Anda di halaman 1dari 15

Hipertensi atau tekanan darah tinggi diderita oleh hampir semua golongan masyarakat diseluruh dunia.

Jumlah mereka yang menderita hipertensi terus bertambah; terdapat sekitar 50 juta (21,7%) orang dewasa Amerika yang menderita hipertensi, Thailand 17%, Vietnam 34,6%, Singapura 24,9%, Malaysia 29,9%. Di Indonesia, prevalensi hipertensi berkisar 6-15%.1 Menurut perkiraan, sekitar 30% penduduk dunia tidak terdiagnosa adanya hipertensi (underdiagnosed condition). Hal ini disebabkan tidak adanya gejala atau dengan gejala ringan bagi mereka yang menderita hipertensi. Sedangkan, hipertensi ini sudah dipastikan dapat merusak organ tubuh, seperti jantung (70% penderita hipertensi akan merusak jantung), ginjal, otak, mata serta organ tubuh lainnya. Sehingga, hipertensi disebut sebagai silent killer .1 Penderita hipertensi yang tidak terkontrol sewaktu - waktu bisa jatuh kedalam keadaan gawat darurat. Diperkirakan sekitar 1-8% penderita hipertensi berlanjut menjadi Krisis Hipertensi, dan banyak terjadi pada usia sekitar 30-70 tahun. Tetapi krisis hipertensi jarang ditemukan pada penderita dengan tekanan darah normal tanpa penyebab sebelumnya.Pengobatan yang baik dan teratur dapat mencegah insiden krisis hipertensi menjadi kurang dari 1 %.2 BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Definisi Hipertensi darurat (emergency hypertension) : kenaikan tekanan darah mendadak (sistolik 180 mm Hg dan / atau diastolik 120 mm Hg) dengan kerusakan organ target yang bersifat progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan segera, dalam hitungan menit sampai jam. Tekanan darah yang sangat tinggi dan terdapat kerusakan organ, sehingga tekanan darah harus diturunkan dengan segera (dalam menit atau jam) agar dapat membatasi kerusakan yang terjadi. Tingginya tekanan darah untuk dapat dikategorikan sebagai hipertensi darurat tidaklah mutlak, namun kebanyakan referensi di Indonesia memakan patokan >220/140. 2.2. Etiologi Hipertensi emergensi merupakan spektrum klinis dari hipertensi dimana terjadi kondisi peningkatan tekanan darah yang tidak terkontrol yang berakibat pada kerusakan organ target yang progresif. Berbagai sistem organ yang menjadi organ target pada hipertensi emergensi ini adalah sistem saraf yang dapat mengakibatkan hipertensi ensefalopati, infark serebral, perdarahan subarakhnoid, perdarahan intrakranial; sistem kardiovaskular yang dapat mengakibatkan infark miokard, disfungsi ventrikel kiri akut, edema paru akut, diseksi aorta; dan

sistem organ lainnya seperti gagal ginjal akut, retinopati, eklamsia, dan anemia hemolitik mikroangiopatik. Faktor Resiko Krisis Hipertensi Penderita hipertensi tidak minum obat atau tidak teratur minum obat. Kehamilan Penderita hipertensi dengan penyakit parenkim ginjal. Pengguna NAPZA Penderita dengan rangsangan simpatis tinggi. (luka bakar, trauma kepala, penyakit vaskular/ kolagen) 2.3. Klasifikasi Hipertensi Table 1. Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa
Kategori Normal Normal tinggi Stadium 1 (Hipertensi ringan) Stadium 2 (Hipertensi sedang) Stadium 3 (Hipertensi berat) Stadium 4 (Hipertensi maligna) Tekanan Darah Sistolik Dibawah 130 mmHg 130-139 mmHg 140-159 mmHg Tekanan Darah Diastolik Dibawah 85 mmHg 85-89 mmHg 90-99 mmHg

160-179 mmHg

100-109 mmHg

180-209 mmHg

110-119 mmHg

210 mmHg atau lebih

120 mmHg atau lebih

Penderita hipertensi yang tidak terkontrol sewaktu - waktu bisa jatuh kedalam keadaan gawat darurat. Diperkirakan sekitar 1-8% penderita hipertensi berlanjut menjadi Krisis Hipertensi, dan banyak terjadi pada usia sekitar 30-70 tahun. Tetapi krisis hipertensi jarang ditemukan pada penderita dengan tekanan darah normal tanpa penyebab sebelumnya.Pengobatan yang baik dan teratur dapat mencegah insiden krisis hipertensi menjadi kurang dari 1 %. 2.4. Patofisiologi Bentuk manapun dari hipertensi yang menetap, baik primer maupun sekunder, dapat dengan mendadak mengalami percepatan kenaikan dengan tekanan diastolik meningkat cepat sampai di atas 130 mmHg dan menetap lebih dari 6 jam. Hal ini dapat menyebabkan nekrosis arterial yang lama dan tersebar luas, serta hiperplasi intima arterial interlobuler nefron-nefron. Perubahan patologis jelas terjadi terutama pada retina, otak dan ginjal. Pada retina akan timbul

perubahan eksudat, perdarahan dan udem papil. Gejala retinopati dapat mendahului penemuan klinis kelainan ginjal dan merupakan gejala paling terpercaya dari hipertensi maligna. Otak mempunyai suatu mekanisme otoregulasi terhadap kenaikan ataupun penurunan tekanan darah. Batas perubahan pada orang normal adalah sekitar 60-160 mmHg. Apabila tekanan darah melampaui tonus pembuluh darah sehingga tidak mampu lagi menahan kenaikan tekanan darah maka akan terjadi udem otak. Tekanan diastolik yang sangat tinggi memungkinkan pecahnya pembuluh darah otak yang dapat mengakibatkan kerusakan otak yang irreversible. Pada jantung kenaikan tekanan darah yang cepat dan tinggi akan menyebabkan kenaikan after load, sehingga terjadi payah jantung. Sedangkan pada hipertensi kronis hal ini akan terjadi lebih lambat karena ada mekanisme adaptasi. Penderita feokromositoma dengan krisis hipertensi akan terjadi pengeluaran norefinefrin yang menetap atau berkala.

Gambar 1. Skema Patofisiologi Hipertensi Emergensi Aliran darah ke otak pada penderita hipertensi kronis tidak mengalami perubahan bila Mean Arterial Pressure ( MAP ) 120 mmHg 160 mmHg, sedangkan pada penderita hipertensi baru dengan MAP diantara 60 120 mmHg. Pada keadaan hiper kapnia, autoregulasi menjadi lebih sempit dengan batas tertinggi 125 mmHg, sehingga perubahan yang sedikit saja dari TD menyebabkan asidosis otak akan mempercepat timbulnya oedema otak. Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara: Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya. Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena arteriosklerosis. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi vasokonstriksi, yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga

meningkat. Sebaliknya, jika aktivitas memompa jantung berkurang, arteri mengalami pelebaran, dan banyak cairan keluar dari sirkulasi maka tekanan darah akan menurun. 2.5. Manifestasi Klinis Gambaran klinis krisis hipertensi umumnya adalah gejala organ target yang terganggu, diantaranya nyeri dada dan sesak nafas pada gangguan jantung dan diseksi aorta; mata kabur dan edema papilla mata; sakit kepala hebat, gangguan kesadaran dan lateralisasi pada gangguan otak; gagal ginjal akut pada gangguan ginjal; di samping sakit kepala dan nyeri tengkuk pada kenaikan tekanan darah umumnya. Gambaran klinik hipertensi darurat dapat dilihat pada table 2.
Tabel 2. Gambaran Klinik Hipertensi Darurat 5 Tekanan darah > mmHg 220/140 Perdarahan, eksudat, edema papilla Sakit kacau, kepala, gangguan Denyut membesar, dekompensasi, oliguria jelas, Uremia, proteinuria Mual, muntah Funduskopi Status neurologi Jantung Ginjal Gastrointestinal

kesadaran, kejang.

Table 3. Hipertensi Emergensi (darurat) Tingginya TD yang dapat menyebabkan kerusakan organ sasaran tidak hany dari tingkatan TD aktual, tapi juga dari tingginya TD sebelumnya, cepatnya kenaikan TD, bangsa, seks dan usia penderita. Penderita hipertensi kronis dapat mentolelir kenaikan TD yang lebih tinggi dibanding dengan normotensi, sebagai contoh : pada penderita hipertensi kronis, jarang terjadi hipertensi ensefalopati, gangguan ginjal dan kardiovaskular dan kejadian ini dijumpai bila TD Diastolik > 140 mmHg. Sebaliknya pada penderita normotensi ataupun pada penderita hipertensi baru dengan penghentian obat yang tiba-tiba, dapat timbul hipertensi ensefalopati demikian juga pada eklampsi, hipertensi ensefalopati dapat timbul walaupun TD 160/110 mmHg. 2.6. Diagnosis Diagnosis hipertensi emergensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil terapi tergantung kepada tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan yang menyeluruh walaupun dengan data-data yang minimal kita sudah dapat mendiagnosis suatu krisis hipertensi. 2.6.1 Anamnesis 2 Sewaktu penderita masuk, dilakukan anamnesa singkat. Hal yang penting ditanyakan :

a. b. c. d. e. f. g. h.

Riwayat hipertensi, lama dan beratnya. Obat anti hipertensi yang digunakan dan kepatuhannya. Usia, sering pada usia 30 70 tahun. Gejala sistem syaraf ( sakit kepala, pusing, perubahan mental, ansietas ). Gejala sistem ginjal ( gross hematuri, jumlah urine berkurang ) Gejala sistem kardiovascular ( adanya payah jantung, kongestif dan oedem paru, nyeri dada ). Riwayat penyakit glomerulonefrosis, pyelonefritis. Riwayat kehamilan, tanda- tanda eklampsi. 2.6.2 Pemeriksaan fisik 2,4 Pada pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah dikedua lengan, mencari kerusakan organ sasaran ( retinopati, gangguan neurologi, payah jantung kongestif, diseksi aorta ).Palpasi denyut nadi di keempat ekstremitas. Auskultasi untuk mendengar ada atau tidak bruit pembuluh darah besar, bising jantung dan ronki paru. Perlu dibedakan komplikasi krisis hipertensi dengan kegawatan neurologi ataupun payah jantung, kongestif dan oedema paru. Perlu dicari penyakit penyerta lain seperti penyakit jantung koroner. 2.6.3 Pemeriksaan penunjang 2,4

Pemeriksaan laboratorium awal : urinalisis, Hb, Ht, ureum, kreatinin, gula darah dan elektrolit.

Pemeriksaan penunjang: elektrokardiografi, foto thorak Pemeriksaan penunjang lain bila memungkinkan: CT scan kepala, ekokardiogram, ultrasonogram.

2.7. Penatalaksanaan Tujuan pengobatan pada keadaan darurat hipertensi ialah menurunkan tekanan darah secepat dan seaman mungkin yang disesuaikan dengan keadaan klinis penderita. Pengobatan biasanya diberikan secara parenteral dan memerlukan pemantauan yang ketat terhadap penurunan tekanan darah untuk menghindari keadaan yang merugikan atau munculnya masalah baru. Obat yang ideal untuk keadaan ini adalah obat yang mempunyai sifat bekerja cepat, mempunyai jangka waktu kerja yang pendek, menurunkan tekanan darah dengan cara yang dapat diperhitungkan sebelumnya, mempunyai efek yang tidak tergantung kepada sikap tubuh dan efek samping minimal. Penurunan tekanan darah harus dilakukan dengan segera namun tidak terburu-buru. Penurunan tekanan darah yang terburu-buru dapat menyebabkan iskemik pada otak dan ginjal. Tekanan darah harus dikurangi 25% dalam waktu 1 menit sampai 2 jam dan diturunkan lagi ke 160/100 dalam 2 sampai 6 jam. Medikasi yang diberikan sebaiknya per parenteral (Infus drip, BUKAN INJEKSI). Obat yang cukup sering digunakan adalah Nitroprusid IV dengan dosis 0,25

ug/kg/menit. Bila tidak ada, pengobatan oral dapat diberikan sambil merujuk penderita ke Rumah Sakit. Pengobatan oral yang dapat diberikan meliputi Nifedipinde 5-10 mg, Captorpil 12,5-25 mg, Clonidin 75-100 ug, Propanolol 10-40 mg. Penderita harus dirawat inap.
Tabel 4: Algoritma untuk Evaluasi Krisis Hipertensi 3,5
Parameter Hipertensi Mendesak Biasa Tekanan darah (mmHg) Gejala Sakit tanpa gejala Pemeriksaan Tidak ada kerusakan organ target, tidak ada penyakit kardiovaskular Terapi Awasi 1-3 jam; Kerusakan target;muncul klinis penyakit kardiovaskuler, stabil Awasi 3-6 jam; obat oral berjangka kerja pendek Pasang IV jalur IV, periksa organ kepala, Sakit kepala hebat, sesak napas Sesak napas, nyeri dada, > 180/110 Mendesak > 180/110 > 220/140 Hipertensi Darurat

kecemasan; sering kali

nokturia, dysarthria, kelemahan, kesadaran menurun Ensefalopati, insufisiensi jantung edema paru,

ginjal, iskemia

memulai/teruskan obat oral, naikkan dosis

laboratorium standar, terapi obat

Rencana

Periksa ulang dalam 3 hari

Periksa ulang dalam 24 jam

Rawat ruangan/ICU

Adapun obat hipertensi oral yang dapat dipakai untuk hipertensi mendesak (urgency) dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5: Obat hipertensi oral 3,5 Obat Captopril Dosis 12,5 - 25 mg PO; ulangi per 30 min ; SL, 25 mg PO 75 150 ug, ulangi per jam 10 - 40 mg PO; ulangi setiap 30 min 5 - 10 mg PO; ulangi setiap 15 menit Efek / Lama Kerja 15-30 min/6-8 jam ; SL 10-20 min/26 jam 30-60 min/8-16 jam 15-30 min/3-6 jam 5 -15 min/4-6 jam Perhatian khusus Hipotensi, gagal stenosis arteri renalis

ginjal,

Clonidine Propanolol Nifedipine

Hipotensi, mengantuk, mulut kering Bronkokonstriksi, blok jantung, hipotensi ortostatik Takikardi, hipotensi, gangguan koroner

SL, Sublingual. PO, Peroral

Sedangkan untuk hipertensi darurat (emergency) lebih dianjurkan untuk pemakaian parenteral, daftar obat hipertensi parenteral yang dapat dipakai dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6: Obat hipertensi parenteral 3,5 Obat Sodium nitroprusside Dosis 0,25-10 mg / kg / menit sebagai infus IV Efek /Lama Kerja langsung/2-3 menit setelah infus Perhatian khusus Mual, muntah, penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan keracunan tiosianat, methemoglobinemia, asidosis, keracunan sianida. Selang infus lapis perak Sakit kepala, takikardia, muntah, , methemoglobinemia; membutuhkan sistem pengiriman khusus karena obat mengikat pipa PVC Takikardi, mual, muntah, sakit kepala, peningkatan tekanan intrakranial; hipotensi Ensepalopati dengan gangguan koroner

Nitrogliserin

500-100 mg sebagai infus IV

2-5 min 10 min

/5-

Nicardipine Klonidin

5-15 mg / jam sebagai infus IV 150 ug, 6 amp per 250 cc Glukosa 5% mikrodrip 5-15 ug/kg/menit sebagi infus IV

1-5 min

min/15-30

30-60 min/ 24 jam 1-5 min/ 15- 30 min

Diltiazem

Takikardi, mual, muntah, sakit kepala, peningkatan tekanan intrakranial; hipotensi

Pada hipertensi darurat (emergency) dengan komplikasi seperti hipertensi emergensi dengan penyakit payah jantung, maka memerlukan pemilihan obat yang tepat sehingga tidak memperparah keadaannya. Pemilihan obat untuk hipertensi dengan komplikasi dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7: Obat yang dipilih untuk Hipertensi darurat dengan komplikasi 2,5 Komplikasi Diseksi aorta AMI, iskemia Edema paru Gangguan Ginjal Kelebihan katekolamin Hipertensi ensefalopati Subarachnoid hemorrhage Stroke Iskemik Obat Pilihan Nitroprusside + esmolol Nitrogliserin, nitroprusside, nicardipine Nitroprusside, nitrogliserin, labetalol Fenoldopam, nitroprusside, labetalol Phentolamine, labetalol Nitroprusside Nitroprusside, nimodipine, nicardipine nicardipine Target Tekanan Darah SBP 110-120 sesegera mungkin Sekunder untuk bantuan iskemia 10% -15% dalam 1-2 jam 20% -25% dalam 2-3 jam 10% -15% dalam 1-2 jam 20% -25% dalam 2-3 jam 20% -25% dalam 2-3 jam 0% -20% dalam 6-12 jam

AMI, infark miokard akut; SBP, tekanan sistolik bood.

Pemakaian obat-obat untuk krisis hipertensi Obat anti hipertensi oral atau parenteral yang digunakan pada krisis hipertensi tergantung dari apakah pasien dengan hipertensi emergensi atau urgensi. Jika hipertensi emergensi dan disertai dengan kerusakan organ sasaran maka penderita dirawat diruangan intensive care unit, ( ICU ) dan diberi salah satu dari obat anti hipertensi intravena ( IV ). 1. Sodium Nitroprusside : merupakan vasodelator direkuat baik arterial maupun venous. Secara i. V mempunyai onsep of action yang cepat yaitu : 1 2 dosis 1 6 ug / kg / menit. Efek samping : mual, muntah, keringat, foto sensitif, hipotensi. 2. Nitroglycerini : merupakan vasodilator vena pada dosis rendah tetapi bila dengan dosis tinggi sebagai vasodilator arteri dan vena. Onset of action 2 5 menit, duration of action 3 5 menit. Dosis : 5 100 ug / menit, secara infus i. V. Efek samping : sakit kepala, mual, muntah, hipotensi. 3. Diazolxide : merupakan vasodilator arteri direk yang kuat diberikan secara i. V bolus. Onset of action 1 2 menit, efek puncak pada 3 5 menit, duration of action 4 12 jam. Dosis permulaan : 50 mg bolus, dapat diulang dengan 25 75 mg setiap 5 menit sampai TD yang diinginkan. Efek samping : hipotensi dan shock, mual, muntah, distensi abdomen, hiperuricemia, aritmia, dll. 4. Hydralazine : merupakan vasodilator direk arteri. Onset of action : oral 0,5 1 jam, i.v : 10 20 menit duration of action : 6 12 jam. Dosis : 10 20 mg i.v bolus : 10 40 mg i.m Pemberiannya bersama dengan alpha agonist central ataupun Beta Blocker untuk mengurangi refleks takhikardi dan diuretik untuk mengurangi volume intravaskular. Efeksamping : refleks takhikardi, meningkatkan stroke volume dan cardiac out put, eksaserbasi angina, MCI akut dll. 5. Enalapriat : merupakan vasodelator golongan ACE inhibitor. Onsep on action 15 60 menit. Dosis 0,625 1,25 mg tiap 6 jam i.v. 6. Phentolamine ( regitine ) : termasuk golongan alpha andrenergic blockers. Terutama untuk mengatasi kelainan akibat kelebihan ketekholamin. Dosis 5 20 mg secar i.v bolus atau i.m. Onset of action 11 2 menit, duration of action 3 10 menit. 7. Trimethaphan camsylate : termasuk ganglion blocking agent dan menginhibisi sistem simpatis dan parasimpatis. Dosis : 1 4 mg / menit secara infus i.v. Onset of action : 1 5

menit. Duration of action : 10 menit. Efek samping : opstipasi, ileus, retensia urine, respiratori arrest, glaukoma, hipotensi, mulut kering. 8. Labetalol : termasuk golongan beta dan alpha blocking agent. Dosis : 20 80 mg secara i.v. bolus setiap 10 menit ; 2 mg / menit secara infus i.v. Onset of action 5 10 menit Efek samping : hipotensi orthostatik, somnolen, hoyong, sakit kepala, bradikardi, dll. Juga tersedia dalam bentuk oral dengan onset of action 2 jam, duration of action 10 jam dan efek samping hipotensi, respons unpredictable dan komplikasi lebih sering dijumpai. 9. Methyldopa : termasuk golongan alpha agonist sentral dan menekan sistem syaraf simpatis. Dosis : 250 500 mg secara infus i.v / 6 jam. Onset of action : 30 60 menit, duration of action kira-kira 12 jam. Efek samping : Coombs test ( + ) demam, gangguan gastrointestino, with drawal sindrome dll. Karena onset of actionnya bisa takterduga dan kasiatnya tidak konsisten, obat ini kurang disukai untuk terapi awal. 10. Clonidine : termasuk golongan alpha agonist sentral. Dosis : 0,15 mg i.v pelan-pelan dalam 10 cc dekstrose 5% atau i.m.150 ug dalam 100 cc dekstrose dengan titrasi dosis. Onset of action 5 10 menit dan mencapai maksimal setelah 1 jam atau beberapa jam. Efek samping : rasa ngantuk, sedasi, hoyong, mulut kering, rasa sakit pada parotis. Bila dihentikan secara tiba-tiba dapat menimbulkan sindroma putus obat. Pengobatan khusus krisis hipertensi 1. Ensefalopati Hipertensi Pada Ensefalofati hipertensi biasanya ada keluhan serebral. Bisa terjadi dari hipertensi esensial atau hipertensi maligna, feokromositoma dan eklamsia. Biasanya tekanan darah naik dengan cepat, dengan keluhan : nyeri kepala, mual-muntah, bingung dan gejala saraf fokal (nistagmus, gangguan penglihatan, babinsky positif, reflek asimetris, dan parese terbatas) melanjut menjadi stupor, koma, kejang-kejang dan akhirnya meninggal. Obat yang dianjurkan : Natrium Nitroprusid, Diazoxide dan Trimetapan. 2. Gagal Jantung Kiri Akut Biasanya terjadi pada penderita hipertensi sedang atau berat, sebagai akibat dari bertambahnya beban pada ventrikel kiri. Udem paru akut akan membaik bila tensi telah terkontrol. Obat pilihan : Trimetapan dan Natrium nitroprusid. Pemberian Diuretik IV akan mempercepat perbaikan 3. Feokromositoma

Katekolamin dalam jumlah berlebihan yang dikeluarkan oleh tumor akan berakibat kenaikan tekanan darah. Gejala biasanya timbul mendadak : nyeri kepala, palpitasi, keringat banyak dan tremor. Obat pilihan : Pentolamin 5-10 mg IV. 4. Deseksi Aorta Anerisma Akut Awalnya terjadi robekan tunika intima, sehingga timbul hematom yang meluas. Bila terjadi ruptur maka akan terjadi kematian. Gejala yang timbul biasanya adalah nyeri dada tidaj khas yang menjalar ke punggung perut dan anggota bawah. Auskultasi : didapatkan bising kelainan katup aorta atau cabangnya dan perbedaan tekanan darah pada kedua lengan. Pengobatan dengan pembedahan, dimana sebelumnya tekanan darah diturunkan terlebih dulu dengan obat pilihan : Trimetapan atau Sodium Nitroprusid. 5. Toksemia Gravidarum Gejala yang muncul adalah kejang-kejang dan kebingungan. Obat pilihan : Hidralazin kemudian dilanjutkan dengan klonidin. 6. Perdarahan Intrakranial Pengobatan hipertensi pada kasus ini harus dilakukan dengan hati-hati, karena penurunan tekanan yang cepat dapat menghilangkan spasme pembuluh darah disekitar tempat perdarahan, yang justru akan menambah perdarahan. Penurunan tekanan darah dilakukan sebanyak 10-15 % atau diastolik dipertahankan sekitar 110-120 mmHg Obat pilihan : Trimetapan atau Hidralazin.

Definisi Menurut guidelines JNC VII, pasien dengan peningkatan tekanan darah digolongkan pada 3 tingkatan: prehipertensi (120-139/80-89), hipertensi stage 1 (140-159/90-99) dan hipertensi stage 2 (>160/100). Tekanan darah normal pada dewasa adalah <120/80. Hipertensi emergensi (krisis) dikarakteristikkan dengan peningkatan tekanan darah mencapai >180/120 dengan disertai adanya keterlibatan kerusakan organ. Contoh organ yang terlibat diantaranya otak, mata, jantung dan ginjal.

Sedangkan hipertensi urgensi adalah peningkatan tekanan darah mencapai >180/120 namun tanpa disertai adanya keterlibatan kerusakan organ. Etiologi & Pathofisiologi Peningkatan drastis tekanan darah dapat terjadi secara de novo atau komplikasi dari hipertensi esensial atau hipertensi sekunder. Noncompliance terapi hipertensi pada pasien dengan hipertensi kronis sangat berperan dalam kejadian hipertensi emergensi/urgensi.Faktor yang menginisiasi hipertensi emergensi dan urgensi masih belum cukup dimengerti. Terjadinya peningkatan tekanan darah secara cepat akibat peningkatan resistensi vaskuler sistemik salah satu kemungkinan faktor yang mencetuskan hipertensi emergensi. Dalamhomeostasis tekanan darah, endotelium merupakan aktor utama dalam mengatur tekanan darah. Dengan mengeluarkan nitric oxide dan prostacyclin yang dapat memodulasi tekanan vaskuler. Disamping itu peran renin angitensin sistem juga sangat berpengaruh dalam terjadinya hipertensi emergensi. Saat tekanan darah meningkat dan menetap dalam waktu yang lama, respon vasodilatasi endotelial akan berkurang, yang akan memperparah peningkatan tekanan darah. Keadaan ini akan berujung pada disfungsi endotel dan peningkatan resistensi vaskuler yang menetap.

Diagnosis Membedakan antara hipertensi emegensi (adanya organ damage) dan urgensi (tanpa organ damage) merupakan langkah yang krusial dalam menentukan penanganan. Langkah diagnosis dapat diawali dengan histori/anamnesis, pemeriksaan fisik, dan jika diperlukan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis harus didapatkan keterangan riwayat hipertensinya; kapan pasien pertamakali mengalami tekanan darah tinggi; rata-rata tekanan darah; ada tidaknya tanda-tanda kerusakan organ semisal renal dan cerebrovaskuler; obat anti-hipertensi yang diminum dan kepatuhannya; konsumsi obat-obat yang dapat meningkatkan tekanan darah (simpatomimetik, NSAID, herbal, cocaine, methamphetamine, ephedra). Dalam melacak adanya keterlibatan kerusakan organ dapat ditanyakan nyeri dada (MI, aorta diseksi), sesak nafas (edema pulmo akut), nyeri punggung (diseksi aorta), nyeri kepala (cerebrovaskuler), pandangang yang kabut (papiledema), dan tanda-tanda stroke seperti kelemahan anggota gerak atau penerunan kesadaran. Pada pemeriksaan fisik pengukuran tensi dilakukan pada kedua lengan dengan posisi pasien supinasi dan berdiri. Perbedaan tekanan darah lengan kiri dan kanan >20 mmHg dapat dicurigai disesksi aorta. Pemeriksaan mata dengan pemeriksaan funduskopi. Pemeriksaan cardiovaskuler dengan mendengar adanya murmur. Diastolik murmur yang mengarah pada insufisiensi aorta mendukung untuk kecurigaan diseksi aorta. Mitral regurgitasi dapat muncul akibat ruptur dari musculus papilari. Lihat juga tanda-tanda gagal

jantung. Rongki basah pada pemeriksaan pulmo mengarah pada edema pulmo. Delirium atau flapping tremor mengarah pada hipertensi encepalopathi. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan darah rutin; kimia darah (profil ginjal, lipid), ECG, foto thoraks, urin rutin, dan CT scan. Penanganan Dalam penanganan pasien datang dengan hipertensi emergensi atau urgensi adalah seberapa capat dan target tekanan darah berapa yang akan dilakukan.

I.

Hipertensi Urgensi

Prinsipnya, hipertensi urgensi dapat ditangani dengan anti-hipertensi oral dengan perawatan rawat jalan. Namun keadaan ini sulit untuk memonitor tekanan darah setelah pemberian obat. Obat yang diberikan dimulai dari dosis yang rendah untuk menghindari terjadinya hipotensi mendadak terutama pada pasien dengan resiko komplikasi hipotensi tinggi seperti geriatri, penyakit vaskuler perifer dan atherosclerosis cardiovaskuler dan penyakit intrakranial. Target inisial penurunan tekanan darah 160/110 dalam jam atau hari dengan konvensional terapi oral. Beberapa pilihan obat:

1. ACE inhibitor (Captopril), dengan pemberian dosis oral inisial 25 mg, onset aksi mulai dalam 15 30 menit dan maksimum aksi antara 30 90 menit. Kemudian jika tekanan darah belum turun dosis dilanjutkan 50 mg 100 mg pada 90 120 menit kemudian. 2. Calcium-channel blocker (Nicardipine), dosis oral awal pemeberian 30 mg, dan dapat diulangi setiap 8 jam sampai target tekanan darah tercapai. Onset aksi dimulai 2 jam. 3. Beta blocker (Labetalol), non selektif beta blocker, dosis oral awal 200 mg, dan diulang 3-4 jam. Onset kerja dimulai pada 1 2 jam. 4. Simpatolitik (Clonidine), dengan dosis oral awal 0.1 0.2 mg dosis loading dilanjutkan 0.05 0.1 mg setiap jam sampai target tekanan darah tercapai. Dosis maksimum 0.7 mg. II. Hipertensi Emergensi

Prinsip penanganan hipertensi emergensi ditentukan pada organ mana yang terlibat. Penanganan dilakukan dengan pemeberian obat-obatan secara parenteral. Ideal rate penurunan tekanan darah masih belum cukup

jelas. Penurunan mean arterial pressure 10% pada 1 jam awal dan 15% dalam 2 3 jam berikutnya direkomendasikan

Neurologic emergency . Keadaan neurologic emergency yang tersering adalah hipertensi ensepalopathi, intracerebral hemorhagic, dan acute ischemic stroke. Pada acute stroke target penurunan tekanan darah masih kontroversial. Hipertensi pada intracerebral bleeding direkomendasikan oleh American Heart Association diberikan penanganan jika tekanan darah lebih dari 180/105 mmHg.

Pasien dengan ischemic stroke membutuhkan tekanan sistemik yang cukup untuk mempertahankan perfusi di distal obsktruksi. Oleh karena itu tekanan darah harus dimonitor ketat dalam 1 2 pertama. Hanya jika tekanan sistolik menetap pada 220 mmHg diberikan penanganan.

Cardiac emergency. Keadaan hipertensi emergency dengan cardiac emergency diantaranya acute myocard ischemic atau infarction, pulmonary edema, dan aortic dissection. Pasien dengan temuan myocardial ischemia atau infarction, dapat diberikan nitroglycerin, jika tanpa heart failure bisa ditambahkan beta blocker (labetalol, esmolol) untuk menurunkan tekanan darah. Pasien dengan aortic dissection, IV beta blocker harus diberikan pertama, diikuti dengan vasodilating agent, dan IV nitroprusside. Target tekanan darah kurang dari 120 mmHg dalam 20 menit.

Penanganan pada edema pulmo diawali dengan IV diuretics dilanjutkan IV ACE inhibitor (enalaprilat) dan nitroglycerin. Sodium nitroprusside dapat digunakan jika obat diatas tidak cukup menurunkan tekanan darah.

Hyperadrenergic states. Pasien dengan kelebihan cathecholamine pada seting pheochromocytoma, cocaine atau over dosis amphetamine, monoamine oxidase inhibitor-induced hipertensi atau clonidine withdrawal syndrome dapat bermanifestasi hipertensi krisis sindrom. Pheochromocytoma, kotrol tekanan darah inisial dapat diberikan Sodium Nitroprusside atau IV phentolamine. Beta blockers bisa diberikan tapi tidak boleh dipakai tunggal sampai alfa blokade tercapai.

Hipertensi disebabkan clonidine withdrawal penanganan terbaik adalah dengan dilanjutkan pemberian clonidine disertai pemberian obat-obatan diatas. Benzodiazepine merupakan agen pertama untuk penanganan intoksikasi cocaine.

Kidney failure. Acute Kidnet Injury (AKI) bisa merupakan penyebab maupun akibat dari hipertensi emergensi. AKI termanifestasi dengan proteinuria, mikroskopik hematuria, oliguria dan anuria. Penanganan yang optimal masih kontroversial. Walaupun IV nitroprusside sering digunakan, namun dapat mengakibatkan keracunan cyanida atau thiocyanate. Parenteral fenoldopam mesylate lebih menjanjikan hasil yang baik dan lebih safety. Penggunaannya mampu mencegah terjadinya keracunan cyanida atau thiocyanate.

Konklusi Hipertensi urgensi dan emergensi menyebabkan morbiditi dan moratliti yang tinggi. Deteksi dan penanganan segera sangat krusial untuk prevensi progresif kerusakan organ. Penanganan disesuaikan untuk masing-masing pasien berdasarkan kerusakan organ dan komorbiditi penyerta. Benefit dari penanganan hipertensi harus dapat mengurangi resiko penurunan tekanan darah secara mendadak. Konseling ketat setelah pasien keluar rumah sakit harus dilakukan terkait dengan kepatuhan pasien hipertensi kronis untuk meminum obat anti-hipertensi.

Anda mungkin juga menyukai