Anda di halaman 1dari 50

BAB I PENDAHULUAN I.1.

Latar Belakang Kebiasaan didefinisikan sebagai tindakan yang terjadi berulang-ulang secara otomatis sebagai akibat dari proses alamiah yang kompleks yang melibatkan kontraksi otot. Orang tua menemukan banyak kebiasaan dan perilaku anak-anak mereka yang mengganggu. Bila ingin mengubah perilaku yang tidak diinginkan ini hal pertama yang dapat membantu adalah memahami mengapa anak melakukannya. Seringkali kebiasaan buruk hanyalah keadaan meniru. Anak mungkin akan melakukan perilaku ini kembali ketika mereka sedang stress, bosan, lelah, frustasi, tidak senang, tidak aman, atau ketika tertidur lelap. Bagi anak, banyak dari kebiasaan buruk yang menenangkan dan menyenangkan. Sebagian besar, perilaku ini hanya sebuah fase dan akan hilang pada proses tumbuh kembang mereka.(1,2) Kebiasaan anak muncul dalam berbagai kondisi. Dalam kondisi ringan, beberapa perilaku tidak mengganggu aktivitas normal sehari-hari dan karenanya bukan merupakan gangguan kejiwaan. Namun, kondisi ringan dari perilaku tersebut dapat berkembang untuk menyebabkan melemahnya fungsi fisik/ psikologis.(3) Dalam perkembangan dan pertumbuhannya, banyak anak memiliki kebiasaan tertentu dalam berperilaku. Ada kebiasaan yang bersifat sementara, tetapi ada juga kebiasaan yang tidak mudah dihilangkan. Beberapa kebiasaan anak tetap diperhatikan dan dapat bertahan bila tidak diobati, bahkan akan mengganggu

-1-

fungsi optimal anak. Kebiasaan anak dapat mengakibatkan interaksi sosial negatif dan penghindaran oleh teman-teman dan anggota keluarga. Beberapa perilaku yang berulang-ulang dapat menyebabkan kerusakan.(4,3) Jika kebiasaan buruk tersebut berhenti pada usia kurang dari 3 tahun, maka kemungkinan tidak akan mempengaruhi keadaan gigi-gigi. Apabila terjadi kelainan sifatnya sementara, oklusi akan normal kembali dengan sendirinya. Namun apabila ditemukan, diperlukan perhatian khusus karena akan terjadi gangguan pada oklusi. Kerjasama yang baik antara penderita, dokter gigi, dan orang tua penderita sangat diperlukan. Hal terpenting pada penganganan kasus maloklusi karena kebiasaan buruk pada usia anak-anak adalah penderita harus mempunyai motivasi yang kuat untuk menghentikan kebiasaan buruknya guna keberhasilan perawatan.(5) Kebiasaan abnormal dapat mempengaruhi pertumbuhan yang normal dari rahang, mengganggu pertumbuhan cranial, dan fisiologi oklusi. Pola kebiasaan dapat mengganggu otot yang terkait dengan pertumbuhan tulang yang salah, gigi malposisi, cara bernafas yang salah, gangguan berbicara, gangguan otot-otot wajah dan psikologis. Kebiasaan seperti mengisap ibu jari, menggigit bibir, menaruh lidah di antara gigi-gigi, bernafas melalui mulut, dan bruxism merupakan kebiasaan yang dapat menimbulkan terjadinya anomali letak gigi dan hubungan rahang. Kebiasaan membuka mulut juga dapat menimbulkan anomali rahang atas yang sempit dan maju ke depan. Kebiasaan ini harus segera dihentikan apabila gigi permanen pertama sudah nampak erupsi di mulut. Aktivitas orofasial yang abnormal merupakan penyebab maloklusi yang paling sering ditemui.(6,7)

-2-

Pengawasan terhadap terjadinya penyimpangan pertumbuhan yang dilakukan dengan perawatan ortodontik sedini mungkin akan menghilangkan kebiasaan buruk sehingga perawatan ortodontik yang lebih berat pada umur selanjutnya dapat dicegah. Dalam bidang kedokteran gigi, semakin banyak ahli orthodontik yang memperhatikan cara untuk mengatasi gangguan pertumbuhan rahang dan gigi geligi yang disebabkan oleh ketidakseimbangan aktivitas bibir dan lidah pada periode gigi bercampur.(7,8) Latar belakang penulis memilih kebiasaan buruk untuk diteliti karena mengingat cukup tingginya insiden yang terjadi dan banyaknya akibat yang ditimbulkan oleh kebiasaan buruk tersebut sehingga memerlukan pemahaman orang tua akan kesehatan gigi dan mulut anaknya. Latar belakang penulis memilih usia 3-5 tahun agar kebiasaan buruk anak dapat dikontrol dan dihentikan sebelum gigi-gigi permanennya erupsi, yaitu pada usia sebelum 6 tahun dimana menurut Mc Donald dan Avery, maloklusi yang disebabkan oleh kebiasaan buruk meningkat dari 21,5% pada usia 3-4 tahun hingga 41,9% pada usia 12 tahun.(5,1) Pada penelitian ini, penulis ingin mengetahui apakah di usia 3-5 tahun sudah terlihat gangguan pertumbuhan rahang dan gigi yang disebabkan oleh kebiasaan buruk. Selain itu, di usia ini kesehatan gigi anak juga masih sangat bergantung pada orang tuanya, sehingga sangat dibutuhkan peran orang tua untuk memotivasi anak agar menghentikan kebiasaan buruknya. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis akan membahas secara terperinci beberapa kebiasaan buruk pada anak-anak yang dapat mempengaruhi

-3-

pertumbuhan yang normal dari rahang, mengganggu pertumbuhan cranial, fisiologi oklusi hingga interaksi sosial serta etiologi dan cara menghentikan atau mengoreksi kebiasaan buruk tersebut yang telah menjadi suatu pola perilaku si anak. I.2. Rumusan Masalah Permasalahan akan muncul ketika kebiasaan buruk tersebut terus berlanjut hingga anak mulai memasuki usia sekolah dimana kebiasaan ini terus dilakukan karena orang tua yang kurang memperhatikan anaknya. Penelitian ini bermaksud untuk melihat tingkat prevalensi kebiasaan buruk pada anak usia prasekolah, sehingga masalah yang timbul adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana tingkat prevalensi kebiasaan buruk pada anak usia prasekolah di Kota Makassar? 2. Di antara usia 3-6 tahun, usia berapakah yang paling banyak melakukan kebiasaan buruk? 3. Bagaimana perbandingan kebiasaan buruk antara anak laki-laki dan perempuan? 4. 5. Apa kebiasaan yang paling sering dilakukan oleh anak usia 3-6 tahun? Bagaimana manifestasi oral pada anak yang mempunyai kebiasaan buruk?

I.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Memperoleh gambaran tentang prevalensi kebiasaan buruk pada anak usia 36 tahun di Kota Makassar.

-4-

2.

Mengetahui jumlah anak yang mempunyai kebisaan buruk pada usia 3-6 tahun di Kota Makassar berdasarkan kelompok usia dan jenis kelamin.

3. 4. 5.

Mengetahui berbagai macam faktor-faktor penyebab dari kebiasaan buruk. Mengetahui berbagai macam masalah yang timbul akibat kebiasaan buruk. Mengetahui manifestasi oral pada anak yang mempunyai kebiasaan buruk dan penatalaksanaannya.

I.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Memperluas wawasan dan pengetahuan masyarakat tentang pengaruh kebiasaan buruk pada pertumbuhan dan perkembangan anak. 2. Masyarakat dapat mengantisipasi berbagai faktor-faktor penyebab kebiasaan buruk pada anak. 3. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dalam upaya meningkatkan kesehatan gigi dan mulut anak di Kota Makassar pada umumnya.

-5-

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Gambaran Umum Kebiasaan Buruk Kebiasaan buruk pada anak-anak (oral habits) merupakan suatu kebiasaan yang tidak normal yang biasanya terjadi pada masa pertumbuhan dan perkembangan wajah. Kebiasaan ini pada umumnya tidak disadari oleh yang bersangkutan, dapat terjadi berulang-ulang atau hanya pada waktu-waktu tertentu. Menurut seorang ahli psikologi, Sigmund Freud pada usia 0-18 bulan secara psikoseksual (biologis) seorang anak akan mengalami fase oral. Dimana pada fase ini, anak merasakan tempat paling nikmat adalah mulutnya. Jadi secara naluri seorang anak akan cenderung memasukkan segala sesuatu ke dalam mulutnya. Diharapkan, seiring pertambahan usia, kebiasaan tersebut akan hilang dengan sendirinya. Akan tetapi karena sesuatu hal, maka kebiasaan buruk tersebut berlanjut hingga tahap usia selanjutnya. Menurut sifatnya, kebiasaan buruk pada anak-anak dibagi menjadi dua, yaitu non compulsive : dapat dihentikan seiring pertambahan usia dan compulsive : kebiasaan berulang, berhubungan dengan keadaan emosi.(5) Anak-anak pada beberapa kelompok usia berada pada fase belajar untuk mengontrol emosi mereka. Gangguan emosional seperti kurangnya perawatan dan cinta dengan banyak ketakutan serta kecemasan adalah faktor penyebab anak melakukan oral habit. Menurut Sigmund Freud, oral habit dapat memberikan kenikmatan yang cukup untuk mengalihkan perhatian anak-anak dari kelaparan.

-6-

Menurut Gunarsa, ketidakharmonisan antara anak dan orang tua juga merupakan faktor adopsi dari oral habit.(1) Penelitian yang dilakukan oleh Kharbanda dkk sebanyak 25,5% dari anak sekolah di Delhi (India) memiliki beberapa bentuk oral habit. Suatu penelitian yang dilakukan di Kroasia terhadap 1025 anak yang berusia 6-12 tahun menunjukkan bahwa 33,37% dari anak-anak itu mempunyai kebiasaan buruk, tanpa ada perbedaan antara laki-laki dan wanita. Insiden adanya kebiasaan buruk pada anak-anak setelah usia 3 tahun menunjukkan angka yang cukup tinggi. Pada sebuah studi di Nigeria prevalensi oral habit yang melibatkan anak-anak pada kelompok usia (3-5 tahun) dalam perkembangan oklusi dilaporkan 13-14% membutuhkan pendidikan/konseling kesehatan gigi dan mulut untuk anak-anak dan orang tua mereka.(9,5,10) Maloklusi telah dilaporkan berkaitan dengan kelas sosial. Oral habit merupakan faktor utama dalam etiologi maloklusi dan terkait hubungan juga dengan kelas sosial. Tomita et al mengevaluasi etiologi maloklusi dalam sampel yang dipilih secara acak dari 2139 anak-anak Brazil yang berusia 3-5 tahun. Prevalensi maloklusi yang ditemukan 51,3% pada laki-laki dan 56,9% pada perempuan. Di antara faktor-faktor lingkungan yang terkait dengan maloklusi, penyebab yang paling signifikan adalah mengisap jari dan dot. Menurut Mc Donald dan Avery, maloklusi yang disebabkan oleh kebiasaan buruk meningkat dari 21,5% pada usia 3-4 tahun sampai 41,9% pada usia 12 tahun. Maloklusi meningkat ketika durasi kebiasaan juga meningkat.(10,9,1)

-7-

Maloklusi yang terjadi tergantung pada kebiasaan buruk tersebut. Kelainan yang timbul akibat kebiasaan buruk tergantung pada pola rangka wajah, dan keterlibatan otot orofasial. Ada tiga syarat yang harus ada pada suatu kebiasaan buruk agar dapat menghasilkan suatu maloklusi, yaitu intensitas (seberapa sering tindakan dilakukan), frekuensi (seberapa sering aksi berulang per hari), dan durasi (berapa lama tindakan yang telah dilakukan). Pada anak-anak, sangatlah sulit untuk menghentikan suatu kebiasaan buruk, apalagi bila hal tersebut dirasakan si anak membawa kenikmatan tersendiri. Bila demikian keadaannya, maka maloklusi gigi-gigi tidak bisa dihindari lagi.(11,5,1) II.2. Macam-Macam Kebiasaan Buruk Kebiasaan buruk perlu diperiksa karena kebiasaan buruk dapat menjadi penyebab suatu maloklusi. Suatu kebiasaan yang berdurasi sedikitnya 6 jam sehari, berfrekuensi cukup tinggi dengan intensitas yang cukup dapat menyebabkan maloklusi. Maloklusi yang terjadi tergantung pada kebiasaan buruk tersebut, misalnya kebiasaan buruk mengisap ibu jari akan menghasilkan maloklusi yang berbeda dengan kebiasaan mengisap bibir bawah. Ada beberapa macam kebiasaan buruk pada anak-anak, di antaranya adalah mengisap ibu jari atau jari tangan (thumb or finger sucking), mengisap bibir atau menggigit bibir (lip sucking or lip biting), menjulurkan lidah (tongue thrust), bernafas melalui mulut (mouth breathing), dan bruxism.(11,12)

-8-

II.2.1. Mengisap Ibu Jari/Jari Tangan (Thumb/Finger Sucking) A. Definisi Thumb/Finger Sucking Thumb/finger sucking adalah sebuah kebiasaan dimana anak

menempatkan jari atau ibu jarinya di belakang gigi, kontak dengan bagian atas mulut, mengisap dengan bibir, dan gigi tertutup rapat. Aktivitas mengisap jari dan ibu jari sangat berkaitan dengan otot-otot sekitar rongga mulut.(13,14)

Gambar 1. Kebiasaan thumb and finger sucking Sumber : Palmer, B. The importance of breastfeeding as it relates to the total health section B Missouri J. 2002

Mengisap ibu jari merupakan sebuah perilaku, bukan sebuah gangguan. Seiring pertambahan usia, diharapkan kebiasaan buruk tersebut akan hilang dengan sendirinya. Kebiasaan ini sering ditemukan pada anak-anak usia muda dan bisa dianggap normal pada masa bayi dan akan menjadi tidak normal jika berlanjut sampai masa akhir anak-anak. Hal ini sering terjadi dalam masa pertumbuhan, sebanyak 25-50% pada anak-anak yang berusia 2 tahun dan hanya 15-20% pada anak-anak yang berusia 5-6 tahun.(3,5,14) Sebagian anak mempunyai kebiasaan mengisap sesuatu (misalnya jari) yang tidak memberi nilai nutrisi (non-nutritive), sebagai suatu kebiasaan yang dapat dianggap wajar. Akan tetapi, kebiasaan mengisap yang berkepanjangan

-9-

akan menghasilkan maloklusi. Keadaan ini dapat terjadi karena adanya tekanan langsung dari jari dan perubahan pola bibir dan pipi pada saat istirahat. Bila seorang anak menempatkan ibu jari di antara incisivus bawah dan atas, biasanya dengan sudut tertentu, maka akan terdapat dorongan incisivus bawah ke lingual sedangkan incisivus atas ke labial. Tekanan langsung ini dianggap menyebabkan perubahan letak incisivus. Ada beberapa variasi maloklusi tertentu tergantung jari yang diisap dan juga penempatan jari yang diisap. Sejauh mana gigi berpindah tempat berkorelasi dengan lamanya pengisapan per hari daripada oleh besarnya kekuatan pengisapan. Seorang anak yang mengisap kuat-kuat tetapi hanya sebentar tidak terlalu banyak berpengaruh pada letak giginya, sebaliknya seorang anak yang mengisap jari meskipun dilakukan tidak terlalu kuat tetapi dalam waktu yang lama (misalnya selama tidur malam masih menempatkan jari di dalam mulut) dapat menyebabkan maloklusi yang nyata.(11) Anak-anak usia prasekolah memiliki kebiasaan mengisap jari tangan dan mainan yang dominan. Warren dkk melaporkan bahwa 20% anak memiliki kebiasaan mengisap non-nutritive di luar usia 3 tahun. Dalam tindak lanjut jangka panjang, Warren et al mengamati bahwa kebiasaan mengisap non-nutritive yang berkepanjangan melampaui 4 tahun menyebabkan lebar lengkung rahang sempit, overjet lebih besar dan prevalensi yang lebih besar dari gigitan terbuka dan gigitan silang. Holm dalam studi pada anak-anak Denmark yang berusia antara 3-5 tahun dengan kebiasaan mengisap, menemukan hubungan transversal dan sagital antara rahang tetap tidak berubah pada kebanyakan anak-anak, sedangkan hubungan

- 10 -

vertikal bervariasi dengan perubahan kebiasaan mengisap. Anak-anak dengan kebiasaan mengisap jari cenderung untuk mempertahankan kebiasaan ini. Anakanak dengan kebiasaan mengisap jari tangan memiliki prevalensi jauh lebih tinggi hubungan molar distal dan kaninus, overjet lebih besar, dan gigitan terbuka dibandingkan dengan anak tanpa kebiasaan mengisap.(9) Fayyat pada penelitian terhadap 106 anak yang berusia antara 4 dan 6 tahun menyimpulkan bahwa di antara kebiasaan oral yang buruk, mengisap jari kelihatannya merupakan yang pertama menyebabkan openbite. Namun, bagi kebanyakan anak yang dinyatakan berkembang secara normal, beberapa kebiasaan mengakibatkan kerusakan fisik permanen pada anak.(15) B. Etiologi Thumb/Finger Sucking Bila jari ditempatkan di antara gigi atas dan bawah, lidah terpaksa diturunkan yang menyebabkan turunnya tekanan lidah pada sisi palatal geligi posterior atas. Pada saat yang sama tekanan dari pipi meningkat dan muskulus buccinator berkontraksi pada saat mengisap. Tekanan pipi paling besar pada sudut mulut dan mungkin keadaan ini dapat menjelaskan mengapa lengkung maksila cenderung berbentuk huruf V dengan kontraksi pada regio kaninus daripada molar. Kebiasaan mengisap yang melebihi batas ambang keseimbangan tekanan dapat menimbulkan perubahan bentuk lengkung geligi, akan tetapi sedikit pengaruhnya terhadap bentuk rahang.(11) Hampir 80% bayi mempunyai kebiasaan mengisap ibu jari atau jari lainnya. Biasanya keadaan ini terjadi sampai bayi berusia sekitar 18 bulan. Akan tetapi, kadang-kadang masih dijumpai pada anak usia prasekolah bahkan sampai

- 11 -

berumur 4 tahun ke atas. Secara alami ia mulai menggunakan otot bibir dan mulut. Ketidakpuasan mengisap ASI dapat membuat anak suka mengisap jari tangannya sendiri. Jika kebiasaan ini berlanjut dapat berakibat pertumbuhan gigi berubah posisi. Adanya kebiasaan oral mempengaruhi kegagalan dalam menyusui dan konsekuensinya mungkin menyebabkan penyapihan dini (proses penghentian penyusuan ASI pada bayi) atau sebaliknya penyapihan dini menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan anak untuk mengisap dan akhirnya bayi mengisap yang tidak bergizi seperti mengisap ibu jari dan penggunaan botol yang dapat menghasilkan maloklusi.(16,4,15) Selain untuk memuaskan insting mengisap, faktor lain yang dapat menyebabkan kebiasaan buruk adalah keinginan untuk menarik perhatian, rasa tidak aman, dan sehabis dimarahi atau dihukum. Beberapa psikiater percaya bahwa mengisap ibu jari untuk menarik perhatian ibu, ini disebabkan oleh kebutuhan anak untuk dekat pada ibunya. Mengisap jari merupakan perilaku naluriah yang menjadi kebiasaan. Selain itu, mengisap jari merupakan manifestasi dari rasa tidak aman, kebanyakan anak-anak terlihat mengisap dengan tekanan yang besar dan kecepatan saat tegang. Kurangnya cinta dan perhatian pada bayi dan anak-anak dapat meningkatkan resiko untuk mengisap jari. Mengisap memiliki efek menyenangkan, menenangkan, dan sering membantu anak untuk bisa tertidur. Namun, akan mengkhawatirkan bila gigi permanen mulai erupsi (sekitar usia 5 tahun) karena akan mengubah bentuk gigi, palatum, atau gigitan pada anak.(14,13,2)

- 12 -

C. Akibat Thumb/Finger Sucking Beberapa masalah yang dapat timbul akibat kebiasaan mengisap ibu jari, seperti(16) : a) Masalah gigi, bila kebiasaan ini bertahan sampai umur 4 tahun maka akan menyebabkan maloklusi gigi susu dan permanen, juga dapat menyebabkan masalah pada tulang-tulang di sekitar mulut. Resiko tinggi ditemukan pada anak yang mengisap ibu jari pada waktu siang dan malam.

Gambar 2. Kebiasaan mengisap ibu jari menyebabkan openbite anterior Sumber : Palmer, B. The importance of breastfeeding as it relates to the total health section B Missouri J. 2002

b) Jari abnormal, dengan pengisapan yang terus menerus terjadi hiperekstensi jari, terbentuk callus, iritasi, eksema, dan paronikia (jamur kuku). c) Efek psikologis pada anak akan menimbulkan menurunnya kepercayaan diri anak karena anak sering diejek oleh saudara atau orangtuanya. d) Keracunan tidak disengaja, anak yang mengisap ibu jari terpapar tinggi terhadap keracunan yang tidak disengaja, misalnya keracunan Pb. e) Resiko infeksi saluran cerna meningkat.

- 13 -

D. Penanganan Thumb/Finger Sucking Perawatan psikologis Bila kebiasaan ini menetap setelah anak berumur 4 tahun, maka orang tua disarankan untuk mulai melakukan pendekatan kepada anak agar dapat menghilangkan kebiasaan buruknya tersebut, antara lain(16) : a) Mengetahui penyebab. Ketahui kebiasaan anak sehari-hari termasuk cara anak beradaptasi terhadap lingkungan sekitar. Faktor emosional dan psikologis dapat menjadi faktor pencetus kebiasaan mengisap ibu jari. b) Menguatkan anak. Menumbuhkan rasa ketertarikan pada anak untuk menghentikan kebiasaan tersebut. Orang tua diingatkan untuk tidak memberikan hukuman pada anak karena anak akan makin menolak untuk menghentikan kebiasaan ini. c) Mengingatkan anak. Buat semacam agenda atau kalender yang mencatat keberhasilan anak untuk tidak mengisap ibu jari. d) Berikan penghargaan. Orang tua dapat memberikan pujian dan hadiah yang disenangi si anak, bila anak sudah berhasil menghilangkan kebiasaannya. Perawatan eksta oral Perawatan ekstra oral yang dapat dilakukan pada anak yang memiliki kebiasaan mengisap ibu jari atau jari tangan lainnya, antara lain(14,5) : a) Ibu jari atau jari diolesi bahan yang tidak enak (pahit) dan tidak berbahaya, misalnya betadine. Ini diberikan pada waktu-waktu anak sering memulai kebiasaannya mengisap ibu jari. b) Ibu jari diberi satu atau dua plester anti air.

- 14 -

c)

Penggunaan thumb guard atau finger guard.

Gambar 3. Thumb guard dan finger guard Sumber : http://www.plioz.com/braeak-the-habit-thumbguard-and-fingerguard/#more-376. Accessed on 1th Feb 2011

d) Sarung tangan.

II.2.2. Mengisap Bibir/Menggigit Bibir (Lip Sucking/Lip Biting) A. Definisi Lip Sucking/Lip Biting Kebiasaan buruk pada anak-anak sering dihubungkan dengan keadaan psikologis penderitanya. Kebiasaan yang sering dilakukan pada anak usia 4-6 tahun ini, dapat merubah kedudukan gigi depan atas ke arah depan, sedang gigi depan bawah ke arah dalam. Gigi yang protrusi akibat dari kebiasaan mengisap bibir bawah sejak kecil menyebabkan anak sering menjadi bahan pembicaraan teman-temannya, sehingga secara psikologis anak merasa kurang percaya diri. Oleh sebab itu, intensitas mengisap bibir bawah juga semakin meningkat. Selain menyebabkan protrusi, kebiasaan ini juga dapat membuat pertumbuhan gigi menjadi tertahan. Salah satu penelitian menunjukkan 50% anak-anak tuna wisma yang mempunyai oral habit, prevalensi mengisap atau menggigit bibir sebanyak 17,37%.(5,4,1)

- 15 -

Kestabilan dan posisi gigi banyak mempengaruhi keseimbangan otot-otot sekitarnya. Kekuatan dari otot-otot orbicularis oris dan otot-otot buccinator yang diseimbangkan oleh kekuatan yang berlawanan dari lidah. Keseimbangan otototot daerah sekitar mulut dapat mengganggu apabila pasien memiliki kebiasaan buruk seperti mengisap ibu jari, menjulurkan lidah, mengisap bibir, dan bernafas melalui mulut.(17)

Gambar 4. Kebiasaan lip sucking/lip biting Sumber : Palmer, B. The importance of breastfeeding as it relates to the total health section B Missouri J. 2002

Gigi berada dalam keadaan keseimbangan dinamis yang konstan. Keseimbangan kekuatan antar otot yang dipercaya dapat mempengaruhi posisi dan kestabilan dent alveolar complex. Graber mendeskripsikan mekanisme otototot buccinator. Dalam mekanisme ini, kekuatan yang mendorong gigi dihasilkan oleh otot orbicularis oris, otot buccinators, otot penarik superior pharyngeal yang diseimbangkan oleh kekuatan yang berlawanan dari lidah. Kerja yang berlebihan otot-otot orbicularis mempengaruhi pertumbuhan kraniofasial, memicu terjadinya penyempitan lengkung gigi, mengurangi ruang untuk gigi dan lidah serta terhalangnya pertumbuhan mandibula.(17,15)

- 16 -

B. Etiologi Lip Sucking/Lip Biting Beberapa faktor penyebab yang menjadi etiologi dari kebiasaan mengisap bibir atau menggigit bibir adalah(14,2,5) : a) Stress. Cobalah untuk mencari tahu apa yang mungkin membuat anak stress dan bantu mereka untuk menghadapinya. Dalam hal ini orang tua harus berperan aktif mencari tahu tentang sebab-sebab kebiasaan mengisap bibir pada anaknya. Berikan kesempatan anak untuk berbicara mengenai hal-hal yang mungkin mengkhawatirkan mereka, melakukan kontak mata, dan aktif mendengarkan. b) Variasi atau sebagai pengganti dari kebiasaan mengisap ibu jari atau jari. Hal ini dilakukan untuk memuaskan insting mengisap si anak karena mengisap memiliki efek menyenangkan, menenangkan, dan sering membantu anak untuk bisa tertidur. C. Akibat Lip Sucking/Lip Biting Kebiasaan mengisap atau menggigit bibir bawah akan mengakibatkan hipertonicity otot-otot mentalis. Kebiasaan buruk dapat menjadi faktor utama atau merupakan faktor yang kedua. Kebiasaan mengisap bibir yang menjadi faktor utama akan terdapat overjet yang besar dengan gigi anterior rahang atas condong ke labial dan gigi anterior rahang bawah condong ke lingual diikuti perbedaan skeletal yang ringan. Kebiasaan mengisap bibir mengakibatkan overjet normal. Kebiasaan mengisap bibir sebagai faktor kedua biasanya terjadi disebabkan oleh perbedaan sagital, seperti retrognatik mandibula. Inklinasi gigi incisivus rahang

- 17 -

atas bisa normal dan jarak antara gigi rahang atas dan rahang bawah terjadi setelah proses adaptasi.(17) D. Penanganan Lip Sucking/ Lip Biting Penanganan yang dapat dilakukan untuk menghilangkan kebiasaan mengisap bibir atau menggigit bibir pada anak-anak antara lain(14,5) : a) Myotherapi (latihan bibir) Memanjangkan bibir atas menutupi incisivus rahang atas dan

menumpangkan bibir bawah dengan tekanan di atas bibir atas Memainkan alat tiup b) Orang tua harus berperan aktif mencari tahu tentang sebab-sebab yang membuat anak stress. Konsultasi dengan seorang psikiater merupakan salah satu hal yang dapat membantu dalam menghilangkan kebiasaan buruk ini. II.2.3. Menyodorkan Lidah (Tongue Thrust) A. Definisi Tongue Thrust Sejak tahun 1958, istilah tongue thrust atau menyodorkan lidah telah dijelaskan dan dibahas dalam pembicaraan dan diskusi dalam bidang kedokteran gigi serta dipublikasikan oleh banyak penulis. Telah dicatat bahwa sejumlah besar anak-anak pada usia sekolah memiliki kebiasaan menyodorkan lidah. Menurut literatur baru-baru ini, sebanyak 67-95% dari anak-anak yang berusia 5-8 tahun melakukan kebiasaan tongue thrust dalam jangka waktu yang lama akan berhubungan dengan masalah orthodontik atau gangguan pengucapan. Pada satu

- 18 -

negara, kira-kira 20-80% pasien orthodontik memiliki beberapa bentuk kasus tongue thrust.(18)

Gambar 5. Kebiasaan tongue thrust Sumber : Palmer, B. The importance of breastfeeding as it relates to the total health section B Missouri J. 2002

Posisi lidah yang tidak normal dan penyimpangan yang dinamakan gerakan lidah yang normal saat menelan telah lama terkait dengan openbite anterior dan protrusi incisivus rahang atas. Prevalensi posisi lidah secara anterior relatif tinggi pada anak-anak, Proffit menyatakan bahwa kondisi ini sering disebut tongue thrust, deviate swallow, visceral swallow, atau infantile swallow. Dia juga percaya bahwa dua alasan utamanya berhubungan dengan psikologi (maturasi) dan anatomi (pertumbuhan) anak itu sendiri. Bayi normal memposisikan lidahnya secara anterior di dalam mulut saat posisi istirahat dan menelan.(19) Kebiasaan mendorong lidah sebetulnya bukan merupakan kebiasaan tetapi lebih berupa adaptasi terhadap adanya gigitan terbuka misalnya karena mengisap jari. Kebiasaan menjulurkan lidah biasanya dilakukan pada saat menelan. Pola menelan yang normal adalah gigi pada posisi oklusi, bibir tertutup, dan lidah berkontak dengan palatum. Ada 2 bentuk penelanan dengan menjulurkan lidah, yaitu(12,6) :

- 19 -

a)

Penelanan dengan menjulurkan lidah sederhana, biasanya berhubungan dengan kebiasaan mengisap jari.

b) Menjulurkan lidah kompleks, berhubungan dengan gangguan pernafasan kronis, bernafas melalui mulut, tonsillitis atau faringitis. Dari teori keseimbangan, tekanan lidah yang ringan tetapi berlangsung lama pada gigi dapat menyebabkan adanya perubahan letak gigi dan menghasilkan efek yang nyata. Dorongan lidah yang hanya sebentar tidak akan menghasilkan perubahan pada letak gigi. Tekanan lidah pada penelanan yang tidak benar hanya berlangsung kira-kira 1 detik. Penelanan secara ini hanya terjadi kurang lebih 800 kali pada saat seseorang terjaga dan hanya sedikit pada waktu tidur sehingga sehari hanya kurang dari 1000 kali. Tekanan selama seribu detik (kurang lebih 17 menit) tidak cukup untuk mempengaruhi keseimbangan. Sebaliknya, pasien yang meletakkan lidahnya ke depan sehingga memberikan tekanan yang terus-menerus pada gigi, meskipun tekanan yang terjadi kecil tetapi berlangsung lama, dapat menyebabkan perubahan letak gigi baik jurusan vertikal maupun horizontal. Pada pasien yang posisi lidahnya normal pada saat menelan tidak banyak pengaruhnya terhadap letak gigi.(11) B. Etiologi Tongue Thrust Sebenarnya, tidak ada penyebab spesifik dari masalah tongue thrust ini. Namun diduga hal-hal yang dapat menyebabkan tongue thrust tersebut antara lain yaitu(18,6,12) : 1. Jenis puting susu buatan yang diberikan pada bayi.

- 20 -

2.

Kebiasaan mengisap ibu jari. Walaupun mengisap jari tidak dilakukan lagi, akan tetapi telah terbentuk openbite maka lidah sering terjulur ke depan untuk mempertahankan penutupan bagian depan selama proses penelanan.

3.

Alergi, hidung tersumbat, atau obstruksi pernapasan sehingga bernafas melalui mulut yang menyebabkan posisi lidah turun di dasar mulut.

4.

Tonsil yang besar, adenoid, atau infeksi tenggorokan yang menyebabkan kesulitan pada saat menelan. Pangkal lidah membesar ketika tonsil mengalami inflamasi, sehingga untuk mengatasinya mandibula secara refleks turun ke bawah, memisahkan gigi, dan menyediakan ruangan yang lebih untuk lidah dapat terjulur ke depan selama menelan, agar didapat posisi yang lebih nyaman.

5.

Ukuran lidah

yang abnormal atau

macroglossia, dapat mengubah

keseimbangan tekanan lidah dengan bibir dan pipi sehingga incisivus bergerak ke labial. 6. 7. 8. Faktor keturunan, misalnya sudut garis rahang. Kelainan neurologis dan muskular serta kelainan fisiologis lainnya. Frenulum lingual yang pendek (tongue tied). C. Akibat Tongue Thrust Beberapa masalah yang ditimbulkan akibat tongue thrust, antara lain(18,6) : a) Anterior openbite merupakan kasus yang paling umum terjadi akibat tongue thrust. Dalam kasus ini, bibir depan tidak menutup dan anak sering membiarkan mulutnya terbuka dengan posisi lidah lebih maju daripada bibir. Secara umum, lidah yang berukuran besar biasanya disertai menjulurkan

- 21 -

lidah. Openbite anterior pada umumnya mengakibatkan gangguan estetik, pengunyahan maupun gangguan dalam pengucapan kata-kata yang

mengandung huruf s, z, dan sh. b) Anterior thrust. Gigi incisivus atas sangat menonjol dan gigi incisivus bawah tertarik ke dalam oleh bibir bawah. Jenis ini paling sering terjadi disertai dengan dorongan M.mentalis yang kuat. c) Unilateral thrust. Secara karakteristik, ada gigitan terbuka pada satu sisi.

d) Bilateral thrust. Gigitan anterior tertutup namun gigi posterior dari premolar pertama ke molar dapat terbuka pada kedua sisinya. Kasus seperti ini pada umumnya sangat sulit untuk dikoreksi. e) Bilateral anterior openbite, dimana hanya gigi molar yang berkontak. Pada kasus ini ukuran lidah yang besar juga mempengaruhi. f) Closed bite thrust menunjukkan protrusi ganda yang berarti gigi-gigi rahang atas maupun rahang bawah mengalami gigitan yang terbuka lebar. D. Penanganan Tongue Thrust Penanganan yang bisa dilakukan untuk menghilangkan kebiasaan menyodorkan lidah pada anak-anak adalah(20,21) : a) Terapi bicara

b) Latihan myofunctional Menarik bibir bawah pasien. Sementara bibir menjauh dari gigi, pasien diminta untuk menelan. Jika pasien biasa menyodorkan lidahnya, bibir akan menjadi sedemikian kencang seolah berusaha untuk menarik jari-jari yang menarik bibir pada saat pasien berusaha menelan. Pasien yang menyodorkan lidah

- 22 -

tidak dapat melakukan prosedur penelanan mekanis sampai bibir-bibir membuka rongga mulut. c) Latihan lidah Berlatih meletakkan posisi lidah yang benar saat menelan. Pasien harus belajar melakukan klik. Prosedur ini mengharuskan pasien meletakkan ujung lidah pada atap mulut dan menghentakkannya lepas dari palatum untuk membuat suara klik. Posisi lidah pada palatum selama aktivitas ini kira-kira seperti posisi jika menelan dengan tepat. Pasien juga diminta membuat suara gumaman dimana pasien akan mengisap udara ke dalam atap mulutnya di sekeliling lidah. Selama latihan ini, lidah secara alamiah meletakkan dirinya ke atap anterior palatum. Selanjutnya pasien akan meletakkan ujung lidah di posisi ini dan menelan. Latihan ini dilakukan terus-menerus sampai gerakan otot-otot menjadi lebih mudah dan lebih alamiah.

II.2.4. Bernafas Melalui Mulut (Mouth Breathing) A. Definisi Mouth Breathing Pernafasan mulut terjadi karena seseorang tidak mampu untuk bernafas melalui hidung akibat adanya obstruksi pada saluran pernafasan atas. Kebiasaan ini disebabkan oleh penyumbatan rongga hidung, yang dapat mengganggu pertumbuhan tulang di sekitar mulut dan rahang, wajah menjadi sempit dan panjang, dan gigi bisa jadi tonggos. Pernafasan mulut menghasilkan suatu model aktivitas otot wajah dan otot lidah yang abnormal. Bernafas melalui mulut menyebabkan mulut sering terbuka sehingga terdapat ruang untuk lidah berada di antara rahang dan terbentuklah openbite anterior.(22,4,6)

- 23 -

Bernafas

melalui

hidung berkaitan dengan

fungsi-fungsi

normal

pengunyahan dan menelan serta postur lidah dan bibir yang melibatkan aksi muskulus yang normal dimana akan menstimulasi pertumbuhan fasial dan perkembangan tulang yang adekuat. Adaptasi dari pernafasan hidung ke pernafasan mulut menyebabkan terjadinya beberapa hal yang tidak sehat, seperti infeksi telinga tengah yang kronis, sinusitis, infeksi saluran nafas atas, gangguan tidur, dan gangguan pertumbuhan wajah. Pernafasan mulut seringkali

berhubungan dengan penurunan asupan oksigen ke dalam paru-paru, yang dapat menyebabkan berkurangnya energi. Anak-anak yang bernafas melalui mulut seringkali mudah lemah dalam latihan olahraga.(22) Cara bernafas melalui mulut sering merupakan reaksi terhadap berbagai jenis obstruksi nasal dan/atau nasofaring. Obstruksi nasal tersebut dapat disebabkan oleh alergi, hipertrofi dan inflamasi tonsil atau adenoid, diviasi septum nasal, pembesaran konka dan hipertrofi membran mukosa nasal. Jika obstruksi tersebut bersifat sementara, seperti pada waktu flu dan alergi, maka perubahan struktur ini tidak permanen, tetapi dapat juga menjadi permanen setelah obstruksi tadi hilang yang mengakibatkan timbulnya kebiasaan bernafas melalui mulut. Pembesaran jaringan adenoid nasofaring pada anak-anak merupakan faktor yang sering berperan dalam obstruksi nasal. Jaringan adenoid telah ada setelah umur 6-12 bulan yang kemudian akan membesar dan kemudian pada umur 2-3 tahun, hampir separuh nasofaring ditempati oleh jaringan adenoid. Sebelum pubertas, jaringan adenoid akan mulai mengecil secara perlahan-lahan. Biasanya, pertumbuhan fasial (dengan meningkatnya jarak antara basis krani dan palatum)

- 24 -

cukup untuk memenuhi jalannya udara pernafasan. Jika ekspansi terjadi, apakah dengan adanya pembesaran abnormal jaringan adenoid, reduksi laju pertumbuhan tinggi wajah posterior, atau dengan adanya kombinasi kedua hal tersebut, maka jalan nafas akan menjadi inadekuat. Anak dengan keadaan seperti ini akan bernafas melalui mulut. Bernafas melalui mulut diperkirakan dapat mempengaruhi aktivitas otototot orofasial seperti otot bibir, lidah, dan lain-lain. Perubahan aktivitas otot-otot tersebut akan menuntun terjadinya modifikasi pola pertumbuhan wajah dan postur kepala yang dapat mengakibatkan timbulnya deformitas dentofasial. Menurut Proffit, bernafas merupakan penentu utama postur rahang dan lidah (dan sedikit mempengaruhi kepala), oleh sebab itu mungkin saja perubahan cara bernafas, seperti bernafas melalui mulut dapat merubah postur kepala, rahang, dan lidah. Hal ini akan merubah ekuilibrium tekanan pada rahang dan gigi dan mempengaruhi pertumbuhan rahang dan posisi gigi.(23) Anak-anak yang secara alami disusui pada bulan pertama kelahiran kemungkinan besar bernafas dari hidung, begitupun berkurangnya menyusui ASI merupakan salah satu faktor yang memberi kontribusi terjadinya pernafasan oral atau oronasal. Penelitian yang dilakukan oleh Leite et al yang menganalisis 100 anak-anak berusia antara 2 dan 11 tahun membuktikan bahwa botol susu merupakan salah satu penyebab pernafasan oral sebesar 40%.(15) B. Etiologi Mouth Breathing Kegagalan hidung untuk berfungsi sebagai saluran pernafasan utama, akan menyebabkan tubuh secara otomatis beradaptasi dengan menggunakan mulut

- 25 -

sebagai saluran untuk bernafas. Kegagalan ini biasanya disebabkan oleh karena adanya hambatan atau obstruksi pada saluran pernafasan atas. Obstruksi pada saluran pernafasan atas dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu(22,11) : 1. Faktor psikologis, meliputi anak-anak yang mengalami kecemasan, rasa sakit dan frustasi, anak-anak dengan retardasi mental, anak-anak yang mengalami trauma kecelakaan. 2. Faktor lokal, merupakan penyebab terjadinya pernafasan mulut yang disebabkan oleh keadaan dari gigi dan mulut, meliputi : pencabutan gigi sulung yang terlalu cepat, kehilangan gigi permanen, adanya gangguan oklusal, seperti kontak prematur antara gigi atas dan bawah, adanya mahkota atau tumpatan yang tinggi. 3. Faktor sistemik, meliputi : a. Gangguan endokrin (merupakan penyebab secara tidak langsung). Kelainan endokrin pascalahir dapat menyebabkan percepatan atau hambatan pertumbuhan muka, mempengaruhi derajat pematangan tulang, penutupan sutura, resorpsi akar gigi sulung, dan erupsi gigi permanen. b. Defisiensi nutrisi, akibat konsumsi nutrisi yang tidak adekuat atau konsumsi nutrisi yang tidak efisien. Nutrisi yang baik ikut menentukan kesehatan seorang anak, nutrisi yang kurang baik mempunyai dampak yang menyerupai penyakit kronis. Penyakit kronis pada anak-anak dapat mengubah keseimbangan energi yang diperlukan untuk pertumbuhan. Pada anak yang menderita penyakit kronis hampir semua energi yang

- 26 -

didapatkan kadang-kadang kurang mencukupi untuk beraktivitas dan bertumbuh. c. Gangguan temporomandibular. d. Infeksi, meliputi : hiperplasia adenoid dan tonsil. Hiperplasia adenoid dan tonsil biasanya disebabkan oleh karena paparan yang rekuren terhadap infeksi tonsil (tonsillitis). Tipe infeksi bisa virus seperti influenza, parainfluenza, dan rhinovirus, maupun bakteri seperti betahemolitik, streptococcus, staphylococcus, pneumococcus, dan hemophilococcus. 4. Rhinitis alergi merupakan penyakit yang sering dijumpai di masyarakat. Salah satu penyebab obstruksi jalan nafas hidung pada anak adalah alergi rhinitis, yaitu mukosa hidung akan mengalami pembengkakan dan selanjutnya menutup aliran udara. Kebanyakan rhinitis alergi dapat disebabkan oleh adanya partikel-partikel di udara, rokok, makanan, dan binatang. 5. Malformasi kongenital dan tumor seringkali muncul pada masa kanak-kanak. Malformasi kongenital seperti stenosis koanal dan atresia bisa hilang cepat. Tumor meliputi enchephalocle, chordoma, teratoma, cranipharyngioma, serta kista nasoalveolar dan nasopharingeal. C. Akibat Mouth Breathing Beberapa akibat yang dapat ditimbulkan oleh kebiasaan bernafas melalui mulut pada anak-anak antara lain(22) : a) Bibir rahang atas dan rahang bawah tidak menutup sempurna

- 27 -

Pada bibir penderita pernafasan mulut nampak agak terbuka untuk memungkinkannya bernafas. Adaptasi mulut untuk pernafasan mulut yang kronis dapat terjadi perubahan dimana bibir atas dan bibir bawah berada dalam posisi terbuka, akibatnya penderita akan mengalami kesulitan dalam menelan makanan yang masuk ke dalam mulut. b) Adenoid facies Hal ini ditandai dengan penyempitan lengkung rahang atas, hipertrofi dan keringnya bibir bawah, hipotonus bibir atas dan tampak memendek, tampak adanya overbite yang nyata. Dikarenakan adanya fungsi yang abnormal, penderita pernafasan mulut memiliki karakteristik seperti postur mulut terbuka, lubang hidung mengecil dan kurang berkembang, arkus faring tinggi dan pasien tampak seperti orang bodoh.

Gambar 6. Anak dengan wajah adenoid. Ciri khas anak yang bernafas melalui mulut Sumber : http://www.entkent.com/tonsils-adenoids.html. Accessed on 19th Jan 2011

Akibat dari fungsi yang abnormal ini, anak-anak yang bernafas dengan mulut beresiko mengembangkan suatu tipe perkembangan wajah yang disebut wajah adenoid atau sindrom muka panjang. Individu ini dapat ditandai dengan posisi mulut yang terbuka, nostril yang kecil dan kurang berkembang, bibir atas

- 28 -

yang pendek, gummy smile, ketinggian muka vertikal yang meningkat pada 1/3 wajah bagian bawah, ketinggian dentoalveolar yang berlebihan, dan palatum yang dalam. Selain itu terjadi gingivitis marginal anterior di sekitar gigi anterior. c) Maloklusi

d) Gigitan terbuka (openbite) Pada pernafasan mulut, posisi mandibula lebih ke distal mengakibatkan gigi incisivus bawah beroklusi dengan rugae palatum. Ketidakteraturan gigi geligi juga dapat ditemui pada maksila yang kurang berkembang, utamanya pada segmen anteromaksiler serta lengkung basal yang sempit. D. Penanganan Mouth Breathing Perawatan untuk menghentikan pernafasan mulut pada anak dilakukan sesuai dengan penyebab terjadinya obstruksi pernafasan atas. Penyebab obstruksi nasal pada anak dapat ditentukan melalui pemeriksaan riwayat menyeluruh dan fisik, yang meliputi Rhinoscopy anterior dan Nasopharingoscopy. Sebagian pasien mendapat pemeriksaan PA dan Sepalometri lateral untuk melihat obstruksi pernafasan atas. Prosedur seperti tonsilektomi, adenoidektomi, dan perawatan alergi dapat membantu mengembalikan pola pertumbuhan yang normal dan postur lidah lebih ke belakang sehingga erupsi gigi geligi anterior tidak terganggu. Pilihan perawatan yang dapat dilakukan untuk penanganan kebiasaan bernafas melalui antara lain(22,20) : a) Adenoidektomi merupakan perawatan yang paling umum untuk obstruksi nasal akibat pembesaran adenoid. Adenoidektomi merupakan suatu operasi

- 29 -

pengambilan adenoid yang mengalami pembesaran untuk mendapatkan ukuran yang normal. b) Medikasi antibiotik dan steroid topikal diindikasi bila obstruksi tersebut disebabkan oleh karena infeksi, misalnya pada rinosinusitis kronis. Antibiotik juga bisa digunakan pada pembesararan adenoid untuk menurunkan inflamasi lokal. Kortikosteroid yang digunakan biasanya deksametasone 0,6 mg/kg untuk menurunkan gejala pada infeksi bakteri. Antibiotik parenteral yakni ceftriakxone 100 mg/kg perhari untuk jangka 8-10 hari. c) Rhinitis alergi dapat dirawat dengan antihistamin, antihistamin non-sedatif, semprotan nasal anti-inflamasi, semprotan nasal steroid, dekongestan nasal topical dan dekongestan. Antihistamin yang sering digunakan adalah etanolamin, etilendiamin, alkilamin, fenotiazin, dan agen lain seperti siproheptadin, hidroksizin, dan piperazin. Efek samping antihistamin yang sering terlihat adalah rasa ngantuk, kehilangan nafsu makan, konstipasi, efek antikolinergik seperti kekeringan membran mukosa dan kesulitan berkemih. d) Malformasi kongenital dan tumor yang dapat menyebabkan obstruksi nasal, dapat dirawat dengan pendekatan pembedahan. e) Keterlibatan ahli ortodontik diperlukan bila terjadi perkembangan wajah yang abnormal atau pernafasan mulut telah mengakibatkan wajah adenoid, dimana terjadi crossbite, dan malposisi gigi yang haru dikoreksi dengan tindakan orthodontik.

- 30 -

II.2.5. Bruxism A. Definisi Bruxism Bruxism adalah kebiasaan buruk berupa menggesek-gesek gigi-gigi rahang atas dan rahang bawah, bisa timbul pada masa anak-anak maupun dewasa. Reding, Rubright, and Zimmerman melaporkan 15% anak dan remaja dalam studi mereka menunjukkan adanya beberapa tingkatan bruxism. Biasanya terjadi pada malam hari dan jika dilanjutkan dalam jangka waktu yang lama bisa berakibat abrasi gigi permanen. Ketika kebiasaan tersebut berlangsung hingga masa dewasa maka mengakibatkan penyakit periodontal dan atau gangguan temporomandibular joint. Sebagai tambahan, kasus disfungsi temporomandibular joint lebih banyak terjadi di kalangan perempuan dewasa daripada laki-laki dewasa.(24,19,3) Bruxism didefinisikan sebagai gerakan mengerat dan gerakan grinding dari gigi yang bersifat non-fungsional. Istilah ini dalam literatur sering disebut dengan beberapa istilah yang lain, yaitu neuralgia traumatic, occlusal habit neurosis, dan parafungsional. Pasien yang mengalami bruxism (bruxer), biasanya tidak menyadari kebiasaan buruk yang dimilikinya tersebut, walaupun bruxism kadang-kadang diikuti dengan suara yang mengganggu, namun pasien yang bersangkutan seringkali baru mengetahui kebiasaan yang dimilikinya itu dari orang tua atau teman tidurnya. Bruxism dapat juga terjadi pada siang hari, misalnya pada saat individu yang bersangkutan mengalami stress, namun bruxism yang paling parah adalah bruxism yang terjadi pada malam hari.(25) Bruxism pada malam hari terjadi selama tidur dan anak biasanya tidak menyadari masalah ini. Kejadian ini biasanya singkat, berlangsung 8-9 detik,

- 31 -

dengan terdengar suara grinding. Bruxism pada siang hari terutama terkait dengan mengepalkan dari gigi dan umumnya tidak menghasilkan suara terdengar. Bruxism yang diamati pada 5-20% anak-anak. Peningkatan frekuensi selama masa kanak-kanak, memuncak pada usia 7-10 tahun dan menurun setelah itu.(3)

Gambar 7. Akibat bruxism Sumber:http://www.nidcr.nih.gov/OralHealth/OralHealthInformation/ChildrensOralHealth/OralC onditionsChildrenSpecialNeeds.htm. Accessed on 30th Jan 2011

Pada saat tidur di malam hari, biasanya penderita akan mengeluarkan suara gigi-gigi yang beradu. Bila dilihat secara klinis, tampak adanya abrasi pada permukaan atas gigi-geligi rahang atas dan rahang bawah. Bila lapisan email yang hilang cukup banyak dapat timbul rasa ngilu pada gigi-gigi yang mengalami abrasi. Kadang terlihat adanya jejas atau tanda yang tidak rata pada tepi lidah.(24) Berdasarkan tipe gerakannya, ada bruxism yang memperlihatkan gerakan grinding dan ada juga yang memperlihatkan gerakan static clenching, lebih banyak pada perempuan daripada laki-laki yang menggrinding giginya, tetapi laki-laki dan perempuan yang melakukan clenching jumlahnya sama. Clark menegaskan bahwa bruxism tipe clenching yang berhubungan dengan kontraksi muskulus yang kuat dan berkelanjutan adalah lebih berbahaya. Bruxism lebih sering dimiliki oleh kaum wanita dibandingkan pria.(25,3,24)

- 32 -

B. Etiologi Bruxism Pada anak-anak, kadang kebiasaan ini timbul pada masa gigi-geligi sedang tumbuh. Berikut adalah empat penyebab terjadinya bruxism, antara lain(24,26,27,25) : 1. Faktor psikologis Etiologi dari bruxism termasuk kebiasaan, stress emosional (misalnya respon terhadap kecemasan, ketegangan, kemarahan, atau rasa sakit), parasomnia (gangguan tidur yang muncul pada ambang batas antara saat terjaga dan tidur, misalnya gangguan mimpi buruk dan gangguan tidur sambil berjalan). Menurut beberapa penelitian yang dianggap berkaitan dengan manifestasi dari bruxism, antara lain gangguan kepribadian, meningkatnya stress, adanya depresi, dan kepekaaan terhadap stress. Anak-anak yang memiliki kebiasaan bruxism ternyata memiliki tingkat kecemasan yang lebih daripada anak-anak yang tidak memiliki kebiasaan bruxism. Tanda-tanda bruxism seperti tingkat kecemasan yang tinggi, temporomandibular disorders, dan kerusakan gigi sebaiknya dirawat pada masa kanak-kanak sebelum menjadi masalah ketika anak telah tumbuh dewasa. 2. Faktor morfologi Oklusi gigi geligi dan anatomi skeletal orofasial dianggap terkait dalam penyebab dari bruxism. Perbedaan oklusal, gangguan oklusal yang bentuknya dapat berupa trauma oklusal ataupun tonjol yang tajam, gigi yang maloklusi secara historis dianggap sebagai penyebab paling umum dari bruxism. Disharmoni lokal antara bagian-bagian sistem alat kunyah yang berdampak pada peningkatan

- 33 -

tonus otot di region tersebut juga dipandang sebagai salah satu etiologi yang hingga saat ini masih dapat diterima banyak kalangan. 3. Faktor patofisiologis Bruxism kemungkinan terjadi akibat kelainan neurologis yaitu

ketidakmatangan sistem neuromuskular mastikasi, perubahan kimia otak, alkohol, trauma, penyakit, dan obat-obatan. Hal ini berpotensi sistemik menyebabkan aktivitas parafunctional melalui alergi makanan, kekurangan gizi, dan disfungsi endokrin. Penyelidikan efek gangguan gizi dan endokrin bersama dengan parasit pencernaan pada fungsi otot mastikasi, serat kepekaan terhadap trigeminal sampai potensi alergi kemungkinan berguna untuk penelitian di masa depan baik temporomandibular disorders dan hiperaktivitas otot mastikasi. Faktor neurokimia tertentu, yaitu obat-obatan. Efek samping dari obat yang akan menimbulkan bruxism adalah Amfetamin yang digunakan dalam mengatasi gangguan attention-deficit/hyperactivity (ADHD) seperti

methylphenidate dan pemakaian jangka panjang Serotonin. Selain itu, bruxism ditemukan lebih sering pada pecandu narkoba berat serta perokok. 4. Temporomandibular Disorders (TMD) Penderita TMD cenderung memiliki insiden bruxism yang lebih tinggi dari gangguan psikologis seperti stress, kecemasan, dan depresi. Faktor-faktor ini dapat menyebabkan kebiasaan parafunctional. Gabungan dari dua atau lebih faktor etiologi yang diperlukan untuk menyebabkan terjadinya bruxism, tetapi besarnya faktor-faktor tidak penting dalam kaitannya dengan besarnya bruxism.

- 34 -

C. Akibat Bruxism Bruxism dapat menyebabkan aus permukaan gigi-gigi pada rahang atas dan rahang bawah, baik itu gigi susu maupun gigi permanen. Lapisan email yang melindungi permukaan atas gigi hilang, sehingga dapat timbul rasa ngilu pada gigi-gigi tersebut. Bila kebiasaan ini berlanjut terus dan berlangsung dalam waktu lama, dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan periodontal, terjadi pada pasien dengan bentuk tonjol yang curam, luka pada periodonsium, pulpitis, kadang-kadang disertai peningkatan derajat mobilitas gigi yang terlibat, maloklusi, patahnya gigi akibat tekanan yang berlebihan, dan kelainan pada sendi temporomandibular joint.(24,25) D. Penanganan Bruxism Penanganan yang dapat dilakukan untuk menghilangkan kebiasaan bruxism pada anak-anak adalah(24,2) : a) Penggunaan Night-guard Perawatan untuk kasus ini dokter gigi akan membuatkan alat tertentu yang didesain dan dibuat khusus sesuai dengan susunan gigi-geligi pasien, alat ini disebut night-guard dan digunakan saat tidur pada malam hari. Alat ini akan membentuk batas antara gigi-gigi rahang atas dan rahang bawah sehingga tidak akan saling beradu. Pemakaian alat ini akan mencegah kerusakan yang lebih jauh pada gigi-geligi dan membantu pasien dalam menghentikan kebiasaan buruknya.

- 35 -

Gambar 8. Night-guard Sumber : http://www.majdalani-dental-lab.com/4-3.html. Accessed on 30th Jan 2011

b) Bila penyebab utama dari bruxism adalah stress. Cobalah untuk mencari tahu apa yang mungkin membuat anak stress dan membantu mereka menghadapinya. Konsultasi dengan psikolog merupakan salah satu hal yang dapat membantu dalam menghilangkan kebiasaan buruk ini. II.3. Manifestasi Oral pada Anak yang Mempunyai Kebiasaan Buruk A. Akibat Thumb/Finger Sucking Kebiasaan mengisap jari atau benda-benda lain dalam waktu yang berkepanjangan dapat menyebabkan maloklusi. Kebiasaan mengisap jari pada fase geligi sulung tidak mempunyai dampak pada gigi permanen bila kebiasaan tersebut telah berhenti sebelum gigi permanen erupsi. Bila kebiasaan ini terus berlanjut sampai gigi permanen erupsi akan terdapat maloklusi dengan tandatanda berupa incisivus atas proklinasi dan terdapat diastema, lengkung atas sempit, protrusi gigi anterior rahang atas, incisivus rahang bawah retrusi atau sedikit berdesakan, prognatik segmen premaksila, retrognatik mandibula, overjet besar, gigitan terbuka anterior, palatum tinggi, dan gigitan silang posterior

- 36 -

bilateral. Maloklusi yang terjadi ditentukan oleh jari mana yang diisap dan bagaimana pasien meletakkan jarinya pada waktu mengisap.(12,14) B. Akibat Lip Sucking/Lip Biting Kebiasaan mengisap bibir bawah dapat menyebabkan proklinasi incisivus atas disertai jarak gigit yang bertambah, retroklinasi incisivus bawah, gigitan terbuka (openbite), protrusi gigi anterior rahang atas, retrusi gigi anterior rahang bawah, inflamasi jaringan lunak, dan bekas gigi pada bibir bawah merah meradang.(12,14) C. Akibat Tongue Thrust a) Multiple diastema. b) Protrusi gigi anterior rahang atas. c) Protrusi gigi anterior rahang bawah. d) Gigitan terbuka anterior. e) Overjet besar.(14) D. Akibat Mouth Breathing Bernafas melalui mulut yang kronis secara jelas akan merubah keadaan gigi geligi dan lengkung gigi. Individu yang bernafas melalui mulut menunjukkan anterior crossbite, tendensi openbite, lengkung dental atas sempit, meningkatnya overjet dan timbul notching pada bibir atas. Kelainan klinis yang paling sering terlihat pada individu yang bernafas melalui mulut adalah retrognati mandibula, dataran mandibula yang curam dan sudut gonial bertambah besar, protrusi gigi anterior maksila, palatal vault yang tinggi, anterior openbite, posterior crossbite,

- 37 -

konstriksi lengkung maksila berbentuk V, bibir atas flasid atau hipotonus, bibir bawah hipertrofi, dan penampilan wajah yang bodoh dengan postur mulut terbuka. Walaupun sering dijumpai tanda-tanda klinis pada individu yang bernafas melalui mulut, tetapi hubungan sebab akibat antara perubahan cara bernafas dengan kelainan perkembangan dentofasial yang terjadi masih belum jelas karena perkembangan dentofasial dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti genetik dan lingkungan.(23,14) E. Akibat Bruxism Bruxism dapat menyebabkan hipersensitivitas termal gigi, hipermobilitas gigi, mengauskan email gigi, fraktur gigi, cedera pada ligamen periodontal dan periodonsium, hypercementosis, katup retak dan pulpitis, nekrosis pulpa. Gigi yang bersangkutan biasanya juga memberikan suara perkusi yang tidak nyaring dan terasa sakit untuk menggigit terutama pada waktu pagi hari, disfungsi dari sendi rahang dan juga bisa terjadi sakit kepala berulang. Komplikasi lainnya adalah kerusakan pada struktur sekitar gigi, yang meliputi resesi dan radang gusi, resorpsi tulang alveolar, hipertrofi otot-otot pengunyahan dapat terjadi, dan bruxism sering dikaitkan dengan nyeri wajah.(3,26,25) II.4. Penatalaksanaan Kebiasaan Buruk Memodifikasi pola perilaku untuk jangka panjang dikenal program pembelajaran perilaku yang meliputi : menjaga kesehatan/keberhasilan mulut, mengoreksi kebiasaan mulut, dan pemakaian alat. Kemungkinan suksesnya perawatan akan meningkat bila dokter, penderita, dan orang tua secara antusias ikut terlibat. Menurut Kreit, bila hubungan ibu dan anak (penderita) erat maka

- 38 -

kemungkinan keberhasilan perawatan semakin besar. Pada tahun-tahun terakhir, terdapat perhatian yang lebih besar mengenai pendekatan psikologis bagi penderita ortodonsi. Di samping seleksi pasien dan memperbaiki motivasi, beberapa peneliti telah mencoba dengan suatu bentuk program modifikasi perilaku ataupun lainnya yang membuktikan kerjasama dari pasien akan menjadi perawatan lebih efisien.(28) Kebiasaan buruk harus diatasi terlebih dahulu sebelum melakukan koreksi gigitan terbuka. Terapi bicara, latihan lidah, dan berbagai piranti ortodontik bisa digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk. Betapa sulitnya mengoreksi kebiasaan mulut sehingga menimbulkan frustasi bukan hanya untuk penderitanya tetapi juga operator telah dikemukakan oleh para ahli sehingga senantiasa menjadi bahan penelitian yang menarik. Berbagai metode alat telah diciptakan untuk mengantisipasi/mengoreksi kebiasaan yang telah menjadi suatu pola perilaku si anak.(20,28) Kebiasaan mulut sebagai penyebab maloklusi perlu dikoreksi karena berbagai problem yang ditimbulkannya antara lain gangguan estetik, bicara, dan fungsi pengunyahan serta relapsenya maloklusi pada pasca perawatan ortho. Berbagai faktor yang perlu diperhatikan untuk mengoreksi kebiasaan mulut ini antara lain usia, genetik, ras, kepribadian, motivasi, kerjasama anak, orang tua, dan ortodontis, filosofi alat, adanya kebiasaan mulut lain yang terkait, besarnya problem yang ditimbulkan. Faktor-faktor yang harus diperhatikan sebelum melakukan perawatan adalah(28,29) :

- 39 -

a)

Usia pasien Pasien sebaiknya berusia 7 tahun ke atas, karena pada usia ini, anak sudah

dapat lebih menerima berbagai alasan dan mengerti akan pentingnya perawatan. b) Kematangan pasien Hal ini penting bahwa pasien mengerti masalah yang terjadi dan memiliki keinginan untuk memperbaikinya. Beberapa bukti menunjukkan bahwa

ketidakmatangan dari pasien menjadi kontradiksi bagi dokter gigi untuk melakukan perawatan. c) Orang tua yang kooperatif Seorang anak yang telah memutuskan untuk menerima perawatan harus mendapatkan dukungan dan dorongan penuh dari orang tua. Hal ini akan membantu dalam periode perawatan. d) Pertimbangan waktu Seorang dokter gigi harus melihat dengan cermat secara menyeluruh berkenalan dengan pasiennya selama beberapa bulan atau lebih dan mencatat kebiasaan umum dari pasien tersebut serta kebiasaan spesifiknya untuk mengatasi dan menghentikan kebiasaan mereka. e) Penafsiran dari kerusakan yang terjadi Seorang dokter gigi harus dapat menafsirkan seberapa luas kerusakan yang terjadi. Hal tersebut berkaitan dengan kompleksitas yang berhubungan dengan kerusakan akibat kebiasaan buruk. Penafsiran yang benar akan terdengar sebagai suatu prosedur yang menjadi petunjuk pasien bagi dokter gigi sebagai penunjuk dan keperluan evaluasi. Jika kerusakan yang terjadi tidak berarti, dokter gigi harus

- 40 -

memberikan penalaran yang serius untuk membatalkan terapi. Namun, jika kerusakan terlihat jelas tetapi ditemukan ketiadaan faktor kontribusi lainnya, dokter gigi harus dengan serius mempertimbangkan pemberian terapi. Berikut beberapa piranti orthodontik yang dapat digunakan untuk menghentikan kebiasaan buruk pada anak-anak, antara lain: 1. Thumb/Finger Habit Appliance Salah satu solusi untuk menghilangkan kebiasaan mengisap ibu jari adalah alat yang disebut "fixed palatal crib". Alat ini diletakkan oleh seorang dokter gigi pada gigi atas anak dan ditempatkan di belakang gigi atas dan palatum. Alat ini terdiri dari setengah lingkaran kawat stainless steel yang tersambung dengan steel band dan disemen pada gigi molar. Alat ini membantu untuk menghentikan kebiasaan mengisap ibu jari pada bulan pertama penggunaan.(30)

Gambar 9. Thumb/Finger Habit Appliance Sumber : http://www.stratfordorthodontics.ca/Treatment/OrthodonticAppliances.aspx. Accessed on 30th Jan 2011

2.

Lip Bumper Lip bumper adalah busur lepasan yang disisipkan ke dalam tube tambahan

yang dikombinasi dengan kawat orthodonsia berupa klamer adams untuk retensi

- 41 -

pada gigi-gigi molar pertama bawah. Bagian labial anterior dari busur tersebut mempunyai bumper akrilik yang bertumpu tepat di depan gigi-gigi incisivus rahang bawah. Pengurangan jarak gigit dapat dilakukan dengan pemasangan piranti orthodonsi lain berupa busur labial di rahang atas. Lip bumper tidak disolder ke band molar dan dapat dilepas. Lip bumper merupakan suatu pilihan yang tepat. Pemakaian lip bumper dapat menimbulkan rasa tidak nyaman pada pemakainya dan bukan hal mudah bagi anak-anak untuk menghilangkan kebiasaan buruk tersebut. Maka dari itu, sekali lagi dikatakan, diperlukan motivasi yang kuat pada penderita dan orang tuanya.(31,5) Fungsi dari lip bumper(17,32) : a) Menghilangkan kebiasaan buruk, seperti: Mengisap atau menggigit bibir bawah Mengisap ibu jari b) Untuk melebarkan lengkung gigi baik pada rahang atas ataupun pada rahang bawah, menambah panjang dan lebar lengkung rahang untuk mendapatkan ruang bagi gigi-gigi permanen yang erupsi dan mengatasi gigi-gigi yang berjejal. c) Menghindarkan tekanan otot bibir dan mengurangi hipertonicity otot mentalis. d) Mengurangi overjet. e) Mempertahankan molar agar tidak bergeser ke mesial.

- 42 -

Gambar 10. Lip bumper Sumber : http://www.drbarrowes.com/parts.asp. Accessed on 29th Jan 2011

3.

Oral screen Oral screen merupakan salah satu alat efektif yang paling mudah

digunakan untuk mengoreksi protrusi gigi anterior rahang atas. Alat ini diistilahkan sebagai physiologic appliance karena alat ini tidak menyebabkan pergerakan gigi dengan bantuan kawat, tetapi menghasilkan gaya yang menahan gigi anterior rahang atas dengan cara menekan perioral musculature. Oral screen digunakan pada kasus maloklusi untuk mengoreksi protrusif rahang atas dan openbite. Ada beberapa metode dan bahan yang digunakan untuk membuat oral screen (karet, akrilik, flexiglass, dan plastik tidak tahan panas). Penggunaan oral screen sebagaimana mestinya setiap malam dan pada waktu tidur. Fungsi dari oral screen adalah : a) Menghilangkan kebiasaan buruk, seperti : Menggigit bibir. Membuat kompetensi bibir yang lebih baik dan mengurangi kecenderungan menggigit bibir (slack-lipped) yang sering terlihat pada kasus openbite anterior.

- 43 -

Menjulurkan lidah. Mengendalikan kecenderungan lidah untuk mengisap ke daerah openbite dan kemudian meningkatkan keseluruhan pola mengunyah. Oral screen juga mendorong lidah untuk mengisap ke arah lateral yang lebih efektif dalam menyeimbangkan gerakan otot-otot pipi. Menghalangi bernafas melalui mulut. Pola pergerakan udara yang lebih normal melewati hidung akan terbentuk, dan kekeringan rongga mulut serta odem pada gingival yang terlihat pada pasien mouth breathing akan berkurang. b) Membatasi seminimal mungkin pergerakan otot mentalis pada bibir bawah. Ini juga membantu untuk menormalkan pola mengunyah. c) Sebagai alat pengingat bagi anak untuk latihan mengurangi kebiasaan buruknya yang diinstruksikan oleh dokter gigi.(33) 4. Tongue Thrusting Appliance Salah satu piranti orthodontik untuk menghilangkan kebiasaan mengisap jempol dan menjulurkan lidah adalah menggunakan tongue crib yang dinilai efektif untuk kasus gigitan terbuka anterior tipe dental pada gigi bercampur. Cara yang dilakukan untuk memperbaiki kebiasaan menyodorkan lidah dengan memberikan pasien tongue thrusting appliance. Fungsi dari tongue thrusting appliance menghilangkan kebiasaan buruk, seperti : mengisap ibu jari dan menjulurkan lidah.(20,30)

- 44 -

Gambar 11. Tongue Thrusting Appliance Sumber : http://www.stratfordorthodontics.ca/Treatment/OrthodonticAppliances.aspx. Accessed on 30th Jan 2011

5.

Pre-Orthodontic Trainer Pre-orthodontic Trainer merupakan alat miofungsional yang dirancang

oleh Dr.Chris Farrell. Alat tersebut merupakan alat yang siap pakai, tidak perlu dicetak maupun dibentuk sehingga tidak perlu dikerjakan di laboratorium. Alat ini berbentuk seperti parabolik menyerupai lengkung rahang atas dan rahang bawah yang alami, yaitu sempit di bagian anterior dan lebar di bagian posterior. Tersedia dalam satu ukuran yang universal sehingga sesuai untuk semua rahang anak-anak yang besar maupun yang kecil. Fungsi dari Pre-orthodontic Trainer : a) Memperbaiki keadaan profil wajah yang konveks dan gigi geligi dengan cara memberikan latihan otot-otot sekitar mulut. b) Mengurangi kebiasaan buruk, seperti: Bernafas melalui mulut (mouth breathing) Menyodorkan lidah (tongue thrust) Mengisap ibu jari (thumb sucking)

- 45 -

Bruxism c) Membantu penentuan posisi rahang agar gigi tetap berada pada lengkung rahangnya sehingga mempermudah perawatan orthodontik di masa yang akan datang dan mengurangi kemungkinan pencabutan gigi diperlukan.(8) yang tidak

Gambar 12. Pre-Orthodontic Trainer Sumber : http://www.orthodonticproductsonline.com/issues/articles/2007-07_09.asp. Accessed on 14th Feb 2011

- 46 -

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metode yang digunakan pada penelitian prevalensi kebiasaan buruk pada anak-anak TK usia 3-6 tahun di Kota Makassar tahun ajaran 2011-2012 adalah sebagai berikut : III.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan : Observasional Deskriptif, yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan melakukan pengamatan secara langsung pada objek tanpa memberikan perlakuan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif. III.2. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di 23 TK yang berada di Kota Makassar. Adapun nama-nama TK tersebut adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. TK Aisyiah Bustanul Athfal Cab. Tabaringan TK Aisyiah Bustanul Athfal Cab. Malimongan Tua TK Aisyiah Bustanul Athfal Cab. Pattunuang TK Nikmatullah TK Aisiyah Bustanul Athfal Cab. Layang Utara TK Al Markas TK Aisyiah Bustanul Athfal Cab. Bunga Ejaya TK Al Khoiriyah TK Sulawesi

10. TK Andiya

- 47 -

11. TK Tajdidul Iman 12. TK Islam Maricaya 13. TK Nahdiyat 14. TK Islam Al Afiah 15. TK Matahari 2 16. TK Nurul Taqwa 17. TK Matahari 1 18. TK Aisyiah Bustanul Athfal II Cab. Tamamaung 19. TK Qalbin Salim 20. TK Nusa 21. TK Islam Biringkanaya 22. TK Al Muhajirin 23. TK Ilham III.3. Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tanggal 7 September 25 Oktober 2011. III.4. Populasi Penelitian Populasi penelitian yang digunakan adalah murid TK usia 3-6 tahun di Kota Makassar tahun ajaran 2011-2012. III.5. Metode Sampling Metode sampling yang digunakan : Purposive Sampling, yaitu pengambilan sampel berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang telah diketahui sebelumnya.

- 48 -

III.6. Sampel Penelitian Sampel penelitian yang digunakan adalah semua anak yang mempunyai dan tidak mempunyai kebiasaan buruk. III.7. Jumlah Sampel Jumlah sampel yang diteliti yaitu sebanyak 396 orang. III.8. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu : Alat tulis menulis Lembar formulir survey Alat oral diagnostic Masker dan handskun Larutan Betadine Alkohol

III.9. Data 1. 2. Jenis data Pengumpulan data : Data Primer : Data diperoleh dengan memeriksa langsung rongga mulut anak dan melakukan wawancara pada orang tua atau guru. 3. 4. Pengolahan data Penyajian data : Data manual dan komputerisasi. : Data disajikan dalam bentuk tabel dan diagram.

III.10. Definisi Operasional 1. Prevalensi kebiasaan buruk yaitu jumlah persentase anak TK usia 3-6 tahun di Kota Makassar yang memiliki kebiasaan buruk.

- 49 -

2.

Prevalensi

kebiasaan

buruk

berdasarkan

kelompok

usia,

adalah

pengelompokan kebiasaan buruk berdasarkan 3-6 tahun. 3. Prevalensi kebiasaan buruk berdasarkan jenis kelamin, adalah

pengelompokan kebiasaan buruk berdasarkan jenis kelamin pria dan wanita. 4. Prevalensi kebiasaan buruk berdasarkan jenis kebiasaan buruk, adalah pengelompokan kebiasaan buruk berdasarkan jenis kebiasaan buruk anak. III.11. Jalannya Penelitian 1. Penyampaian kepada pihak sekolah yang bersangkutan, yaitu kepada kepala sekolah, dan juga guru-guru, tentang maksud dan tujuan mengadakan penelitian tersebut. 2. Mengambil data umum murid-murid yang akan diperiksa pada bagian akademik sekolah, seperti nama, usia, dan jenis kelamin. 3. Melakukan pemeriksaan pada anak-anak dengan melihat langsung ke dalam rongga mulut anak. 4. 5. Melakukan wawancara pada orang tua anak yang bersangkutan atau guru. Mencatat data murid yang mempunyai kebiasaan buruk dan

mengelompokkannya berdasarkan usia, jenis kelamin, jenis kebiasaan buruk, dan manifestasi oral akibat kebiasaan buruk tersebut. 6. Mengolah data tersebut dengan cara menghitung jumlah keseluruhan dari masing-masing jenis data.

- 50 -

Anda mungkin juga menyukai