Anda di halaman 1dari 26

TUGAS P-TREATMENT

HIPERTENSI GERIATRI

Oleh: Bobby Candra Ira Karlina Pembimbing: dr. Lukas D. Leatemia, M.Kes

LAB/SMF ILMU FARMASI/FARMAKOTERAPI FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI KEDOKTERAN UMUM

UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA OKTOBER 2013

BAB I PENDAHULUAN

1.1 HIPERTENSI 1.1.1 Definisi Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah arteri yang persisten. The Seventh Joint National Committee VII (JNC VII) telah mengklasifikasikan tekanan darah pada orang dewasa. Hipertensi sendiri merupakan penyakit heterogen yang dapat disebabkan oleh penyebab yang spesifik (hipertensi sekunder) atau mekanisme patofisiologi yang tidak diketahui penyebabnya (hipertensi primer atau esensial).

Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah berdasarkan JNC VII; TDS = Tekanan Darah Sistolik; TDD = Tekanan Darah Diastolik (Chobanian, et al., 2004)

KLASIFIKASI DARAH NORMAL

TEKANAN

TDS (MMHG) <120 120-139 140-159 160

TDD (MMHG) dan <80 atau 80-89 atau 90-99 atau 100

PRE HIPERTENSI HIPERTENSI DERAJAT I HIPERTENSI DERAJAT II

Etiologinya, hipertensi itu bias dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu hipertensi esensial / hipertensi primer dan hipertensi non esensial / hipertensi sekunder

Hipertensi esensial (primer) Hipertensi yang tidak diketahui secara pasti penyebabnya atau tanpa ada tanda-tanda kelainan alat di dalam tubuh.Hipertensi esensial adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama karena interaksi antara faktor2

faktor risiko tertentu. Faktor-faktor risiko yang mendorong timbulnya kenaikan tekanan darah tersebut adalah (Yogiantoro, 2007) : 1. Faktor risiko, seperti diet dan asupan garam, stress, rasial, obesitas, merokok, genetik 2. Sistem saraf simpatis a. Tonus simpatis b. Variasi diurnal 3. Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi : endotel pembuluh darah berperan utama, tetapi remodeling dari endotel, otot polos, dan interstitium juga memberikan kontribusi akhir 4. Pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem renin, angiotensin, dan aldosteron

Gambar 1. Faktor-faktor yang berpengaruh pada pengendalian tekanan darah (Yogiantoro, 2007) Hipertensi sekunder Hipertensi sekunder adalah tekanan darah tinggi yang penyebabnya diketaui. Penyebabnya terdiri dari kelainan organik seperti penyakit ginjal, kelainan pada korteks adrenal, kelainan endokrin-metabolik

(sindroma cushing, hiperaldosteronisme sekunder, feokromositoma, akromegali), koarktasio aorta, dan toksemia gravidarum serta adanya pemakaian obat-obatan sejenis dengan kortikosteroid.

2.1.1 Kerusakan Organ Target yang Dapat Disebabkan oleh Tekanan Darah Tinggi Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung, maupun tidak langsung. Kerusakan organ-organ target yang umum ditemui pada pasien hipertensi adalah (JNC VII) : 1. Jantung a) Hipertrofi ventrikel kiri b) Angina atau infark miokardium c) Gagal jantung 2. Otak, Stroke atau transient ischaemic attack 3. Penyakit ginjal kronis 4. Penyakit arteri perifer 5. Retinopati

Faktor risiko penyakit kardiovaskuler pada pasien hipertensi antara lain adalah (Yogiantoro, 2007): a. Merokok b. Obesitas c. Kurangnya aktivitas fisik d. Dislipidemia e. Diabetes mellitus f. Mikroalbuminuria atau perhitungan LFG <60 ml/menit g. Umur (laki-laki >55 tahun, perempuan 65 tahun) h. Riwayat keluarga dengan penyakit jantung kardiovaskuler premature (lakilaki <55 tahun, perempuan <65 tahun)

3.1.1

Diagnosis Hipertensi

Anamnesis (Yogiantoro, 2007) 1. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah 1. Indikasi adanya hipertensi sekunder a. Adanya keluarga dengan riwayat penyakit ginjal (ginjal polikistik) b. Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuria, pemakaian obatobat analgesik dan obat/bahan lain c. Episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan, palpitasi (feokromositoma) d. Episode kelemahan otot dan tetani (aldosteronisme) 2. Faktor-faktor risiko a. Riwayat hipertensi atau penyakit kardiovaskuler pada pasien atau keluarga pasien b. Riwayat hiperlipidemia pada pasien atau keluarganya c. Riwayat diabetes mellitus pada pasien atau keluarganya d. Kebiasaan merokok e. Pola makan f. Kegemukan, intensitas olah raga g. Kepribadian 3. Gejala kerusakan organ a. Otak dan mata : sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, transient ischaemic attack, defisit sensoris atau motoris b. Jantung : palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki c. Ginjal : haus poliuria, nokturia, hematuria d. Arteri perifer : ekstremitas dingin, klaudikasio intermitten 4. Pengobatan antihipertensi sebelumnya 5. Faktor-faktor pribadi, keluarga, lingkungan

JNC 7 menyatakan bahwa tes yang lebih mendalam untuk mencari penyebab hipertensi tidak dianjurkan kecuali jika dengan terapi memadai tekanan darah tidak

tercapai (Yogiantoro, 2007).Evaluasi pasien hipertensi juga diperlukan untuk menentukan adanya penyakit penyerta sistemik, yaitu (Yogiantoro, 2007): a. Aterosklerosis (melalui pemeriksaan profil lemak) b. Diabetes (terutama pemeriksaan gula darah) c. Fungsi ginjal (dengan pemeriksaan proteinuria, kreatinin serum, serta memperkirakan laju filtrasi glomerulus).

4.1.1

PENGOBATAN HIPERTENSI

Tujuan terapi menurut JNC 7 adalah (yogiantoro, pranawa, & irwanadi, 2007): 1. Menurunkan morbiditas dan mortalitas penyakit jantung kardiovaskuler dan ginjal 2. Terapi tekanan darah hingga < 140/90 mmHg atau tekanan darah < 130/80 mmHg pada penderita diabetes atau penakit ginjal kronis 3. Mencapai target tekanan darah sistolik terutama pada orang berusia 50 tahun.

Terapi non farmakologis terdiri dari a. Menghentikan merokok b. Menurunkan berat badan berlebih (index masa tubuh diusahakan 18,5 24,9 kg/m2) diperkirakan menurunkan tekanan darah sistolik 5 20 mmHg/10 kg penurunan berat badan. c. Menurunkan konsumsi alcohol berlebih d. Meningkatkan aktivitas fisik misalnya dengan berjalan minimal 30 menit/hari diharapkan menurunkan tekanan darah sistolik 4-9 mmHg. e. Menurunkan asupan natrium tidak lebih dari 100 mmol/ hari (6 gram NaCl), diharapkan menurunkan tekanan darah sistolik 2-8 mmHg. f. Diet dengan asupan cukup kalium dan kalsium dengan mengkonsumsi makanan kaya buah, sayur, rendah lemak hewani dan mengurangi asam lemak jenuh diharapkan menurunkan tekanan darah sistolik 8-14 mmHg.

Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan oleh JNC 7 adalah(Yogiantoro, 2007): a. Diuretika, terutama jenis thiazide (thiaz) atau aldosterone antagonist b. Beta blocker (BB) c. Calcium Channel Blocker atau Calcium Antagonist (CCB) d. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI) e. Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 receptor antagonist/blocker (ARB)

Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap. Dianjurkan untuk menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja yang panjang atau yang memberikan efikasi 24 jam dengan pemberian sekali sehari. Efek samping umumnya bisa dihindari dengan menggunakan dosis rendah, baik tunggal, maupun kombinasi. Sebagian besar pasien memerlukan kombinasi obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah, tetapi terapi kombinasi dapat meningkatkan biaya pengobatan dan menurunkan kepatuhan pasien karena jumlah obat yang harus diminum bertambah (Chobanian, et al., 2004).

5.1.1

Pengelolaan Hipertensi pada Usia Lanjut Hipertensi pada usia lanjut sama seperti hipertensi pada usia lainya.. Penurunan tekanan darah akan menurunkan risiko morbiditas maupun mortalitas akibat komplikasi kardiovaskular. Hasil dari penelitian besar yang telah dilakukan pada hipertensi sistolik dan diastolik menghasilkan penurunan risiko yang sama. Pengobatan hipertensi harus dimulai sejak dini untuk mencegah kerusakan organ target (KOT), tanpa memandang usia. Pengobatan dimulai dengan modifikasi gaya hidup, berhenti merokok, mengurangi asupan natrium, olah raga atau aktifitas fisik, seperti pada tabel di bawah ini.

. National Institute for Health and Clinical Excellence (NICE/BHS. 2006) merekomendasikan utnuk memulai intervensi medikamentosa antihipertensi bila: Tekanan darah diatas 160/100 mmHg; atau Hipertensi sistolik terisolasi (TDS >160 mmHg); atau Tekanan darah >140 mmHg dan disertai: - Risiko Kardiovascilar (+) ; atau - Kerusakan organ target (KOT); atau - Risiko kardiovaskular (dalam) 10 tahun minimal 20%

blocker bukan lagi pilihan terapi awal pada >55 tahun, tetapi merupakan alternative pada pasien dengan intoleransi atau kontraindikasi terhadap ACE inhibitor. blocker juga dianjurkan sebagai terapi tambahan pada penderita hipertensi yang telah diberikan CCB (Calcium Chanel Blocker), ACEI (Angiotensin Converting EnzymInhibitor) atau ARB (Angiotensin receptor Blocker) dan diuretic, juga dianjurkan pada penyakit jantung kongestif, angina pektoris. Selain itu, terdapat pula rekomendasi lain mengenai pemberian antihipertensi. Pada populasi lanjut usia yaitu rekomendasi dari JNC-7 yang pada

prinsipnya serupa dengan rekomendasi pengobatan terapi hipertensi pada populasi umum. Prinsip utama tersebut adalah:

1. Mengobati HST. 2. Terapi lini pertama: diuretic golongan thiazide 3. Terapi lini kedua harus berdasarkan komorbiditas dan faktor risiko (tabel 3) 4. Pasien dengan tekanan darah sistolik >160 mmHg atau tekanan diastolic >100 mmHg biasanya akan membutuhkan dua atau lebih obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah. 5. Terapi sebaiknya dimulai dengan obat antihipertensi terpilih dalam dosis rendah,dititrasi perlahan untuk meminimalisasi efek samping seperti hipotensi ortostatik. 6. Penurunan berat badan dan pengurangan konsumsi natrium telah terbukti sebagai salah satu intervensi hipertensi yang efektif pada populasi lanjut usia. 7. Untuk memperbaiki ketaatan pasien terhadap regimen antihipertensi, sebaiknya pasien dilibatkan dengan perencanaan kontrol tekanan darah dan sasaran terapi. Hipertensi pada Usia Lanjut Harus Diobati. Sasaran TD adalah <140/90 mmHg

6.1.1

Obat-obat antihipertensi spesifik Diuretik golongan Thiazide. Populasi lanjut usia rentan pada dehidrasi yang dipicu oleh thiazide, sehingga perlu pengawasan kejadian hipotensi ortostatik dan elektrolit.

-Blockers (BB). Pemberian BB sebagai sebagai terapi awal sebaiknya terbatas pada penderita hipertensi dengan indikasi lain yang menyertainya (compelling indication) seperti infark miokard, beberapa jenis aritmia dan gagal jantung (dengan konsultasi oleh

10

spesialis). -ACE Inhibitor dan ARB. Efek first dose hypotension sebaiknya selalu diwaspadai pada inisiai terapi hipertensi dengan ACEI pada penderita usia lanjut. Calcium Channel Blockers (CCB). Pada penderita usia 55 tahun ke atas, obat pilihan pertama yang sebaiknya diberikan adalah dari golongan CCB atau diuretic thiazide.

Golongan antihipertensi lain Penggunaan penyekat reseptor alfa perifer, obat-obat yang bekerja di sentral dan obat golongan vasodilator pada populasi lanjut usia cukup terbatas karena efek sampingnya yang signifikan. Walaupun obat-obatan ini mempunyai efektifitas yang cukup tinggi dalam menurunkan tekanan darah, tidak ditemukan asosiasi antara obatobatan tersebut dengan reduksi angka mortalitas maupun morbiditas pasien-pasien penderita hipertensi.

7.1.1

Masalah khusus pada usia lanjut Ada berbagai masalah khusus yang sering dijumpai pada usia lanjut seperti di bawah ini: 1. Usia lanjut sering mendapat obat-obatan jauh lebih banyak, sehingga kemungkinan interaksi harus selalu dipikirkan. 2. Pendengaran dan penglihatan yang menurun sering mengakibatkan kesulitan dalam memahami instruksi dokter. Cara pemberian obat harus sederhana dan semudah mungkin. 3. Adanya demensia atau gangguan fungsi kognitif perlu jadi pertimbangan untuk menentukan pilihan obat. 4. Kemasan dan tempat obat yang diberikan apotik, kesulitan membuka tutup dan mengeluarkan obat mengakibatkan kepatuhan minum obat dapat terganggu.

11

5. Kebanyakan usia lanjut mempunyai kesulitan keuangan, sehingga dalam pemilihan obat, pemeriksaan penunjang dan lain-lain harus

mempertimbangkan hal ini. 6. Komunikasi dengan pasien. Agar dokter dapat menyediakan waktu dalam mendengarkan keluhan seperti efek obat, segala kesulitan dan nasehat.

12

BAB II PEMBAHASAN DAN KASUS 2.1 Kasus Seorang kakek berusia 70 tahun datang kepada saudara untuk melakukan pemeriksaan tekanan darah rutin. Pada pemeriksaan didapatkan tekanan darah 150/100 dan pemeriksaan fisik jantung dan paru tidak ada kelainan, demikian pula dengan pemeriksaan laboratorium. Penderita agar tekanan darahnya diurunkan karena takut terkena stroke. Penderita juga mengatakan tidak merokok, masih melakukan olahraga jalan pagi seminggu 3 kali selama 1 jam, masih suka makan sayuran dan tidak suka makan lemak.

2.2 P-Treatment Analisa Kasus: Pasien melakukan pemeriksaan tekanan darah ruti dan tekanan darahnya 150/100. Pasien takut terkena stroke. Jawaban: Tahapan penentuan P-treatment: 1) problem pasien 2) tujuan terapi 3) pemilihan terapi 4) pemberian terapi (resep jika ada) 5) komunikasi terapi 6) monitoring dan evaluasi

1. Problem pasien: Hipertensi Grade II

2. Tujuan Terapi: Menurunkan tekanan darah secara optimal pada batas <140/90 mmHg

13

3. Pemilihan Terapi Terapi Non-Farmakologi 1. Edukasi Menekankan kepada pasien untuk tetap mempertahankan latihan fisik yang biasa dilakukan. menekankan kepada pasien untuk tetap mempertahankan tidak merokok, minum minuman beralkohol dan tidak mengkonsumsi makanan berlemak 2. menghindari stress Diet Diet sehat dan seimbang (karbohidrat 60-70%; protein 10-15%; lemak 20-25%) 3. Diet rendah karbohidrat Diet rendah lemak Diet rendah garam Aktivitas Fisik/ Olahraga Rutin Teratur 3-4 kali/ minggu selama 30 menit Biasakan gaya hidup sehat dan memperbanyak aktivitas fisik

Terapi Farmakologi Pemberian obat anti hipertensi yang aman bagi pasien usia lanjut Pemilihan Obat-obatan Pilihan Obat Anti Hipertensi(Katzung, 2009; MIMS Indonesia, 2010)

Golongan Anti Hipertensi ACE Inhibitor

Efficacy +++ Farmakodinamika: Meningkatkan eksresi Na, Cl dan air sehingga mengurangi volume

Safety ++ Efek Samping: Hipotensi postural, hipokalemia,

Suitability ++ Kontraindikasi: Gangguan cairan & elektrolit Gangguan hepar

Cost +++ Aldacton (Spironolakton) tab 25 mg

14

darah dan cairan ekstrasel, tekanan darah menurun akibat berkurangnya curah jantung dan tidak menurunkan tahanan perifer pada awal terapi, setelah penggunaan lama (6-8 minggu) curah jantung mendekati normal dan resitensi vaskular perifer menurun. Farmakinetika: A : cepat di GIT, bioavability 65-70%, efek muncul setelah 2 jam per oral, kadar puncak setelah 4 jam, durasi 6-12 jam D : ikatan ke eritrosit, volume distribusi 0,8l/kg, melewati plasenta dan ASI, ikatan protein 64% M : di hepar E : hampir sempurna dieliminasi ginjal tanpa diubah. Tidak efektif pada creatinin clearence < 30 ml/menit

hiperkalsemia, hipomagnesemia, hiponatremia, meningkatkan lipid darah, meningkatkan toleransi glukosa, mencetuskan gout akut

berat,CHF, DM, Addison disease, hiperkalsemi, gangguan ginjal, SLE, porfiria, gout, hamil, laktasi

x100 (Rp.96.300) tab 50 mg x100 (Rp 311.500)

15

T 5-15 jam

Diuretik

+++ Farmakodinamika: Menekan sistem angiotensin-aldosteron dan menghambat konversi angiotensin I menjadi angiotensin II. Menurunkan kadar angiotensin II, meningkatkan aktivitas renin, dan menurunkan sekresi aldosteron. Menurunkan tahanan perifer meningkatkan ekskresi Na dan air, serta resistensi K. Dapat menurunkan tekanan darah pada hipertensi esensial, serta hipertensi renovaskuler. Farmakokinetika: A: cepat absorbsi di GIT D: protein binding 2530% M: di hepar E: melalui urine T < 3 jam

++ Efek samping: Batuk kering, stomatitis, ruam, pruritus, demam, anemia, iritasi GI, hipotensi, angioedema, takikardia, proteinuria dan neutropenia pasien gagal ginjal, peningkatan ureum, dan kreatinin, hipotensi.

+++ Kontraindikasi: Angioedema Hamil Laktasi Stenosis aorta Hipersensitif Hipotensi dengan gejala hiponatremia

+++ Captopril 12,5 mg x 5 x 10 (Rp 3.200) 25 mg x 5 x 10 (Rp6.500)

Alfa Bloker

+++ Farmakodinamika:

++ Efek Samping:

++ Kontraindikasi:

+ Terazosin

16

Menghambat reseptor 1 pada arteiol dan venula terhadap efek vasokonstriksi NE dan E, hingga terjadi dilatasi arteriol dan vena. Dilatasi arteriol dapat menurunkan resistensi perifer sehingga menurunkan TD. Farmakokinetika: A: diabsorpsi dari usus 80% D: Po: Bioavabilitas: 50 %, ikatanpotein : 90%,tersebar luas dalam jaringan tubuh, melintasi plasenta dan ASI M: Sebagian dimetabolisme di hati E: urin, 1-4% (tinja). T 2-3 jam Beta Bloker +++ Farmakodinamika: Obat anti hipertensi ini memblok adrenergik reseptor 1 dan 2 menghambat sekresi renin oleh katekolamin. Efeknya dapat memperlambat denyut

Hipotensi ortostatik, hiponatremia, edema, mulut kering, kongesti, sakit kepala, mimpi buruk, Efek sentral (rasa kantuk, halusinasi, depresi), gangguan lambung-usus, penggunaan lama bisa menyebabkan tolerans

kehamilan, laktasi, gangguan fungsi hepar, postural hipotensi

tab. 1mg x 140 (Rp 698.858) 2mg x 28 (Rp. 250.030)

+ Efek Samping: Menyebabkan hipotensi (postural) pada pemberian pertama mendadak & hebat.

++ Kontraindikasi: Asma, PPOM (bronkospasme), gangguan hati, gagal jantung, penyakit vaskuler perifer, termasuk DM.

++ Bisoprolol 5 mg x3x10 (Rp.66.651)

17

jantung sinus dan kontraktilitas miokard sehingga cardiac output berkurang. Awalnya meningkatkan resistensi perifer, pada pemberian kronis menurunkan resistensi perifer. Farmakodinamika: A: baik diserap dari GIT D: protein binding 2533% M: di hepar E: melalui urine T 9-12 jam (meningkat pd gagal ginjal)

Kekurangan Na. Edema, mulut kering, kongesti, sakit kepala, mimpi buruk, disfungsi seksual & letargi. Efek sentral (rasa kantuk, halusinasi, depresi), gangguan lambung-usus, Gangguan di kulit (gatal-gatal, ruam, kesemutan). HDL, LDL & TG. Penggunaan lamatoleransi

Angiotensin II Reseptor Antagonis

+++ Farmakodinamika: Menghambat sekresi aldosteron menghambat secara kompetitif terhadap angiotensin II reseptor, memblok terjadinya vasokontriksi dan sekresi aldosteron pada kardiovaskuler & renal Farmakokinetika:

+ Efek Samping: pusing, insomnia, ortostatik hipotensi, sinkop diare,dispepsi, meningkatkan enzim liverhiperkalemi, nyeri punggung, nyeri kaki, keram otot, mialgia,

++ KontraindikasI: Depresi volume intravascular, gangguan hepar, stenosis arteri renalis bilateral

+ Losartan 50 mgx3x10 (Rp280.500)

18

A: absorpsi di usus baik, tetapi BA 33%, FPE besar. po: puncak3-4 jam,respon puncak 6 jam, Bioavibilitas 2535%. <10% efek makanan; ikatan protein 98% M: sebagian dimetabolisme dihepar E: ekskresi minimal melalui urin (13%), eliminasi T1/2 1.5-2 jam (metabolit 4-9 jam)

angioedema

Pasien dengan Hipertensi Grade II, maka dipilih golongan ACE inhibitor sebagai First Line Choice yang dikombinasikan dengan golongan Diuretik (Harrison, 2009).

Golongan ACE inhibitor Captopril

Efficacy +++ Farmakodinamika: Menekan sistem angiotensi-aldosteron dan menghambat konversi angiotensin I menjadi angiotensin II, Menurunkan kadar angiotensin II,

Safety ++ Efek Samping: Batuk kering, stomatitis, ruam, pruritus, demam, anemia, iritasi GI, hipotensi, angioedema,tak

Suitability +++ Kontraindikasi: Angioedema, Hamil, laktasi, Stenosis aorta, hipersensitif

Cost +++ Captopril 12,5 mg x100 (Rp. 14.300) 25 mg x100 (Rp.20.475)

19

meningkatkan aktivitas renin, dan menurunkan sekresi aldosteron. Menurunkan tahanan perifer Farmakokinetika: A: cepat diabsorbsi di GIT D: protein binding 2530% M: di hepar E: melalui urine T < 3 jam Lisinopril +++ Farmakodinamika: menekan sistem angiotensi-aldosteron dan menghambat konversi angiotensin I menjadi angiotensin II, Menurunkan kadar angiotensin II, meningkatkan aktivitas renin, dan menurunkan sekresi aldosteron, menurunkan tahanan perifer Farmakokinetika: A: tidak sempurna dari GI & lambat Peak 7 jam

ikardia, proteinuria, peningkatan ureum, creatinin

++ Efek Samping: Sakit kepala, postural hipotensi, ruam, pruritus, demam, anemia, iritasi GIT, angioedema, takikardia, proteinuria, peningkatan ureum, creatinin, porphyria.

++ Kontraindikasi: gagal jantung kongestif, Angioedema, Hamil, laktasi, Stenosis aorta, hipersensitif,

++ Interpril (Lisinopri) tab 5 mg 3x30 (Rp.48.000) 10mg x 10 (Rp.79.500)

20

D: protein binding 25% M: di hepar E: melalui urine dlm bentuk utuh T 12 jam

Golongan Diuretik Spironolakton

Efficacy +++ Farmakodinamika: Diuretik hemat kalium yang natrium dengan reabsobsi secara kompetitif menginhibisi aktivias aldosteron di tubulus distalis, yang menstimulasi ekskresi natrium dn air serta meningkatkan retensi kalium. Farmakokinetika:

Safety ++ Efek Samping: Hiperkalemi (pada

Suitability ++ Kontraindikasi: Ggn fungsi

Cost +++ Aldacton tab 25 mg x100 (Rp.96.300) tab 50 mg x100 (Rp 311.500)

fungsi Ginjal, laktasi,

ginjal terganggu) hamil, anastesi, Hiponatremi, dehidrasi, hiperkalsiuri, eskresi magnesium berkurang, asidosis hiperkloremik sirosis tua, gangguan fungsi Hepar, DM, asidosis

A: diabsorbsi baik di GIT, pada bioavalibility 70%, hepatis

absorbsi ditingkatkan oleh dekompensata makanan. D: ikatan protein plasma > 98% M: menjadi canrenon yang aktif dan metabolit lain di hepar E: T1/2 : 1,5 jam Libido impoten, ginekomasti, gangguan menstruasi (efek anti androgen) Gangguan GIT ,

21

Sakit

kepala,

mengantuk, kebingungan, jarang : ataksia, urtikaria

Dipilih Captopril dengan kombinasi Spironolakton(Aldacton)

2.3 Pemberian Terapi a. Terapi Non Farmakologis menjelaskan kepada pasien untuk tetap mempertahankan gaya hidup pasien sekarang yang bertujuan untuk mencegah perburukan penyakit hipertensi ini. menjelaskan kepada pasien tentang pentingnya berolahraga, walaupun sedikit namun harus rutin dilakukan misalnya jalan kaki pada pagi hari sekitar 30-60 menit, 3-5 kali/minggu

22

b. Pemberian Terapi Farmakologis dr. BoRa Jl. Gunung Kelua No.29 RT 110 SIP : 032/XXX/2013

Samarinda, 18 Oktober 2013

R/ Captopril tab 12,5 mg No. X S 2 dd tab I R/ Spironolakton tab 25 mg No. V S 1 dd tab I

Pro Usia Alamat

: Bapak Usia Tua HT : 70 tahun : Jl. Sambutan No.13 Samarinda

2.4 Komunikasi Terapi a. Informasi Penyakit Hipertensi atau penyakit darah tinggi merupakan suatu penyakit yang tak diketahui penyebabnya namun harus dikontrol. b. Informasi Terapi Ingatkan pasien untuk meminum obat yang telah diresepkan secara benar dan teratur agar kekambuhan penyakit pasien tidak terjadi. Diet yang teratur (diet rendah garam dan gula) serta olahraga yang teratur akan sedikit banyak membantu keberhasilan pengobatan. c. Informasi Obat dan Penggunaan

23

Obat antihipertensi captopril diminum 2x 1 tablet dan spironolakton diminum 1x 1 tablet

2.5 Monitoring dan Evaluasi Pasien diminta untuk kontrol tekanan darahnya apabila obatnya habis atau pada saat selang waktu tertentu.

24

BAB III KESIMPULAN

Pada kasus diatas pasien merupakan penderita Hipertensi usia lanjut atau geriatri, dimana usia pasien 70 tahun dan tekanan darah 150/100. Hal ini terjadi karena usia pasien yang telah lanjut. Dan pemilihan terapi pada pasien ini diberikan kombinasi obat antihipertensi yaitu captopril dan spironolakton.

25

DAFTAR PUSTAKA

Katzung BG. 2009. Farmakologi Dasar dan Klinik (Basic and Clinical Pharmacology).Edisi VI. EGC : Jakarta Ganiswarna SG, dkk. 2006. Farmakologi dan Terapi. FK-UI: Jakarta L. Kasper, et al. 2009. Harrisons Manual Of Medicine. 17th Ed. Mc-Graw Hill. New York MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. 2010/2011. Edisi10.

26

Anda mungkin juga menyukai