........................................................ 4.1.4.2 Uji Reliabilitas Instrumen .................................................... 4.1.5 Uji Normalitas Data ......................................................................... 4.2 Pembahasan Penelitian .............................................................................. 84 88 88 90 91 93 73 72 70 68 68 62 62 62

ix

4.2.1 Analisis Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees ...................................... 4.2.2 Analisis Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees ...................................... 4.2.3 Analisis Pengaruh Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees ...................................... BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 5.2 Saran .......................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP 117 118 120 111 97 93

DAFTAR TABEL

Nomor

Judul Tabel

Halaman 1 34 42

Tabel 1.1 Ringkasan APBN 2010 2013 ...................................................................... Tabel 2.1 Tinjauan Atas Penelitian Terdahulu ............................................................... Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel Bebas (X): Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak......... Tabel 3.2 Operasionalisasi Variabel Terikat (Y): Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan .............................................................................................................. Tabel 3.3 Pedoman Untuk Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi ...................... Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas Variabel X (Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak) ................. Tabel 4.2 Hasil Uji Validitas Variabel Y (Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan) ............................................................................................................ Tabel 4.3 Hasil Uji Reliabilitas Variabel X (Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak) ............. Tabel 4.4 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Y (Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan) ............................................................................................................ Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas Data .............................................................................. Tabel 4.6 Kriteria Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak ....................................................... Tabel 4.7 Tabulasi Jawaban Responden Mengenai Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak (X) ......................................................................................................... Tabel 4.8 Hasil Skor Pedoman Umum Pemeriksaan ..................................................... Tabel 4.9 Hasil Skor Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan ............................................. Tabel 4.10 Hasil Skor Pedoman Laporan Pemeriksaan Pajak ......................................... Tabel 4.11 Kriteria Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan ............................................

44 60 88

89 90

91 92 93

93 95 96 97 98

xi

Tabel 4.12 Tabulasi Jawaban Responden Mengenai Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan (Y) .............................................................................................. Tabel 4.13 Hasil Skor Patuh Terhadap Kewajiban Interim.............................................. Tabel 4.14 Hasil Skor Patuh Terhadap Kewajiban Tahunan ........................................... Tabel 4.15 Hasil Skor Patuh Terhadap Ketentuan Material dan Yuridis Formal ............ Tabel 4.16 Korelasi Variabel Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak dan Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan ....................................................................... Tabel 4.17 Hasil Analisis Regresi .................................................................................... Tabel 4.18 Koefisien Determinasi .................................................................................... 112 113 115 98 100 101 102

xii

DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar 2.1 Gambar 3.1 Judul Gambar Halaman 36 40

Kerangka Pemikiran .................................................................................. Model Penelitian ........................................................................................

xiii

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Surat Tugas Membimbing Skripsi Kartu Perkembangan Bimbingan Skripsi Surat Permohonan Survey Surat Balasan Permohonan Survey dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees Lampiran 5 Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees Lampiran 6 Lampiran 7 Kuesioner Penelitian Hasil Konversi Data Variabel X dan Y dari Skala Ordinal ke Interval dengan Menggunakan MSI Lampiran 8 Uji Validitas dan Realiabilitas Variabel Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak (X) Lampiran 9 Uji Validitas dan Realiabilitas Variabel Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan (Y) Lampiran 10 Lampiran 11 Lampiran 12 Lampiran 13 Lampiran 14 Uji Normalitas Data Hasil Uji Korelasi dan Regresi Linier Sederhana Tabel Nilai-nilai dalam Distribusi t Daftar Perbaikan Skripsi Lembar Persetujuan Perbaikan (Revisi) Skripsi

Lampiran 15 Daftar Riwayat Hidup

xiv

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Penelitian Pembangunan di Indonesia sangatlah penting untuk mensejahterakan

masyarakat. Pembangunan tidak akan tercapai apabila tidak ada kerja sama antara pemerintah dan masyarakat, hal ini ditujukan agar pembangunan tersebut berjalan sesuai dengan keinginan masyarakat dan bangsa Indonesia. Di samping itu ada hal yang sangat berpengaruh terhadap pembangunan yaitu dana atau biaya untuk pembangunan itu sendiri. Salah satu sumber dana yang paling besar adalah dari pajak. Pajak merupakan salah satu sumber yang cukup penting bagi penerimaan negara guna pembiayaan pembangunan. Penerimaan dari sektor pajak adalah sumber penerimaan terbesar negara. Target penerimaan pajak setiap tahun mengalami peningkatan secara signifikan, hal ini dapat dilihat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2010-2013 sebagaimana terlihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1.1 Ringkasan APBN 2010 2013 (dalam triliunan rupiah) 2010 LKPP 995,3 992,2 723,3 268,9 2011 LKPP 1.210,6 1.205,3 873,9 331,5 2012 APBN-P 1.358,2 1.357,4 1.016,2 341,1 2013 RAPBN 1.507,7 1.503,3 1.178,9 324,3

A. Pendapatan Negara dan Hibah I. Penerimaan Dalam Negeri 1. Penerimaan Perpajakan 2. Penerimaan Pajak Negara Bukan

II. Penerimaan Hibah Belanja Negara I. Belanja Pemerintah Pusat 1. K/L 2. Non K/L II. Transfer Ke Daerah 1. Dana Perimbangan 2. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian C. Keseimbangan Primer D. Surplus/Defisit Anggaran % defisit terhadap PDB E. Pembiayaan I. Pembiayaan Dalam Negeri II. Pembiayaan Luar Negeri (netto) Kelebihan/(Kekurangan) Pembiayaan Sumber: www.anggaran.depkeu.go.id B.

3,0 1.042,1 697,4 332,9 364,5 344,7 316,7 28,0 41,5 (46,8) (0,73) 91,6 96.1 (4,6) 44,67

5,3 1.295,0 883,7 417,6 466,1 411,3 347,2 64,1 8,9 (84,4) (1,14) 130,9 148,7 (17,8) 46,5

0,8 1.548,3 1.069,5 547,9 521,6 478,8 408,4 70,4 (72,3) (190,1) (2,23) 190,1 194,5 (4,4) 0,0

4,5 1.657,9 1.139,0 547,4 591,6 518,9 435,3 83,6 (36,9) (150,2) (1,62) 150,2 169,6 (19,5) (0,0)

Dari tabel di atas, terlihat jelas penerimaan negara dari sektor pajak memberikan kontribusi yang signifikan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Kontribusi pajak dalam mendanai pengeluaran negara yang terus meningkat membutuhkan dukungan berupa peningkatan kepatuhan Wajib Pajak untuk memenuhi kewajibannya secara jujur dan bertanggung jawab. Kepatuhan membayar pajak dimulai dari pemahaman bahwa masyarakat telah lebih dahulu menikmati dan memanfaatkan barang dan jasa publik dalam kehidupan sehari-hari yang kemudian dilanjutkan dengan pemahaman bahwa sarana dan prasarana tersebut memerlukan pemeliharaan dan pengembangannya untuk kehidupan kini dan masa mendatang. Kemudian setelah mengetahui dan memahami pentingnya pajak bagi pembangunan, diharapkan kepatuhan membayar pajak bagi warga negara akan meningkat sehingga tax ratio negarapun meningkat.

Namun berdasarkan kenyataan yang ada, menurut Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak, Fuad Rahmany, yang dikutip di media massa (http://bisnis.news.viva.co.id) pada Rabu, 2 Januari 2013 menyatakan bahwa: Kementerian Keuangan mencatat penerimaan dari pajak pada tahun 2012 mencapai 95% dari target, atau sekitar Rp. 800 triliun dari target APBN-P 2012 sebesar Rp. 1.016,2 triliun. Ia menyebutkan realisasi penerimaan pajak tersebut lebih rendah dari realisasi penerimaan pajak pada tahun 2011 yang mencapai 97% dari target APBN 2011.

Target penerimaan pajak yang besar seharusnya tidak sulit dicapai jika kepatuhan masyarakat sebagai pembayar pajak telah tinggi. Kepatuhan pajak dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan ketika Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. Kepatuhan tersebut meliputi kepatuhan formal dan materil. Berdasarkan artikel Kompleksitas Kepatuhan Pajak yang ditulis oleh Surya Manurung Pegawai Direktorat Jenderal Pajak pada Rabu, 20 Pebruari 2013 dalam situs resmi pajak Indonesia (www.pajak.go.id) menyatakan bahwa: Persentase tingkat kepatuhan Wajib Pajak pada tahun 2012 masih tergolong sangat rendah, tidak jauh berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Menteri Keuangan Agus Martowardojo dalam kunjungannya ke Medan beberapa hari yang lalu mengatakan bahwa orang pribadi yang seharusnya membayar pajak atau yang mempunyai penghasilan diatas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebanyak 60 juta orang, tetapi jumlah yang mendaftarkan dirinya sebagai Wajib Pajak hanya 20 juta orang dan yang membayar pajaknya/melapor Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilannya hanya 8,8 juta orang dengan rasio SPT sekitar 14,7 persen. Sementara badan usaha yang terdaftar sebanyak 5 juta, yang mau mendaftarkan dirinya sebagai Wajib Pajak hanya 1,9 juta dan yang membayar pajak/melapor Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilannya hanya 520 ribu badan usaha dengan rasio SPT sekitar 10,4 persen. Masalah kepatuhan pajak di setiap negara berbeda. Umumnya di negaranegara maju seperti Amerika Serikat kepatuhan pajaknya sudah tinggi, yang ada adalah masalah tindakan manipulasi pajak (tax evasion). Sedangkan di

negara-negara berkembang seperti Indonesia masalah kepatuhan pajak yang rendah dan tindakan manipulasi pajak yang cukup tinggi. Menurut Luigi ada dua upaya yang dapat dilakukan untuk menekan tindakan manipulasi pajak yaitu memberikan sanksi atau denda yang tinggi dan melakukan pemeriksaan kewajiban perpajakan si Wajib Pajak. Sementara hasil penelitian lainnya (Sandford, Goodwin, dan Hardwick,1989 ; Pitt dan Slemrod, 1989) menyimpulkan cara yang yang efektif untuk mengurangi tindakan manipulasi pajak dengan melakukan penyederhanaan peraturan perpajakan. Dengan peraturan perpajakan yang kompleks maka wajib pajak akan cenderung menggunakan jasa konsultan pajak, dimana konsultan pajak tersebut dapat mempengaruhi si Wajib Pajak untuk melakukan tindakan manipulasi pajak.

Selain itu, Kepala Direktorat Jenderal Pajak Kanwil Jabar, Ajat Djatnika, yang dikutip di media massa (www.klik-galamedia.com) pada Rabu, 31 Oktober 2012 menyatakan bahwa: Tingkat kepatuhan pajak Wajib Pajak di wilayah Jawa Barat dalam membayar pajak masih sangat rendah. Hal itu terlihat dari tingkat kesadaran para Wajib Pajak dalam membayar pajak yang hanya mencapai sekitar 52 persen. Saat ini tingkat kepatuhan Wajib Pajak masih kurang baik, buktinya masih 52 persen. Padahal target tahun 2012 ini mencapai 67,5 persen dari Wajib Pajak yang ada. Dengan adanya fenomena di atas, tentunya hal tersebut merupakan fakta bahwa masih kurangnya kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya yang menjadi salah satu faktor yang menyebabkan target penerimaan pajak tidak tercapai. Kepatuhan pajak sangat berperan khususnya dalam perpajakan Indonesia yang menganut self assessment system. Self assessment system adalah sistem di mana Wajib Pajak diberi kepercayaan oleh undang-undang untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri jumlah pajak terutang sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Self assessment system yang diterapkan saat ini pun secara langsung maupun tidak langsung akan

mempengaruhi

ketaatan

Wajib

Pajak

dalam

melaksanakan

kewajiban

perpajakannya. Sistem ini memiliki kelemahan yang memungkin Wajib Pajak melakukan kecurangan-kecurangan atau kemungkinan terjadinya kelalaian yang menyebabkan kerugian bagi negara. Oleh karena itu, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berkewajiban melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap kepatuhan Wajib Pajak baik melalui pengawasan administratif maupun melalui pemeriksaan pajak. Tujuan

pemeriksaan pajak sebagai penguji kepatuhan Wajib Pajak adalah hal yang seharusnya dilaksanakan, tanpa adanya pemeriksaan di bidang perpajakan, maka fiskus akan sangat kesulitan untuk menilai kepatuhan Wajib Pajak atau bahkan sama sekali tidak akan pernah tahu tingkat kepatuhan Wajib Pajak. Menurut Pasal 1 ayat (25) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Sedangkan yang melaksanakan pemeriksaan atau disebut pemeriksa pajak adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak, yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan pemeriksaan. Jadi tujuan pemeriksaan pajak adalah untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban

perpajakan dan/atau tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan perundangundangan perpajakan. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Kusujarwati Anjarini (2012) dengan judul Analisis Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak Dalam

Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi, penelitian dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sawah Besar Satu Jakarta yang berlokasi di Jl. Kartini VIII No.2. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah Deskriptif Survei. Hasil penelitian menjelaskan bahwa keberadaan pemeriksaan pajak mempunyai korelasi yang kuat dan positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sawah Besar Satu Jakarta, hal tersebut ditunjukkan oleh angka hasil koefisien determinasi yaitu sebesar 72,5% artinya sangat berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi sedangkan sisanya sebesar 24,8% dipengaruhi oleh faktor lain. Adapun pengembangan yang dilakukan oleh penulis yaitu responden pada penelitian ini adalah pemeriksa pajak yang ada pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees untuk menilai dan menguji tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan dengan melaksanakan pemeriksaan pajak yang berdasarkan pedomaan pelaksanaan pemeriksaan pajak. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan mengambil judul PENGARUH PELAKSANAAN PEMERIKSAAN PAJAK TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN (Suatu Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees).

1.2

Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukan di atas, maka perlu

adanya ruang lingkup untuk mempermudah penjelasan. Dalam penelitian ini penulis membuat batasan ruang lingkup atau merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pelaksanaan pemeriksaan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees. 2. Bagaimana tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees. 3. Seberapa besar pengaruh pelaksanaan pemeriksaan pajak terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan yang dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees.

1.3

Tujuan Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan

dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pelaksanaan pemeriksaan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees. 2. Untuk mengetahui tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees. 3. Untuk mengetahui besarnya pengaruh pelaksanaan pemeriksaan pajak terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan yang dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees.

1.4

Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoretis Adapun kegunaan teoretis dari penelitian ini adalah untuk memberikan sumbangan pemikiran guna mendukung pengembangan teori yang sudah ada dan dapat memperluas khasanah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan disiplin ilmu ekonomi akuntansi dan perpajakan, khususnya mengenai pelaksanaan pemeriksaan pajak terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan.

1.4.2 Kegunaan Praktis Dari penelitian ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat bagi berbagai pihak antara lain: a. Bagi Penulis Menambah wawasan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pemeriksaan pajak terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan pada Kantor Pelayanan Pajak. Juga sebagai salah satu syarat dalam menempuh ujian sidang sarjana ekonomi pada Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan. b. Bagi Instansi Diharapkan dapat memberikan informasi tentang pengaruh pemeriksaan pajak terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan. c. Bagi Pihak Lain Sebagai sumber informasi dan referensi bagi pihak-pihak yang terkait dengan topik sejenis serta dapat digunakan dalam penelitian selanjutnya.

1.5

Lokasi dan Waktu Penelitian Dalam rangka penyusunan skripsi ini penulis melakukan penelitian pada

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees yang berlokasi di Jalan Ibrahim Adjie No. 372 Bandung, adapun waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2013.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Perpajakan 2.1.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah sebagai berikut: Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi, atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Pengertian pajak menurut P.J.A. Adriani dalam Waluyo (2011:2) adalah sebagai berikut: Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan.

Beberapa pengertian pajak lainnya yang dikemukakan para ahli yang dikutip oleh Erly Suandy (2011:9) adalah sebagai berikut:

10

11

M.J.H. Smeets: Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui normanorma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa ada kalanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual, maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah, Soeparman Soemahamidjaja: Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum, Rochmat Soemitro: Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa imbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Menurut Erly Suandy (2011:10) ciri-ciri pajak yang tersimpul dalam berbagai definisi tersebut adalah sebagai berikut: 1. Pajak peralihan kekayaan dari orang/badan ke pemerintah. 2. Pajak dipungut berdasarkan/dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya, sehingga dapat dipaksakan. 3. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi langsung secara individual yang diberikan oleh pemerintah. 4. Pajak dipungut oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. 5. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment. 6. Pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dari pemerintah. 7. Pajak dapat dipungut secara langsung atau tidak langsung.

2.1.1.2 Fungsi Pajak Sebagaimana telah diketahui ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak dari berbagai definisi, terlihat adanya dua fungsi pajak menurut Waluyo (2011:6) yaitu sebagai berikut:

12

1. Fungsi Penerimaan (Budgeter) Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Sebagai contoh: dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. 2. Fungsi Mengatur (Regular) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi. Sebagai contoh: dikenakannya pajak yang lebih tinggi terhadap minuman keras, dapat ditekan. Demikian pula terhadap barang mewah.

2.1.1.3 Jenis Pajak Menurut Waluyo (2011:12) pajak dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, adalah sebagai berikut: 1. Menurut golongan atau pembebanan, dibagi menjadi berikut ini. a. Pajak langsung, adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung Wajib Pajak yang bersangkutan. Contoh: Pajak Penghasilan. b. Pajak tidak langsung, adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai. 2. Menurut sifat Pembagian pajak menurut sifat dimaksudkan pembedaan dan pembagiannya berdasarkan ciri-ciri prinsip adalah sebagai berikut. a. Pajak subjektif, adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti memperhatikan keadaan dari Wajib Pajak. Contoh: Pajak Penghasilan. b. Pajak objektif, adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. 3. Menurut pemungut dan pengelolanya, adalah sebagai berikut. a. Pajak pusat, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai. b. Pajak daerah, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contoh: pajak reklame, pajak hiburan, Bea Perolehan atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Bumi dan Bangunan sektor perkotaan dan pedesaan.

13

2.1.1.4 Asas Pemungutan Pajak Adapun asas pemungutan pajak yang diungkapkan Waluyo (2011:16) sebagai berikut: 1. Asas Tempat Tinggal Negara-negara mempunyai hak untuk memungut atas seluruh penghasilan Wajib Pajak berdasarkan tempat tinggal Wajib Pajak. Wajib Pajak yang bertempat tinggal di Indonesia dikenai pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh, yang berasal dari Indonesia atau berasal dari luar negeri. 2. Asas Kebangsaan Pengenaan pajak dihubungkan dengan suatu negara. Asas ini diberlakukan kepada setiap orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia untuk membayar pajak. 3. Asas Sumber Negara mempunyai hak untuk memungut pajak atas penghasilan yang bersumber pada suatu negara yang memungut pajak. Dengan demikian, Wajib Pajak menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia dikenakan pajak di Indonesia tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.

2.1.1.5 Cara Pemungutan Pajak Menurut Waluyo (2011:160) mengemukakan tentang cara pemungutan pajak dilakukan berdasarkan tiga stelsel adalah sebagai berikut: 1. Stelsel nyata (rill stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan) yang nyata, sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya telah dapat diketahui, kelebihan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis. Kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui). 2. Stelsel anggapan (fictive stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang, sebagai contoh: penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya sehingga awal tahun pajak telah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kelebihan stelsel ini adalah pajak yang dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu akhir tahun. Kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya.

14

3. Stelsel campuran Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Apabila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar daripada pajak menurut anggapan, maka Wajib Pajak harus menambah kekurangannya. Demikian pula sebaliknya, apabila lebih kecil, maka kelebihannya dapat diminta kembali.

2.1.1.6 Sistem Pemungutan Pajak Sistem pemungutan pajak dibagi tiga seperti yang diungkapkan oleh Waluyo (2011:17) sebagai berikut: 1. Sistem Official Assessment Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang. Ciri-ciri official assessment system adalah sebagai berikut: a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada fiskus. b. Wajib Pajak bersifat pasif. c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus. 2. Sistem Self Assessment Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. 3. Sistem Withholding Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

15

2.1.2 Pemeriksaan Pajak 2.1.2.1 Pengertian Pemeriksaan Pajak Pengertian pemeriksaan menurut Pasal 1 ayat (25) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah sebagai berikut: Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

2.1.2.2 Unsur-unsur Pemeriksaan Pajak Unsur-unsur pokok dalam pemeriksaan pajak yang dapat diuraikan menurut Erly Suandy (2011:207) adalah sebagai berikut: 1. Informasi yang terukur dengan kriteria tetap, yaitu untuk proses pemeriksaan pajak dimulai dengan mencari, menghimpun, dan mengolah informasi yang tertuang dalam Surat Pemberitahuan (SPT) yang diisi oleh Wajib Pajak sesuai dengan sistem self assessment. Dalam setiap pemeriksaan diperlukan informasi yang dapat dibuktikan dan standar atau kriteria yang dapat dipakai pemeriksa sebagai pegangan untuk melakukan evaluasi terhadap informasi yang diperoleh. 2. Satuan usaha, yaitu setiap akan melakukan pemeriksaan pajak, ruang lingkup pemeriksaan harus dinyatakan secara jelas. Kesatuan usaha dapat berbentuk Wajib Pajak perorangan atau Wajib Pajak badan. Pada umumnya periode waktu pemeriksaan pajak adalah satu tahun tetapi ada pula pemeriksaan untuk satu bulan, satu kuartal atau beberapa tahun. Hal ini disesuaikan dengan kebutuhan. 3. Mengumpulkan dan mengevaluasi bahan bukti, maksudnya adalah segala informasi yang dipergunakan oleh pemeriksa pajak untuk menentukan informasi terukur yang diperiksa melalui evaluasi agar sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. 4. Pemeriksa yang kompeten dan independen, yaitu setiap pemeriksa pajak harus memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang cukup agar dapat memahami kriteria yang dipergunakan.

16

2.1.2.3 Tujuan Pemeriksaan Pajak Tujuan pemeriksaan pajak menurut Erly Suandy (2011:204) adalah sebagai berikut: 1. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka memberikan kepastian hukum, keadilan, dan pembinaan kepada Wajib Pajak. Pemeriksaan dapat dilakukan dalam hal: a. Surat Pemberitahuan menunjukkan kelebihan pembayaran pajak, termasuk yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak; b. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan menunjukkan rugi; c. Surat Pemberitahuan tidak disampaikan atau disampaikan tidak pada waktu yang telah ditetapkan; d. Surat Pemberitahuan yang memenuhi kriteria seleksi yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak; e. Ada indikasi kewajiban perpajakan selain kewajiban Surat Pemberitahuan tidak dipenuhi. 2. Tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pemeriksaan meliputi pemeriksaan yang dilakukan dalam rangka: a. Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan; b. Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak; c. Pengukuhan atau pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak; d. Wajib Pajak mengajukan keberatan; e. Pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto; f. Pencocokan data dan atau/alat keterangan; g. Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil; h. Penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai; i. Pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan untuk tujuan lain.

2.1.2.4 Ruang Lingkup Pemeriksaan Pajak Untuk melaksanakan pemeriksaan menurut Erly Suandy (2011:206) dijelaskan mengenai ruang lingkup pemeriksaan pajak yang terdiri atas:

17

1. Pemeriksaan Lengkap Pemeriksaan lengkap yaitu pemeriksaan yang dilakukan di tempat Wajib Pajak yang meliputi seluruh jenis pajak atau tujuan lain baik tahun berjalan dan tahun-tahun sebelumnya dengan menerapkan teknik-teknik pemeriksaan yang lazim digunakan dalam pemeriksaan pada umumnya. Unit pelaksana pemeriksaan lengkap adalah Direktorat Pemeriksaan Pajak dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak. 2. Pemeriksaan Sederhana Pemeriksaan sederhana yaitu pemeriksaan yang dilakukan untuk mencari, mengumpulkan, dan mengolah data atau kegiatan lainnya dengan menerapkan teknik-teknik pemeriksaan dengan bobot dan kedalaman yang sederhana. Pemeriksaan sederhana dilakukan karena selama ini pemeriksaan yang telah dilakukan banyak memerlukan waktu, biaya dan pengorbanan sumber daya lainnya, baik oleh administrasi pajak maupun oleh Wajib Pajak itu sendiri, sehingga kurang dapat memberikan kepuasan kepada masyarakat Wajib Pajak. Pemeriksaan sederhana dilakukan melalui: a. Pemeriksaan Sederhana Kantor (PSK), yaitu pemeriksaan sederhana yang dilakukan terhadap Wajib Pajak di Kantor Unit Pelaksana Pemeriksaan Sederhana untuk satu jenis pajak tertentu, baik untuk tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya; b. Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL), yaitu pemeriksaan sederhana yang dilakukan terhadap Wajib Pajak di lapangan dan di Kantor Unit Pelaksana Pemeriksaan Sederhana untuk seluruh jenis pajak (all taxes) atau jenis-jenis pajak tertentu dan atau untuk tujuan lain, baik untuk tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya.

2.1.2.5 Jenis-jenis Pemeriksaan Pajak Jenis-jenis pemeriksaan pajak menurut Erly Suandy (2011:208) dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu sebagai berikut: 1. Pemeriksaan rutin, adalah pemeriksaan yang langsung dilakukan oleh unit pemeriksa tanpa harus ada persetujuan terlebih dahulu dari unit atasan, biasanya harus segara dilakukan terhadap: a. Surat Pemberitahuan (SPT) lebih bayar; b. Surat Pemberitahuan (SPT) rugi; c. Surat Pemberitahuan (SPT) yang menyalahi penggunaan norma penghitungan. Batas waktu pemeriksaan rutin lengkap paling lama tiga bulan sejak pemeriksaan dimulai. Sedangkan pemeriksaan lokasi lamanya maksimal 45 hari sejak Wajib Pajak diperiksa. Pemeriksaan rutin

18

terhadap Wajib Pajak yang tahun sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan lengkap dua tahun berturut-turut tidak lagi dilakukan pemeriksaan lengkap pada tahun ketiga. 2. Pemeriksaan khusus, dilakukan setelah ada persetujuan atau instruksi dari unit atasan (Direktur Jenderal Pajak atau kepala kantor yang bersangkutan) dalam hal: a. Terdapat bukti bahwa Surat Pemberitahuan (SPT) yang disampaikan oleh Wajib Pajak tidak benar; b. Terdapat indikasi bahwa Wajib Pajak melakukan tindak pidana dibidang perpajakan; c. Sebab-sebab lain berdasarkan instruksi dari Direktur Jenderal Pajak atau kepala kantor wilayah (misalnya ada pengaduan dari masyarakat).

2.1.2.6 Metode Pemeriksaan Pajak Metode pemeriksaan pajak yang sering digunakan menurut Waluyo (2012:380) adalah sebagai berikut: 1. Metode Langsung Metode langsung tersebut yaitu teknik dan prosedur pemeriksaan dengan melakukan pengujian atas kebenaran angka-angka dalam SPT yang dilakukan langsung terhadap laporan keuangan dan buku-buku, catatan-catatan, serta dokumen-dokumen pendukungnya sesuai dengan urutan proses pemeriksaan. 2. Metode Tidak Langsung Metode tidak langsung yaitu teknik dan prosedur pemeriksaan pajak dengan melakukan pengujian atas kebenaran angka-angka dalam SPT. Pendekatan yang dilakukan untuk metode tidak langsung yaitu dengan perhitungan tertentu mengenai penghasilan dan biaya yang meliputi: a. Metode transaksi tunai; b. Metode transaksi bank; c. Metode sumber dan pengadaan dana; d. Metode perbandingan kekayaan bersih; e. Metode perhitungan persentase; f. Metode satuan dan volume; g. Pendekatan produksi; h. Pendekatan laba kotor; i. Pendekatan biaya hidup.

19

2.1.2.7 Prosedur Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak Prosedur pelaksanaan pemeriksaan pajak menurut Mardiasmo (2011:54) adalah sebagai berikut: 1. Petugas pemeriksa harus dilengkapi dengan Surat Perintah Pemeriksaan dan harus memperlihatkan kepada Wajib Pajak yang diperiksa. 2. Wajib Pajak yang diperiksa harus: a. Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak. b. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan. c. Memberi keterangan yang diperlukan. 3. Apabila dalam mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen serta keterangan yang diminta, Wajib Pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan, maka kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan. 4. Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan penyegelan tempat atau ruangan tertentu, bila Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban pada butir dua di atas.

2.1.2.8 Jangka Waktu Pelaksanaan Pemeriksaan Jangka waktu pelaksanaan pemeriksaan menurut Waluyo (2012:374) ditetapkan sebagai berikut: 1. Pemeriksaan kantor dilakukan dalam jangka waktu paling lama enam bulan yang dihitung sejak tanggal Wajib Pajak datang memenuhi surat panggilan dalam rangka pemeriksaan kantor sampai dengan tanggal laporan hasil pemeriksaan. 2. Pemeriksaan lapangan dilakukan dalam jangka waktu paling lama empat bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama delapan bulan yang dihitung sejak tanggal surat perintah pemeriksaan sampai dengan tanggal laporan hasil pemeriksaan. 3. Apabila dalam pemeriksaan lapangan ditemukan indikasi transaksi yang terkait dengan transfer pricing dan/atau transaksi khusus lain yang berindikasi adanya rekayasa transaksi keuangan yang memerlukan pengujian yang lebih mendalam serta memerlukan waktu

20

yang lebih lama, pemeriksaan lapangan dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama dua tahun. 4. Dalam pemeriksaan dilakukan berdasarkan kriteria pemeriksaan pajak, mengenai pengajuan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak oleh Wajib Pajak, jangka waktu pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada butir 1,2, dan 3 di atas, harus memperhatikan jangka waktu penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.

2.1.2.9 Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak Erly Suandy (2011:216) mengungkapkan bahwa pelaksanaan pemeriksaan didasarkan pada pedoman pemeriksaan pajak yang meliputi Pedoman Umum Pemeriksaan Pajak, Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak, dan Pedoman Laporan Pemeriksaan Pajak. 1. Pedoman Umum Pemeriksaan adalah sebagai berikut: Pemeriksaan dilaksanakan oleh pemeriksa pajak yang: 1) Telah mendapat pendidikan dan pelatihan teknis yang cukup serta memiliki keterampilan sebagai Pemeriksa Pajak; 2) Bekerja dengan jujur, bertanggung jawab, penuh pengabdian, bersikap terbuka, sopan, dan objektif, serta menghindarkan diri dari perbuatan tercela; 3) Menggunakan hasil temuan pemeriksaan dituangkan dalam kertas kerja pemeriksaan sebagai bahan untuk menyusun Laporan Pemeriksaan Pajak. 2. Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan adalah sebagai berikut: a. Pelaksanaan pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik, sesuai dengan tujuan pemeriksaan, dan mendapat pengawasan yang seksama; b. Luas pemeriksaan ditentukan berdasarkan petunjuk yang diperoleh yang harus dikembangkan melalui pencocokan data, pengamatan, tanya jawab, dan tindakan lain berkenaan dengan pemeriksaan; c. Pendapat dan kesimpulan Pemeriksa Pajak harus didasarkan pada temuan yang kuat dan berlandaskan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

3. Pedoman Laporan Pemeriksaaan Pajak adalah sebagai berikut: a. Laporan Pemeriksaan Pajak disusun secara ringkas dan jelas, memuat ruang lingkup sesuai dengan tujuan pemeriksaan, memuat kesimpulan Pemeriksaan Pajak yang didukung temuan yang kuat

21

tentang ada atau tidak adanya penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan, dan memuat pula pengungkapan informasi lain yang terkait. b. Laporan Pemeriksaan Pajak yang berkaitan dengan pengungkapan penyimpangan Surat Pemberitahuan harus memperhatikan Kertas Kerja Pemeriksaan antara lain mengenai: 1) berbagai faktor perbandingan; 2) nilai absolut dari penyimpangan; 3) sifat dari penyimpangan; 4) petunjuk atau temuan adanya penyimpangan; 5) pengaruh penyimpangan; 6) hubungan dengan permasalahan lainnya. c. Laporan Pemeriksaan Pajak harus didukung oleh daftar yang lengkap dan rinci sesuai dengan tujuan pemeriksaan.

Menurut Erly Suandy (2011:2017) tujuan ditetapkan atau dibuat pedoman pelaksanaan pemeriksaan pajak adalah: 1. Agar tata cara pelaksanaan pemeriksaan pajak terarah, efisien, efektif, dan mencapai sasarannya yaitu meningkatkan penerimaan negara dari sektor perpajakan guna menunjang kegiatan pembangunan. 2. Agar tujuan utama pemeriksaan pajak yaitu untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tercapai. 3. Agar terdapat keragaman pelaksanaan pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh pemeriksa pajak.

2.1.2.10 Produk Hukum Pemeriksaan Pajak Produk hukum pemeriksaan pajak menurut Rudy Suhartono dan Wirawan B. Ilyas (2010:53) adalah sebagai berikut: 1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Diterbitkan apabila berdasarkan hasil pemeriksaan terdapat pajak yang terutang tidak atau kurang bayar. 2. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) Diterbitkan apabila berdasarkan hasil pemeriksaan jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang telah dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang.

22

3. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) Diterbitkan apabila berdasarkan hasil pemeriksaan jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak atau tidak ada pembayaran pajak. 4. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) Diterbitkan apabila ditemukan data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak terutang. Penerbitan SKPKBT dengan syarat sebelumnya telah terbit ketetapan pajak (SKPKB, SKPN, atau SKPLB) untuk tahun atau Masa Pajak yang sama. 5. Surat Tagihan Pajak (STP) Diterbitkan untuk menagih sanksi administrasi berupa denda atau bunga terkait keterlambatan pembayaran atau pelaporan SPT, dan pembuatan Faktur Pajak tidak sesuai ketentuan perpajakan.

2.1.2.11 Hak dan Kewajiban Wajib Pajak Selama Pemeriksaan Menurut Waluyo (2012:375) hak dan kewajiban Wajib Pajak selama pemeriksaan adalah sebagai berikut: 1. Hak Wajib Pajak selama proses pemeriksaan ini meliputi: a. Meminta Tanda Pengenal Pemeriksa dan Surat Perintah Pemeriksaan kepada pemeriksa pajak; b. Meminta Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak; c. Meminta penjelasan maksud dan tujuan pemeriksaan kepada Pemeriksa Pajak; d. Meminta tanda bukti peminjaman buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen secara terperinci; e. Meminta rincian dan penjelasan yang berkenaan dengan hal-hal yang berbeda antara hasil pemeriksaan dengan Surat Pemberitahuan (SPT) untuk ditanggapi; f. Memberikan sanggahan terhadap koreksi-koreksi yang dilakukan Pemeriksa Pajak, dengan menunjukkan bukti-bukti yang kuat dan sah dalam rangka closing conference; g. Meminta petunjuk mengenai penyelenggaraan pembukuan atau pencatatan dan petunjuk lainnya mengenai pemenuhan kewajiban perpajakan sehubungan dengan pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan agar penyelenggaraan pembukuan atau pencatatan dan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam tahuntahun selanjutnya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; h. Menerima buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen yang dipinjam oleh Pemeriksa Pajak selama proses pemeriksaan

23

secara lengkap paling lama 14 (empat belas) hari sejak selesainya proses pemeriksaan. 2. Kewajiban Wajib Pajak apabila dilakukan pemeriksaan pajak, maka Wajib Pajak wajib untuk: a. Memenuhi panggilan untuk datang menghadiri pemeriksaan kantor sesuai dengan waktu yang ditentukan; b. Memenuhi permintaan peminjaman buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen yang diperlukan untuk kelancaran pemeriksaan; c. Memberi kesempatan kepada pemeriksa untuk memasuki tempat atau ruangan yang dipandang perlu; d. Memberikan keterangan secara tertulis maupun lisan yang diperlukan oleh Pemeriksa selama proses pemeriksaan; e. Menandatangani surat pernyataan persetujuan apabila Wajib Pajak menyetujui seluruh hasil pemeriksaan; f. Menandatangani Berita Acara Hasil Pemeriksaan, bila Wajib Pajak tidak atau tidak seluruhnya menyetujui hasil pemeriksaan tersebut; g. Menandatangani surat pernyataan penolakan pemeriksaan, apabila Wajib Pajak/wakil/kuasanya menolak membantu kelancaran pemeriksaan; h. Memberi kesempatan kepada pemeriksa untuk melakukan penyegelan tempat atau ruangan tertentu.

2.1.2.12 Sanksi Terkait Pemeriksaan Pajak UU KUP menegaskan mengenai sanksi perpajakan yang terkait dengan pemeriksaan yang dikutip oleh Rudy Suhartono dan Wirawan B. Ilyas (2010:54) adalah sebagai berikut: 1. Apabila Hasil Pemeriksaan Terdapat Pajak Kurang Dibayar a. Jumlah pajak yang kurang dibayar pajak ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak sampai dengan diterbitkannya SKPKB. b. PPN & PPnBM ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tairf 0% dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% atas pajak yang tidak atau kurang bayar. 2. Wajib Pajak Tidak Memenuhi Kewajiban Pemeriksaan. Sanksi Administrasi

24

Apabila kewajiban pembukuan atau pemeriksaan tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang, atas jumlah pajak dalam SKPKB ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan yaitu: 1. 50% untuk PPh Badan dan/atau Orang Pribadi, 2. 100% untuk pemotongan dan/atau pemungutan PPh, dan PPN dan PPnBM. Sanksi Pidana Dipidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun, serta denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar apabila termasuk kategori tindak pidana perpajakan sesuai Pasal 39 UU KUP.

2.1.3. Kepatuhan Wajib Pajak Badan 2.1.3.1 Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak Terdapat definisi mengenai kepatuhan Wajib Pajak yang dikemukan oleh Safri Nurmantu dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:138) adalah sebagai berikut: Kepatuhan Wajib Pajak dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. Kepatuhan Wajib Pajak menurut Machfud Sidik dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:139) mengemukakan bahwa: Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela (voluntary of compliance) merupakan tulang punggung sistem self assessment, dimana Wajib Pajak bertanggung jawab menetapkan sendiri kewajiban perpajakan dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar dan melaporkan pajaknya tersebut.

Sedangkan menurut Erard dan Feinstin dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:139) menyatakan bahwa: Menggunakan teori psikologi, dalam kepatuhan Wajib Pajak yaitu rasa bersalah dan rasa malu, persepsi Wajib Pajak atas kewajaran dan keadilan

25

beban pajak yang mereka tanggung, dan pengaruh kepuasan terhadap pelayanan pemerintah.

2.1.3.2 Jenis-jenis Kepatuhan Wajib Pajak Adapun jenis-jenis kepatuhan Wajib Pajak menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:138) adalah: 1. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang perpajakan. Misalnya menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) PPh sebelum tanggal 31 Maret ke Kantor Pelayanan Pajak, dengan mengabaikan apakah isi Surat Pemberitahuan (SPT) PPh tersebut sudah benar atau belum. Yang penting Surat Pemberitahuan (SPT) PPh sudah disampaikan sebelum tanggal 31 Maret. Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara substantif/hakikatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan yaitu sesuai isi dan jiwa undang-undang pajak kepatuhan material juga dapat meliputi kepatuhan formal. Di sini Wajib Pajak yang bersangkutan, selain memperhatikan kebenaran yang sesungguhnya dari isi dan hakekat Surat Pemberitahuan (SPT) PPh tersebut.

2.

Untuk kepatuhan Wajib Pajak secara formal menurut Undang-undang KUP dalam Erly Suandy (2011:119) adalah sebagai berikut: 1. Kewajiban untuk mendaftarkan diri Pasal 2 Undang-undang KUP menegaskan bahwa setiap Wajib Pajak wajib mendaftarkan diri pada Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Khusus terhadap pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan undangundang PPN, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). 2. Kewajiban mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan Pasal 3 ayat (1) Undang-undang KUP menegaskan bahwa setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) dalam bahasa Indonesia serta menyampaikan ke kantor pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.

26

3. Kewajiban membayar atau menyetor pajak Kewajiban membayar atau menyetor pajak dilakukan di kas negara melalui kantor pos atau bank BUMN/BUMD atau tempat pembayaran lainnya yang ditetapkan Menteri Keuangan. 4. Kewajiban membuat pembukuan dan/atau pencatatan Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia diwajibkan membuat pembukuan (Pasal 28 ayat (1)). Sedangkan pencatatan dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usahanya atau pekerjaan bebas yang diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. 5. Kewajiban menaati pemeriksaan pajak Terhadap Wajib Pajak yang diperiksa, harus menaati ketentuan dalam rangka pemeriksaan pajak, misalnya Wajib Pajak memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, memberi kesempatan untuk memasuki tempat ruangan yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan, serta memberikan keterangan yang diperlukan oleh pemeriksa pajak. 6. Kewajiban melakukan pemotongan atau pemungutan pajak Wajib Pajak yang bertindak sebagai pemberi kerja atau penyelenggara kegiatan wajib memungut pajak atas pembayaran yang dilakukan dan meyetorkan ke kas negara. Hal ini sesuai dengan prinsip withholding system. Adapun kepatuhan material menurut Undang-undang KUP dalam Erly Suandy (2011:120) disebutkan bahwa: Setiap Wajib Pajak membayar pajak terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak dan jumlah pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan yang disampaikan oleh Wajib Pajak adalah jumlah pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan.

2.1.3.3 Manfaat Kepatuhan Wajib Pajak Kepatuhan pajak akan menghasilkan banyak keuntungan, baik bagi fiskus maupun bagi Wajib Pajak sendiri selaku pemegang peranan penting tersebut. Bagi

27

fiskus, kepatuhan pajak dapat meringankan tugas aparat pajak, petugas tidak terlalu banyak melakukan pemeriksaan pajak dan tentunya penerimaan pajak akan mendapatkan pencapaian optimal. Sedangkan bagi Wajib Pajak, manfaat yang diperoleh dari kepatuhan pajak seperti yang dikemukan Siti Kurnia Rahayu (2010:143) adalah sebagai berikut: 1. Pemberian batas waktu penebitan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) paling lambat tiga bulan sejak permohonan kelebihan pembayaran pajak yang diajukan Wajib Pajak diterima untuk PPh dan satu bulan untuk PPN, tanpa melalui penelitian dan pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). 2. Adanya kebijakan percepatan penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) menjadi paling lambat dua bulan untuk PPh dan tujuh hari untuk PPN.

2.1.3.4 Kriteria Kepatuhan Wajib Pajak Menurut Erly Suandy (2011:97) ukuran kepatuhan Wajib Pajak dapat dilihat atas dasar: 1. Patuh terhadap kewajiban interim, yakni dalam pembayaran atau laporan masa, SPT masa, SPT PPN setiap bulan; 2. Patuh terhadap kewajiban tahunan, yakni dalam menghitung pajak atas dasar sistem self assessment melaporkan perhitungan pajak dalam SPT pajak akhir tahun pajak serta tidak memiliki tunggakan pajak atau melunasi pajak terutang; 3. Patuh terhadap ketentuan material dan yuridis formal perpajakan melalui pembukuan sebagaimana mestinya.

Kepatuhan Wajib Pajak dikemukakan oleh Norman D. Nowak yang dikutip Siti Kurnia Rahayu (2010:138) menjelaskan bahwa: Sebagai suatu iklim dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi dimana: 1. Wajib Pajak paham atau berusaha untuk memenuhi semua ketentuan paraturan perundang-undangan perpajakan; 2. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas; 3. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar;

28

4.

Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.

Menurut Chaizi Nasucha dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:139) kepatuhan Wajib Pajak dapat diidentifikasi dari: 1. 2. 3. 4. Kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri; Kepatuhan untuk melaporkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT); Kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang; dan Kepatuhan dalam membayar tunggakan.

Kemudian merujuk kepada kriteria Wajib Pajak patuh menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 544/KMK.04/2000 dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:139) bahwa kriteria Kepatuhan Wajib Pajak adalah: 1. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) untuk semua jenis pajak dalam dua tahun terakhir; 2. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak; 3. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir; 4. Dalam dua tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan dan dalam hal terhadap Wajib Pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada pemeriksaan yang terakhir untuk masing-masing jenis pajak yang terutang paling banyak 5%. 5. Wajib Pajak yang laporan keuangannya untuk dua tahun terakhir di audit oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, atau pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi laba rugi fiskal.

2.1.3.5 Pengertian Wajib Pajak Badan Pengertian Wajib Pajak menurut Erly Suandy (2011:105) sebagai berikut: Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan.

29

Sedangkan pengertian badan menurut Erly Suandy (2011:105) sebagai berikut: Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

Dari definisi di atas, maka dapat diketahui bahwa Wajib Pajak badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang wajib melakukan kewajiban perpajakan dan termasuk pemungut dan pemotong Wajib Pajak tertentu yang telah diatur oleh undang-undang perpajakan.

2.2

Kerangka Pemikiran Penerimaan dari sektor pajak adalah sumber penerimaan terbesar negara.

Sebagai salah satu sumber penerimaan negara maka penerimaan pajak terus dipacu agar target penerimaan pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dapat tercapai. Dengan adanya target penerimaan pajak yang terus meningkat, sudah tentu fiskus sangat berkepentingan untuk mengamankan pendapatan negara dari sektor pajak melalui pengujian kepatuhan Wajib Pajak. Dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak khususnya Kantor Pelayanan Pajak (KPP) memiliki peranan penting untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya melalui pemeriksaan pajak.

30

Berdasarkan Pasal 58 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 62/PMK.01/2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak, KPP Pratama mempunyai tugas sebagai berikut: KPP Pratama melaksanakan penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan Wajib Pajak di bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Tidak Langsung Lainnya, Pajak Bumi dan Bangunanan serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dalam Wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam melaksanakan tugas tersebut di atas, berdasarkan Pasal 59 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 62/PMK.01/2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak, KPP Pratama menyelenggarakan fungsi antara lain: 1. Pengumpulan, pencarian dan pengolahan data, pengamatan potensi perpajakan, dan penyajian informasi perpajakan; 2. Penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan; 3. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan, dan pengolahan Surat Pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya; 4. Penyuluhan perpajakan; 5. Pelaksanaan registrasi Wajib Pajak; 6. Penatausahaan piutang pajak dan pelaksanaan penagihan pajak; 7. Pelaksanaan pemeriksaan pajak; 8. Pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak; 9. Pelaksanaan konsultasi perpajakan; 10. Pelaksanaan intensifikasi; 11. Pembetulan ketetapan pajak; 12. Pelaksanaan administrasi kantor.

Salah satu upaya untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya maka aparat pajak atau fiskus melakukan kegiatan pemeriksaan pajak terhadap Wajib Pajak berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Pengertian pemeriksaan pajak

31

berdasarkan Pasal 1 ayat (25) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah sebagai berikut: Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Sedangkan pengertian kepatuhan Wajib Pajak menurut Safri Nurmantu dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:138) adalah: Kepatuhan Wajib Pajak dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya.

Teori pemeriksaan

penghubung pajak dengan

yang

menghubungkan kepatuhan

pengaruh Wajib

pelaksanaan Pajak yang

peningkatan

dikemukakan Waluyo (2012:373) sebagai berikut: Tujuan pemeriksaan pajak dan kewenangan pihak yang melakukan pemeriksaan sebagaimana dimuat dalam Pasal 29 ayat (1) Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyatakan Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Selanjutnya Siti Kurnia Rahayu (2010:140) mengemukakan bahwa:

32

Kepatuhan Wajib Pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kondisi sistem administrasi perpajakan suatu negara, pelayanan pada Wajib Pajak, penegakan hukum perpajakan, pemeriksaan pajak, dan tarif pajak. Adapun teori tambahan yang menghubungkan antara pemeriksaan pajak terhadap kepatuhan Wajib Pajak menurut Undang-undang KUP dalam Erly Suandy (2011:119) kewajiban Wajib Pajak secara formal adalah sebagai berikut: 1. Kewajiban untuk mendaftarkan diri Pasal 2 Undang-undang KUP menegaskan bahwa setiap Wajib Pajak wajib mendaftarkan diri pada Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Khusus terhadap pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan undangundang PPN, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). 2. Kewajiban mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan Pasal 3 ayat (1) Undang-undang KUP menegaskan bahwa setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) dalam bahasa Indonesia serta menyampaikan ke kantor pajak tempat Wajib Pajak terdaftar. 3. Kewajiban membayar atau menyetor pajak Kewajiban membayar atau menyetor pajak dilakukan di kas negara melalui kantor pos atau bank BUMN/BUMD atau tempat pembayaran lainnya yang ditetapkan Menteri Keuangan. 4. Kewajiban membuat pembukuan dan/atau pencatatan Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia diwajibkan membuat pembukuan (Pasal 28 ayat (1)). Sedangkan pencatatan dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usahanya atau pekerjaan bebas yang diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. 5. Kewajiban menaati pemeriksaan pajak Terhadap Wajib Pajak yang diperiksa, harus menaati ketentuan dalam rangka pemeriksaan pajak, misalnya Wajib Pajak memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, memberi kesempatan untuk memasuki tempat ruangan yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan, serta memberikan keterangan yang diperlukan oleh pemeriksa pajak.

33

6. Kewajiban melakukan pemotongan atau pemungutan pajak Wajib Pajak yang bertindak sebagai pemberi kerja atau penyelenggara kegiatan wajib memungut pajak atas pembayaran yang dilakukan dan meyetorkan ke kas negara. Hal ini sesuai dengan prinsip withholding system.

Dengan demikian tujuan pemeriksaan pajak untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya harus mendapat prioritas utama dan pemeriksaan pajak yang dilaksanakan oleh fiskus untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak harus secara objektif dan profesional sesuai dengan tata cara pemeriksaan pajak. Dengan adanya hubungan antara pelaksanaan pemeriksaan pajak dengan tingkat kepatuhan Wajib Pajak diharapkan dapat memberikan dampak pada kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan oleh Wajib Pajak dengan tetap mengacu pada fiskus yang melaksanakan pemeriksaan pajak harus secara objektif dan profesional sesuai dengan tata cara pemeriksaan pajak. Adapun beberapa penelitian terdahulu mengenai pemeriksaan pajak dan pengaruhnya terhadap kepatuhan Wajib Pajak dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini:

34

Tabel 2.1 Tinjauan Atas Penelitian Terdahulu No 1. Peneliti Feri Yusi Setiawan (2007) Judul Penelitian Pengaruh Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Penghasilan Pasal 21 Pengaruh Pemeriksaan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan dalam Memenuhi Kewajiban Perpajakan Sampel 10 orang pemeriksa pajak di KPP Bononegara Bandung . Hasil Penelitian Terdapat pengaruh pelaksanaan pemeriksaan pajak terhadap kepatuhan Wajib Pajak Penghasilan Pasal 21 di KPP Bojonegara Bandung sebesar 52,12%. Pemeriksaan pajak memiliki pengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak badan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan. Besarnya pengaruh pemeriksaan pajak terhadap kepatuhan Wajib Pajak badan adalah sebesar 30,63%. Pemeriksaan pajak memiliki pengaruh terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakan Pajak Penghasilan. Besarnya pengaruh pemeriksaan pajak terhadap kepatuhan Wajib Pajak adalah sebesar 20,3%. Pemeriksaan pajak dan penyeludupan pajak berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak.

2.

Maria W. Br. Simbolon (2011)

3.

Reni Priantini Pengaruh Pemeriksaan Desca Pajak Terhadap (2011) Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak dalam Pemenuhan Kewajiban Perpajakan Pajak Penghasilan

16 orang pemeriksa pajak pada Seksi Pemeriksaan dan Kelompok Fungsional Pemeriksaan di KPP Pratama Jakarta Duren Sawit. 14 orang pemeriksa pajak pada Seksi Pemeriksaan dan Kelompok Fungsional Pemeriksaan di KPP Pratama Jakarta Tebet. 60 pegawai pajak bagian fungsional, yaitu KPP Karees 15 orang, KPP Tegalega 15 orang, KPP Cibeunying 15 orang, KPP Bojonegara 15 orang. 11 orang pemeriksa pajak pada Seksi Pemeriksaan dan Kelompok Jabatan Fungsional Pemeriksaan di KPP Pratama Bandung Karees.

4.

Feby Risyandi (2012)

Pengaruh Pemeriksaan Pajak dan Penyeludupan Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

5.

Hafsyah Nur Hidayah Harahap (2013)

Pengaruh Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan

Pelaksanaan pemeriksaan pajak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan. Koefisien determinasi menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan wajib Pajak badan dipengaruhi pelaksanaan pemeriksaan pajak sebesar 69,1%.

35

KPP

Tujuan Pemeriksaan Pajak

Objektif dan Profesional

Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak (X)

Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan (Y)

Dimensi dari Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak: Pedoman Umum Pemeriksaan Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak Pedoman Laporan Pemeriksaan Pajak Erly Suandy (2011:216)

Dimensi dari Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan: Patuh Terhadap Kewajiban Interim Patuh Terhadap Kewajiban Tahunan Patuh Terhadap Ketentuan Materil dan Yuridis Formal

Erly Suandy (2011:97)

Hipotesis: Pelaksanaan pemeriksaan pajak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

36

2.3

Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, dan dukungan teori yang ada

maka diajukan hipotesis penelitian yaitu Pelaksanaan pemeriksaan pajak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan.

BAB III METODE PENELITIAN

3.1

Metode Penelitian yang Digunakan

3.1.1 Objek Penelitian Objek penelitian adalah objek yang diteliti dan dianalisis. Objek penelitian dalam penelitian ini mengenai pelaksanaan pemeriksaan pajak dan tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees yang bertempat di Jl. Ibrahim Adjie No. 372 Bandung. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees merupakan instansi pemerintah yang mengurusi penerimaan negara khususnya penerimaan pajak yang berada di bawah naungan Kementerian Keuangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur sejauh mana pengaruh pelaksanaan pemeriksaan pajak terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan.

3.1.2 Metode Penelitian Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan suatu metode yang relevan dengan tujuan yang ingin dicapai. Metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode survey. Menurut Sugiyono (2012:11) pengertian metode survey adalah: Penelitian yang dilakukan dengan menggunakan angket sebagai alat penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi

37

38

tersebut, sehingga ditemukan kejadian relatif, distribusi, dan hubungan antar variabel, sosiologis maupun psikologis.

Sedangkan metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dan metode analisis asosiatif, karena adanya variabel-variabel yang akan ditelaah hubungannya serta tujuannya untuk menyajikan gambaran yang terstruktur, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta serta hubungan antar variabel yang diteliti. Menurut Sugiyono (2012:206) yang dimaksud dengan metode analisis deskriptif adalah: Metode analisis deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa maksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum dan generalisasi. Sedangkan menurut Sugiyono (2012:207) penelitian asosiatif adalah: Merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan dua variabel atau lebih. Dalam penelitian ini maka akan dapat dibangun suatu teori yang dapat berfungsi untuk menjelaskan, meramalkan, dan mengontrol suatu gejala.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat deskripsi atau gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta, sifat, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Ada dua instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan wawancara, dan angket metode tertutup, di mana kemungkinan pilihan jawaban sudah ditentukan terlebih dahulu dan respon tidak diberikan alternatif jawaban lain. Indikator-indikator untuk kedua variabel tersebut kemudian dijabarkan oleh penulis menjadi sejumlah pertanyaan-pertanyaan

39

sehingga diperoleh data primer. Data ini akan dianalisis dengan menggunakan uji statistika yang relevan untuk menguji hipotesis. Sedangkan teknik ukuran yang digunakan yaitu teknik Skala Likert.

3.1.3 Model Penelitian Model penelitian ini merupakan abstraksi dari fenomena-fenomena yang sedang diteliti. Dalam hal ini sesuai dengan judul skripsi yang penulis kemukakan maka model penelitian ini dapat dilihat dalam gambar sebagai berikut:

Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak


(X )

Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan


(Y )

Gambar 3.1 Model Penelitian Bila dijabarkan secara matematis, maka hubungan dari variabel tersebut adalah sebagai berikut: Y = f (X) Dimana: Y = Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan X = Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak f = Fungsi Berdasarkan model penelitian di atas, maka dapat diartikan bahwa tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan dipengaruhi oleh pelaksanaan pemeriksaan pajak.

40

3.2

Definisi Variabel dan Operasionalisasi Variabel Penelitian

3.2.1 Definisi Variabel Penelitian Sesuai dengan judul skripsi yaitu Pengaruh Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan, maka penulis melakukan penelitian dan dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1. Variabel Bebas (Independent Variable) Yang menjadi variabel bebas (independent variable) dalam penelitian ini adalah pelaksanaan pemeriksaan pajak. Yang dimaksud dengan pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, dan mengolah data dan atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 2. Variabel Terikat (Dependent Variable) Yang menjadi variabel terikat (dependent variable) dalam penelitian ini adalah tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan. Yang dimaksud dengan kepatuhan Wajib Pajak badan adalah kemampuan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya dan melakukan hak perpajakannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3.2.2 Operasionalisasi Variabel Penelitian Operasionalisasi varibel adalah suatu cara untuk mengukur suatu konsep yang dalam hal ini terdapat variabel-variabel yang langsung mempengaruhi dan

41

dipengaruhi, yaitu variabel yang dapat menyebabkan masalah-masalah lain terjadi dan atau variabel yang situasi dan kondisinya tergantung variabel lain. Sesuai dengan judul skripsi yaitu Pengaruh Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan maka terdapat dua variabel penelitian yaitu: 1. 2. Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak sebagai variabel bebas (X) Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan sebagai variabel terikat (Y) Untuk mengukur variabel bebas dan terikat, dilakukan penyebaran angket kepada sejumlah responden. Angket tersebut disusun berdasarkan indikatorindikator yang digunakan untuk melihat apakah pelaksanaan pemeriksaan pajak memiliki pengaruh terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan. Kedua variabel penelitian dapat dijabarkan dalam beberapa dimensi dan indikator seperti dijabarkan dalam tabel 3.1 dan 3.2 berikut ini: Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel Bebas (X) Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak Variabel Pemeriksaan Pajak (X) Konsep Variabel Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan Dimensi 1. Pedoman umum pemeriksaan Indikator 1. Pendidikan, pelatihan, dan keterampilan pemeriksa pajak. 2. Sikap jujur, tanggung jawab, sopan, objektif, dan profesional pemeriksa pajak. 3. Pemeriksa pajak menyusun Laporan Pemeriksaan Pajak berdasarkan temuan hasil pemeriksaan Skala Ordinal Instrumen Kuesioner No. 1

Ordinal

Kuesioner No. 2

Ordinal

Kuesioner No. 3

42

profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanaka n ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan Sumber: Pasal 1 ayat (25) Undangundang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undangundang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

2. Pedoman pelaksanaan pemeriksaan

yang dituangkan ke dalam Kertas Kerja Pemeriksaan. 1. Melakukan persiapan yang baik sesuai dengan tujuan pemeriksaan sebelum melakukan pemeriksaan. 2. Melakukan pencocokan data, pengamatan, dan tanya jawab untuk menentukan luas pemeriksaan. 3. Memberikan pendapat dan kesimpulan berdasarkan pada temuan yang kuat. 1. Laporan Pemeriksaan Pajak disusun secara ringkas dan jelas, memuat ruang lingkup sesuai dengan tujuan pemeriksaan. 2. Laporan Pemeriksaan Pajak dalam pengungkapan penyimpangan SPT disusun dengan memperhatikan Kertas Kerja Pemeriksaan. 3. Laporan Pemeriksaan Pajak didukung oleh daftar yang lengkap dan rinci sesuai dengan tujuan pemeriksaan.

Ordinal

Kuesioner No. 4

Ordinal

Kuesioner No. 5

Ordinal

3. Pedoman laporan pemeriksaan pajak Sumber: Erly Suandy (2011:216)

Kuesioner No. 6

Ordinal

Kuesioner No.7

Ordinal

Kuesioner No. 8

Ordinal

Kuesioner No.9

43

Tabel 3.2 Operasionalisasi Variabel Terikat (Y) Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan Variabel Konsep Varia bel Kepatuhan Wajib Pajak adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya Sumber: Safri Nurmantu dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:138) Dimensi Indikator Skala Instrumen

Kepatuh an Wajib Pajak Badan (Y)

1. Patuh 1. Wajib Pajak melaporkan Ordinal terhadap SPT Masa PPN dengan kewajiban tepat waktu. interim 2. Wajib Pajak melaporkan Ordinal SPT Masa PPh dengan tepat waktu. 3. Wajib Pajak membayar angsuran pajak setiap bulan dengan tepat waktu. 2. Patuh 1. Wajib Pajak aktif terhadap menghitung pajak kewajiban berdasarkan sistem self tahunan assessment. 2. Untuk SPT PPh tahunan Wajib Pajak badan melakukan pelaporan pajak paling lambat 4 bulan setelah akhir tahun pajak. 3. Wajib Pajak tidak memiliki tunggakan pajak atau melunasi pajak terutang. Ordinal

Kuesioner No. 10

Kuesioner No. 11

Kuesioner No.12

Ordinal

Kuesioner No. 13

Ordinal

Kuesioner No. 14

Ordinal

Kuesioner No. 15

3. Patuh Ordinal 1. Mendaftarkan diri sebagai terhadap Wajib Pajak. ketentuan material Ordinal 2. Mengisi SPT dengan dan yuridis lengkap dan benar sesuai formal dengan besarnya pajak perpajakan terutang yang sebenarnya. Sumber: Erly Suandy (2011:97) 3. Wajib Pajak membayar atau Ordinal menyetor pajak yang dipotong atau dipungut.

Kuesioner No. 16 Kuesioner No. 17

Kuesioner No. 18

44

4. Wajib Pajak melakukan pembukuan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. 5. Wajib Pajak melakukan pemungutan dan pemotongan pajak. 6. Wajib Pajak mentaati pemeriksaan pajak.

Ordinal

Kuesioner No. 19

Ordinal

Kuesioner No. 20

Ordinal

Kuesioner No. 21

3.3

Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi Populasi penelitian dalam penyusunan skripsi ini adalah pemeriksa pajak yang melaksanakan pemeriksaan pajak pada Seksi Pemeriksaan dan Kelompok Jabatan Fungsional Pemeriksa di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees. Dengan jumlah populasi sebanyak 15 orang untuk pengisian angket. Terdiri dari Seksi Pemeriksaan sebanyak 4 orang dan Kelompok Jabatan Fungsional Pemeriksa sebanyak 11 orang. 3.3.2 Sampel Untuk menentukan ukuran besarnya sampel, peneliti menggunakan rumus dari Slovin yang dikutip Sevilla (1994) dalam Umar (2002:141) sebagai berikut:

Keterangan: n = Sampel N = Populasi e = Taraf kesalahan atau nilai kritis

45

Pengambilan sampel dilakukan pada tingkat kepercayaan 85% atau nilai kritis 15% dengan pertimbangan nilai kritis tersebut digunakan dalam penelitian sebelumnya. Sesuai dengan rumus diatas, maka jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

n=

n = 11,2 Berdasarkan perhitungan tersebut maka sampel yang diambil dibulatkan menjadi sebanyak 11 orang pemeriksa pajak.

3.3.3 Teknik Sampling Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel. Teknik sampling pada dasarnya dikelompokkan menjadi dua yaitu probability sampling dan nonprobability sampling. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode probability sampling, sedangkan cara pengambilan sampel yang digunakan adalah simple random sampling. Probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Adapun pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan simple random sampling. Simple random sampling adalah pengambilan anggota sampel dari populasi secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu.

46

3.4

Teknik Pengumpulan Data Sebagian besar tujuan penelitian adalah untuk memperoleh data yang

relevan, dapat dipercaya dan dapat dipertanggungjawabkan. Dalam penyusunan skripsi ini yang menjadi sumber data penelitian adalah data primer. Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari pemeriksa pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees. Teknik pengumpulan data merupakan cara-cara yang dilakukan untuk memperoleh data dan keterangan-keterangan yang diperlukan dalam penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research). Maka sarana untuk memperoleh data dan informasi tersebut adalah: a. Wawancara Penulis memperoleh data dengan cara melakukan tanya jawab secara langsung untuk meminta keterangan mengenai hal yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. b. Angket Dalam penelitian ini metode yang digunakan untuk memperoleh informasi dari reponden adalah berbentuk angket. Jenis angket yang penulis gunakan adalah angket tertutup, yaitu angket yang sudah disediakan jawabannya. Adapun alasan penulis menggunakan angket tertutup adalah: - Angket tertutup memberikan kemudahan kepada responden dalam memberikan jawaban. - Angket tertutup lebih praktis.

47

- Keterbatasan waktu penelitian. Dalam melakukan pengukuran atas jawaban dari angket-angket tersebut yang diajukan kepada responden, skala yang digunakan adalah skala Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan skala Likert, maka variabel yang diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai tolak ukur untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pertanyaan atau pernyataan. Menurut Sugiyono (2012:93), menyatakan bahwa: Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat berupa kata-kata antara lain: a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Hampir tidak pernah e. Tidak pernah Untuk keperluan analisis kuantitatif, maka jawaban itu dapat diberi skor, misalnya : Sangat setuju/selalu/sangat positif diberi skor 5 Setuju/sering/positif diberi skor 4 Ragu-ragu/kadang-kadang/netral diberi skor 3 Tidak setuju/hampir tidak pernah/negatif diberi skor 2 Sangat tidak setuju/tidak pernah/ diberi skor 1. Skala pengukuran semua variabel dalam penelitian adalah pengukuran pada skala ordinal. Untuk kepentingan analisis data dengan korelasi dan regresi linier sederhana yang mensyaratkan tingkat pengukuran variabel sekurangkurangnya interval, indeks pengukuran variabel ini ditingkatkan menjadi data

48

dalam skala interval melalui Methods Of Successive Interval (MSI) menurut Riduwan dan Kuncoro (2007: 30) adalah sebagai berikut : 1. Menentukan berapa banyak orang yang mendapatkan skor 1, 2, 3, 4 dan 5 dari setiap butir pertanyaan pada kuesioner, yang disebut dengan frekuensi. 2. Membagi setiap frekuensi dengan banyaknya responden dan hasilnya disebut dengan proporsi. Tentukan proporsi kumulatif. 3. Dengan menggunakan tabel distribusi normal baku, lakukan perhitungan nilai t tabel untuk setiap proporsi kumulatif yang diperoleh. 4. 5. Menentukan nilai densitas untuk setiap nilai t yang diperoleh (dari tabel). Menentukan Nilai Skala (NS) dengan menggunakan rumus:

Melalui persamaan berikut: Skor = NS + | NSmin | +1 Menyiapkan pasangan data dari variabel independent dan dependent dari semua sampel penelitian untuk pengujian hipotesis.

3.5

Metode Analisis yang Digunakan

3.5.1 Analisis Data Analisis data merupakan proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang dibaca, dipahami, dan diinterprestasikan. Data yang akan dianalisis merupakan data hasil penelitian lapangan, kemudian penulis melakukan analisis untuk menarik kesimpulan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan uji statistika, karena merupakan metode analisis data yang efisien dan efektif dalam

49

suatu penelitian. Untuk menguji X dan Y, maka analisis yang digunakan berdasarkan rata-rata (mean) dari masing-masing variabel. Nilai rata-rata ini didapat dengan menjumlahkan data keseluruhan dalam setiap variabel, kemudian dibagi dengan jumlah responden. Rumus rata-rata (mean) yang dikutip dari Sugiyono (2012:43) adalah sebagai berikut: Untuk variabel X: Untuk variabel Y:

Me =

Me =

Keterangan: Me = Rata-rata (mean) = Sigma (jumlah) Xi = Nilai X ke-i sampai ke-n Yi = Nilai Y ke-i sampai ke-n n = Jumlah responden Persamaan rata-rata (mean) di atas merupakan teknik penjelasan kelompok didasarkan atas nilai rata-rata dari kelompok tersebut. Rata-rata ini didapat dengan menjumlahkan data seluruh individu dalam kelompok itu, kemudian dibagi dengan jumlah individu yang ada pada kelompok tersebut. Setelah didapat rata-rata dari masing-masing variabel, kemudian dibandingkan dengan kriteria yang penulis tentukan berdasarkan nilai terendah dan tertinggi dari hasil angket. Nilai terendah dan tertinggi itu masing-masing

50

diambil dari banyaknya pernyataan dalam angket dikalikan dengan skor terendah yaitu 1 (satu) dan nilai tertinggi yaitu 5 (lima) dengan menggunakan Skala Likert. Teknik Skala Likert dipergunakan dalam melakukan pengukuran atas jawaban dari pertanyaan yang diajukan kepada responden penelitian dengan cara memberikan skor pada setiap item jawaban. Menurut Sudjana (2005:47) menyatakan bahwa: a. Tentukan rentang, ialah data terbesar dikurangi data terkecil. b. Tentukan banyak kelas interval yang diperlukan. Banyak kelas sering biasa diambil paling sedikit 5 kelas dan paling banyak 15 kelas. Cara lain cukup bagus untuk n berukuran besar n 200 misalnya, dapat menggunakan aturan Sturges, yaitu: banyak kelas = 1 + (3,3) log n. c. Tentukan panjang kelas interval p. p=

Atas dasar hal tersebut, maka untuk variabel X diperoleh nilai terendahnya (1x9) = 9, dan nilai tertingginya adalah (5x9) = 45, maka kelas interval sebesar 7,2 ((45-9)/5). Maka dengan demikian untuk menilai pelaksanaan pemeriksaan pajak (X), penulis tentukan sebagai berikut: 9 16,2 16,3 23,4 23,5 30,6 30,7 37,8 37,9 45 untuk kriteria Tidak Memadai untuk kriteria Kurang Memadai untuk kriteria Cukup Memadai untuk kriteria Memadai untuk kriteria Sangat Memadai

Selanjutnya untuk menilai tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan (Y) caranya sama dengan penilaian untuk variabel X. Nilai terendah dari variabel Y adalah (1x12) = 12 dan nilai tertingginya adalah (5x12) = 60, maka kelas interval

51

sebesar 9,6 ((60-12/5). Atas dasar nilai terendah dan tertinggi tersebut, maka kriteria untuk menilai kepatuhan Wajib Pajak badan (Y) penulis tentukan sebagai berikut: 12 21,6 untuk kriteria Tidak Patuh 21,7 31,2 untuk kriteria Kurang Patuh 31,3 40,8 untuk kriteria Cukup Patuh 40,9 50,4 untuk kriteria Patuh 50,5 60 untuk kriteria Sangat Patuh

3.5.2 Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen Instrumen yang digunakan dalam penelitian perlu diuji validitas dan reliabilitas. Pengujian ini dilakukan agar pada saat penyebaran angket instrumeninstrumen penelitian tersebut sudah valid dan reliable, yang artinya alat ukur untuk mendapatkan data sudah dapat digunakan. 1. Pengujian Validitas Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu alat ukur atau instrumen pengukuran dapat dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Alat yang menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran dikatakan sebagai alat ukur yang memiliki validitas rendah.

52

Untuk menghitung korelasi pada uji validitas menggunakan metode Product Moment Pearson, menurut Sugiono (2012:276) dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan: r n X Y X Y X Y = Koefisien validitas butir pertanyaan yang dicari = Banyaknya koresponden = Skor yang diperoleh subjek dari seluruh item = Skor total yang diperoleh dari seluruh item = Jumlah Skor dalam distribusi X = Jumlah Skor dalam distribusi Y = Jumlah kuadrat masing-masing X = Jumlah kuadrat masing-masing Y Sugiyono (2012:188) menyatakan bahwa: Item yang mempunyai korelasi positif dengan kriterium (skor total) serta korelasi yang tinggi, menunjukkan bahwa item tersebut mempunyai validitas yang tinggi pula. Biasanya syarat minimum untuk dianggap memenuhi syarat adalah kalau r = 0,30. Jadi jika korelasi antara skor butir dengan skor total kurang dari 0,30 maka butir dalam instrumen tersebut dinyatakan tidak valid. 2. Pengujian Reliabilitas Reliabilitas merupakan penerjemahan dari kata reliability. Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi disebut sebagai pengukuran yang reliabel (reliable). Meskipun reliabilitas mempunyai berbagai nama lain seperti keterpercayaan, keterandalan, kestabilan, konsistensi dan sebagainya, namun ide

53

pokok yang terkandung dalam konsep reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Uji reliabilitas dalam penelitian ini penulis menggunakan metode Cronbachs Alpha () menurut Ghozali (2007:40) dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan: n S2 = Koefisien reliabilitas instrumen Cronbachs Alpha = Jumlah butir pernyataan = Varian skor secara keseluruhan Jumlah varian dicari terlebih dahulu dengan cara mencari nilai varian tiap butir dengan persamaan sebagai berikut:

Keterangan: S = Varian X = Nilai skor yang dipilih n = Jumlah sampel Menurut Ghozali (2007:42) suatu kontrak atau variabel dikatakan reliable jika memberikan nilai Cronbachs Alpha > 0,70.

54

3.5.3 Uji Normalitas Data Dalam penelitian ini, uji yang dilakukan merupakan regresi linier sederhana. Dalam menggunakan analisis regresi ini, ada syarat yang harus terpenuhi. Data yang digunakan dalam analisis regresi sederhana harus berdistribusi normal. Dalam pengujian normalitas data, ada beberapa cara yang bisa digunakan. Salah satu diantaranya adalah uji satu sampel Kolmogorov-Smirnov. Uji ini sering digunakan dalam penelitian untuk menguji normalitas data. Menurut Singgih Santoso (2012:393), dasar penentuan keputusan dalam pengujian Kolmogorov-Smirnov adalah nilai probabilitas (significance), yaitu: a. Jika nilai probabilitas < 0.05 maka data tidak berdistribusi normal. b. Jika nilai probabilitas > 0.05 maka data berdistribusi normal.

3.6

Rancangan Analisis dan Uji Hipotesis Rancangan uji hipotesis untuk mengetahui korelasi dari dua variabel yang

diteliti, dalam lingkup penelitian pengaruh pelaksanaan pemeriksaan pajak terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan dilakukan secara statistika. Setelah penulis melakukan analisis data lapangan kemudian dilakukan penghitungan dari hasil angket agar analisis yang dilakukan dapat lebih teruji dan diandalkan. Langkah-langkah dalam pengujian hipotesis ini dimulai dengan

menetapkan hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (Ha), penetapan tingkat signifikan, pemilihan tes statistika dan penghitungan nilai statistika, dan

55

penetapan kriteria pengujian. Untuk mengetahui lebih lebih lanjut langkahlangkah yang dilakukan dapat dilihat sebagai berikut: 1. Penetapan Hipotesis Nol (H0) dan Hipotesis Alternatif (Ha) Penetapan hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (Ha) digunakan dengan tujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh antara kedua variabel di atas. Hipotesis penelitian yang diajukan adalah hipotesis alternatif (Ha), sedangkan untuk keperluan analisis statistika hipotesisnya berpasangan antara hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (Ha) dengan hipotesis statistika pada penelitian ini adalah: H0 : = 0 Tidak terdapat pengaruh antara pelaksanaan pemeriksaan pajak terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan. Ha : 0 Terdapat pengaruh antara pelaksanaan pemeriksaan pajak terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan. 2. Penetapan Tingkat Signifikansi Tingkat signifikansi (level of significance) adalah tingkat probabilitas yang ditentukan oleh peneliti untuk membuat keputusan menolak atau mendukung hipotesis. Tingkat signifikansi menunjukkan probabilitas kesalahan yang dibuat peneliti untuk menolak atau mendukung hipotesis. Tingkat signifikansi (level of significance) yang dipilih dalam penelitian ini adalah sebesar 5% ( = 0,05). Kriteria keputusan berdasarkan tingkat signifikansi sebesar 5% menunjukkan bahwa keputusan yang dibuat peneliti untuk menolak atau mendukung suatu hipotesis mempunyai probabilitas kesalahan

56

sebesar 5%. Tingkat signifikansi sebesar 5% ini dipilih oleh peneliti karena dinilai cukup ketat untuk mewakili pengaruh variabel yang satu terhadap variabel yang lainnya dan merupakan tingkat signifikansi yang umum digunakan dalam penelitian ilmu sosial. 3. Pemilihan Tes Statistik dan Penghitungan Nilai Tes Statistik Untuk mengetahui arah hubungan dan seberapa besar pengaruh pelaksanaan pemeriksaan pajak terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan, maka pengujian dilakukan dengan menggunakan analisis regresi linier sederhana. Analisis regresi linier sederhana merupakan analisis statistika yang bersifat parametrik dimana data yang digunakan harus memiliki skala pengukuran sekurang-kurangnya interval dan berdistibusi normal. Persamaan umum regresi linier sederhana menurut Sugiyono (2012:270) adalah: Y = a + bX Keterangan: Y = Subjek dalam variabel dependent yang diprediksikan a = Harga Y, ketika harga X = 0 (harga konstan) b = Angka arah atau koefisien regresi, yang menunjukkan angka peningkatkan ataupun penurunan variabel dependent yang didasarkan pada perubahan variabel independent X = Subjek pada variabel independent yang mempunyai nilai tertentu Nilai a dan b dapat dihitung dengan rumus berikut:

Y( n
n n

X 2) X
XY X2 (
2

X (
X

XY
2

X)

b
Keterangan:

Y X )2

57

Y = Taksiran nilai X untuk harga Y yang diketahui X = Taksiran nilai Y untuk harga X yang diketahui a dan b = Harga konstanta berdasarkan kumpulan data atau sampel yang digunakan sebagai bahan penelahaan Analisis ini diawali dengan menghitung koefisien korelasi antar variabel menggunakan korelasi Product Moment Pearson yang digunakan untuk mencari hubungan dua variabel dan membuktikan hipotesis bila data kedua variabel berbentuk interval atau rasio, dan sumber data dari kedua variabel atau lebih adalah sama. Perhitungan koefisian korelasi dapat dilakukan sebagai berikut:

Keterangan: r = Korelasi antara variabel X dan variabel Y X = Jumlah variabel X Y = Jumlah variabel Y Besarnya koefisien korelasi adalah 1 r 1, dengan kriteria sebagai berikut: a. Jika r = -1 atau mendekati 1, maka terdapat hubungan antara kedua variabel kuat dengan arah berlawanan atau negatif. b. Jika r = 1 atau mendekati 1, maka terdapat hubungan antara kedua variabel kuat dengan arah searah atau positif. c. Jika r = 0 atau mendekati 0, maka hubungan antara kedua variabel sangat lemah atau tidak ada hubungan sama sekali. Sebagai bahan penafsiran terhadap koefisien korelasi yang ditemukan besar atau kecil, maka dapat berpedoman pada ketentuan berikut ini:

58

Tabel 3.3 Pedoman Untuk Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi Interval Koefisien Korelasi Tingkat Hubungan 0,00 0,199 Sangat Rendah 0,20 0,399 Rendah 0,40 0,599 Sedang 0,60 0,799 Kuat 0,80 1,000 Sangat Kuat Sumber : Sugiyono (2012:250)

Selanjutnya dapat dihitung koefisien determinasi untuk menentukan seberapa besar persentase pengaruh variabel X (pelaksanaan pemeriksaan pajak) terhadap variabel Y (tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan). Menurut Sugiyono rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: Kd = R2 x 100% Di mana: Kd = Koefisien determinasi R = Koefisien korelasi 4. Penetapan Kriteria Pengujian Setelah dilakukan analisis dan pengolahan data dengan software SPSS (Statistical Product and Service Solution) 20.0 for windows, dilakukan statistika uji t terhadap hipotesis. Adapun kaidah keputusan atau kriteria pengujian yang ditetapkan adalah sebagai berikut: Jika thitung > ttabel, maka terdapat pengaruh antara pelaksanaan pemeriksaan pajak terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan dengan kata lain H0 ditolak dan Ha diterima.

59

Jika thitung < ttabel, maka tidak terdapat pengaruh antara pelaksanaan pemeriksaan pajak terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan dengan kata lain H0 diterima dan Ha ditolak.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees 4.1.1.1 Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees Sejak zaman penjajahan Belanda, pemungutan pajak memang sudah

dilaksanakan dan ditangani oleh suatu badan yang bernama De Inspective Finantien yang mengurus masalah pemungutan pajak dari rakyat secara paksa berdasarkan Undang-undang kolonial Belanda yang berlaku pada saat itu dan hasilnya digunakan untuk kepentingan penjajah. Pada waktu penjajah Belanda menyerah pada Jepang pada tanggal 9 Maret 1942, maka nama De Inspective Finantien diganti menjadi Zaimuba yaitu suatu badan di bawah pemerintahan Jepang yang mengurus masalah keuangan. Namun, Zaimuba tidak bertahan lama karena Jepang menyerah kepada sekutu. Pada saat kekosongan kekuasaan itu Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaan pada tangal 17 Agustus 1945, sehingga nama Zaimuba diganti dengan Inspeksi Keuangan Bandung yang berkedudukan di Gedung Concerdia (Gedung Merdeka) di Jalan Asia Afrika Bandung. Inspeksi Keuangan Bandung tersebut meliputi daerah Swantantra Tingkat II, Kota Praja Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Sumedang, Karawang, Bekasi, Purwakarta, Subang, Garut, Tasikmalaya, Ciamis serta Banjar.

60

61

Ketika terjadi Agresi Militer Belanda I tanggal 17 Agustus 1947, pasukan Belanda menguasai wilayah Bandung Utara, sedangkan pemerintah Indonesia bertahan di sebelah selatan. Oleh karena itu, Inspeksi Keuangan Bandung dipindahkan ke Soreang (Bandung Selatan). Adanya revolusi fisik yang berkepanjangan, maka peperangan tidak dapat dihindari, hingga pada tanggal 18 Desember 1948 Belanda kembali melancarkan Agresi Militer II yang menyebabkan berkobarnya perang sehingga keadaan kota Yogyakarta (saat itu menjadi ibu kota RI), menjadi tidak aman akibat serangan Belanda. Untuk mengatasi keadaan tersebut, maka dibentuklah suatu taktik di mana Inspeksi Keuangan Bandung dipecah menjadi dua aliran, yaitu: a. Aliran Cooperative Aliran cooperative adalah aliran yang mau bekerja sama dengan Belanda, yang berkedududkan di Soreang, Bandung. b. Aliran Non Cooperative Aliran non cooperative adalah aliran yang tidak mau bekerja sama dengan Belanda, yang berkedudukan di Tasikmalaya. Setelah pemerintah Belanda mengakui kedaulatan RI, maka kantor Inspeksi Keuangan Bandung yang berkedudukan di Tasikmalaya dipindahkan lagi ke Bandung, yaitu di Jalan Raya Barat (sekarang Jalan Asia Afrika), tepatnya di sebelah Hotel Homann atau di depan Kantor PU. Dengan perkembangan zaman dan bertambahnya jumlah penduduk serta meningkatnya tingkat ekonomi masyarakat, maka pada tahun 1965, kantor Inspeksi Keuangan Bandung (termasuk Inspeksi Keuangan lainnya di Indonesia),

62

diganti menjadi Inspeksi Pajak Bandung yang berada di bawah Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan RI, di mana Kantor Inspeksi Pajak Bandung dipecah menjadi: 1. Kantor Inspeksi Pajak Bandung Dengan daerah wewenangnya meliputi daerah Swantantra Tingkat II, serta Praja Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, dan Kabupaten Ciamis di mana kantor tersebut berkedudukan di Jalan Asia Afrika No. 114 Bandung. Pada tahun 1967 Kantor Inspeksi Pajak Bandung di pecah lagi menjadi: a. Kantor Inspeksi Pajak Bandung yang meliputi Kota Praja Bandung, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Sumedang. b. Kantor Inspeksi Pajak Tasikmalaya yang meliputi Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, dan Kabupaten Banjar. 2. Kantor Inspeksi Pajak Karawang Dengan daerah wewenangnya meliputi Kabupaten Bekasi, Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang di mana kantor tersebut berkedudukan di Karawang. Kemudian pada tanggal 1 Januari 1980, Kantor Inspeksi Pajak Bandung di pecah menjadi 2 inspeksi pajak berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan RI nomor: KEP-141/KMK/1979, di mana pembagian wilayah Inspeksi Pajak Bandung menjadi: 1. Kantor Inspeksi Pajak Bandung Timur yang bertempat di Jalan Asia Afrika No. 114 Bandung.

63

2.

Kantor Inspeksi Pajak Bandung Barat yang bertempat di Jalan Soekarno Hatta No.118 Bandung. SK.MENKEU RI No. 297/KMK/1989 memutuskan bahwa mulai tanggal 1

April 1989 seluruh Kantor Inspeksi Pajak yang berada di Indonesia yang mana di ubah menjadi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan di Bandung sendiri dipecah menjadi 4 kantor pelayanan pajak, yaitu: 1. 2. 3. 4. Kantor Pelayanan Pajak Bandung Timur, Jalan Kiaracondong No. 372. Kantor Pelayanan Pajak Bandung Tengah, Jalan Purnawarman No. 21. Kantor Pelayanan Pajak Bandung Barat, Jalan Soekarno Hatta No. 118. Kantor Pelayanan Pajak Cimahi, Jalan Ria No. 1. Selanjutnya berdasarkan Surat Keputusan Menteri keuangan RI nomor : KEP-94/KMK/1994 tanggal 29 Maret 1994, Kantor Pelayanan Pajak tersebut berubah menjadi: 1. 2. 3. 4. 5. Kantor Pelayanan Pajak Bandung Karees. Kantor Pelayanan Pajak Bandung Cibeunying. Kantor Pelayanan Pajak Bandung Tegalega. Kantor Pelayanan Pajak Bandung Bojonegara. Kantor Pelayanan Pajak Bandung Cimahi. Selanjutnya pada tahun 2007 diterapkan moderenisasi sistem administrasi perpajakan sehingga seluruh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tersebut menjadi kantor pajak modern yaitu Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP) Pratama adalah sebagai berikut:

64

1. 2. 3. 4. 5.

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Tegalega. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Bojonegara. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cimahi. Dalam menjalankan peranannya sebagai instansi pemerintah, Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees mempunyai visi dan misi yang menginduk kepada visi dan misi Direktorat Jenderal Pajak sebagai berikut: a. Visi Visi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yaitu menjadi model pelayanan masyarakat yang menyelenggarakan sistem dan manajemen perpajakan kelas dunia yang terpercaya dan dibanggakan masyarakat. b. Misi Misi Fiskal yaitu menghimpun penerimaan dalam negeri dari sektor pajak yang mampu menunjang kemandirian pembiayaan pemerintah berdasarkan undang-undang perpajakan dengan tingkat efektivitas dan efisiensi yang tinggi. Misi Ekonomi yaitu mendukung kebijaksanaan pemerintah dalam mengatasi permasalahan ekonomi bangsa dengan kebijaksanaan yang minimizing distortion. Misi Politik yaitu mendukung proses demokratisasi bangsa.

65

Misi Kelembagaan yaitu senantiasa memperbaharui diri, selaras dengan aspirasi masyarakat dan teknokrasi perpajakan serta administrasi perpajakan mutakhir. Tugas pokok Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees yaitu memungut pajak kepada Wajib Pajak orang pribadi maupun Wajib Pajak badan. Pajak dipungut oleh Kantor Pelayanan Pajak untuk mencapai target penerimaan yang telah ditentukan oleh Dirjen Pajak. Dalam melakukan pemungutan, Kantor Pelayanan Pajak menggunakan asas pelayanan yaitu keterbukaan, kesederhanaan, kepastian, keadilan, keamanan, dan kenyamanan. Fungsi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees adalah melakukan koordinasi evaluasi dan pengendalian di bidang tata usaha pada sub bagian umum, pendataan objek dan subjek pajak, penilaian objek pajak, pengolahan data dan informasi, penetapan, penerimaan, penagihan, penyelesaian keberatan dan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan, serta pembinaan kelompok tenaga fungsional dalam rangka melaksanakan kebijaksanaan teknis.

4.1.1.2 Struktur Organisasi dan Deskripsi Jabatan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees 4.1.1.2.1 Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees Kantor Pelayanan Pajak adalah unsur pelaksana Dirjen Pajak yang berada di bawah Kantor Wilayah (Kanwil) dan bertanggung jawab langsung kepada Kanwil. Sebagaimana instansi-instansi pemerintah lainnya, Kantor Pelayanan

66

Pajak mempunyai struktur organisasi di mana struktur organisasi tersebut merupakan sarana untuk pembagian kerja sesuai dengan bidangnya sehingga diharapkan dapat mencapai tujuan dan memudahkan proses kegiatan yang dilaksanakan. Kantor Pelayanan Pajak dipimpin oleh seorang kepala kantor yang bertugas melaksanakan kegiatan operasional pelayanan perpajakan dalam daerah wewenangnya yang meliputi luas daerah, kedudukan tempat Wajib Pajak dan daerah tertentu di mana pelaksanaan tersebut berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees adalah salah satu unit instansi vertikal Departemen Keuangan yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat I. Dengan berlakunya surat keputusan menteri keuangan RI nomor : KEP443/KMK.01/2001 tanggal 23 Juli 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak, Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan, maka susunan organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees adalah sebagai berikut: 1. 2. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama. Subbagian Umum.

67

3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Seksi Pelayanan. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I, II, III, IV. Seksi Pemeriksaan. Seksi Penagihan. Seksi Pengolahan Data dan Informasi. Seksi Ekstensifikasi. Kelompok Jabatan Fungsional.

4.1.1.2.2

Deskripsi Jabatan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees

Deskripsi jabatan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees adalah sebagai berikut: 1. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Mempunyai tugas untuk memimpin Kantor Pelayanan Pajak dan bertanggung jawab dalam melaksanakan dalam pemungutan secara langsung,

melaksanakan ketetapan pajak, pemungutan pajak yang dibantu oleh seksi yang membawahkannya. 2. Subbagian Umum Mempunyai tugas mengurus di bidang kepegawaian, urusan rumah tangga kantor dan keuangan serta pengaturan kegiatan tata usaha di lingkungan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees.

68

3.

Seksi Pelayanan Terdiri atas dua bagian yaitu bagian pelayanan dan bagian Tempat Pelayanan Terpadu (TPT). Bagian pelayanan bertugas sebagai penata usaha surat masuk dan laporan dari Wajib Pajak, penerbitan produk hukum serta menjawab konfirmasi pajak. Sedangkan bagian Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) bertugas sebagai penerima laporan pajak dari Wajib Pajak, pelayanan NPWP, serta penerimaan surat masuk dari Wajib Pajak.

4.

Seksi Pengawasan dan Konsultasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees mempunyai empat Seksi Pengawasan dan Konsultasi yang masing-masing membawahi kecamatan tertentu. Seksi Pengawasan dan Konsultasi bertugas sebagai konsultan teknik di bidang pajak, melakukan himbauan pada Wajib Pajak dan pengawasan atas kepatuhan Wajib Pajak. Seksi Pengawasan dan Konsultasi juga melakukan kegiatan intensifikasi Wajib Pajak, pembuatan profil Wajib Pajak dan melakukan proses permohonan terhadap Wajib Pajak.

5.

Seksi Pemeriksaan Seksi Pemeriksaan bertugas melakukan koordinasi dan persiapan dalam rangka pemeriksaan terhadap Wajib Pajak baik berupa pemeriksaan sederhana kantor ataupun pemeriksaan lapangan. Seksi Pemeriksaan juga bertugas membuat produk hukum hasil pemeriksaan dan membuat laporan hasil pemeriksaan pajak.

69

6.

Seksi Penagihan Seksi Penagihan bertugas melakukan penatausahaan terhadap surat ketetapan ataupun surat tagihan pajak, melakukan tindakan penagihan dan penyitaan terhadap Wajib Pajak. Menjawab konfirmasi data tunggakan pajak dan pelaksanaan lelang.

7.

Seksi Pengolahan Data dan Informasi Seksi Pengolahan Data dan Informasi bertugas membentuk bank data, penatausahaan alat keterangan, menyusun rencana penerimaan pajak berdasarkan potensi pajak, perkembangan ekonomi dan keuangan, membuat laporan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, serta penanggung jawab teknis atas sistem informasi dan komputerisasi perpajakan.

8.

Seksi Ekstensifikasi Seksi Ekstensifikasi bertugas melakukan pendataan objek Pajak Bumi dan Bangunan, melakukan penelitian terhadap nilai objek pajak, melakukan kegiatan ekstensifikasi terhadap Wajib Pajak, melakukan proses mutasi Pajak Bumi dan Bangunan serta melakukan pembetulan Pajak Bumi dan Bangunan.

9.

Kelompok Jabatan Fungsional Pejabat fungsional terdiri atas pejabat fungsional pemeriksa dan pejabat fungsional penilai yang bertanggung jawab secara langsung kepada kepala kantor. Dalam melaksanakan pekerjaannya, pejabat fungsional pemeriksa berkoordinasi dengan seksi pemeriksaan sedangkan pejabat fungsional penilai berkoordinasi dengan seksi ekstensifikasi.

70

4.1.1.3 Aspek-aspek Kegiatan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees Tujuan dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees yaitu memberikan pelayanan publik dengan baik kepada Wajib Pajak, dengan memenuhi semua kebutuhan Wajib Pajak untuk dalam melakukan pemenuhan kewajiban perpajakannya. Untuk mencapai tujuan itu diperlukan prosedur dan tata kerja organisasi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees, aktivitasaktivitas yang dilakukan antara lain: a. Pelayanan terhadap Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan melalui prosedur yang mudah dan sistematis. b. Melakukan kegiatan operasional perpajakan di bidang pengolahan data informasi, tata usaha perpajakan, pelayanan, penagihan, pengawasan dan konsultasi, dan pemeriksaan kepada Wajib Pajak. c. Kegiatan pengawasan dan verifikasi atas pajak penghasilan maupun pajak pertambahan nilai dan penerapan sanksi administrasi perpajakan dengan mencari, mengumpulkan, mengolah data maupun keterangan lain dalam rangka pengawasan pemenuhan kewajiban perpajakan. Juga melakukan kegiatan penata usahaan dan lampirannya termasuk kebenaran penulisan dan penghitungan yang bersifat formal, pemantauan dan penyusunan laporan pembayaran masa PPh, PPN, dan pajak tidak langsung lainnya. d. Mengadakan kegiatan penyuluhan pajak kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan kesadaran dan kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan dan memenuhi kewajiban perpajakannya.

71

4.1.2 Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karess Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees melakukan

pemeriksaaan pajak pada dasarnya untuk menguji kebenaran formal dan material dari pembukuan Wajib Pajak sebagaimana dicantumkan dalam Surat

Pemberitahuan dan meneliti apakah kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang bersangkutan telah dilaksanakan dan telah memenuhi ketentuan yuridis fiskal yang berlaku. Pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan untuk mencari,

mengumpulkan, dan mengelola data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lainnya dalam rangka pemenuhan kewajiban perpajakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Berdasarkan pedoman pemeriksaan pajak pada KPP Pratama Bandung Karees maka adapun tata cara dalam proses pelaksanaan pemeriksaan pajak antara lain: 1. Pelaksanaan pemeriksaan pajak harus berdasarkan pedoman pemeriksaan pajak. 2. Melaksanakan pemeriksaan pajak. 3. Membuat laporan pemeriksaan pajak. 1. Pedoman Pemeriksaan Pajak Pelaksanaan pemeriksaan pajak terhadap Wajib Pajak badan pada KPP Pratama Bandung Karees harus didasarkan pada pedoman pemeriksaan yang

72

meliputi pedoman umum pemeriksaan, pedoman pelaksanaan pemeriksaan, dan pedoman laporan pemeriksaan. Adapun pedoman pemeriksaaan pajak pada KPP Pratama Bandung Karees sebagai berikut: a. Pedoman Umum Pemeriksaan Pajak Di dalam pedoman ini pelaksanaan pemeriksaan pajak yang dilaksanakan oleh pemeriksa pajak (fiskus) yang telah mendapat pendidikan teknis yang cukup dan memiliki keterampilan sebagai pemeriksa pajak. Dalam melaksanakan tugasnya, pemeriksa pajak yang ditunjuk telah memenuhi semua persyaratan penunjukan pejabat atau petugas yang berwenang melakukan pemeriksaan. Persyaratan tersebut antara lain: a. Pemeriksa pajak berlatar belakang pendidikan sarjana; b. Pemeriksa pajak adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Pajak yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan pemeriksaan di bidang perpajakan. Di samping itu, pemeriksa harus bekerja jujur, bertanggung jawab, penuh pengabdian, bersifat independen, objektif dan lugas serta wajib menghindarkan diri dari perbuatan tercela. Artinya dalam menjalankan tugas, pemeriksa pajak harus bekerja dengan jujur tidak ada penyalahgunaan wewenang, hasil pemeriksaan pajak terhadap Wajib Pajak dapat dipertanggungjawabkan oleh pemeriksa dan dalam menjalankan tugas, pemeriksa pajak penuh pengabdian kepada negara dalam rangka menghimpun penerimaan pajak yang diterima. Pemeriksa juga harus bersifat independen (mandiri) dalam menjalankan tugas

73

pemeriksaan, artinya kedudukan pemeriksa bebas dari pengaruh orang yang merupakan bagian dari objek pemeriksaan dalam hal ini adalah Wajib Pajak. Selain jujur, bertanggung jawab, penuh pengabdian, dan bersifat independen, pemeriksa pajak juga harus bertindak objektif dan lugas. Objektif dapat diartikan bahwa pemeriksa pajak tidak ikut terlibat dalam aktivitas objek yang diperiksa (Wajib Pajak), sedangkan lugas dapat diartikan bahwa pemeriksa pajak melaporkan hasil temuan pemeriksaan pajak apa adanya tanpa berusaha menutupi faktor yang ada atau mempunyai motif tertentu atau ada kepentingan pribadi. Penerapan pedoman umum pemeriksaan adalah berupa pemeriksaan yang harus dilakukan pemeriksa pajak dengan menggunakan keahliannya secara cermat dan seksama serta memberikan gambaran sehingga dapat terlihat dengan jelas apakah Wajib Pajak sudah memenuhi kewajiban perpajakannya dan memberikan gambaran yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya tentang Wajib Pajak. Hasil temuan pemeriksaan dituangkan dalam Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP), sebagai bahan untuk menyusun laporan pemeriksaan pajak. Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP) adalah sarana atau media untuk melaporkan atau menuangkan hasil pemeriksaan Wajib Pajak. b. Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak Pelaksanaan pemeriksaan pajak harus didahului dengan persiapan pemeriksaan pajak yang baik, sesuai dengan tujuan pemeriksaan dan dengan pengawasan yang seksama. Tahapan kegiatan persiapan pemeriksaan meliputi: a. Membuat susunan tim pemeriksa. b. Membuat daftar Wajib Pajak yang akan diperiksa.

74

c. Menyiapkan berkas Wajib Pajak, berkas Wajib Pajak disiapkan berdasarkan Wajib Pajak yang akan diperiksa dan telah disusun oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Karees. Pelaksanaan pemeriksaan oleh pemeriksa pajak mempunyai tahapan pemeriksaan yang telah ditentukan. Adapun tahapan-tahapan untuk menentukan luas pelaksanaan pemeriksaan pajak tersebut adalah sebagai berikut: a. Mempelajari berkas Wajib Pajak - Mempelajari seluruh dokumen yang merupakan isi berkas Wajib Pajak dan berkas data. - Membuat catatan mengenai hal-hal penting yang diketahui setelah mempelajari data, SPT, dan laporan keuangan Wajib Pajak dan menuangkannya ke dalam Kerta Kerja Pemeriksaan (KKP). b. Menganalisis SPT dan laporan keuangan Wajib Pajak - Melakukan perbandingan laporan keuangan tahun yang diperiksa dengan laporan keuangan tahun sebelumnya. - Membuat catatan mengenai perkiraan-perkiraan yang berdasarkan hasil analisis menunjukkan adanya gambaran atau perubahan yang cukup material. - Memperlihatkan perkiraan-perkiraan tertentu yang tidak sesuai dengan sifat dan jenis usahanya. - Membuat catatan mengenai hal-hal penting yang diketahui dari analisis tersebut dan menuangkannya ke dalam Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP). c. Mengidentifikasi masalah

75

- Mempelajari masalah-masalah dalam berkas Wajib Pajak, SPT, laporan keuangan dan data atau informasi lainnya. - Membuat catatan mengenai masalah-masalah tersebut dan menuangkannya ke dalam Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP). d. Memuktahirkan ruang lingkup dan program pemeriksaan Berdasarkan data atau fakta informasi yang diperoleh maka pemeriksa menelaah dan menyusun kembali program pemeriksaan yang dibuat pada tahap persiapan pemeriksaan. e. Melakukan pemeriksaan terhadap catatan dan dokumen - Memeriksa catatan dan dokumen yang berpedoman pada program pemeriksaan yang telah disusun. - Dari temuan tersebut selanjutnya dilakukan penilaian dengan

memperhatikan berbagai faktor perbandingan yang sejenisnya, bukti-bukti yang menunjukkan adanya penyimpangan, sifat dari penyimpangan apakah ada unsur kesengajaan atau tidak, pengaruh dari penyimpangan tersebut atas jumlah penghasilan kena pajak. - Apabila dalam pemeriksaan adanya bukti tindak pidana di bidang perpajakan, maka pemeriksa harus segera melaporkan hasil temuan tersebut kepada atasannya untuk diperoses lebih lanjut. f. Melakukan konfirmasi dengan pihak ketiga - Meminta informasi melalui surat kepada pihak ketiga. - Melakukan pemeriksaan terhadap pihak ketiga yang terkait.

76

g. Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada Wajib Pajak - Memberitahukan secara tertulis koreksi fiskal kepada Wajib Pajak. - Melakukan pembahasan atas koreksi fiskal dengan Wajib Pajak. - Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada Wajib Pajak untuk menyampaikan pendapat, sanggahan, persetujuan atas permintaan

penjelasan lebih lanjut mengenai koreksi fiskal yang telah dilakukan. Pendapat dan kesimpulan pemeriksa pajak yang nantinya akan dituangkan dalam Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP) harus berdasarkan pada bukti yang kuat tentang ada atau tidaknya penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan dan berlandaskan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. c. Pedoman Laporan Pemeriksaan Pajak Setiap pemeriksaan selalu diakhiri dengan pertanggungjawaban yaitu dengan menyusun laporan pemeriksaan pajak. Dalam pelaksanaan pemeriksaan pajak, pembuatan laporan itu merupakan suatu keharusan. Laporan ini mencerminkan watak dan profesionalisme pemeriksa. Selain itu, dalam laporan ini akan diketahui kekurangan yang ditemui oleh pemeriksa dalam pembukuan. Laporan pemeriksaan dilaksanakan oleh fiskus harus melalui pembahasan terlebih dahulu sampai pada laporan final. Untuk itu harus dibuat konsep laporan pemeriksaan dengan cara penyusunan sebagai berikut: a. Umum Memuat keterangan-keterangan mengenai: - Identitas Wajib Pajak.

77

- Pemenuhan kewajiban pajak. - Gambaran kegiatan Wajib Pajak. - Penugasan dan alasan pemeriksaan. - Data atau informasi yang tersedia. - Data lampiran, misalnya SPT Tahunan. b. Pelaksanaan Pemeriksaan Memuat penjelasan secara lengkap mengenai: - Pos-pos yang diperiksa. - Penilaian pemeriksa atas pos-pos yang diperiksa. - Temuan-temuan pemeriksa. c. Hasil Pemeriksaan Merupakan ikhtisar yang menggambarkan perbandingan antara laporan Wajib Pajak (SPT) dengan hasil pemeriksaan dan penghitungan mengenai besarnya pajak-pajak yang terutang. d. Kesimpulan dan Usul Pemeriksa Menggambarkan hasil pemeriksaan dalam bentuk perbandingan antara pajakpajak yang terutang berdasarkan laporan Wajib Pajak dengan hasil pemeriksaan, data atau informasi yang diproduksi dan usul-usul pemeriksa. Laporan pemeriksaan yang berkaitan dengan pengungkapan

penyimpangan Surat Pemeberitahuan harus memperhatikan: a. Berbagai faktor perbandingan Maksudnya, perbandingan pemeriksaan dapat dilihat dari pajak terutang atau elemen-elemen yang ada dalam Surat Pemberitahuan, dianalisis dan

78

diungkapkan

penyimpangannya,

misalnya

usaha

dari

Wajib

Pajak

dibandingkan dengan usaha sejenisnya apakah terjadi penyimpangan. b. Nilai absolut dari penyimpangan Maksudnya, nilai absolut adalah nilai pasti dari laporan Surat Pemberitahuan apabila terjadi penyimpangan harus diungkapkan berapa penyimpangannya. c. Sifat dari penyimpangan Maksudnya, apabila penyimpangan itu akibat faktor sengaja atau tidak sengaja, salah tulis atau salah hitung atau salah penerapan sanksi. d. Bukti atau petunjuk adanya penyimpangan Maksudnya, hal apapun yang terjadi dalam penyimpangan harus ada bukti yang kuat. e. Pengaruh penyimpangan Maksudnya, apabila ada penyimpangan maka akan berpengaruh pada pajak terutang lainnya. f. Hubungan dengan permasalahan lainnya Apabila terjadi penyimpangan misalnya selisih dari omset Pajak Penghasilan terhadap Pajak Pertambahan Nilai apakah sama atau tidak. Laporan pemeriksaan telah didukung oleh daftar yang lengkap dan rinci sesuai dengan tujuan pemeriksaan. Misalnya daftar lengkap dari Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP).

79

2.

Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak Berdasarkan pedoman pemeriksaan pajak pada KPP Pratama Bandung

Karees maka adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk melaksanakan pemeriksaan pajak terhadap Wajib Pajak badan sebagai berikut: a. Pelajari pengisian SPT Wajib Pajak badan, apakah sudah diisi dengan lengkap dan berkas induknya lengkap. b. Hitung kembali penghitungan menurut SPT Wajib Pajak badan mengenai: - Peredaran usaha - Harga Pokok Penjualan (HPP) - Laba kotor - Biaya-biaya - Pendapatan di luar usaha - Laba bersih - Untuk pembukuan dikurangi kompensasi kerugian - Penghasilan Kena Pajak - PPh terutang - PPh kurang/lebih bayar - Kredit Pajak: PPh yang dipotong atau dipungut pihak ketiga: PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 24 (apabila Wajib Pajak badan yang memiliki penghasilan dari Luar Negeri). PPh yang dibayarkan sendiri: PPh Pasal 25 (angsuran bulanan), STP (Surat Tagihan Pajak) PPh Pasal 25 yang pokoknya saja, fiskal luar

80

negeri, PPHTB (Pajak Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan) untuk Wajib Pajak badan yang usaha pokoknya tidak menjual tanah dan bangunan. c. Bandingkan dengan peredaran usaha, harga pokok, biaya, PPh, dan kredit pajak yang disajikan dalam laporan laba rugi atau neraca. d. Pastikan untuk laporan laba rugi telah dilakukan koreksi fiskal oleh Wajib Pajak badan. e. Hitung kembali penghitungan menurut pemeriksa dari data SPT Wajib Pajak badan beserta tarif pajak yang benar. f. Untuk PPh yang dibayar, pastikan jumlah kredit pajak telah disajikan dalam neraca sisi aktiva dan PPh badan yang menggunakan pembukuan, PPh terutang akhir tahun telah disajikan dalam neraca sisi pasiva. g. Lakukan konfirmasi atas pembayaran PPh Pasal 25, STP Pokok Pasal 25 dan lain-lain yang telah dibayarkan oleh Wajib Pajak badan. 3. Laporan Pemeriksaan Pajak Setelah pemeriksaan pajak selesai dilaksanakan, maka pemeriksa pajak membuat Laporan Pemeriksaan Pajak yang disusun berdasarkan data-data yang terdapat dalam Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP). Laporan pemeriksaan yang dibuat oleh pemeriksa pajak digunakan sebagai dasar penerbitan SKPKB, SKPKBT, SKPN, SKPLB, dan STP. Berdasarkan pedoman pemeriksaan pajak pada KPP Pratama Bandung Karees maka adapun prinsip dalam penyusunan Laporan Pemeriksaan Pajak sebagai berikut:

81

- Laporan Pemeriksaan Pajak harus dibuat terpisah dari Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP). - Uraian tentang koreksi dalam Laporan Pemeriksaan Pajak disusun secara jelass, terinci, dan ringkas. - Uraian dan kesimpulan didukung oleh atasan dan bukti yang kuat tentang adanya penyimpangan atas peraturan perundangan perpajakan. - Koreksi yang menyangkut lebih dari satu tahun harus didukung oleh lampiran yang lengkap dan terinci.

4.1.3 Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees Tingkat kepatuhan Wajib Pajak adalah suatu keadaan di mana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. Wajib Pajak patuh adalah Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. Patuh terhadap Kewajiban Interim Kepatuhan Wajib Pajak terhadap kewajiban interim dapat dilihat atas dasar kemampuan dan kemauan Wajib Pajak dalam melaksanakan hal-hal sebagai berikut: a. Pelaporan pajak Pelaporan pajak yang dilakukan tidak boleh melebihi batas waktu yang telah ditetapkan. Kantor Pelayanan Pajak telah menetapkan batas penyampaian

82

pajak atau pelaporan pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak, batas pelaporan atau penyampaian ini dibagi menjadi dua yaitu sebagai berikut: - Untuk SPT Masa, Wajib Pajak melakukan pelaporan pajak selambatlambatnya tanggal 20 bulan berikutnya. - Untuk SPT Tahunan, Wajib Pajak diwajibkan melakukan penyampaian pajak selambat-lambatnya empat bulan setelah masa pajak tahun tersebut berakhir atau tanggal 30 April tahun berikutnya.

b.

Pembayaran pajak Setiap Wajib Pajak diharuskan membayar pajaknya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kantor Pelayanan Pajak menetapkan selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya. Sarana untuk membayar pajak adalah Surat Setoran Pajak (SSP). Pembayaran dilakukan di tempat yang telah ditentukan oleh Kantor Palayanan Pajak, yaitu Kantor Pos dan Giro serta bank-bank yang ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Pajak.

2. Patuh terhadap Kewajiban Tahunan Kewajiban tahunan yang harus dipenuhi oleh Wajib Pajak antara lain: a. Menghitung pajak atas dasar self assessment system Dalam hal ini pemerintah memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak terutang, yang ciri-cirinya yaitu: - Wajib Pajak diberi wewenang untuk menetukan besarnya pajak terutang pada Wajib Pajak itu sendiri.

83

- Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. - Fiskus dalam hal ini tidak ikut campur dan hanya mengawasi. b. Melaporkan perhitungan pajak dalam SPT pada akhir tahun pajak - Setelah SPT Tahunan diisi Wajib Pajak dengan benar, jelas, dan lengkap serta Wajib Pajak telah menandatanganinya, maka Wajib Pajak melaporkan SPT tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak atau tempat lain yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. - Jika yang mengisi dan menandatangani SPT orang lain bukan Wajib Pajak maka harus melampirkan surat kuasa khusus. - SPT wajib dilengkapi dengan lampiran yang telah ditentukan menurut perundang-undangan perpajakan yang berlaku. - SPT dilaporkan dalam batas waktu yang telah ditentukan dengan tanda bukti penerimaan SPT Tahunan dilaporkan selambat-lambatnya empat bulan setelah masa pajak tersebut berakhir atau tanggal 30 April tahun berikutnya. c. Melunasi utang pajak Dalam setiap pembayaran pajak, Wajib Pajak diharuskan membayar kewajiban sesuai dengan pajak yang telah dihitung sebenar-benarnya atau pajak yang dibayar minimal sama dengan jumlah pajak yang terutang (pada masa pajak yang terutang dalam satu tahun). Apabila pajak yang dibayar lebih kecil dari jumlah pajak yang terutang maka Wajib Pajak harus melunasi utang pajaknya sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

84

3. Patuh terhadap Ketentuan Material dan Yuridis Formal a. Ketentuan material Wajib pajak mematuhi semua norma-norma yang menerangkan antara lain keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenai pajak (objek pajak), siapa yang dikenakan pajak (tarif), segala sesuatu tentang timbulnya dan hapusnya utang pajak, dan hubungan hukum antara pemerintah dan Wajib Pajak. b. Ketentuan yuridis formal Wajib Pajak harus mematuhi semua ketentuan umum dan tata cara perpajakan yang telah ditetapkan oleh Undang-undang No. 28 tahun 2007, misalnya Wajib Pajak diwajibkan menyelenggarakan pembukuan sebagaimana mestinya.

4.1.4 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen 4.1.4.1 Uji Validitas Instrumen Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur yang telah dirancang dalam bentuk angket benar-benar dapat menjalankan fungsinya. Seperti telah dijelaskan pada metodologi penelitian bahwa untuk melihat valid tidaknya suatu alat ukur digunakan pendekatan secara statistika, yaitu melalui nilai koefisien korelasi skor butir pernyataan dengan skor total butir pernyataan, apabila koefisien korelasinya lebih besar atau sama dengan 0,30 maka pernyataan tersebut dinyatakan valid. Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan korelasi Product Moment Pearson (r) dengan bantuan software SPSS 20.0 for Windows diperoleh hasil uji validitas sebagai berikut.

85

1.

Hasil Uji Validitas Variabel X (Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak) Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas Variabel X (Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak) Butir Pertanyaan Item 1 Item 2 Item 3 Item 4 Item 5 Item 6 Item 7 Item 8 Item 9 r 0,529 0,592 0,509 0,482 0,741 0,591 0,526 0,462 0,584 rkritis 0,30 0,30 0,30 0,30 0,30 0,30 0,30 0,30 0,30 Keterangan Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid

Sumber : Lampiran Output Uji Validitas dan Reliabilitas

Dari tabel 4.1 di atas terlihat bahwa nilai koefisien korelasi (r) dari setiap butir pernyataan lebih besar dari nilai kritis 0,30. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa semua butir pernyataan untuk variabel X (pelaksanaan pemeriksaan pajak) valid dan layak digunakan sebagai alat ukur penelitian dan dapat digunakan untuk analisis selanjutnya. 2. Hasil Uji Validitas Variabel Y (Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan)

Tabel 4.2 Hasil Uji Validitas Variabel Y (Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan)
Butir Pertanyaan Item 10 Item 11 Item 12 Item 13 Item 14 r 0,445 0,650 0,472 0,482 0,619 rkritis 0,30 0,30 0,30 0,30 0,30 Keterangan Valid Valid Valid Valid Valid

86

Butir Pertanyaan Item 15 Item 16 Item 17 Item 18 Item 19 Item 20 Item 21

r 0,770 0,450 0,323 0,626 0,734 0,424 0,642

rkritis 0,30 0,30 0,30 0,30 0,30 0,30 0,30

Keterangan Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid

Sumber : Lampiran Output Uji Validitas dan Reliabilitas

Dari tabel 4.2 di atas terlihat bahwa nilai koefisien korelasi (r) dari setiap butir pernyataan lebih besar dari nilai kritis 0,30. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa semua butir pernyataan untuk variabel Y (tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan) valid dan layak digunakan sebagai alat ukur penelitian dan dapat digunakan untuk analisis selanjutnya. 4.1.4.2 Uji Reliabilitas Instrumen Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur yang dirancang dalam bentuk angket dapat diandalkan, suatu alat ukur dapat diandalkan jika alat ukur tersebut digunakan berulang kali akan memberikan hasil yang relatif sama (tidak berbeda jauh). Untuk melihat andal tidaknya suatu alat ukur digunakan pendekatan secara statistika, yaitu melalui koefisien reliabilitas dan apabila koefisien reliabilitasnya lebih besar dari 0,70 maka secara keseluruhan pernyataan tersebut dinyatakan andal (reliabel). Berdasarkan hasil pengolahan menggunakan metode Cronbachs Alpha dengan bantuan software SPSS 20.0 for Windows diperoleh hasil uji reliabilitas kuesioner masing-masing variabel sebagai berikut.

87

1.

Hasil Uji Reliabilitas Variabel X (Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak) Tabel 4.3 Hasil Uji Reliabilitas Variabel X (Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak)
Reliability Statistics Cronbach's Alpha .843 9 N of Items

Dari tabel 4.3 di atas terlihat bahwa nilai reliabilitas variabel X (pelaksanaan pemeriksaan pajak) sebesar 0,843 (Cronbachs Alpha Coefficient) dan lebih besar dari nilai kritis 0,70. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa semua butir pernyataan yang digunakan sudah reliabel sehingga dapat disimpulkan bahwa alat ukur yang digunakan untuk mengukur variabel X (pelaksanaan pemeriksaan pajak) sudah memberikan hasil yang konsisten. 2. Hasil Uji Reliabilitas Variabel Y (Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan) Tabel 4.4 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Y (Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan)
Reliability Statistics Cronbach's Alpha .869 12 N of Items

Dari tabel 4.4 di atas terlihat bahwa nilai reliabilitas variabel Y (tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan) sebesar 0,869 (Cronbachs Alpha Coefficient) dan lebih besar dari nilai kritis 0,70. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa semua

88

butir pernyataan yang digunakan sudah reliabel sehingga dapat disimpulkan bahwa alat ukur yang digunakan untuk mengukur variabel Y (tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan) sudah memberikan hasil yang konsisten.

4.1.5 Uji Normalitas Data Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data masing-masing variabel berdistribusi normal atau tidak, uji normalitas data diperlukan untuk penggunaan statistika parametrik termasuk analisis regresi. Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan software SPSS 20.0 for Windows diperoleh hasil uji normalitas sebagai berikut: Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas Data
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Pemeriksaan Pajak N Normal Parameters
a,b

Most Extreme Differences Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative

11 2.2700 .58357 .237 .188 -.237 .786 .567

Tingkat Kepatuhan WP Badan 11 2.0732 .55184 .186 .172 -.186 .617 .841

Hasil pengolahan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov seperti terlihat pada tabel 4.5 menunjukkan nilai signifikansi pada variabel X (pelaksanaan pemeriksaan pajak) sebesar 0,567 dan pada variabel Y (tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan) sebesar 0,841. Karena nilai signifikansi uji Kolmogorov-Smirnov pada kedua variabel lebih besar dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data

89

kedua variabel berdistribusi normal, sehingga penggunaan analisis regresi linier sudah merupakan keputusan yang tepat untuk menguji pengaruh pelaksanaan pemeriksaan pajak terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan.

4.2

Pembahasan Penelitian

4.2.1 Analisis Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees Berdasarkan data hasil penyebaran angket yang terdiri dari sembilan (9) butir pernyataan untuk variabel pelaksanaan pemeriksanaan pajak (X), penulis menentukan kriteria terhadap variabel pelaksanaan pemeriksanaan pajak (X) berdasarkan skor tertinggi dan terendah. Skor tertinggi yang mungkin diperoleh adalah 45 (5 9) dan skor terendah yang mungkin diperoleh adalah 9 (1 9) dan panjang kelas interval adalah sebesar 7,2 ((45-9)/5). Maka diperoleh kriteria yang telah penulis sajikan pada Bab III dapat disusun dalam tabel sebagai berikut: Tabel 4.6 Kriteria Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak Rentang Nilai 9 16,2 16,3 23,4 23,5 30,6 30,7 37,8 37,9 45 Kriteria Tidak Memadai Kurang Memadai Cukup Memadai Memadai Sangat Memadai

Adapun tabulasi jawaban responden mengenai pelaksanaan pemeriksaan pajak adalah sebagai berikut:

90

Tabel 4.7 Tabulasi Jawaban Responden Mengenai Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak (X) Pernyataan 1 2 3 4 5 6 1 4 4 4 5 5 5 2 4 4 4 5 4 4 3 5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 3 3 5 4 4 4 4 3 4 6 5 5 4 4 4 5 7 4 4 3 3 4 4 8 5 5 4 5 5 5 9 4 5 5 5 5 5 10 4 5 4 4 4 4 11 5 5 5 4 5 4 Jumlah Sumber: Data primer yang telah diolah

Responden

7 5 5 4 4 4 5 4 4 5 4 5

8 5 5 5 4 3 5 4 4 4 5 5

9 5 4 4 4 4 5 4 5 4 4 5

Total 42 39 41 34 34 42 34 42 42 38 43 431

Berdasarkan jumlah skor hasil tabulasi jawaban responden mengenai pelaksanaan pemeriksanaan pajak (X), maka dapat dihitung nilai rata-rata (mean) sebagai berikut: Me =

Me = Me = 39,18 Berdasarkan hasil penghitungan nilai rata-rata dari 11 responden pemeriksa pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees termasuk dalam kriteria Sangat Baik. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata sebesar 39,18 berada pada interval (37,9 45) yang termasuk dalam kriteria Sangat Memadai. Artinya pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh sebagian besar fiskus

91

yang ada di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees sudah sangat memadai. Hal ini didukung oleh dimensi pedoman umum pemeriksaan, demensi pedoman pelaksanaan pemeriksaan, dan dimensi pedoman laporan pemeriksaan. Untuk lebih jelasnya tabel-tabel di bawah ini menunjukkan hasil penghitungan skor dari jawaban yang berkaitan dengan dimensi-dimensi tersebut:

1.

Dimensi Pedoman Umum Pemeriksaan Tabel 4.8 berikut ini menunjukkan tanggapan responden mengenai

pedoman pemeriksaan umum pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees. Tabel 4.8 Hasil Skor Pedoman Umum Pemeriksaan Skor Penilaian Nomor 5 4 3 2 1 Pernyataan Frek. % Frek. % Frek. % Frek. % Frek. 1 4 36,4 7 63,6 0 0,0 0 0,0 0 2 6 54,5 5 45,5 0 0,0 0 0,0 0 3 3 27,3 7 63,6 1 9,1 0 0,0 0 Jumlah 13 19 1 0 0 % 39,4 57,6 3,0 0,0 Sumber: Hasil pengolahan angket

Total % Resp. % 0,0 11 100 0,0 11 100 0,0 11 100 33 0,0 100

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat tanggapan responden yang mayoritas setuju yaitu sebesar 57,6% atas ketiga butir pernyataan sebagai indikator dari dimensi pedoman umum pemeriksaan, sisanya menyatakan sangat setuju sebesar 39,4% dan yang menjawab ragu-ragu sebesar 3%. Jadi secara keseluruhan (kumulatif) para pemeriksa pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees sudah melaksanakan pemeriksaan pajak berdasarkan pedoman umum pemeriksaan.

92

2.

Dimensi Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan Tabel 4.9 berikut ini menunjukkan tanggapan responden mengenai

pedoman pelaksanaan pemeriksaan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees. Tabel 4.9 Hasil Skor Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan Skor Penilaian Nomor 5 4 3 2 1 Pernyataan Frek. % Frek. % Frek. % Frek. % Frek. 4 5 45,5 5 45,5 1 9,1 0 0,0 0 5 4 36,4 5 45,5 2 18,2 0 0,0 0 6 4 36,4 6 54,5 1 9,1 0 0,0 0 Jumlah 13 16 4 0 0 % 39,4 48,5 12,1 0,0 Sumber: Hasil pengolahan angket

Total % Resp. % 0,0 11 100 0,0 11 100 0,0 11 100 33 0,0 100

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat tanggapan responden yang mayoritas setuju yaitu sebesar 48,5% atas ketiga butir pernyataan sebagai indikator dari dimensi pedoman pelaksanaan pemeriksaan, sisanya menyatakan sangat setuju sebesar 39,4% dan yang menjawab ragu-ragu sebesar 12,1%. Jadi secara keseluruhan (kumulatif) para pemeriksa pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees sudah melaksanakan pemeriksaan pajak berdasarkan pedoman pelaksanaan pemeriksaan.

3.

Dimensi Laporan Pemeriksaan Pajak Tabel 4.10 berikut ini menunjukkan tanggapan responden mengenai

pedoman laporan pemeriksaan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees.

93

Tabel 4.10 Hasil Skor Pedoman Laporan Pemeriksaan Pajak Nomor Pernyataan Skor Penilaian 5 4 3 2 Frek. % Frek. % Frek. % Frek. 7 5 45,5 6 54,5 0 0,0 0 8 6 54,5 4 36,4 1 9,1 0 9 4 36,4 7 63,6 0 0,0 0 Jumlah 15 17 1 0 % 45,5 51,5 3,0 Sumber: Hasil pengolahan angket Total % Resp. % 0,0 11 100 0,0 11 100 0,0 11 100 33 0,0 100

% 0,0 0,0 0,0 0,0

1 Frek. 0 0 0 0

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat tanggapan responden yang mayoritas setuju yaitu sebesar 51,5% atas ketiga butir pernyataan sebagai indikator dari dimensi pedoman laporan pemeriksaan pajak, sisanya menyatakan sangat setuju sebesar 45,5% dan yang menjawab ragu-ragu sebesar 3%. Jadi secara keseluruhan (kumulatif) para pemeriksa pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees sudah melaksanakan pemeriksaan pajak berdasarkan pedoman laporan pemeriksaan pajak.

4.2.2 Analisis Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees Berdasarkan data hasil penyebaran angket yang terdiri dari dua belas (12) butir pernyataan untuk variabel tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan (Y), penulis menentukan kriteria terhadap variabel tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan (Y) berdasarkan skor tertinggi dan terendah. Skor tertinggi yang mungkin diperoleh adalah 60 (5 12) dan skor terendah yang mungkin diperoleh adalah 12 (1 12) dan

94

panjang kelas interval adalah sebesar 9,6 ((60-12)/5). Maka diperoleh kriteria yang telah penulis sajikan pada Bab III dapat disusun dalam tabel sebagai berikut: Tabel 4.11 Kriteria Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan Rentang Nilai 12 21,6 21,7 31,2 31,3 40,8 40,9 50,4 50,5 60 Kriteria Tidak Patuh Kurang Patuh Cukup Patuh Patuh Sangat Patuh

Adapun tabulasi jawaban responden mengenai tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan adalah sebagai berikut: Tabel 4.12 Tabulasi Jawaban Responden Mengenai Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan (Y) Pernyataan 14 15 16 4 4 4 4 3 3 5 4 4 4 3 3 4 3 3 4 5 5 4 4 4 5 5 4 5 4 3 4 4 4 5 5 4 Jumlah

Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

10 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 5

11 4 3 4 3 4 4 3 5 4 3 3

12 4 4 5 4 4 4 4 5 4 4 4

13 5 4 4 3 4 4 3 4 5 3 4

17 5 5 5 4 5 5 5 5 5 4 4

18 5 4 4 3 4 5 5 5 4 3 5

19 5 4 5 4 5 5 4 5 5 4 5

20 4 4 5 4 3 5 4 4 5 4 4

21 4 4 4 4 3 5 4 5 5 4 5

Total 52 46 53 43 46 55 48 57 53 45 53 551

Sumber: Data primer yang telah diolah

95

Berdasarkan jumlah skor hasil tabulasi jawaban responden mengenai tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees, maka dapat dihitung nilai rata-rata (mean) sebagai berikut: Me =

Me = Me = 50,09 Berdasarkan hasil penghitungan nilai rata-rata dari 11 responden pemeriksa pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees termasuk dalam kriteria Patuh. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata sebesar 50,09 berada pada interval (40,9 50,4) yang termasuk dalam kriteria Patuh. Artinya sebagian besar Wajib Pajak badan yang ada di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees sudah patuh. Hal ini didukung oleh dimensi patuh terhadap kewajiban interim, dimensi patuh terhadap kewajiban tahunan, dan dimensi patuh terhadap ketentuan material dan yuridis formal perpajakan. Untuk lebih jelasnya tabel-tabel di bawah ini menunjukkan hasil penghitungan skor dari jawaban yang berkaitan dengan dimensi-dimensi tersebut: 1. Dimensi Patuh Terhadap Kewajiban Interim Tabel 4.13 berikut ini menunjukkan tanggapan responden mengenai tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees terhadap kewajiban interim.

96

Tabel 4.13 Hasil Skor Patuh Terhadap Kewajiban Interim Nomor Pernyataan Skor Penilaian 5 4 3 2 Frek. % Frek. % Frek. % Frek. 10 2 18,2 9 81,8 0 0,0 0 11 1 9,1 5 45,5 5 45,5 0 12 2 18,2 9 81,8 0 0,0 0 Jumlah 5 23 5 0 % 15,2 69,7 15,2 Sumber: Hasil pengolahan angket Total % Resp. % 0,0 11 100 0,0 11 100 0,0 11 100 33 0,0 100

% 0,0 0,0 0,0 0,0

1 Frek. 0 0 0 0

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat tanggapan responden yang menyatakan bahwa Wajib Pajak badan telah melaporkan SPT Masa PPN dalam jangka waktu tanggal 11 20 pada bulan berikutnya sebesar 81,8% dan melaporkan SPT Masa PPh dalam jangka waktu tanggal 7 13 pada bulan berikutnya sebesar 45,5% dan tanggal 14 20 pada bulan berikutnya sebesar 45,5%. Sedangkan mayoritas responden menyatakan bahwa Wajib Pajak badan melakukan pembayaran angsuran pajak setiap bulan pada batas waktu yang ditetapkan sebesar 81,8%. Jadi secara keseluruhan (kumulatif) Wajib Pajak badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees patuh terhadap kewajiban interim. 2. Dimensi Patuh Terhadap Kewajiban Tahunan Tabel 4.14 berikut ini menunjukkan tanggapan responden mengenai tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees terhadap kewajiban tahunan.

97

Tabel 4.14 Hasil Skor Patuh Terhadap Kewajiban Tahunan Nomor Pernyataan Skor Penilaian 5 4 3 2 Frek. % Frek. % Frek. % Frek. 13 2 18,2 6 54,5 3 27,3 0 14 4 36,4 7 63,6 0 0,0 0 15 3 27,3 5 45,5 3 27,3 0 Jumlah 9 18 6 0 % 27,3 54,5 18,2 Sumber: Hasil pengolahan angket Total % Resp. % 0,0 11 100 0,0 11 100 0,0 11 100 33 0,0 100

% 0,0 0,0 0,0 0,0

1 Frek. 0 0 0 0

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat tanggapan responden yang mayoritas setuju bahwa Wajib Pajak badan aktif dalam menghitung pajak berdasarkan self assessment system sebesar 54,5% dan melaporkan SPT Tahunan PPh dalam jangka waktu 3 4 bulan setelah akhir tahun sebesar 63,6%. Sedangkan mayoritas responden menyatakan setuju bahwa Wajib Pajak badan tidak memiliki tunggakan pajak atau melunasi pajak terutang setelah dilakukan pemeriksaan pajak sebesar 45,5%. Jadi secara keseluruhan (kumulatif) Wajib Pajak badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees patuh terhadap kewajiban tahunan. 3. Dimensi Patuh Terhadap Ketentuan Material dan Yuridis Formal Tabel 4.15 berikut ini menunjukkan tanggapan responden mengenai tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees terhadap ketentuan material dan yuridis formal.

98

Tabel 4.15 Hasil Skor Patuh Terhadap Ketentuan Material dan Yuridis Formal Nomor Pernyataan Skor Penilaian 5 4 3 2 Frek. % Frek. % Frek. % Frek. 16 1 9,1 6 54,5 4 36,4 0 17 8 72,7 3 27,3 0 0,0 0 18 5 45,5 4 36,4 2 18,2 0 19 7 63,6 4 36,4 0 0,0 0 20 3 27,3 7 63,6 1 9,1 0 21 4 36,4 6 54,5 1 9,1 0 Jumlah 28 30 8 0 % 42,4 45,5 12,1 Sumber: Hasil pengolahan angket Total % Resp. % 0,0 11 100 0,0 11 100 0,0 11 100 0,0 11 100 0,0 11 100 0,0 11 100 66 0,0 100

% 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0

1 Frek. 0 0 0 0 0 0 0

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat tanggapan responden yang mayoritas setuju yaitu sebesar 45,5% atas keenam butir pernyataan sebagai indikator dari dimensi patuh terhadap ketentuan material dan yuridis formal, sisanya menyatakan sangat setuju sebesar 42,4% dan yang menjawab ragu-ragu sebesar 12,1%. Jadi secara keseluruhan (kumulatif) Wajib Pajak badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees patuh terhadap tetentuan material dan yuridis formal. Pada daftar kuesioner yang peneliti buat terdapat kelemahan pada pernyataan nomor 10, 11, 12, 14, dan 21. Oleh karena itu, peneliti melakukan wawancara untuk memperoleh informasi yang terkait dengan kelemahan pernyataan-pernyataan tersebut. Berdasarkan hasil wawancara, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees menerapkan aplikasi Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak. Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak merupakan suatu sistem informasi administrasi perpajakan di lingkungan Kantor Direktorat Jenderal Pajak modern

99

dengan menggunakan perangkat keras dan perangkat lunak yang dihubungkan dengan suatu jaringan kerja di kantor pusat. Konsep dasar dari penerapan Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak adalah adanya suatu pengelolaan berbagai data transaksi masukan Wajib Pajak berupa pendaftaran, pelaporan, serta pembayaran pajak yang sifatnya terintegrasi dengan menggunakan modul-modul utama administrasi perpajakan dan database Kantor Pelayanan Pajak yang ada di dalam sistem informasi tersebut. Selanjutnya sistem tersebut secara otomatis akan menghasilkan suatu kasus untuk diproses pegawai terkait dengan skala prioritas yang ditetapkan melalui sistem manajemen kasus (case management). Manfaat yang diperoleh dengan adanya manajemen kasus adalah sebagai berikut: Standarisasi proses pengerjaan atau penanganan suatu kasus. Standarisasi dokumen keluaran. Merupakan panduan bagi pengguna dalam menangani suatu kasus. Memberikan notifikasi bila terdapat sesuatu yang harus dilakukan. Menyediakan kontrol dan pengawasan terhadap pengerjaan suatu kasus. Di dalam Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak terdapat aplikasi meliputi sebagai berikut: Situs Internet Ditjen Pajak (http://www.pajak.go.id) yang memuat peraturan perpajakan dan informasi perpajakan. Pengembangan knowledge base yang berisi petunjuk praktis tentang beberapa permasalahan di bidang perpajakan yang dapat dijadikan pedoman oleh fiskus dalam menjawab pertanyaan dari Wajib Pajak.

100

Situs Intranet Direktorat Jenderal Pajak yang merupakan sarana komunikasi internal Ditjen Pajak dan sekaligus pintu masuk menuju program PK-PM dan MP3.

Program aplikasi PK-PM yang berfungsi untuk menyandingkan Faktur Pajak Masukan PKP Pembeli dengan Faktur Pajak Keluaran PKP Penjual.

Program Aplikasi Monitoring Pelaporan dan Pembayaran Pajak (MP3) yang berfungsi untuk memonitor dan mengawasi penerimaan pajak.

Program aplikasi e-registration (e-reg), sistem pendaftaran Wajib Pajak (memperoleh NPWP) secara online.

Program aplikasi e-filing, sistem menyampaikan Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) secara online. Program aplikasi e-SPT yang merupakan sarana bagi Wajib Pajak untuk dapat menyampaikan SPT melalui media elektronik.

Sistem Informasi Geografis (SIG) yang telah dikembangkan menjadi suatu smart map sehingga dapat memuat info rinci yang terkait dengan suatu Nomor Objek Pajak (NOP). Dengan adanya penerapan Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak

pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees maka fiskus dapat menyusun profil Wajib Pajak, mengadministrasikan profil Wajib Pajak, menyelesaikan permohonan Wajib Pajak, memonitoring Wajib Pajak,

pengawasan kepada Wajib Pajak, dan fiskus dapat mengetahui dengan pasti kapan Wajib Pajak membayar pajak dan kapan Wajib Pajak melaporkan SPT Masa dan

101

SPT Tahunan. Adapun penjelasan berdasarkan hasil wawancara untuk pernyataan kuesioner nomor 10, 11, 12, 14, dan 21 adalah sebagai berikut: Pada pernyataan kuesioner nomor 10 memiliki lima pilihan jawaban yaitu, pilihan jawaban pertama adalah tanggal 1 10 pada bulan berikutnya, berdasarkan hasil wawancara apabila Wajib Pajak badan melaporkan SPT Masa PPN dalam jangka waktu tersebut maka Wajib Pajak badan dapat dikriteriakan sangat patuh. Pilihan jawaban kedua adalah tanggal 11 20 pada bulan berikutnya, berdasarkan hasil wawancara apabila Wajib Pajak badan melaporkan SPT Masa PPN dalam jangka waktu tersebut maka Wajib Pajak badan dapat dikriteriakan patuh. Pilihan jawaban ketiga adalah tanggal 21 30 pada bulan berikutnya, berdasarkan hasil wawancara apabila Wajib Pajak badan melaporkan SPT Masa PPN dalam jangka waktu tersebut maka Wajib Pajak badan dapat dikriteriakan cukup patuh. Pilihan jawaban keempat adalah lebih dari tanggal 10 setelah bulan berikutnya, berdasarkan hasil wawancara apabila Wajib Pajak badan melaporkan SPT Masa PPN dalam jangka waktu tersebut maka Wajib Pajak badan dapat dikriteriakan kurang patuh. Pilihan jawaban kelima adalah lebih dari 1 bulan setelah bulan berikutnya, berdasarkan hasil wawancara apabila Wajib Pajak badan melaporkan SPT Masa PPN dalam jangka waktu tersebut maka Wajib Pajak badan dapat dikriteriakan tidak patuh. Berdasarkan hasil wawancara batas waktu pelaporan SPT Masa PPN adalah akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir yang terdapat pada pilihan jawaban ketiga dalam jangka waktu tanggal 21 30 pada bulan berikutnya yang memiliki kriteria cukup patuh. Berdasarkan tanggapan pemeriksa pajak

102

terhadap pernyataan kuesioner nomor 10 bahwa sebagian besar Wajib Pajak badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees melaporkan SPT Masa PPN dalam jangka waktu tanggal 11 20 pada bulan berikutnya yang artinya Wajib Pajak badan telah patuh dalam melaporkan SPT Masa PPN. Tanggal pelaporan SPT Masa PPN untuk setiap Wajib Pajak tersebut dapat dilihat oleh setiap pegawai pemeriksa pajak melalui Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak yang telah diterapkan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees. Pada pernyataan kuesioner nomor 11 memiliki lima pilihan jawaban yaitu, pilihan jawaban pertama adalah tanggal 1 6 pada bulan berikutnya, berdasarkan hasil wawancara apabila Wajib Pajak badan melaporkan SPT Masa PPh dalam jangka waktu tersebut maka Wajib Pajak badan dapat dikriteriakan sangat patuh. Pilihan jawaban kedua adalah tanggal 7 - 13 pada bulan berikutnya, berdasarkan hasil wawancara apabila Wajib Pajak badan melaporkan SPT Masa PPh dalam jangka waktu tersebut maka Wajib Pajak badan dapat dikriteriakan patuh. Pilihan jawaban ketiga adalah tanggal 14 20 pada bulan berikutnya, berdasarkan hasil wawancara apabila Wajib Pajak badan melaporkan SPT Masa PPh dalam jangka waktu tersebut maka Wajib Pajak badan dapat dikriteriakan cukup patuh. Pilihan jawaban keempat adalah tanggal 21 26 pada bulan berikutnya, berdasarkan hasil wawancara apabila Wajib Pajak badan melaporkan SPT Masa PPh dalam jangka waktu tersebut maka Wajib Pajak badan dapat dikriteriakan kurang patuh. Pilihan jawaban kelima adalah lebih dari tanggal 26 pada bulan berikutnya, berdasarkan

103

hasil wawancara apabila Wajib Pajak badan melaporkan SPT Masa PPh dalam jangka waktu tersebut maka Wajib Pajak badan dapat dikriteriakan tidak patuh. Berdasarkan hasil wawancara batas waktu pelaporan SPT Masa PPh adalah 20 hari setelah masa pajak berakhir yang terdapat pada pilihan jawaban ketiga dalam jangka waktu tanggal 14 20 pada bulan berikutnya yang memiliki kriteria cukup patuh. Berdasarkan tanggapan pemeriksa pajak terhadap pernyataan kuesioner nomor 11 bahwa sebagian besar Wajib Pajak badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees melaporkan SPT Masa PPh dalam jangka waktu tanggal 7 13 pada bulan berikutnya dan tanggal 14 20 pada bulan berikutnya yang artinya Wajib Pajak badan telah patuh dan cukup patuh dalam melaporkan SPT Masa PPh. Tanggal pelaporan SPT Masa PPh untuk setiap Wajib Pajak tersebut dapat dilihat oleh setiap pegawai pemeriksa pajak melalui Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak yang telah diterapkan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees. Pada pernyataan kuesioner nomor 12 memiliki lima pilihan jawaban yaitu, pilihan jawaban pertama adalah sebelum batas waktu yang ditetapkan, berdasarkan hasil wawancara apabila Wajib Pajak badan membayar angsuran pajak setiap bulan sebelum batas waktu yang ditetapkan maka Wajib Pajak badan dapat dikriteriakan sangat patuh. Pilihan jawaban kedua adalah pada saat batas waktu yang ditetapkan, berdasarkan hasil wawancara apabila Wajib Pajak badan membayar angsuran pajak setiap bulan pada saat batas waktu yang ditetapkan maka Wajib Pajak badan dapat dikriteriakan patuh. Pilihan jawaban ketiga adalah

104

terlambat 1 hari dari waktu yang telah ditetapkan, berdasarkan hasil wawancara apabila Wajib Pajak badan membayar angsuran pajak setiap bulan terlambat 1 hari dari waktu yang telah ditetapkan maka Wajib Pajak badan dapat dikriteriakan cukup patuh. Pilihan jawaban keempat adalah terlambat 1 minggu dari waktu yang telah ditetapkan, berdasarkan hasil wawancara apabila Wajib Pajak badan membayar angsuran pajak setiap bulan terlambat 1 minggu dari waktu yang telah ditetapkan maka Wajib Pajak badan dapat dikriteriakan kurang patuh. Pilihan jawaban kelima adalah terlambat 1 bulan dari waktu yang telah ditetapkan, berdasarkan hasil wawancara apabila Wajib Pajak badan membayar angsuran pajak setiap bulan terlambat 1 bulan dari waktu yang telah ditetapkan maka Wajib Pajak badan dapat dikriteriakan tidak patuh. Berdasarkan hasil wawancara batas waktu pembayaran angsuran pajak setiap bulan untuk SPT Masa PPN adalah akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir dan sebelum SPT Masa PPN dilaporkan. Batas waktu pembayaran angsuran pajak setiap bulan untuk SPT Masa PPh adalah tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Berdasarkan tanggapan pemeriksa pajak terhadap pernyataan kuesioner nomor 12 bahwa sebagian besar Wajib Pajak badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees melakukan pembayaran angsuran pajak setiap bulan pada saat batas waktu yang telah ditetapkan yang artinya Wajib Pajak badan telah patuh dalam melakukan pembayaran angsuran pajak setiap bulan. Tanggal pembayaran angsuran pajak setiap bulan untuk setiap Wajib Pajak tersebut dapat dilihat oleh setiap pegawai pemeriksa pajak melalui Sistem

105

Informasi Direktorat Jenderal Pajak yang telah diterapkan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees. Pada pernyataan kuesioner nomor 14 memiliki lima pilihan jawaban yaitu, pilihan jawaban pertama adalah 1 2 bulan setelah akhir tahun, berdasarkan hasil wawancara apabila Wajib Pajak badan melaporkan SPT Tahunan PPh dalam jangka waktu tersebut maka Wajib Pajak badan dapat dikriteriakan sangat patuh. Pilihan jawaban kedua adalah 3 4 bulan setelah akhir tahun, berdasarkan hasil wawancara apabila Wajib Pajak badan melaporkan SPT Tahunan PPh dalam jangka waktu tersebut maka Wajib Pajak badan dapat dikriteriakan patuh. Pilihan jawaban ketiga adalah 5 6 bulan setelah akhir tahun, berdasarkan hasil wawancara apabila Wajib Pajak badan melaporkan SPT Tahunan PPh dalam jangka waktu tersebut maka Wajib Pajak badan dapat dikriteriakan cukup patuh. Pilihan jawaban keempat adalah 7 8 bulan setelah akhir tahun, berdasarkan hasil wawancara apabila Wajib Pajak badan melaporkan SPT Tahunan PPh dalam jangka waktu tersebut maka Wajib Pajak badan dapat dikriteriakan kurang patuh. Pilihan jawaban kelima adalah lebih dari 8 bulan setelah akhir tahun, berdasarkan hasil wawancara apabila Wajib Pajak badan melaporkan SPT Tahunan PPh dalam jangka waktu tersebut maka Wajib Pajak badan dapat dikriteriakan tidak patuh. Berdasarkan hasil wawancara batas waktu pelaporan SPT Tahunan PPh adalah 4 bulan setelah akhir tahun pajak yang terdapat pada pilihan jawaban kedua dalam jangka waktu 3 4 bulan setelah akhir tahun yang memiliki kriteria patuh. Berdasarkan tanggapan pemeriksa pajak terhadap pernyataan kuesioner nomor 14 bahwa sebagian besar Wajib Pajak badan pada Kantor Pelayanan Pajak

106

Pratama Bandung Karees melaporkan SPT Tahunan PPh dalam jangka waktu 3 4 bulan setelah akhir tahun yang artinya Wajib Pajak badan telah patuh dalam melaporkan SPT Tahunan PPh. Tanggal pelaporan SPT Tahunan PPh untuk setiap Wajib Pajak tersebut dapat dilihat oleh setiap pegawai pemeriksa pajak melalui Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak yang telah diterapkan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees. Pada pernyataan kuesioner nomor 21 memiliki lima pilihan jawaban yaitu selalu, sering, kadang-kadang, pernah, tidak pernah. Berdasarkan hasil wawancara kriteria-kriteria tersebut dapat dilihat dari terhadap Wajib Pajak badan yang diperiksa harus menaati ketentuan dalam rangka pemeriksaan pajak seperti Wajib Pajak badan memperlihatkan dan meminjamkan buku atau catatan dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, memberi kesempatan untuk memasuki tempat ruangan yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan, serta memberikan keterangan yang diperlukan oleh pemeriksa pajak.

4.2.3 Analisis Pengaruh Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees Pada sub bab ini hipotesis konseptual yang sebelumnya diajukan akan diuji dan dibuktikan dengan melakukan uji statistika. Hipotesis konseptual yang diajukan adalah adanya pengaruh pelaksanaan pemeriksaan pajak terhadap tingkat

107

kepatuhan Wajib Pajak badan. Analisis statistika yang digunakan untuk menguji hipotesis tersebut adalah analisis regresi linier sederhana. Analisis regresi linier sederhana merupakan analisis statistika yang bersifat parametrik dimana data yang digunakan harus memiliki skala pengukuran sekurang-kurangnya interval dan berdistibusi normal. Karena data hasil penyebaran angket masih memiliki skala ordinal maka sebelumnya dilakukan konversi data ordinal menjadi data interval dengan menggunakan program MSI (Method of Successive Interval). 1. Analisis Korelasi Analisis korelasi digunakan untuk melihat keeratan hubungan antar variabel yang sedang diteliti. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang akan dicari hubungannya, yaitu hubungan antara variabel X (pelaksanaan pemeriksaan pajak) dan variabel Y (tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan). Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan korelasi Product Moment Pearson dengan bantuan software SPSS 20.0 for Windows dan hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.16 Korelasi Variabel Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak dan Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan Correlations Tingkat Pemeriksaan Kepatuhan WP Pajak Badan 1.000 .831 .831 1.000 . .001 .001 . 11 11 11 11

Pearson Correlation Sig. (1-tailed) N

Tingkat Kepatuhan WP Badan Pemeriksaan Pajak Tingkat Kepatuhan WP Badan Pemeriksaan Pajak Tingkat Kepatuhan WP Badan Pemeriksaan Pajak

108

Pada tabel 4.16 di atas dapat dilihat bahwa nilai koefisien korelasi pelaksanaan pemeriksaan pajak dengan tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan adalah sebesar 0,831, jadi hubungan antara pelaksanaan pemeriksaan pajak dengan tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan yang diukur dengan koefisien korelasi adalah

sebesar 0,831. Hal ini menunjukkan terdapat hubungan yang Sangat Kuat antara pelaksanaan pemeriksaan pajak dengan tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees. 2. Analisis Regresi Linier Sederhana Untuk mengetahui arah hubungan antara variabel X (pelaksanaan pemeriksaan pajak) dengan variabel Y (tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan) apakah positif atau negatif dan untuk memprediksikan nilai dari variabel dependent apabilai nilai independent mengalami kenaikan atau penurunan digunakan analisis regresi linier sederhana. Berdasarkan hasil pengolahan data dengan bantuan software SPSS 20.0 for Windows diperoleh hasil regresi sebagai berikut: Tabel 4.17 Hasil Analisis Regresi Coefficientsa Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Error Beta .289 .410 .831

Model

Sig.

(Constant) 1 Pemeriksaan .786 .175 Pajak a. Dependent Variable: Tingkat Kepatuhan WP Badan Sumber : Data primer yang telah diolah

.706 4.483

.498 .002

109

Berdasarkan tabel di atas maka dapat disusun suatu persamaan regresi sebagai berikut: Y = 0,289 + 0,786 X Di mana : Y = Tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan X = Pelaksanaan pemeriksaan pajak Pada persamaan regresi tersebut dapat dilihat bahwa koefisien regresi memiliki tanda positif yang berarti semakin baik pelaksanaan pemeriksaan pajak maka tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan akan meningkat, sebaliknya apabila pelaksanaan pemeriksaan pajak yang kurang baik akan membuat tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan menurun. 3. Pengujian Hipotesis Untuk membuktikan apakah pelaksanaan pemeriksaan pajak berpengaruh signifikan terhadap terhadap kepatuhan Wajib Pajak badan maka dilakukan pengujian dengan hipotesis statistik sebagai berikut: H0 : = 0 Tidak terdapat pengaruh antara pelaksanaan pemeriksaan pajak terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan. Ha : 0 Terdapat pengaruh antara pelaksanaan pemeriksaan pajak terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan. Dengan kriteria pengujian: H0 ditolak jika thitung > ttabel H0 diterima jika thitung < ttabel

110

Berdasarkan hasil pengolahan data yang terdapat pada tabel 4.17 dapat dilihat nilai thitung dari variabel pelaksanaan pemeriksaan pajak adalah sebesar 4,483. Sedangkan ttabel pada tingkat signifikansi 5% ( = 0,05) dan derajat bebas (n-2) = 9 adalah 2,262. Karena thitung (4,483) lebih besar dari ttabel (2,262), maka pada tingkat kekeliruan 5% diputuskan untuk menolak H0 sehingga Ha diterima, artinya terdapat pengaruh antara pelaksanaan pemeriksaan pajak terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan. Hasil pengujian ini memberikan bukti empiris bahwa pelaksanaan pemeriksaan pajak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees. 4. Koefisien Determinasi Setelah diuji dan terbukti bahwa pelaksanaan pemeriksaan pajak berpengaruh signifikan terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan, selanjutnya akan dihitung seberapa besar persentase pengaruh pelaksanaan pemeriksaan pajak terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees. Koefisien determinasi merupakan koefisien yang digunakan untuk mengetahui besarnya kontribusi variabel independent terhadap perubahan variabel dependent. Nilai koefisien determinasi yang diperoleh melalui hasil pengolahan menggunakan software SPSS 20.0 for Windows disajikan pada tabel berikut:

111

Tabel 4.18 Koefisien Determinasi Model Summary Mode R R Square Adjusted R Std. Error of l Square the Estimate a 1 .831 .691 .656 .32350 a. Predictors: (Constant), Pemeriksaan Pajak Sumber : Data primer yang telah diolah Berdasarkan tabel di atas maka dapat diketahui bahwa nilai R adalah sebesar 0,831 yang dikenal dengan istilah koefisien korelasi. Kd = R2 x 100% Kd = (0,831)2 x 100% = 69,1% Koefisien determinasi sebesar 69,1% menunjukkan bahwa pelaksanaan pemeriksaan pajak memberikan pengaruh sebesar 69,1% terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan. Sedangkan sisanya sebesar 30,9% merupakan pengaruh dari faktor-faktor lain yang tidak diteliti seperti sistem administrasi perpajakan, pelayanan, penegakan hukum perpajakan, dan tarif pajak.

Sebagaimana yang telah dikemukan Siti Kurnia Rahayu (2010:140) pada Bab II yaitu sebagai berikut: Kepatuhan Wajib Pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kondisi sistem administrasi perpajakan suatu negara, pelayanan pada Wajib Pajak, penegakan hukum perpajakan, pemeriksaan pajak, dan tarif pajak

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1

Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan oleh penulis

mengenai pengaruh pelaksanaan pemeriksaan pajak terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Pelaksanaan pemeriksaan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees adalah Sangat Memadai. Hal tersebut berdasarkan ratarata jawaban responden dan diperoleh nilai rata-rata variabel X yaitu 39,18 angka tersebut jika dibandingkan dengan kriteria yang penulis tetapkan pada Bab III maka nilai rata-rata tersebut berada pada interval (37,9 45) yang termasuk dalam kriteria Sangat Memadai. Hal ini didukung oleh dimensi penelitian yaitu pedoman umum pemeriksaan pajak, pedoman pelaksanaan pemeriksaan pajak, pedoman laporan pemeriksaan pajak. 2. Tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees adalah Patuh. Hal tersebut berdasarkan rata-rata jawaban responden dan diperoleh nilai rata-rata variabel Y yaitu 50,09 angka tersebut jika dibandingkan dengan kriteria yang penulis tetapkan pada Bab III maka nilai rata-rata tersebut berada pada interval (40,9 50,4) yang termasuk dalam kriteria Patuh. Hal ini didukung oleh dimensi penelitian yaitu patuh terhadap kewajiban interim, patuh terhadap kewajiban tahunan, dan patuh terhadap ketentuan material dan yuridis formal perpajakan.

112

113

3.

Pelaksanaan pemeriksaan pajak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi sebesar 0,831 yang diinterpretasikan Sangkat Kuat, kemudian untuk lebih meyakinkan hasilnya dilakukan uji t dan didapat thitung > ttabel (4,483 > 2,262). Hal tersebut membuktikan hipotesis penulis dapat diterima. Sedangkan koefisien determinasi menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees dipengaruhi oleh pelaksanaan pemeriksaan pajak sebesar 69,1% dan sisanya 30,9% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini seperti sistem administrasi perpajakan, pelayanan, penegakan hukum perpajakan, dan tarif pajak.

5.2

Saran Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis tentang pelaksanaan

pemeriksaan pajak terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees, penulis mencoba memberikan saran yang diharapkan dapat bermanfaat dan dapat memberikan masukan yang positif, antara lain adalah sebagai berikut: a. Bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees Kinerja pelaksanaan pemeriksaan pajak agar dapat berperan dengan lebih maksimal sehingga dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak badan dalam

114

memenuhi semua kewajibannya untuk membayar pajak yang dapat meningkatkan penerimaan negara di bidang perpajakan. b. Bagi peneliti selanjutnya Dengan memperhatikan keterbatasan-keterbatasan yang ada dalam penelitian ini, diharapkan ada penelitian lanjutan yang serupa di masa yang akan datang untuk memperbaiki keterbatasan-keterbatasan tersebut. Untuk itu penulis memberikan saran untuk peneliti selanjutnya yaitu: - Penelitian ini hanya mengambil objek yang terbatas yakni hanya pada satu Kantor Pelayanan Pajak, untuk peneliti selanjutnya populasi dan sampel penelitian dibuat lebih banyak lagi agar dapat digenaralisasi permasalahan. Menambah variabel independent lainnya yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini seperti sistem administrasi perpajakan, pelayanan, penegakan hukum perpajakan, dan tarif pajak.

DAFTAR PUSTAKA

Anjarini, Kusujarwati, (2012), Analisis Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak dalam Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi, (Skripsi). Anonim, (2012), Kesadaran Membayar Pajak Sangat Rendah, http://www.klikgalamedia.com/kesadaran-membayar-pajak-sangat-rendah Desca, Reni Priantini, (2011), Pengaruh Pemeriksaan Pajak Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak dalam Pemenuhan Kewajiban Perpajakan Pajak Penghasilan, (Skripsi). Ghozali, Imam, (2007), Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Kurniawan, Iwan, dan Akbar, R. Jihad, (2013), Penerimaan Pajak di Bawah Target APBN-P, http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/379102penerimaan-pajak-di-bawah-target-apbn-p-2012 Manurung, Surya, (2013), Kompleksitas Kepatuhan Pajak, http://www.pajak.go.id/content/article/kompleksitas-kepatuhan-pajak Mardiasmo, (2011), Perpajakan, Edisi Revisi, Andi, Yogyakarta. Rahayu, Siti Kurnia, (2010), Perpajakan Indonesia: Konsep dan Aspek Formal, Graha Ilmu, Yogyakarta. Riduwan, dan Kuncoro, Engkos Achmad, (2007), Cara Menggunakan dan Memakai Analisis (Path Analysis), CV. Alfabeta, Bandung. Risyandi, Feby, (2012), Pengaruh Pemeriksaan Pajak dan Penyeludupan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak, (Skripsi). Santoso, Singgih, (2012), Panduan Lengkap SPSS Versi 20, Elex Media Komputindo, Jakarta. Setiawan, Feri Yusi, (2007), Pengaruh Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Penghasilan Pasal 21, (Skripsi).

115

116

Simbolon, Maria W. Br., (2011), Pengaruh Pemeriksaan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan dalam Memenuhi Kewajiban Perpajakan, (Skripsi). Suandy, Erly, (2011), Hukum Pajak, Edisi 5, Salemba Empat, Jakarta. Sudjana, (2005), Metode Statistika, Edisi Enam, PT.Tarsito, Bandung. Sugiyono, (2012), Metode Penelitian Bisnis, CV. Alfabeta, Bandung. Suhartono, Rudy, dan Ilyas, Wirawan B, (2010), Ensiklopedia Perpajakan, Salemba Empat, Jakarta. Umar, Husein, (2002), Metode Riset Bisnis, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Waluyo, (2011), Perpajakan Indonesia, Edisi 10, Salemba Empat, Jakarta. ______, (2012), Akuntansi Pajak, Edisi 4, Salemba Empat, Jakarta. _________, Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 62/PMK.01/2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak. _________, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Anda mungkin juga menyukai