Anda di halaman 1dari 3

Perbincangan mengenai energi sebagai penyokong utama keberlangsungan makhluk hidup hingga sekarang tentunya tidak 'kan pernah

usai, selama kehidupan masih memerlukan suatu siklus yang berkelanjutan. Tak ubahnya juga dengan bumi, tempat kita tinggal yang dihuni oleh jutaan bahkan milyaran jenis makhluk hidup yang masih dalam tahapan pemrosesan hidupnya. Isu atau concern mengenai lingkungan yang semakin lama semakin menuju penurunan kualitas keadaan, telah lama dihadapi manusia sebagai lakon utama pengarah kehidupan di bumi.

Apa kabar, bumi? Beberapa mengatakan kondisi bumi sudah sampai pada fasa 'lampu kuning'. Kurang tepat rasanya, bila langsung menyalahkan keadaan bumi yang sekarang disebabkan ulah orang-orang yang tidak mengerti sama sekali masalah lingkungan. Bukan suatu kebenaran juga bila justifikasi itu langsung diberikan pada leluhur masa lampau kita yang tidak memikirkan generasi penerusnya kelak. Membingungkan? Mungkin pertanyaan yang sontak terbesit dalam benak ialah : Lalu, mengapa keadaan bumi bisa seperti sekarang? Mengapa bisa demikian? Sulit sebenarnya jika tidak dilakukan penilikan lebih jauh terhadap apa, mengapa, dan kapan asal muasal penyebab kondisi lingkungan seperti hari ini. Namun, selayaknya asap yang timbul karena ada api yang menyala, suatu akibat muncul karena adanya suatu sebab . Maka sebetulnya terdapat dua pengklasifikasian faktor primer yang memengaruhi degradasi lingkungan, yaitu faktor langsung dan faktor tidak langsung. Faktor langsung sampai saat ini mungkin amat terasa efeknya, antara lain disebabkan oleh jumlah makhluk hidup yang meningkat secara eksponensial dan tidak diimbangi oleh kebutuhan hidupnya. Sedangkan faktor tidak langsung sebagai komplemen faktor langsung menjadi penyebab yang tidak langsung mencuat ke permukaan dampaknya. Faktor tak langsung layaknya musuh yang bersembunyi di balik selimut, lalu muncul dan menjadi akar permasalahan yang ada hingga saat ini. Salah satu inisiator penurunan kualitas dan kuantitas lingkungan yang mengawali perubahan multidimensi kehidupan ialah revolusi industri pada akhir abad ke-18. Revolusi Industri merombak cara pengolahan dan pemrosesan kebutuhan umat manusia secara menyeluruh dengan spesifikasi jumlah banyak dalam waktu yang relatif singkat. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa revolusi industri tidak dapat terhindarkan, mengingat pada jaman itu teknologi dan teori tekstual sudah menemukan benang merahnya sehingga pengaplikasian ilmu sangatlah mungkin terjadi serta dibutuhkan. Belum lagi pada saat itu realita yang ada memang sedikit mendorong pelaku untuk merevolusi tatanan kehidupan secara menyeluruh. Perlakuan secara tidak langsung menuai dampak terhadap lingkungan, entah itu dalam bentuk eksploitasi lingkungan yang berlebihan ataupun penggunaan sumber energi yang tidak ramah lingkungan.

Lalu, bagaimana rencana kedepannya? Sungguh memang paling mudah mengetahui kesalahan setelah mengetahui dampak yang terkuak di hadapan mata. Dahulu pernah dilakukan penelitian untuk memprediksikan keadaan bumi untuk beberapa tahun yang akan datang, mulai dari akhir tahun '60-an hingga abad 21 akhir. Penelitian itu memang dilakukan dengan acuan cara hidup linier, atau setidaknya linier dalam eksponensial bahwa kondisi bumi kelak akan semakin menurun seiring dengan berjalannya waktu. Tunggu sebentar, penelitian dilakukan dengan maksud memprediksi yang artinya lingkungan akan semakin parah jika tidak dilakukan perubahan. Ada kalanya memang lingkungan butuh perhatian lebih di tengah gejolak permasalahan yang ada hingga saat ini. Sebetulnya, semakin ke sini kita dituntut agar lebih kritis dan integratif dalam menyikapi masalah-masalah yang sporadis bermunculan. Hal ini berarti masalah-masalah yang ada tidak dapat dipisahkan dengan sekat tebal satu dengan lainnya, melainkan diselesaikan secara simultan . Terkadang bahkan antara masalah itu beberapa di antaranya saling berkaitan dan berhubungan. Tak luput juga dengan kondisi lingkungan bumi, yang sudah dijadikan salah satu concern yang perlu dipandang pada era post-modernisasi belakangan ini. Inilah yang mengawali simpul hubungan antara industri dan lingkungan sehingga terlahir suatu ide pemikiran industri yang berbasiskan lingkungan. Awalnya, ide ini secara tersurat dijadikan fokus utama pada salah satu program PBB pada sektor lingkungan atau UNEP(United Nations Environment Programme) dalam tajuk laporan berjudul "Towards Green Economy". Diharapkan dengan diperkenalkannya ide ekonomi hijau ini beserta penerapannya yang saling beriringan dapat sekaligus menjawab beberapa masalah yang ada, khususnya yang terkait langsung dengan isu lingkungan. Teknologi juga makin berkembang secara komperhensif. Namun apalah artinya teknologi jika tak didukung oleh energi penjalannya. Nyaris genap satu abad, energi tak terbarukan layaknya minyak bumi dijadikan penyokong utama kehidupan. Berarti kurang lebih sama saja hampir genap satu abad kita 'memyakiti' bumi, mengingat pengerukan minyak bumi dan penggunaannya yang cenderung eksploitatif. Ada yang mengatakan jika gaya hidup seperti ini masih dilakukan, maka akan tiba saatnya bilamana jumlah energi yang digunakan untuk mendapatkan energi itu sendiri tidak sebanding dengan energi yang diperoleh. Di sinilah lingkungan menunjukkan kemampuannya. Bukan hanya sebagai sesuatu yang perlu dijaga, namun juga menjadi suatu bahan bakar re-chargeable, pengganti baterai yang sudah usang..

Hari ini , hari esok, dan Hari Lingkungan Hidup Dunia 2012 Bukan. Bukan karena hari ini, kemarin, atau bahkan esok lusa diperingati sebagai Hari Lingkungan Hidup Dunia makanya dilakukan suatu aksi spesial untuk menghasilkan tindakan solutif terkait permasalahan lingkungan hidup. Ekonomi Hijau hanya salah satu jenjang dan bukan menjadi mimpi utamanya. Melainkan karena memang cita-cita besarnya ialah adanya perubahan paradigma

masyarakat akan potensi besar yang bisa dihasilkan lingkungan sekitar mereka. Cita-cita ini alangkah baiknya menjadi suatu keniscayaan sehingga dari suatu paradigma dan kerangka berpikir dapat menuntun perilaku manusia dalam pemeliharaan stabilitas dan peningkatan kualitas lingkungan hidup. Lagipula apa gunanya hidup bersenang-senang pada masa sekarang tanpa memperhatikan kesehatan lingkungan, jikalau kita tahu tindakan tersebut berimbas pada kesehatan hidup orang banyak pada masa yang akan datang. Sebagai penutup kata-kata tersebut, coba tanyakan dalam sanubari diri yang paling dalam : Suatu saat nanti jauh setelah masa sekarang, siapkah Anda untuk menjawab pertanyaan oleh anak cucu kelak, jika mereka bertanya mengapa bumi bisa seperti ini? Jawaban pilihan nantinya, ditentukan dari sekarang.

Anda mungkin juga menyukai